• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS FUNGSI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PENDAMPINGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM PADA PROSES DIVERSI TINDAK PIDANA PENCURIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "EFEKTIVITAS FUNGSI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PENDAMPINGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM PADA PROSES DIVERSI TINDAK PIDANA PENCURIAN"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS FUNGSI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PENDAMPINGAN ANAK YANG BERHADAPAN

DENGAN HUKUM PADA PROSES DIVERSI TINDAK PIDANA PENCURIAN

Diajukan Oleh : R I S M A H A M Z A H

NIM : 4617101038

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

2020

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Efektivitas Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pendampingan Anak yang Berhadapan dengan Hukum pada Proses Diversi Tindak Pidana Pencurian

2. Nama Mahasiswa : Risma Hamzah

3. NIM : 4617101038

4. Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H.,M.H.

NIDN 00-2507-5902

Dr. Yulia Hasan, S.H.,M.H.

NIDN 09-2405-6801

Mengetahui;

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si Dr. Baso Madiong, S.H.,M.H.

NIDN 09-1301-7402 NIDN 09-0909-6702

(3)

HALAMAN PENERIMAAN

EFEKTIVITAS FUNGSI PEMBIMBING KEMASYARAKATAN DALAM PENDAMPINGAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM PADA

PROSES DIVERSI TINDAK PIDANA PENCURIAN

Pada Hari / Tanggal :

Nama Mahasiswa : Risma Hamzah

NIM : 4617101038

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Telah diterima oleh panitia Ujian Tesis Program Pascasarjana untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Hukum

Panitia Ujian Tesis

Ketua : Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H.,M.H. (………….….…)

Sekretaris : Dr. Yulia Hasan, S.H.,M.H. (...)

Anggota Penguji

NIDN 00-2507-5902

NIDN 09-2405-6801

Mengetahui;

(4)

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Ilmu Hukum

Prof. Dr. Ir. Batara Surya, M.Si Dr. Baso Madiong, S.H.,M.H.

NIDN 09-1301-7402 NIDN 09-0909-6702

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta karunia kesehatan dan ilmu pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa’ali Wasalam, serta para sahabat yang senantiasa istiqamah di jalan-Nya.

Tidak ada kata yang dapat penulis ucapkan kecuali rasa syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” Efektifitas Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan Dalam Pendampingan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Pada Proses Diversi Tindak Pidana Pencurian ”, yang disusun dan diajukan untuk menyelesaikan studi pascasarjana pada program ilmu hukum fakultas hukum Universitas Bosowa

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini telah menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran serta materi dari semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis. Sepenuh hati penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtuaku Ayahanda H. Hamzah dan ibunda Hj Fatimah serta Suamiku Syufarman Radjab, SH atas perhatian, kasih sayang, motivasi serta doa yang tiada henti dipanjatkan demi keberhasilan penulis.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan tulisan ini, terutama kepada :

(6)

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh Pallu M.Eng, selaku Rektor Universitas Bosowa (UNIBOS), beserta staf dan jajarannya

2. Bapak Prof Dr Ir Batara Surya M,Si, selaku Direktur Ketua Program Pascasarjana Universitas Bosowa

3. Bapak Dr. Baso Madiong SH,MH selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Bosowa

4. Dosen Pembimbing I Dr. H. Abdul Salam Siku, SH, MH yang sudah banyak membantu penulis memperbaiki dan menambah ilmu yang luarbiasa kepada penulis.

5. Dosen Pembimbing II Dr. Yulia Hasan, SH, MH yang telah memberikan penulis banyak ilmu pengetahuan yang lebih dalam masa membimbing penulis.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Bosowa, yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliknya selama perkuliahan berlangsung sehingga memberi banyak manfaat bagi penulis baik untuk saat ini maupun dimasa mendatang.

7. Kepala Balai Kemasyarakatan Klas I Makassar (Bapas) beserta jajarannya yang sudah membantu penulis memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam penelitian penulis.

8. Teman-teman Angkatan 2017 Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Bosowa yang sudah banyak membantu dan memberikan dukungan serta informasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisnya

(7)

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kekurangan sehingga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis selalu menanti kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Makassar, 27 Januari 2020 Penulis

Risma Hamzah

(8)

ABSTRAK

RISMA HAMZAH. “Efektifitas Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pendampingan anak yang Berhadapan dengan Hukum pada Proses Diversi Tindak Pidana Pencurian”. Dibawah bimbingan Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H., M.H, selaku pembimbing I dan Dr. Yulia Hasan, S.H., M.H selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai Pemasyarakatan Kota Makassar dalam pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum pada proses diversi tindak pidana pencurian.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar pada Kantor Balai Pemasyarakatan Kelas I Kota Makassar. Metode yang digunakan penulis adalah pendekatan normatif empiris. Maksudnya pendekatan yang dilakukan untuk menganalisa tentang sejauh manakah suatu peraturan atau perundang-undangan atau hukum yang sedang berlaku secara efektif dalam masyarakat mengenai peranan Balai Pemasyarakatan Kelas I Makassar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Peran pembimbing kemasyarakatan sangat penting dalam pelaksanaan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan serta melakukan penelitian dan memberikan pelaporan melalui LITMAS memberikan pengaruh yang signifikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan pihak korban dalam pelaksanaan diversi.

Kata Kunci: Bapas, Diversi, Anak berhadapan Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan

(9)

ABSTRACT

RISMA HAMZAH. "The Effectiveness of the Community Guidance Function

in Assisting Children in Confront of the Law in the Process of Diversion of Theft Crimes". Under the guidance of Dr. H. Abdul Salam Siku, S.H., M.H as supervisor I and, Dr. Yulia Hasan, S.H., M.H as supervisor II.

This study aims to determine the implementation of the main tasks and functions of Makassar City Penitentiary in assisting children who are dealing with the law in the diversion of theft.

This research was conducted in Makassar City at the Makassar Class I Penitentiary Office. The method used by the author is an empirical normative approach. The purpose of the approach taken to analyze the extent to which a regulation or legislation or law that is effectively applied in the community regarding the role of Makassar Class I Penitentiary.

The results of this study indicate that the implementation of the role of social mentors is very important in the implementation of diversion, providing assistance, coaching and conducting research and reporting through LITMAS to have a significant influence on children in conflict with the law and the victims in implementing

diversion.

Keywords: Bapas, Diversion, Children facing Law, Community Guidance

(10)

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KERANGKA TEORI DAN KONSEPTUAL A. Pembimbing Kemasyarakatan 1. Pengertian Pembimbing Kemasyarakatan ... 8

2. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan ... 10

3. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan ... 16

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak 1. Sejarah Lahirnya Hukum Anak ... 20

2. Pengertian Hukum Anak ... 24

3. Aspek Hukum Perlindungan Anak ... 34

(11)

2. Anak Sebagai Pelaku Pencurian ... 57

D. Diversi 1. Pengertian Diversi ... 61

2. Tujuan Diversi ... 70

3. Jenis-Jenis Diversi ... 77

4. Syarat-syarat Diversi ... 79

5. Bentuk Pelaksanaan Diversi ... 79

E. Teori Efektifitas Hukum ... 84

F. Kerangka Pikir ... 92

G. Definisi Operasional ... 93

BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 96

B. Lokasi Penelitian ... 96

C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian ... 96

D. Instrument Penelitian ... 97

E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 98

F. Jenis dan Sumber Data ... 98

G. Teknik Pengumpulan Data ... 98

H. Analisis Data ... 99

(12)

2. Struktur Organisasi Bapas Klas I Makassar ... 102 3. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Bapas Klas I Makassar ... 104 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 108

a. Efektifitas peran dari pembimbing kemasyarakatan dalam pendampingan program diversi terhadap anak

yang berhadapan dengan hukum ... 108 b. Kendala yang dihadapi Pembimbing kemasyarakatan

dalam melaksanakan tugas untuk menjamin efektifnya

pendampingan hukum terhadap anak ... 117 BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 125 B. Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA ... ix LAMPIRAN

(13)

Tabel 3 Kasus Anak yang Berkonflik dengan Hukum pada Tindak Pidana Pencurian ... 120

(14)

A . L a t a r B e l a k a n g M a s a l a h

Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak.

Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Memang harus diakui bahwa permasalahan dibidang hukum pidana terus berkembang dari waktu ke waktu dan tidak seimbang dengan perkembangan dari hukum pidana kita sendiri dalam bentuk perundang-undangan yang berlaku saat ini. Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku kejahatan senantiasa selalu berkembang. Berbagai permasalahan yang timbul harus ditangani secara serius dengan maksud untuk memulihkan keadaan dalam masyarakat seperti pada saat belum terjadinya suatu tindak pidana. Pemahaman masyarakat Indonesia mengidentikkan penyelesaian permasalahan hukum dengan aparat penegaknya antara lain, polisi, jaksa dan hakim.

(15)

Ketiganya merupakan bagian dari sistem peradilan pidana. Penyelesaian perkara pidana oleh masyarakat ditempuh melalui sistem peradilan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, akhir dari sistem peradilan tersebut sering kali belum tentu menjamin rasa keadilan dalam masyarakat. Masyarakat merasakan bahwa berat ringannya vonis yang dijatuhkan hakim terhadap terdakwa belum mewujudkan keseimbangan dan mengembalikan situasi sosial dalam masyarakat.

Meskipun Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian Undang-Undang Perlindungan Anak hadir pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensip, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas sebagai berikut :

(16)

a) Non-diskriminasi;

b) Kepentingan yang terbaik bagi anak;

c) Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, perkembangan;

d) Penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan pengembangan dan perlindungan anak perlu peran masyarakat baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Pada Prinsipnya perlindungan anak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dilakukan berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Prinsip perlindungan tersebut diatur berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child), dimana prinsip ini mengatur bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak dilakukan oleh pemerintah masyarakat, badan legislatif dan yudikatif, maka kepentingan anak harus menjadi pertimbangan yang utama.

Pada tatanan hukum, kebutuhan yang diberikan kepada anak belum sepenuhnya bisa ditegakkan. Pemenuhan kebutuhan anak sebagaimana dimaksud dalam dokumen hukum mengenai perlindungan anak masih belum cukup bisa menyingkirkan keadaan yang buruk bagi anak, padahal anak sebenarnya merupakan harta yang tak ternilai harganya, baik dilihat dari perspektif sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, maupun perspektif keberlanjutan sebuah generasi keluarga, suku, dan bangsa.

Dilihat dari segi sosial sebagai kehormatan harkat dan martabat keluarga tergantung pada sikap dan perilaku anak untuk berprestasi, serta budaya anak merupakan harta dan kekayaan yang harus dijaga dan merupakan

(17)

lambang kesuburan sebuah keluarga. Dari segi politik anak merupakan penerus suku, bangsa, dan ekonomi jika dilihat dari segi hukum dengan segala pemenuhan kebutuhan untuk anak yang mendapat jaminan hukum.

Anak di dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental membutuhkan perawatan, perlindungan khusus serta perlindungan hukum sebelum maupun sesudah lahir. Di samping itu patut diakui bahwa keluarga merupakan lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan anak.

Untuk perkembangan kepribadiannya, maka membutuhkan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang.

Tidak bisa dipungkiri maraknya peristiwa tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak khususnya di Kota Makassar yang dirangkum oleh Kompas.com1, Penyidik Polrestabes Makassar merilis data kasus pencurian dengan kekerasan (curas) yang melibatkan anak di bawah umur sebagai pelaku. Hasilnya cukup mengejutkan, setidaknya pada bulan Ramadhan tahun 2019, ada sekitar 60 pelaku begal yang masih berusia di bawah umur. Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Indratmoko mengatakan, pihaknya saat ini intens melakukan koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar serta Dinas Sosial untuk mengatasi permasalahan ini. Kalau dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, ada peningkatan, tapi kalau dibandingkan

1 Kompas.com,”Begal Sadis Di Makassar Banyak Libatkan Anak Di Bawah Umur”, https://makassar.kompas.com/read/2019/06/17/17551191/begal-sadis-di-makassar-banyak- libatkan-anak-di-bawah-umur. (diakses tanggal 17 Juni 2019).

(18)

dengan Ramadhan bulan kemarin ada penurunan, kata Indratmoko saat ditemui di Polrestabes Makassar, Senin (17/6/2019).

Indratmoko menambahkan, para tersangka yang berusia di bawah umur ini tetap akan mendapatkan perlakukan khusus sesuai dengan ketentuan sistem peradilan anak. Mantan Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Sulsel ini memastikan penanganannya sesuai dengan undang-undang, karena terkait sistem peradilan anak, tersangka anak membutuhkan penanganan khusus, baik itu dari masa penahanan maupun perlakuaan penempatan anak, imbuhnya. Para pelaku begal dari kalangan anak-anak ini lebih dominan merampas barang milik korbannya yang berupa telepon genggam. Barang ini sangat mudah dijual. Tak hanya sekali melakukan curas, di Makassar seorang remaja berinisial AS yang berusia 17 tahun sudah menjadi residivis kasus begal. AS pada Sabtu (15/6/2019) lalu tertangkap oleh tim resmob Polda setelah 10 kali melakukan jambret secara sadis. Tentu kita prihatin melihat fenomena ini, untuk itu kami akan selalu rutin berkoordinasi dengan TP2TPA dan Dinas Sosial Makassar untuk menangani hal ini, pungkas Indratmoko.

Permasalahan telah banyak menyerap energi para anak bangsa untuk membangun rekonstruksi sosial. Peningkatan aktivitas kriminal dalam berbagai bentuk menuntut kerja keras dalam membangun pemikiran-pemikiran baru mengenai arah kebijakan hukum di masa depan.

(19)

Tindak pidana yang terjadi saat ini dimasyarakat bukan saja terjadi oleh orang dewasa, bahkan kecenderungan pelakunya adalah anak-anak. Oleh karena itu berbagai cara pencegahan dan penanggulangan kenakalan anak perlu segera dilakukan.

B . R u m u s a n M a s a l a h

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka lahirlah beberapa pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut :

1. Sejauhmanakah efektifitas peran dari pembimbing kemasyarakatan dalam pendampingan program diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum ?

2. Kendala apakah yang dihadapi pembimbing kemasyarakatan dalam melaksanakan tugas untuk menjamin efektifnya pendampingan hukum terhadap anak ?

C . T u j u a n P e n e l i t i a n

Peneltian ini bertujuan untuk mengatahui hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai pembimbing kemasyarakatan di Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui kendala dan hambatan yang dihadapi pembimbing kemasyarakatan terkait pelaksanaan tugas dalam hal pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum.

(20)

D . M a n f a a t P e n e l i t i a n

1. Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi, praktisi hukum, Komisi Perlindungan Anak (KPA), lembaga swadaya, maupun masyarakat umum serta diharapkan dapat memberi manfaat guna menambah pengetahuan penerapan ilmu hukum secara umum dan khusus di Indonesia.

2. Praktis

a) Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Pemerintah, Kementrian Hukum dan HAM, Badan Legislatif, Yudikatif, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, kiranya sebagai referensi dalam menentukan kebijakan maupun regulasi dalam upaya meningkatkan peran dan eksistensi Kemenkumham dalam hal Ini Balai Pemasyarakatan untuk lebih efisien, efektif dan menjamin mutu kualitas penanganan kasus anak.

b) Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi rujukan, pembelajaran moril, bagi setiap keluarga untuk lebih peka terhadap permasalahan anak yang berpotensi besar akan berhadapan dengan hukum.

(21)

B A B I I

K E R A N G K A T E O R I D A N K O N S E P T U A L

A. Pembimbing Kemasyarakatan

1. Pengertian Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan merupakan bagian dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pembimbing Kemasyarakatan kerap kali juga disebut sebagai Petugas Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial. Pasal 64 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menerangkan pengertian Pembimbing Kemasyarakatan pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 13 yang berbunyi :

“Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana”.

Pembimbing Kemasyarakatan atau yang dulu sering disebut sebagai Pekerja Sosial Kehakiman (Social Worker in Correctional Field) merupakan pegawai yang salah satu tugasnya adalah menyajikan data tentang

(22)

diri klien, keluarga dan masyarakat, latar belakang dan sebab-sebab mengapa seorang anak sampai melakukan pelanggaran hukum, antara lain melakukan pendekatan melalui salah satu metode ilmu pekerja sosial. Data yang diungkap tersebut dituangkan dalam bentuk suatu laporan yang sekarang dikenal dengan nama Laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas). Laporan tersebut harus dipertanggungjawabkan di depan sidang peradilan baik secara tertulis maupun lisan.1

Dalam perkembangan selanjutnya Laporan Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) digunakan juga untuk proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun di Rumah Tahanan Negara (Rutan) yaitu untuk Litmas Tahap Awal, Litmas Cuti Mengunjungi Keluarga, Litmas Asimilasi, Litmas untuk Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, dan Pembebasan Bersyarat.

Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing Kemasyarakatan sebagai berikut :

1) Berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu pembimbing kemasyarakatan bagi lulusan :

a. Sekolah Menengah Kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau

1 Sumarsono Karim A, Metode dan Teknik Pembuatan Litmas untuk Persidangan Perkara Anak di Pengadilan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM RI, 2011, hlm. 17.

(23)

b. Sekolah Menengah Atas dan berpengalaman dibidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.

2) Sehat Jasmani dan Rohani;

3) Pangkat/Golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b;

4) Mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi dibidang pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta perlindungan anak; dan 5) Telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan

dan memiliki sertifikat.2

2. Fungsi Pembimbing Kemasyarakatan

Pembinaan khusus di luar lembaga pemasyarakatan pelaksanaan kegiatan teknis sehari-hari dilakukan oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan, petugas teknis balai pemasyarakatan membuat Laporan Penelitian Kemasyarakatan dan melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan minimum tamatan SPSA/SMPS dan harus mengikuti kursus selama 3 (tiga) bulan, khusus tentang tugas pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan.3

a. Penyajian Laporan Penelitian Kemasyarakatan

Setelah Balai Pemasyarakatan menerima Surat Permintaan Pembuatan Laporan Penelitian baik dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, Lembaga Kemasyarakatan atau Instansi yang lain, ditunjuk Pembimbing Kemasyarakatan untuk

2 Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2014, hlm. 177.

3 Ibid, hlm. 180.

(24)

melakukan Penelitian Kemasyarakatan yang melakukan usaha-usaha :

1) Mengumpulkan data dengan cara memanggil atau mendatangi/mengunjungi rumah klien dan tempat-tempat lain yang ada hubungan dengan permasalahan klien;

2) Setelah memperoleh data, Pembimbing Kemasyarakatan menganalisis, menyimpulkan, memberikan pertimbangan, saran, sehubungan dengan permasalahan, selanjutnya dituangkan dalam Laporan Penelitian Kemasyarakatan.

3) Keikutsertaan dalam persidangan, setelah membuat Laporan Penelitian Pemasyarakatan, Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat mempertanggungjawabkan isi Laporan Penelitian Kemasyarakatan tersebut, baik dalam menentukan pidana maupun dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) di Lembaga Pemasyarakatan dan di Balai Pemasyarakatan untuk menentukan rencana pembinaan terhadap klien baik di Lembaga Pemasyarakatan dan di Balai Pemasyarakatan.

b. Pembimbing Kemasyarakatan Sebagai Pekerja Sosial

Akibat perkembangan zaman yang semakin pesat dan juga kebutuhan hidup yang semakin meningkat, sedangkan sumber daya yang ada terbatas maka manusia berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

(25)

tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Pemecahan masalah akibat disfungsi sosial diperlukan pembimbing kemasyarakatan, yang memahami masalah sosial dan kemanusiaan secara mendalam dan profesional, yang dilakukan dengan cara mengadakan pendekatan penelitian.

Dalam menjalankan tugasnya Pembimbing Kemasyarakatan langsung berhadapan dengan masyarakat yang bermasalah atau pelanggar hukum, yang ditangani dengan menggunakan teori pendekatan dan metode ilmu pekerjaan sosial secara profesional.

c. Penelitian Kemasyarakatan

Pembimbing Kemasyarakatan identik dengan pekerja sosial, yang di dalam melaksanakan tugasnya menghadapi manusia dan permasalahannya. Pembimbing Kemasyarakatan, harus bersikap dan berperilaku tidak menyinggung perasaan orang lain, cakap dalam mengadakan relationship, berkomunikasi dan dapat menerima individu apa adanya. Dalam mengadakan penelitian kemasyarakatan Pembimbing Kemasyarakatan perlu menjaga dan memelihara hubungan baik dengan klien. Terjadinya hubungan yang baik antara pembimbing kemasyarakatan dengan klien, diharapkan klien dapat mengemukakan masalahnya dengan terus terang tanpa curiga terhadap Pembimbing Kemasyarakatan.

(26)

Pembimbing Kemasyarakatan harus dapat memahami dan menjunjung tinggi harkat dan martabat klien sebagai manusia.

Pembimbing Kemasyarakatan tidak boleh memojokkan atau memberi suatu putusan, artinya Pembimbing Kemasyarakatan harus non-judgemental mengenai baik atau buruk tindakan maupun kejadian yang baru dialami oleh klien. Pembimbing Kemasyarakatan setidak-tidaknya telah dididik sebagai pekerja sosial, ditambah pengetahuan tentang hukum, sosial pedagogi, dan hal-hal yang diperlukan dalam melakukan bimbingan kepada anak. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan memberi keterangan-keterangan dan saran-saran kepada pengadilan, bukan membela supaya putusan pidana tidak menimbulkan akibat jelek bagi perkembangan pribadi anak.4

Adapun fungsi dan jenis bimbingan oleh Pembimbing Kemasyarakatan : a) Mengadakan penelitian,

Penelitian ini dilakukan mengenai masalahnya, sebab dilakukan tindak pidana, riwayat hidup klien, latar belakang keluarga, perkembangan pendidikan klien, dan keadaan ekonomi keluarga. Pembimbing kemasyarakatan melakukan kunjungan ke rumah klien atau mengunjungi pihak-pihak yang terkait dengan klien. Pembimbing

4 Ibid, hlm 181.

(27)

Kemasyarakatan mengadakan wawancara dengan klien dan orang lain yang berhubungan dengan klien dan masalahnya.5

b) Mengadakan Analisis

Setelah mengadakan penelitian terhadap klien dan masalahnya dilakukan klasifikasi masalah-masalah. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui latar belakang klien dan masalahnya dan mengetahui akibat yang timbul dari masalah yang terjadi.

c) Melakukan Terapi

Bila data yang dikumpulkan telah dianalisis, maka dapat ditentukan terapi terhadap klien. Penyembuhan yang dilakukan ini disesuaikan dengan kebutuhan klien.

d) Proses Bimbingan

Proses bimbingan yang dilakukan beberapa tahap yaitu : - Bimbingan tahap awal

- Bimbingan tahap lanjutan - Bimbingan tahap akhir

Penjelasan atas proses bimbingan tahap awal yaitu penelitian kemasyarakatan yang digunakan untuk menentukan program bimbingan. Data yang diperoleh dianalisis dan disimpulkan oleh pembimbing kemasyarakatan, kemudian diberi saran/pertimbangan. Setelah dibuat Litmas disusun rencana program

5 Ibid, hlm. 183.

(28)

bimbingan. Pelaksanaan program bimbingan disesuaikan dengan rencana yang disusun. Penilaian pelaksanaan tahap awal dan penyusunan rencana bimbingan tahap berikutnya atau tahap lanjutan.

Pada bimbingan tahap lanjutan yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan program bimbingan tahap lanjutan disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan klien, pengurangan lapor diri, kunjungan rumah serta peningkatan bimbingan terhadap klien dan penilaian terhadap program tahap lanjutan dan penyusunan program tahap lanjutan dan penyususnan program bimbingan akhir.

Sedangkan bimbingan tahap akhir meneliti dan menilai secara keseluruhan hasil pelaksanaan program bimbingan, mempersiapkan klien menghadapi akhir masa bimbingan, mempertimbangkan kemungkinan pelayanan bimbingan tambahan, mempersiapkan surat keterangan akhir masa pidana klien.

Dalam menjalankan tahap-tahap ini, apabila terdapat kasus klien yang perlu pemecahan, diadakan sidang khusus. Hasil sidang khusus tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan kebijkasanaan selanjutnya.

Tahap-tahap proses bimbingan klien ditetapkan melalui sidang tim pengamat kemasyarakatan.6

Pada hakekatnya pembimbing kemasyarakatan melaksanakan tugasnya dengan membantu dan memfasilitasi klien dalam menghadapi berbagai persoalan dan kasus yang dihadapi oleh klien. Kasus-kasus

6 Ibid. hlm. 184.

(29)

tersebut tentu saja berbeda-beda baik jenisnya maupun kedalamannya sehingga penanganannya pun memerlukan teknik, strategi dan pendekatan yang berbeda pula.

Untuk menangani kasus-kasus tersebut diperlukan keahlian dan keterampilan sesuai dengan persoalan yang dihadapi oleh klien dengan kata lain seorang Pembimbing Kemasyarakatan diharapkan dapat membantu klien menyelesaikan kasus tersebut dengan tepat dan sesuai kebutuhan.

Peran Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan kemasyarakatan memiliki nilai yang sangat strategis didalam hukum kita. Terlebih lagi arah kebijakan pemidanaan dengan prinsip Restorative Justice, akan membutuhkan rekomendasi yang disusun oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Atau dengan kata lain tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani klien Pemasyarakatan mulai dari penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, pengawasan dan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) membutuhkan penguasaan kompetensi dan profesionalisme.

3. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan

Dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-PK.04.10 Tahun 1998 tentang Tugas, Kewajiban, dan Syarat-Syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan dijelaskan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah sebagai berikut :

(30)

a. melakukan penelitian kemasyarakatan untuk :

1) Membantu tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, (Pasal ini sudah diamandemen menjadi

“pembimbing” kemasyarakatan bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi statusnya sama-sama sebagai penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas khusus);

2) Menentukan program pembinaan narapidana di lapas dan anak didik pemasyarakatan di lapas anak;

3) Menentukan program perawatan tahanan di rutan;

4) Menentukan program bimbingan dan/atau bimbingan tambahan bagi klien pemasyarakatan.

b. Melaksanakan bimbingan kemasyarakatan dan bimbingan kerja bagi klien pemasyarakatan;

c. Memberikan pelayanan terhadap instansi lain dan masyarakat yang meminta data atau hasil penelitian kemasyarakatan klien tertentu;

d. Mengkoordinasikan pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sukarela yang melaksanakan tugas pembimbingan; dan

e. Melaksanakan pengawasan terhadap terpidana anak yang dijatuhi pidana pengawasan, anak didik pemasyarakatan yang diserahkan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh yang diberi tugas pembimbingan.

Selain diatur dalam Keputusan Menteri tugas Pembimbing Kemasyarakatan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut :

(31)

a) Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan;

b) Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, baik di dalam maupun di luar sidang, termasuk di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPAS) dan Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPKA);

c) Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di LKPA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya;

d) Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan

e) Melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat.7

Tugas pembimbing kemasyarakatan juga dituangkan dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa tugas pembimbing kemasyarakatan adalah :

7 Wagiati Soetedjo dan Melani. Hukum Pidana Anak. Bandung: PT. Refika Aditama, 2013, hlm.

47.

(32)

a. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam perkara anak nakal, baik di dalam maupun di luar sidang anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan; (Pasal ini sudah diamandemen, “pembimbing” kemasyarakatan bukan lagi hanya sebagai “pembantu”, tetapi statusnya sama-sama sebagai penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas khusus).

b. Membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda, atau diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja, atau anak yang memperoleh pidana bersyarat dari lembaga pemasyarakatan.

Dari berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tugas pembimbing kemasyarakatan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar, tugas utama pembimbing kemasyarakatan adalah membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan persidangan dalam perkara anak, melakukan pendampingan, melakukan pembimbingan, dan melakukan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan.

Pembimbing Kemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya juga sebagai tenaga untuk melakukan bimbingan kemasyarakatan yang merupakan pembinaan diluar lembaga pemasyarakatan. Bimbingan kemasyarakatan ditujukan kepada seseorang yang tidak dapat

(33)

menjalankan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Bimbingan kemasyarakatan adalah daya upaya yang dilakukan terhadap terpidana bersyarat anak dan anak didik dalam menghindari terjadinya pengulangan kembali pelanggaran hukum yang dilakukannya.

Upaya tersebut mengikutsertakan unsur-unsur masyarakat untuk menyesuaikan kembali hubungan antara terpidana dengan keluarganya serta hubungan narapidana dengan masyarakat.8

Berdasarkan apa yang tertuang dalam peraturan Sistem Pemasyarakatan, tidak boleh lagi ada anggapan yang menyatakan bahwa tugas penegakan hukum hanya tugas dari Kepolisian, Kejaksaan, atau Mahkamah Agung semata. Tetapi juga merupakan tugas dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Berbagai pembenahan harus dilakukan Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka menegakkan hukum di Indonesia.

Jika tidak, konsekuensinya bisa jadi Sistem Pemasyarakatan dianggap tidak berhasil dan akan memungkinkan Sistem Kepenjaraan akan muncul kembali.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak 1. Sejarah Lahirnya Hukum Anak

Perhatian terhadap anak sudah ada lama sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri yang dari hari ke hari semakin berkembang, anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu

8 Maidin Gultom. Op-Cit., hlm.182.

(34)

anak memerlukan pembinaan, pembimbingan khusus supaya dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal.

Dalam peraturan perundang-undangan perhatian terhadap anak sudah dirumuskan sejak tahun 1925, ditandai dengan lahirnya Peraturan Kolonial Nomor STB 647 Tahun 1925 Tentang Ordonansi Tanggal 17 Desember 1925 Tentang Pembatasan Kerja Anak dan Kerja Malam bagi Wanita Junto Ordonansi 1949 Nomor 9 yang mengatur pembatasan kerja anak dan wanita.9

Kemudian tahun 1926 lahir Peraturan Kolonial Nomor STB 87 tahun 1926 tentang Ordonansi tahun 1926 Peraturan Kerja Anak-Anak dan Orang Muda di atas Kapal. Selanjutnya pada tanggal 8 maret 1942 lahirlah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan mulai berlaku pada tanggal 26 Februari 1946.

Beberapa pasal seperti Pasal 45, 46, dan 47 yang tertuang pada KUHP telah menegaskan bahwa memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya pasal-pasal 285, 287, 290, 292, 293, 294, 295, 297 dan lain-lain memberikan perlindungan terhadap anak dibawah umur dengan memperberat hukuman atau mengualifikasi sebagai tindak pidana perbuatan-perbuatan tertentu terhadap anak. Padahal adakalanya tindakan itu bukan tindak pidana bila dilakukan terhadap orang dewasa.

9 Harry Pratama Teguh, Teori dan Praktek Perlindungan Anak dalam Hukum Pidana, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2018, hlm 5

(35)

Dilanjutkan tahun 1948 lahir Undang-Undang Pokok Perburuhan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Kerja Yang Melarang Anak Melakukan Pekerjaan.

Pada tanggal 23 Juli 1979 lahir pula Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dengan Peraturan Pelaksanaan, PP No. 2/1998 tentang Usaha Kesejahteraan Anak (29 Februari 1988).

Secara internasional pada tanggal 20 November 1989 lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Anak. Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Presiden No. 36/1990.

Konvensi itu memuat kewajiban negara-negara yang meratifikasinya untuk menjamin terlaksananya hak-hak anak.10

Menurut Gelles, dikatakan bahwa tindak kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak dapat terwujud setidaknya dalam empat bentuk yaitu :

1. Kekerasan Fisik;

2. Kekerasan Psikis;

3. Jenis Kekerasan Seksual;

4. Kekerasan Ekonomi.

Sehubungan dengan kekerasan ekonomi, terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga, sehingga fenomena penjual koran, pengamen jalanan, pengemis anak, dan lain-lain kian merebak terutama di perkotaan.11

10 Ibid, hlm, 6

11 Ibid, hlm, 7

(36)

Berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan, secara umum dapat dikatakan bahwa secara kuantitatif sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan kepada anak yang sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tetapi dalam implementasi peraturan perundang-undangan tersebut belum sepenuhnya dapat dilaksanakan, hal ini disebabkan antara lain :

1. Upaya penegakan hukum masih mengalami kesulitan;

2. Harmonisasi berbagai undang-undang yang memberikan perlindungan kepada anak dihadapkan pada berbagai hambatan;

3. Sosialisasi Peraturan perundang-undangan kepada masyarakat belum sepenuhnya dapat dilakukan dengan baik.12

Dalam kenyatan kehidupan sehari-hari ternyata adakalanya seorang anak harus diadili dipengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya.

Mahkamah Agung mengharapkan setiap hakim mempunyai perhatian terhadap anak yang melakukan tindak pidana, memperdalam pengetahuan melalui literatur, diskusi dan sebagainya. Oleh sebab itu, diharapkan Ketua Pengadilan di seluruh Indonesia menunjuk sedikitnya 2 (dua) orang hakim di setiap pengadilan negeri yang memperhatikan terhadap masalah tindak pidana anak, disamping tugasnya sehari-hari sebagai hakim biasa juga dibebani

12 Ibid, hlm, 8

(37)

tugas khusus memeriksa perkara-perkara tindak pidana yang terdakwanya adalah anak.

2. Pengertian Hukum Anak

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia mengenai pengertian anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.13

Secara filosofi anak merupakan bagian dari generasi muda, sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang yang memiliki peran serta cirri-ciri khusus serta memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus pula.14

Menurut Sugiri sebagaimana yang dikutip dalam buku karya Maidi Gultom mengatakan bahwa: "selama ditubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh) tahun untuk laki-laki”.15

Menurut Bismar Siregar, menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun ataupun usia tertentu yang menurut

13 Poerwadarminta,W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Amirko, 1984, hlm 25.

14 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Grafindo Persada, 2011. Hlm 76.

15 Maidin Gultom, Op,Cit, hlm. 38.

(38)

perhitungan pada usia itulah si anak bukan lagi termasuk atau tergolong anak tetapi sudah dewasa.

Batasan umur anak tergolong sangat penting dalam perkara pidana anak, karena dipergunakan untuk mengetahui seseorang yang diduga melakukan kejahatan termasuk kategori anak atau bukan.

Mengetahui batasan umur anak-anak, juga terjadi keberagaman di berbagai negara yang mengatur tentang usia anak yang dapat dihukum.

Beberapa negara juga memberikan definisi seseorang dikatakan anak atau dewasa dilihat dari umur dan aktifitas atau kemampuan berfikirnya.

Pengertian anak juga terdapat pada Pasal 1 Convention On The Rights Of The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya.

Pengertian anak pada hakikatnya menunjuk pada persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana (Criminal Liability / toerekening - vatsbaarheid). Dalam Undang-Undang Pengadilan Anak, batas usia pertanggungjawaban pidana ditentukan antara usia 8 sampai 18 Tahun. Adanya rentang batasan usia dalam undang-undang Pengadilan Anak tersebut, diakui sebagai suatu kemajuan bila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam KUHP yang sama sekali tidak mengatur batas usia minimum. Apabila ditelusuri ketentuan instrument internasional, ditentukannya batas usia antara

(39)

8 sampai 18 Tahun sudah sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam Standart Minimum Rule For The Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules).

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang-undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun diantara beberapa pengertian tidak ada kesamaan mengenai pengertian anak tersebut, karna di latarbelakangi dari maksud dan tujuan masing-masing undang-undang maupun para ahli. Pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut :

a. Anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pengertian anak berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

b. Anak menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Dijelaskan dalam Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengatakan orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Jadi anak adalah setiap orang yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Seandainya seorang anak telah menikah sebelum umur 21 tahun kemudian bercerai atau ditinggal mati oleh suaminya sebelum genap umur 21 tahun,

(40)

maka ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa bukan anak- anak.

c. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 45 KUHP adalah anak yang umurnya belum mencapai 16 (enam belas) tahun.

d. Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 2).

e. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dijelaskan dalam (Pasal 1 Ayat (3) anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

f. Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah sebagai berikut : "Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya".

Dari beberapa pengertian dan batasan umur anak sebagaimana tersebut di atas yang cukup bervariasi tersebut, kiranya menjadi perlu untuk menentukan dan menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak terjadi permasalahan yang

(41)

menyangkut batasan umur anak itu sendiri. Dalam lingkup Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, dan belum pernah menikah.

Dalam sudut pandang yang dibangun oleh agama khususnya dalam hal ini adalah agama islam, anak merupakan makhluk yang dhaif dan mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Allah SWT dengan melalui proses penciptaan.

Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama islam, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab dalam mensosialisasikan dirinya untuk mencapai kebutuhan hidupnya dimasa mendatang.

Dalam pengertian Islam, anak adalah titipan Allah SWT kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia sebagai rahmatan lil alamin dan sebagai pewaris ajaran islam pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat, bangsa dan negara.

(42)

Kekerasan sering terjadi terhadap anak, yang dapat merusak, berbahaya dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak.

Pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua (ayah dan atau ibu korban), anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak hukum dan lain-lain). Kekerasan sering terjadi terhadap anak rawan. Disebut rawan adalah karena kedudukan anak yang kurang menguntungkan. Anak Rawan (children at risk) merupakan anak yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam perkembangannya, baik secara psikologis (mental), sosial maupun fisik. Anak rawan dipengaruhi oleh kondisi Internal maupun kondisi eksternalnya, diantaranya ialah :

a) Anak dari keluarga miskin;

b) Anak di daerah terpencil;

c) Anak cacat; dan,

d) Anak dari keluarga retak (Broken Home).

Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-tindakan kekerasan, baik secara psikis, fisik, maupun seksual. Dilihat dari korban pada beberapa peristiwa tindak kekerasan terhadap anak dapat dikemukakan beberapa tipe korban kejahatan yaitu :

(43)

a) Orang yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa tetapi tetap menjadi korban, untuk tipe ini kesalahan ada pada pihak si pelaku.

b) Korban secara sadar atau tidak sadar melakukan suatu perbuatan yang merangsang orang lain untuk melakukan kejahatan. Untuk tipe ini, korban dikatakan mempunyai andil dalam terjadinya kejahatan, sehingga kesalahan terletak pada si pelaku dan korban.

c) Mereka yang secara biologis dan sosial potensial menjadi korban. Anak-anak, orang tua, orang yang cacat fisik/mental, orang miskin, golongan minoritas dan sebagainya adalah orang-orang yang mudah menjadi korban.

d) Korban karena dia sendiri adalah pelaku. Inilah yang dkatakan sebagai kejahatan tanpa korban. Misalnya Pelacur, perjudian, zina.16 Dalam hukum pidana, kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak kekerasan belum secara konkret diatur. Artinya hukum pidana memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban, lebih banyak merupakan perlindungan abstrak atau perlindungan tidak langsung, adanya berbagai perumusan tindak pidana dalam perundang-undangan. Sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidana tidak tertuju pada perlindungan korban secara langsung dan konkret, tetapi hanya perlindungan korban secara tidak langsung dan abstrak.17

16 Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika Aditama, 2018, hlm. 2.

17 Ibid. hlm. 2.

(44)

Pengaturan tentang anak belum terunifikasi, tetapi terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat ini antara lain :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

b) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang diperbarui pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

c) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan;

d) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak;

e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Prasekolah;

f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Usaha Kesejahteraan bagi Anak yang Mempunyai Masalah;

g) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak;

h) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Kualitas Anak.18

Menurut pemahaman yang dapat diambil dari sejumlah peraturan tersebut yang lebih memerhatikan keberadaan anak, apa yang sesungguhnya yang dimaksud dengan hukum anak itu ?

18 Harry Pratama Teguh, Op-Cit., hlm 13.

(45)

Hukum Anak Adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur tentang anak.19

Adapun hal-hal yang diatur dalam hukum anak itu meliputi : a) Sidang Pengadilan Anak;

b) Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana;

c) Anak Sebagai Korban Tindak Pidana;

d) Kesejahteraan Anak;

e) Hak-Hak Anak;

f) Pengangkatan Anak;

g) Anak Terlantar;

h) Kedudukan Anak;

i) Perwalian Anak;

j) Anak Nakal;

Kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, Bangsa, dan Negara.

Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 34 telah mempertegas bahwa

“Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”.

Hal ini menunjukkan adanya perhatian serius dari pemerintah terhadap hak-hak anak dan perlindungannya. Lebih lanjut

19 Ibid, hlm 14.

(46)

pengaturan tentang hak-hak anak dan perlindungannya ini terpisah dalam berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain :20

a) Dalam bidang hukum dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak;

b) Dalam bidang kesehatan dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, diatur dalam pasal 128 s/d 135;

c) Dalam bidang pendidikan dengan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

d) Dalam bidang tenaga kerja dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam pasal 68 s/d 75 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;

e) Dalam bidang kesejahteraan sosial dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak;

f) Perlindungan Anak secara lebih komprehensif diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Dengan uraian diatas tampaklah bahwa sesungguhnya upaya hukum dalam mengatur kelangsungan hidup anak sudah sejak lama ada,

20 Wagiati Soetedjo dan Melani.Op-Cit., hlm. 47.

(47)

baik pengaturan dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun dalam pelaksanaannya, baik oleh pemerintah maupun organisasi sosial. Namun demikian usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia.21

Anak merupakan harapan bangsa dan apabila sudah sampai saatnya akan menggantikan generasi tua dalam melanjutkan roda kehidupan Negara, dengan demikian, anak perlu dibina dengan baik agar mereka tidak salah dalam hidupnya kelak. Setiap

komponen bangsa, baik pemerintah maupun

non-pemerintah memiliki kewajiban untuk secara serius memberi perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Komponen-komponen yang harus melakukan pembinaan terhadap anak khususnya adalah orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah.22

3. Aspek Hukum Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan

21 Ibid, hlm. 47.

22 Maidin Gultom., 2018, Op-Cit., hlm. 69.

(48)

bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak.

Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu didasarkan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.23

Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri, sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak berakibat negatif. Perlindungan anak dilaksanakan secara rasional, bertanggung jawab, dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreatifitas dan hal-hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berprilaku tak terkendali, sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan kemauan menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

23 Arif Gosita. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta : Akademi Pressindo, 1989, hlm. 19.

(49)

Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu :

a) Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan;

b) Perlindungan anak yang bersifat non-yuridis meliputi perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.

Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana pusat tanggal 30 mei 1977, terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak, yaitu :

a) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya;

b) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, bada-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.24

24 Irma Setyowati Soemitro. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara, 1990, hlm. 15

(50)

Arif Gosita berpendapat bahwa perlindungan anak adalah suatu usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung pengaturan dalam peraturan perundang-undangan.

Kebijaksanaan, usaha, dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak, pertama-tama didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan yang rawan dan dependent, disamping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani maupun sosial.

Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka kordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.

Sehubungan dengan hal ini, Abdul Hakim Garuda mengatakan :25

“Masalah perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan satu sisi pendekatan untuk melindungi anak-anak Indonesia.

Masalahnya tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis, tapi perlu pendekatan lebih luas yaitu ekonomi, sosial, dan budaya”.

Menurut Pasal 1 Nomor 2, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk mejamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

25 Maidin Gultom. 2014, Op-Cit., hlm. 42.

(51)

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meliputi :26

a) Perlindungan di Bidang Agama

 Perlindungan untuk beribadah menurut agamanya;

 Perlindungan anak dalam memeluk agamanya dijamin oleh

negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial. Perlindungan anak dalam memeluk agamanya meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengalaman ajaran agama bagi anak.

b) Perlindungan di Bidang Kesehatan

 Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak;

 Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan

anak jika tidak mampu melaksanakan tanggung jawab, maka pemerintah wajib memenuhinya;

 Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan

agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup atau menimbulkan kecacatan;

26 Harry Pratama Teguh, Op-Cit., hlm. 19.

(52)

 Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi

anak dari perbuatan pengambilan organ tubuh anak atau jaringan tubuh anak, tanpa memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ atau jaringan tubuh anak, penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.

c) Perlindungan di Bidang Pendidikan

 Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak;

 Anak yang menyandang cacat fisik atau mental diberikan kesempatan

yang sama dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa;

 Anak yang memiliki keunggulan diberi kesempatan dan aksebilitas untuk memperoleh pendidikan khusus;

 Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan

atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil;

 Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi

dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.

(53)

d) Perlindungan di Bidang Sosial

 Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan

anak terlantar dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan dilakukan oleh Menteri Sosial;

 Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan

wajib mengupayakan dan membantu anak agar anak dapat : 1. Berpartisipasi;

2. Bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;

3. Bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;

4. Bebas berserikat dan berkumpul;

5. Bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya;

6. Memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

 Anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembaga, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menetapkan anak sebagai anak telantar

 Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud sekaligus menetapkan tempat penampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak.

(54)

e) Perlindungan Khusus

1. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter;

2. Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata, meliputi :

 Pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan dan persamaan perlakuan;

 Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang

cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial.

3) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik dengan hukum, dan anak korban tindak pidana meliputi :

 Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;

 Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;

 Penyediaan sarana dan prasarana khusus;

 Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik untuk anak;

 Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;

 Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga;

Referensi

Dokumen terkait

Dilakukan beberapa analisis pada penelitian ini yakni analisis data sebelum penempatan DG dan kapasitor serta dibandingkan dengan hasil simulasi ETAP, optimasi

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi kayu manis dengan daun black mulberry terhadap aktivitas antioksidan kopi celup arabika.. Tujuan

Kesenian Topeng Menor yang juga diberi embel-embel nama daerah asalnya, menjadi Topeng Menor Cipunegara, merupakan perkawinan tari topeng gaya Cerbonan dan gaya

Keempat, pelanggaran maksim kuantitas yang dilanggar melalui jawaban yang tidak sesuai dari yang dibutuhkan penutur memiliki empat karakteristik, yaitu (a) dokter mengawali

setiap elemennya dapat dinyatakan dalam bentuk jumlahan suatu elemen unit dan suatu elemen idempoten dari ring R, sedangkan suatu R-modul M dikatakan bersih

Beras yang diolah menjadi nasi tidak hanya disantap sebagai makanan pokok sehari-hari, pada saat hari besar atau perayaan sebuah festival pun, masyarakat Jepang akan

a) Adanya kesepakatan bahwa perawat ruangan yang mengantar pasien ke OK adalah perawat yang melakukan pengecekan checklist sesaat sebelum pasien diantar ke kamar

„ REVIEW: Suatu kelas yang meng-implements sebuah interface, berarti kelas tersebut mewarisi interface (definisi method-method) = interface inheritance, bukan