• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Perbankan

1. Pengertian Hukum Perbankan

dikemukakan beberapa pengertian hukum perbankan dari para ahli hukum perbankan.

Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.

Sedangkan Munir Fuady merumuskan hukum perbankan adalah seperangkat kaidah hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak yang bersangkutan dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan.

Bertitik tolak dari pengertian perbankan sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya, maka pada prinsipnya hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun norma-norma tertulis maupun norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan usahanya. Berkaitan dengan pengertian ini, kiranya dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan norma-norma tertulis dalam pengertian di atas adalah seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bank, sedangkan

norma-norma yang tidak tertulis adalah hal-hal atau kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktik perbankan.40

2. Asas-asas hukum perbankan

Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :41

a. Asas Kerahasiaan

Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank.Dalam Pasal 40 UU perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana, perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dana.

b. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib

40 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Ed. Pertama, Cet. 1, Jakarta: Kencana, 2015. Hlm.39-40

41 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia,(Jakarta:PT.Garamedia Pustaka Utama,2003), hlm.14-18

menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.

3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Custumer Principles) Salah satu pelaksanaan prinsip kehati-hatian pada bank (prudential principle) adalah penerapan prinsip mengenal nasabah atau yang lebih dikenal dengan Know Your Customer Principles pada setiap transaksi perbankan. Hal ini dijelaskan dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) adalah suatu prinsip yang mewajibkan bank untuk terlebih dahulu mengenali nasabahnya sebelum melakukan transaksi dengan nasabah yang bersangkutan. Prinsip mengenal nasabah tidak hanya berlaku bagi lembaga perbankan saja, tetapi juga berlaku bagi lembaga keuangan non bank. Ketentuan prinsip mengenal nasabah untuk lembaga keuangan non bank dikeluarkan oleh instansi yang berwenang mengawasi kegiatan masing-masing perusahaan jasa keuangan di Indonesia. Departemen Keuangan (Depkeu) mengeluarkan keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 45/KMK06/

2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, seperti perusahaan asuransi dan dana pensiun.

Untuk lembaga di bawah pasar modal, yang berlaku adalah keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah.

Sebagai salah satu entery bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengurangi risiko dipergunakan sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank atau perusahaan jasa keuangan lain.

Penerapan prinsip mengenal nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Costumer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank atau perusahaan jasa keuangan lain dari berbagai resiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Khususnya terhadap para nasabah, pihak bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengenali para nasabah, agar bank atau perusahaan jasa keuangan lain tidak terjerat dalam kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah ini merupakan Rekomendasi FATF, yang merupakan prinsip ke lima belas dari dua puluh lima Core Principles for Effective Banking Supervison dan Basel Committee. Pengenalan terhadap

para nasabah harus dilakukan mulai dari identitas nasabah, prosedur penerimaan nasabah, pemantauan nasabah secara continue, dan kemudian perlaporan terhadap para pihak yang berwenang. Bank Indonesia selama ini telah mengharuskan kepada lembaga perbankan untuk mengenali nasabahnya.

Disektor perbankan inisiatif untuk memerangi pencucian uang secara aktif dan serius telah dimulai dengan penerapan prinsip mengenal nasabah dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut.

1. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang tentang penerapan Prinsip mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles).

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles).

4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles).

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003/ tanggal 23 Oktober 2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Principles) bagi Bank Perkerditan Rakyat.

6. Surat Edaran Nomor 3/29/DPNP tanggal 13 Desember 2001 perihal Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

7. Surat Edaran Nomor 5/32/DPNP tanggal 4 Desember 2003 perihal perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/29/DPNP.

8. Surat Edaran Nomor 6/37/DPNP tanggal 10 September 2004 perihal penilaian dan pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan kewajiban lain terkait dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana pencucian Uang.

Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain 40 rekomendasi FATF dan Core Principle Nomor 15 dari Basel Committee on Banking Supervision.

Apabila menengok kebelankang, Prinsip Mengenal nasabah di Indonesia lahir sekitar tanggal 18 Juni 2002, saat Bank Indonesia mengeluarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principles). Latar belakang bank Indoensia mengeluarkan Peraturan Bank Indoenesia (PBI) tersebut adalah karena semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan sehingga bank dihadapakan pada berbagai resiko, baik resiko oprasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi maupun resiko reputasi.

Ketidakcukupan prinsip mengenal nasabah, selain dapat memperbesar

resiko yang dihadapi bank, juga dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang siknifikan bagi bank, baik dari sisi aktifa maupun pasifa.

4. Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan

Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dan Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ) dan Profesi. Kewajiban pelaporan transaksi keuangan oleh Pihak Pelapor tidak dijadikan sebagai sarana oleh para pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan hasil tindak pidana.

Dalam Rezim Anti Pencucian Uang pihak pelapor merupakan front liner yang memiliki peran strategis untuk mendeteksi adanya transaksi keuangan mencurigakan ataupun melaporkan transaksi tertentu sesuai dengan ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU).

Berdasarkan UU PPTPPU, selain kewajiban, terdapat pula perlindungan khusus bagi pihak pelapor. Kewajiban indentifikasi transaksi keuangan dan pelaporan oleh pelapor juga merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian dan bagian dari manajemen risiko, untuk mencegah digunakannya PJK/PBJ sebagai sarana ataupun sasaran pencucian uang oleh nasabah/pihak pengguna jasa. Dalam hal ini, menghindarkan diri bagi PJK dan PBJ terhadap resiko reputasi, resiko operasional, resiko hukum dan resiko konsentrasi.42

Pihak Pelapor sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 UU UU PPTPPU meliputi :

a. Penyedia Jasa Keuangan (PJK), dan

1. Bank

2. Perusahaan Pembiayaan

3. Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi 4. Dana Pensiun Lmebaga Keuangan

5. Perusahaan Efek 6. Manajer Investasi 7. Kustodian

8. Wali Amanat

9. Perposan sebagai Penyedia Jasa Giro 10. Pedagang Valuta Asing

11. Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu 12. Pemyelenggara e-money atau e-wallet

13. Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam 14. Pegadaian

15. Perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; atau

16. Penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain (PBJ)

1. Perusahaan property/agen property 2. Pedagang kendaraan bermotor

3. Pedagang permata dan perhiasan/logam mulai 4. Pedagang barang seni dan antic

5. Balai lelang

Pihak Pelapor sebagaimana di atas dapat diperluas dengan Peraturan Pemerintah.

Dokumen terkait