• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

OLEH DAMAYANTI

B111 13 118

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

HALAMAN JUDUL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM TRANSAKSI PERBANKAN

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana dalam Program Kekhususan Hukum Pidana

disusun dan diajukan oleh DAMAYANTI

B111 13 118

kepada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(3)
(4)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Damayanti

Nomor Induk Mahasiswa : B11113118 Jenjang Pendidikan : S1

Program Studi : Ilmu Hukum

Menayatakan bahwa skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby), adalah BENAR merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain atau dikutip tanpa menyebut sumbernya, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 8 Juni 2018 Yang Membuat Pernyataan,

Damayanti

(5)
(6)

Nama : DAMAYANTI

Nomor Pokok : B111 13 118

Departemen : Hukum Pidana

Judul Skripsi : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DALAM TRANSAKSI PERBANKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010

(Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby)

Makassar, Mei 2018

(7)

vi

ABSTRAK

DAMAYANTI (B11113118), Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby), Dibawah bimbingan Muhadar, selaku Pembimbing I dan Nur azisa selaku Pembimbing II.

Tinjauan penelitian ini untuk mengetahui penerapan hukum materil terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby) dan penerapan hukum hakimnya.

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surabaya dan Kota Makassar yaitu di Pengadilan Negeri Surabaya dan Perpustakaan Makassar dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi literatur yakni untuk memperoleh bahan-bahan dan informasi-informasi sekunder yang diperlukan dan relevan dengan penelitian, yang bersumber dari konvensi- konvensi, buku-buku, media pemberitaan, jurnal, serta sumber-sumber informasi lainnya seperti data yang terdokumentasikan melalu situs-situs internet yang relevan.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan, yaitu: 1. Tindak Pidana Pencucian uang (Money Laundry) sebagai suatu kejahatan mempunyai ciri khas yaitu bahwa kejahatan ini bukan merupakan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Hal ini ditandai dengan bentuk pencucian uang sebagai kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan, sedangkan kejahatan atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offence atau core crime. Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat dilihat ketentuan dalam pasal (3), (4) dan (5) UU No.8 Tahun 2010Menyebutkan tindak pidana pencucian uang salah satunya harus memenuhi unsur adanya perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. 2.Dalam studi kasus nomor. 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sbyhal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara telah sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum karena melihat semua fakta-fakta persidangan terbukti secara sah Terdakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa AGUNG BUDI PRASETYO dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp.50.000.000,00; dan jika denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1(satu) bulan.

(8)

ABSTRACT

DAMAYANTI (B11113118), Juridical review of Crime of Money Laundering in Banking Transactions According to Law No.8 of 2010 (Case Study of Decision Number 64 / Pid.Sus-TPK / 2015 / PN.Sby), Under the guidance of Muhadar, as Supervisor I and Nur Azisa as Supervisor II.

The review of this research is to know the implementation of material law against Crime of Money Laundering in Banking Transaction According to Law Number 8 Year 2010 (Case Study of Decision Number 64 / Pid.Sus- TPK / 2015 / PN.Sby) and the application of judicial law.

This research was conducted in Surabaya and Makassar City, namely in Surabaya District Court and Makassar Library by using data collecting technique through literature study that is to obtain materials and secondary information needed and relevant to the research, sourced from conventions, books, news media, journals, and other sources of information such as documented data through relevant internet sites.

Based on the results of the research, the conclusions are obtained, namely: 1. Money Laundry as a crime has a characteristic that this crime is not a single crime but a double crime. It is characterized by money laundering as a follow-up crime or crime, whereas a crime or a crime of origin is referred to as predicate offence or core crime. The definition of money laundering crime can be seen in the provisions of articles (3), (4) and (5) of Law No.8 Year 2010. To mention the crime of money laundering, one of them must fulfill the element of unlawful act as referred to in Article 3 of Law no. 8 Year 2010. 2. In case study number. 64 / Pid.Sus-TPK / 2015 / PN.Sby that the judge's consideration in deciding the case has been in accordance with the prosecution because he saw all the facts of the trial proven legally The defendant violated Article 5 paragraph (1) Law Number 8 Year 2010 on Prevention and Eradication of Money Laundering Crime. The judge handed down a penalty against the defendant AGUNG BUDI PRASETYO with imprisonment for 8 (eight) months and a fine of Rp.50.000.000,00; and if the fine is not paid then it is replaced with imprisonment for 1 (one) month.

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul

“Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Transaksi Perbankan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 (Studi Kasus Putusan Nomor (Studi Kasus Putusan Nomor 64/Pid.Sus- TPK/2015/PN.Sby)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu (S1) di Universitas Hasanuddin Makassar. Tak lupa salam dan Shalawat Nabi Baginda Rasulullah S.A.W beserta keluarga dan sahabat yang selalu menjadi teladan agar setiap langkah dan perbuatan kita selalu berada dijalan kebenaran dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Semoga semua hal yang penulis lakukan berkaitan dengan skripsi ini juga bernilai ibadah di sisi-Nya.

Segenap kemampuan Penulis telah dicurahan dalam penyusunan tugas akhir ini. Namun demikian, penulis sangat menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Sebagai makhluk ciptaannya, Penulis memiliki banyak keterbatasan. Oleh karena itu, segala bentuk saran kritik senantiasa Penulis harapkan agar kedepannya tulisan ini menjadi lebih baik.

Terima kasih yang tak terhingga untuk kedua orang tua tercinta, Almarhum Ayahanda H. M. Dahlan Iskandar dan Ibunda Hj.Idawati yang tak kenal lelah untuk merawat dan mendidik saya dengan penuh ketulusan, kesabaran dan kasih sayang, dan tak henti-hentinya

(10)

memberikan semangat serta nasihat kepada penulis dalam menimba ilmu pengetahuan. Pencapaian penulis tidak lepas dari keberadaan kedua orang tua Penulis yang senantiasa memberikan Doa dan dukungannya.

Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Untuk itu, maka izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penulisan skripsi terselesaikan :

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini menemui banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S selaku Pembimbing I (satu) dan Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H. selaku Pembimbing II (dua) yang telah banyak membimbing dan memberikan arahan selama penulisan Skripsi.

Terima kasih penulis haturkan pula kepada:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas Hasanuddin;

2. Ibu Prof. Dr. Farida Patitingi, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan segenap jajaran Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin;

3. Seluruh dosen di Fakultas Hukum UNHAS yang telah membimbing dan memberikan pengetahuan, nasehat serta motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin;

(11)

x 4. Terima kasih kepada Prof. Dr. H.M. Said Karim, S.H., M.H., M.si., Dr. Wiwie Heriya, S.H., M.H., dan Dr. Haeranah, S.H., M.H. selaku Dewan penguji yang telah memberikan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;

5. Seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas Hukum UNHAS yang senantiasa membantu penulis selama menempu pendidikan;

6. Terima kasih untuk doa dan Supportnya saudara Muhammad Andian Zikry, S.E yang selalu mengingatkan dan memberikan dukungan.

7. Terimakasih juga untuk saudari saya Wahyuni Dahlan yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada Penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan Penulis dari EEO yang memberikan dukungan dan motivasi kepada Penulis.

9. Teman-teman seperjuangan ASAS Fakultas Hukum UNHAS yang selalu membantu dalam berbagai hal kepada Penulis.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tindak Pidana ... 9

1. Pengertian Tindak Pidana ... 9

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 10

B. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) ... 16

1. Sejarah dan Perkembangan Pencucian Uang (Money Laundering) ... 16

2. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering) ... 17

3. Tahap-Tahap & Proses Pencucian Uang (Money Laundering) ... 20

4. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang ... 22

5. Metode Pencucian Uang (Money Laundering) ... 22

6. Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering) .. 24 7. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan

(13)

xii

8. Dampak Kejahatan Pencucian Uang ... 27

9. Rezim Anti-Pencucian Uang ... 29

10. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ... 34

1) Kelembagaan PPATK ... 34

2) Peran pusat dan pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ... 36

C. Perbankan ... 37

1. Pengertian Hukum Perbankan ... 37

2. Asas-Asas Perbankan ... 39

3. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Costumer Priciples) ... 40

4. Kewajiban Pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis Penelitian ... 46

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Jenis dan Sumber data ... 47

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian uang menurut perundang-undangan hukum pidana ... 49

B. Penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus- TPK/2015/PN.Sby ... 56

1. Identitas Terdakwa ... 56

2. Posisi Kasus ... 57

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ... 65

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 68

(14)

5. Amar Putusan ... .70

6. Analisis Penulis ... 73

C. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Perkara Putusan No. 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby ... 74

1. Pertimbangan Hukum Hakim ... 74

2. Analisis Penulis ... 78

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum (recthsstaat) yang menjamin tinggi supremasi hukum, yang terefleksi dalam penegakan hukum (enforcement of law) dan keadilan (equality) berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Upaya ke arah tersebut dilakukan dengan cara: (1) mengadakan penataan ulang lembaga kenegaraan; (2) peningkatan kualifikasi aparat Negara;

dan (3) penataan ulang perundang-undangan yang berlaku.1

Bergulirnya reformasi yang terjadi sejak tahun 1997 memberikan harapan bagi tejadinya perubahan di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu politik, ekonomi, dan hukum. Dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, perubahan yang diharapkan adalah menuju penyelenggaraan pemerintahan Negara yang lebih demokratis, transparan, dan memiliki akuntabilitas tinggi serta terwujudnya good governance dan kebebasan berbuat.2

Reformasi di bidang hukum yang terjadi sejak tahun 1998 telah dilembagakan melalui pranata perubahan UUD 1945. Semangat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mendorong terbangunnya penyelenggaraan dan struktur ketatanegaraan yang lebih demokratis, serta jaminan kepastian hukum. Perubahan UUD 1945 sejak reformasi

1 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Surabaya: kencana, 2011, hlm.1.

2 Ibid, hlm 1.

(16)

telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu: Pertama, perubahan pertama disahkan pada tanggal 19 0ktober 1999. Kedua, perubahan kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Ketiga, perubahan ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001. Keempat, perubahan keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Hasil perubahan UUD 1945 melahirkan bangunan kenegaraan dan sistem pemerintahan yang lebih transparansi, demokratis dan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat pencari keadilan menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa bebas dari pelanggaran norma etika, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.3

Mewujudkan kesejahteraan rakyat berkaitan dengan penegakan hukum dalam suatu Negara. Hal tersebut jelas konsepsi Negara hukum atau ‘Rechtsstaat’ pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1995 menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ’rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting yaitu (1) Perlindungan hak asasi manusia; (2) Pembagian kekuasaan; (3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang; dan (4) Peradilan tata usaha Negara. Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebut dengan istilah

“The Rule of Law”, yaitu: 1. Supremacy of Law; 2. Equality before the Law;

3. Due Process of Law. Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut diatas pada pokoknya dapat digabungkan

(17)

dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang.4

Implikasi Indonesia sebagai Negara Hukum ialah dengan menegakkan hukum itu sendiri, salah satunya ialah hukum pidana. Hukum pidana oleh banyak ahli dikatakan sebagai hukum publik. Yang dimaksudkan sebagai hukum publik ialah hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan masyarakat/pemerintah. Maka dari itu hukum pidana memainkan perannya sebagai penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan berdasarkan tujuan hukum pidana yang mengandung makna pencegahan terhadap gejala- gejala sosial yang kurang sehat. 5

Pembagian lebih lanjutnya hukum pidana secara cakupan aturan dibagi menjadi dua bagian, hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum ialah hukum pidana yang dapat diperlakukan terhadap setiap orang pada umumnya, sedangkan pidana khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu saja.6 Sejak Indonesia merdeka, aturan-aturan hukum pidana yang berlaku tidak saja termuat dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Aturan-aturan itu juga terdapat di dalam undang-undang lain sebagai hukum tertulis tidak dikodifikasi dan yang dikodifikasi. Mengembangkan aturan hukum pidana mempunyai dasar hukum yang dicantumkan dalam pasal 103 KUHP.

Ketentuan pasal ini menyatakan bahwa “Ketentuan-ketentuan dari

4 http://jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf di unduh pada tanggal19-januari-2017 pukul 18:58.

5 Syamsul Bachri, Pengantar Hukum Indonesia: Cetakan kedua, Makassar: ASPublishing, 2011, hlm 65.

6 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta:Sinar Grafika, 2010, hlm 1.

(18)

kedelapan Bab I dalam buku I berlaku juga atas peristiwa yang padanya ditentukan pidana menurut ketentuan perundang lainnya kecuali kalau dalam undang-undang atau peraturan pemerintah ditentukan lain.”

Berdasarkan ketentuan ini, dimungkinkan dibuat aturan hukum pidana diluar KUHP dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, asalkan tidak bertentangan dengan hukum pidana yang telah dimodifikasikan dalam KUHP.7 Dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana umum ialah hukum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sedangkan hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang diatur diluar dari KUHP. Sudarto berpendapat, bahwa pembentukan undang-undang pidana khusus yang mempunyai asas-asas hukum pidana umum tidak menghilangkan kewajiban para pelaksana hukum untuk menghormati asas hukum ‘tidak ada pidana tanpa kesalahan’ (Geen Straft Zonder Schuld).8

Salah satu bagian dari tindak pidana khusus yang akan dibahas adalah tindak pidana ekonomi. Hukum pidana menurut Andi Hamzah adalah bagian dari hukum pidana, yang merupakan corak-corak tersendiri, yaitu corak-corak ekonomi. Beberapa bagian dari hukum pidana ekonomi yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan masih banyak lagi yang terkait dengan perekonomian.

Salah satu tindak pidana ekonomi yang terjadi dewasa ini yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atau lebih dikenal sebagai “money laundering”. Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal

7 Syamsul Bachri, Op.Cit., hlm 82.

(19)

sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya.9 Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya yang ditanamkan ke perusahaan pencucian uang pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras illegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran10

Secara umum, money laundering merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas tindak pidana.11 Kegiatan pencucian uang melibatkan kegiatan pencucian uang yang sangat kompleks. Pada dasarnya kegiatan tersebut terdiri dari tiga langkah yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali dilakukan bersama-sama yaitu placement, layering, dan integration.12

Pencucian uang dewasa ini sudah merambah berbagai aspek dan berkembang sejalan dengan berkembangnya teknologi. Para pelaku pencucian uang memanfaatkan teknologi sebagai alat dan penyedia jasa keuangan/perbankan sebagai wadah untuk melakukan tindakan pencucian uang. Kejahatan kerah putih atau yang biasa dikenal sebagai

9 Andrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 1

10 Ibid, hlm.2A

11 Husein Yunus, Upaya Pemberatasan Pencucian Uang, hlm.2

12 Ibid, hlm.2

(20)

white collar crime dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi mulai dari manual hingga extra sophisticated atau super canggih yang memasuki dunia maya (cyberspace) sehingga kejahatan kerah putih dalam pencucian uang disebut dengan cyber laundering merupakan bagian dari cybercrime yang didukung oleh pengetahuan tentang bank, bisnis, dan electronic banking yang cukup.13

Karena perkembangan terhadap pencucian uang sangat pesat khususnya dalam transaksi perbankan hingga merugikan perekonomian Negara, maka pemerintah bersama DPR membuat beberapa Undang- Undang mengenai masalah pencucian uang dalam transaksi perbankan dengan harapan dapat meminimalisir dan/atau memberantas TPPU.

Beberapa Undang-Undang tersebut sebagai berikut: (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; (2) UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia.

Tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa aturan lain yang dapat menunjang terhadap pemberantasan pencucian uang.

Walaupun Pemerintah bersama DPR telah membuat beberapa regulasi mengenai TPPU tetapi Pelanggaran terhadap tindak pidana pencucian uang masih marak terjadi terkhususnya pada transaksi perbankan. Maka pentingnya adanya kesadaran terhadap kewajiban dan kerjasama berbagai pihak untuk membantu dalam pemberantas Kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang. Maka dari itu penulis sangat tertarik untuk mengkaji masalah ini.

(21)

Dengan mengambil contoh kasus pada hasil putusan Mahkamah Agung dengan nomor: 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby. penulis mencoba untuk membedah permasalahan TPPU tersebut dengan rumusan masalah yang akan dipaparkan selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, penulis tertarik mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian uang menurut perundang-undangan hukum pidana?

2. Bagaimana penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby

C. Tujuan Peneliatian

Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kualifikasi perbuatan tindak pidana pencucian uang menurut perundang-undangan hukum pidana

2. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil dan pertimbangan hukum hakim terhadap tindak pidana pencucian uang berdasarkan putusan nomor 64/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Sby

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan sebagai bahan referensi sekaligus sebagai bahan wacana bagi semua pihak yang berkepentingan dalam rangka

(22)

pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan pengembangan hukum kepidanaan secara khusus dalam bidang pencucian uang.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan wawasan khasana ilmu pengetahuan bagi para penegak hukum dalam menangani masalah mengenai pencucian uang terlebih dalam transaksi perbankan.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tentang tindak pidana dalam alkitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah straftbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana memiliki pengertian yang abstrak dari peristiwa- peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

Moeljatno14 berpendapat bahwa, setelah memilih “perbuatan pdana” sebagai terjemahan dari “strafbaar feit”, beliau memberikan perumusan (pembatasan) sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana terhadap siapa saja yang melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan masyarakat sebagai

14 Andi Sofyan, Nur Azisa, Hukum Pidana, Makassar: Pustaka Pena Press, 2016, hlm.99.

(24)

perbuatan yang tak boleh atau menghambat akan terciptanya tata pergaulan masyarakat yang dicia-citakan oleh masyarakat itu.

Tindak pidana (delict) atau yang disebut juga peristiwa pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur – unsur pidananya.15

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pada umumnya para ahli menyatakan unsur – unsur dari peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana atau delik terdiri atas unsur subjektif dan objektif.

Menurut R.Abdoel Djamali16, peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana atau delict ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman pidana. Suatu peristiwa peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur – unsur pidananya. Unsur –unsur tersebut terdiri dari

a. Unsur Objektif yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian objektif adalah tindakannya.

b. Unsur Subjektif yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang – undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seorang atau beberapa orang).

15 Abdullah Marlang, Irwansyah, dan Kaisaruddin, Pengantar Hukum Indonesia, Cet.2. Makassar:

ASPublishing, 2011. Hal.67

16 R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi, Jakarta : Rajawali Pers, 2010,

(25)

Unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman tanpa kesalahan” (Ananct does not make a person guility unless the min is guility or actus non facit reum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh kesengajaan (intention/opzet/dolus) dan kealpaan (negligence or schuld).

Menurut Lamintang17, unsur delik terdiri atas dua macam, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan pada diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan – keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan – tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Unsur – unsur subjektif dari suatu tindakan itu adalah sebagai berikut :

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging c. Berbagai maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya

di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.

17 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana,.Jakarta:Sinar Grafika, 2005, hlm.105

(26)

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedache raad, seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.

e. Perasaan takut seperti yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur – unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut:

a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai pegawai negeri dalam kejahatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus suatu perseroan terbatas, dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP.

Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat.

Tindak pidana dapat dibeda – bedakan atas dasar – dasar tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misddrijven) yang dimuat dalam Buku II dan pelanggaran (overtredingen) yang dimuat dalam Buku III.

Alasan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah ancaman pidana pelanggaran jauh lebih ringan daripada kejahatan.

(27)

2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formeel delicten) dan tindak pidana materiil (materiel delicten).

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu. Sebaliknya, dalam rumusan tindak pidana materiil, inti larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan di pidana.

3. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).

Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan. Sedangkan tindak pidana tidak dengan sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung culpa atau kelalaian.

4. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif/positif atau disebut juga tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif/negative atau disebut juga tindak pidana omisi.

Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif, perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya diisyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh yang berbuat.Sedangkan tindak pidana pasif

(28)

adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya adalah berupa perbuatan pasif.

5. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya, dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika (aflopende delicten) dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama/

berlangsung terus (voordurende dellicten).

6. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana metriil (Buku II dan Buku III). Sedangkan tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang terdapat diluar kodifikasi KUHP, misalnya Tindak Pidana Korupsi (UU No.30 Tahun 2002), Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (UU No.35 Tahun 2009)

7. Dilihat dari sudut subjek hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan tindak pidana proria (dapat dilakukan hanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu).

8. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya, tidak

(29)

diisyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak.Sedangkan tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan apabila adanya pengaduan dari yang berhak, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata atau keluarga korban.

9. Berdasarkan berat ringannya pidana yang diancamkan, maka dibedakan antara tindak pidana bentuk pokok, tindak pidana yang diperberat dan tindak pidana yang diperingan.

10. Berdasarkan kepentingan umum yang dilindungi, maka tindak pidana tidak terbatas macamnya bergantung dari kepentingan hukum yang dilindungi, seperti tindak pidana terhadap nyawa dan tubuh, terhadap harta benda, tindak pidana pemalsuan, tindak pidana terhadap nama baik, dan lain sebagainya.

11. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan, dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana berangkai.

Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk dipandang selesainya tindak pidana dan dipidananya pelaku cukup dilakukan satu kali perbuatan saja, bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah berupa tindak pidana tunggal. Sedangkan tindak pidana berangkai adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian

(30)

rupa sehingga untuk dipandang sebagai selesai dan dipidananya pelaku, diisyaratkan dilakukan secara berulang.18 B. Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

1. Sejarah dan Perkembangan Pencucian Uang (Money Laundering)

Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan money laundering sekarang mulai sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi.19 Ternyata problematika uang haram ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas Negara.20 Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut terutama dunia kejahatan yang dinamakan organized crime, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan.21 Erat berkaitan dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan yang pada satu sisi beroperasi atas dasar kepercayaan para konsumen, namun pada sisi lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.22

Al Capone, Penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Mayer Lansky, orang Polandia. Lansky seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al

18 Amir Ilyas, Asas – Asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Rangkang education & Pukab, 2012, hlm.28.

19 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan suatu tinjauan pencucian uang, merger, likuiditas, dan kepailitan. Jakarta, 2007

20 Ibid.

21 Ibid.

(31)

Capone melalui usaha binatu (Laundry).23 Demikian asal muasal muncul nama money laundering.

Istilah pencucian uang atau money laundering dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika Mafia membeli perusahaan sah dan resmi sebagai salah satu strateginya.24 Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat.25 Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju, dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil pelacuran.

Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang, dengan berkembangnya bisnis haram seperti perdagangan narkotika dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah sehingga kemudian muncul istilah narco dollar, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotika.26

2. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)

Tidak ada pengertian yang seragam dan komprehensif mengenai pencucian uang atau money laundering. Masing-masing negara memilki definisi mengenai pencucian uang sesuai dengsn terminologi kejahatan menurut hukum negara yang bersangkutan. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, negara- negara yang telah maju dan negara-negara yang telah maju dan negara-

23 Ibid.

24 Ibid.

25 Ibid.

26 Ibid.

(32)

negara dari dunia ketiga, masing-masing mempunyai definisi senidiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Tetapi semua negara sepakat, bahwa pemberantasan pencucian uang sangat penting untuk melawan tindak pidana terorisme, bisnis narkoba, penipuan ataupun korupsi.27

Terdapat beberapa pengertian mengenai pencucian uang (money laundering). Secara umum, pengertian atau definisi tersebut tidak jauh berbeda satu sama lain. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian pencucian uang sebagai term used it describe investment or of other transfer of money flowing from rocketeeting, drug transaction, and other illegal source into legitimate channels so that is original source can not be traced (pencucian uang adalah istilah untuk menggambarkan investasi di bidang-bidang yang legal melalui jalur yang sah, sehingga uang tersebut tidak dapat diketahui lagi asal usulnya). Pencucian uang adalah proses menghapus jejak asal usul uang hasil kegiatan ilegal atau kejahatan melalui serangkaian kegiatan investasi atau transfer yang dilakukan berkali-kali dengan tujuan untuk mendapatkan status legal untuk uang yang diinvestasikan atau dimusnahkan ke dalam system keuangan.28

Beberapa pengertian pencucian uang menurut para ahli:

(1) Menurut Welling

Pencucian uang adalah proses penyembunyian keberadaan sumber tidak sah atau aplikasi pendapat tidak sah, sehingga pendapatan itu menjadi sah.

27 Ivan Yustiavandana (dkk), Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia. 2010, hlm 10

(33)

(2) Menurut Fraser

Pencucian uang adalah sebuah proses yang sungguh sederhana dimana uang kotor di proses atau dicuci melalui sumber yang sah atau bersih sehingga orang dapat menikmati keuntungan tidak halal itu dengan aman.

(3) Menurut Prof. Dr. M. Giovanoli

Money laundering merupakan proses dan dengan cara seperti itu, maka aset yang di peroleh dari tindak pidana dimananipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah berasal dari sumber yang sah.

(4) Mr. J. Koers

Money laundering merupakan proses memindahkan kekayaan yang di peroleh dari aktivitas yang melawan hukum menjadi modal yang sah.

Pengertian pelaku tindak pidana pencucian uang menurut UU no. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang pada pasal (3) sebagai berikut: Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, dan mengibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang asing atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana

(34)

pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).29

3. Tahap-tahap dan Proses Pencucian Uang

Untuk melaksanakan tindak pidana pencucian uang, para pelaku memiliki metode tersendiri dalam melakukan tindak pidana tersebut.

Walaupun setiap pelaku sering melakukan dengan menggunakan metode yang bervariasi tetapi secara garis besar metode pencucian uang dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu Placement, Layering, dan Integration.

Walaupun ketiga metode tersebut dapat berdiri sendiri atau mandiri terkadang dan tidak menutup kemungkinan ketiga metode tersebut dilakukan secara bersamaan.

Berikut adalah penjelasan dari metode pencucian uang tersebut:

(1) Placement

Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositkan uang haram tersebut ke dalam system keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam system keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan pada suatu bank itu selanjutnya dapat dipindahkan ke bank lain, baik dinegara tersebut maupun di negara lain, uang tersebut bukan saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan,

29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

(35)

melainkan juga telah masuk kedalam sistem keuangan global atau international.30

(2) Layering

Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak pidananya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses perpindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.31

(3) Integration

Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan materiil atau keuangan, dipergunakan untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana.

Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dilakukan karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan dan menghilangkan asal usul uang sehingga hasil akhir dapat dinikmati atau dipergunakan secara aman.32

30 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, Op.cit hlm 19.

31 Ibid.

32 Ibid.

(36)

Ketiga kegiatan tersebut diatas dapat terjadi secara terpisah atau stimulan, namun secara umum dilakukan secara tumpang tindih, Modus Operandi pencucian uang dari waku ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan tekhnologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal ini terjadi, baik pada tahapan placement, layering, maupun integration sehingga penangnanannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan peningkatan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan berkesinambungan, pemilihan modus operandi pencucian uang bergantung pada kebutuhan pelaku tindak pidana.

4. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang

Saat ini yang menjadi dasar hukum pencucian uang adalah

“Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang” (UU 8/2010), dimana undang-undang tersebut menggantikan undang-undang sebelumnya yang mengatur pencucian uang yaitu, “Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002”

(UU 15/2002) sebagaimana telah diubah dengan “Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003” (UU 25/2003)

5. Metode Pencucian Uang (Money Laundering)

Perlu pula diketahui bagaimana para pelaku money laundering melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai dari hasil uang ilegal menjadi uang legal. Secara metodik dapat dikenal tiga metode dalam money laundering yaitu:

(37)

(1) Metode buy and sell conversion

Metode ini dlakukan melalui transaksi barang-barang dan jasa.

Katakanlah suatu aset dapat di beli dan di jual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual secara lebih mahal dari normal dengan mendapatkan fee atau diskon. Selisih harga dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci dengan cara transaksi bisnis. Barang dan jasa itu dapat diubah seolah- olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.

(2) Metode offshare conversion

Dengan cara ini suatu uang kotor dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi penghindar pajak (tax heaven money laundering centres) untuk kemudian di deposit di bank yang berada di wilayah tersebut. Di negara-negara yang berciri tax heaven demikian memang terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat sistem rahasia bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung kegiatan demikian, para pelakunya memakai jasa-jasa pengacara, akuntan, dan konsultan keuangan dan para pengelola yang handal untuk memanfaatkan segala celah yang ada di negara itu.

(38)

(3) Metode legitimate business convertions

Metode ini dilakukan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan atau pemanfaatan dari suatu hasil uang kotor,.

Hasil uang kotor ini kemudian dikonvensi dengan cara ditransfer, cek atau cara pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank atau ditransfer kemudian ke rekening bank lainnya. Biasanya para pelaku bekerja sama dengan suatu perusahaan yang rekeningnya dapat dipergunakan untuk menampung uang kotor tersebut.33

6. Kriminalisasi Pencucian Uang

Menurut Guy Stessen34 (2000), secara umum, ada tiga alasan pokok mengapa praktik pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana.

Pertama, karena pengaruhnya pada sistem keuangan dan ekonomi diyakini berdampak negatif terhadap efektivitas penggunaan sumber daya dana. Dengan adanya praktik pencucian uang, maka sumber daya dan dana banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak sah dan dapat merugikan masyarakat, disamping itu dana banyak yang kurang dimanfaatkan secara optimal. Hal ini terjadi karena uang hasil tindak pidana terutama diinvestasikan pada negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya baik ke perekonomiannya kurang baik. Karena pengaruh-pengaruh

33 Siahaan, Money Laundering dan kejahatan perbankan. Jakarta: Jala, hlm 26.

(39)

negatifnya pada pasar financial dan dampaknya dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, praktik pencucian uang dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada perekonomian internasional, dan kejahatan terorganisir yang melakukan pencucian uang dapat juga membuat ketidakstabilan ekonomi nasional. Flukturasi yang tajam pada nilai tukar dan suku bunga mungkin juga merupakan akibat negatif dari praktik pencucian uang. Dengan berbagai dampak negatif itu diyakini bahwa praktik pencucian uang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia.

Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana akan lebih memudahkan bagi aparat penegak hukum untuk menyita hasil tindak pidana yang kadangkala sulit disita, misalnya aset yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan pada pihak ketiga.

Dengan pendekatan follow the money, kegiatan menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil tindak pidana dapat dicegah dan diberantas.

Dengan kata lain, orientasi pemberantasan tindak pidana sudah beralih dari “menindak pelakunya” kearah menyita “hasil tindak pidana”. Dibanyak negara dengan menyatakan praktik pencucian uang sebagai tindak pidana merupakan dasar bagi penegak hukum untuk mempidanakan pihak ketiga yang dianggap menghambat upaya penegakan hukum.

Ketiga, dengan dinyatakannya praktik pencucian uang sebagai tindak pidana dan dengan adanya kewajiban pelaporan transaksi keuangan, maka hal ini akan lebih memudahkan bagi para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana pencucian uang sampai kepada

(40)

tokoh yang ada dibelakangnya. Tokoh ini sulit dilacak dan ditangkap karena pada umumnya mereka tidak kelihatan pada pelaksanaan suatu tindak pidana, tetapi banyak menikmati hasil tindak pidana.35

7. Hubungan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Umum

Penanganan tindak pidana pencucian uang sebagaimana halnya tindak pidana lainnya yang pada umumnya ditangani kejaksaan dimulai dengan menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) berdasarkan ketentuan pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya, berjalan sebagaimana acara yang berlaku sesuai ketentuan dalam KUHAP.

Perlu diingat bahwa tindak pidana pencucian uang ini tidak berdiri sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer, atau dialihkan dengan cara integrasi itu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana lain yang mendahuluinya (predicate crime). Hal ini dapat kita ketahui dari rumusan pasal 2, yaitu harta kekayaan yang asal usulnya atau diperoleh dari tindak pidana tersebut (pasal 2 ayat (1) a-z) adalah hasil tindak pidana.

Timbul suatu pertanyaan, bagaimana tindakan penanganan pencucian uang sehubungan dengan penjelasan diatas, (karena asalnya juga dari tindak pidana)? Apakah predicate crime diperiksa dahulu dan dibuktikan, bar tindak pidana pencucian uangnya diperiksa? Dalam tindak pidana pencucian uang tidak demikian karena sudah dijelaskan

(41)

jawabannya, yaitu dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 UU no 25 Tahun 2003 yang berbunyi: “terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan tindak pidana pencucian uang”.

8. Dampak Kejahatan Pencucian Uang

Kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh organisasi- organisasi kejahatan dan oleh para penjahat individual sangat merugikan masyarakat. Karena itu banyak negara berupaya memerangi kejahatan ini. Beberapa dampak kejahatan pencucian uang terhadap masyarakat, yakni:

(1) Pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup, dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau pecandu narkotik.

(2) Kegiatan pencucian uang mempunyai potensi untuk meronrong keuangan masyarakat (financial community) sebagai akibat sedemikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.

(42)

(3) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.

Beberapa dampak makro ekonomis yang ditimbulkan oleh pencucian uang adalah distribusi pendapatan. Kegiatan kejahatan mengalihkan pendapatan dari penyimpan dana terbesar (high saver) kepada penyimpan dana terendah (low Saver), dari investasi yang sehat pada investasi yang beresiko dan berkualitas rendah. Hal yang membuat pertumbuhan ekonomi terpengaruh. Misalnya terdapat bukti bahwa dana yang berasal dari tax evasions di Amerika Serikat cenderung disalurkan pada investasi yang beresiko tinggi, tetapi memberikan hasil yang tinggi di sektor bisnis kecil. Beberapa tax evasions yang terjadi di sektor ini terutama pada kecurangan (fraud), penggelapan (embezelment), dan perdagangan saham melalui orang dalam (insider trading) berlangsung secara cepat dan merupakan bisnis yang menguntungkan di sektor bisnis kecil ini.36

Beberapa kerugian akibat pencucian uang menurut Drs. Amin Widjaja Tunggal, Ak, CPA, MBA sebagai berikut:

(1) Meronrong sektor swasta yang sah (Undermining the Legimite Private Sector).

(2) Meronrong integritas pasar keuangan (Undermining the Integrity of Financial Market). Lembaga keuangan (financial institution)

(43)

yang mengandalkan dana hasil kejahatan dapat menghadapi bahaya likuiditas.

(3) Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya (Loss of control of economic policy).

(4) Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economic Distorion and Instability).

(5) Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak (Loss of Revenue).

(6) Membahayakan upaya privatisasi perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah (Risk of Privatization Efforts).

(7) Menimbulkan rusaknya reputasi negara (Reputation Risk).

(8) Menimbulkan biaya sosial (social Cost) yang tinggi.

9. Rezim anti Pencucian Uang 1) International

Setelah PBB mengeluarkan sejumlah konvensi mengenai anti pencucian uang, negara-negara melanjutkan upaya gerakan international anti pencucian uang ke dalam bentuk kerjasama yang lebih nyata dan spesifik. Sejumlah negara Eropa mengadakan pertemuan dan melahirkan sejumlah kesepakatan internasional yang meliputi pembentukan forum koordinasi dan lembaganya yang bekerja dalam waktu yang lama dalam upaya pemberantasandan pencegahan pencucian uang.

Berikut adalah beberapa organisasi anti pencucian uang Internasional:

(44)

a. Egmont Group

Egmont adalah nama sebuah tempat di Brussel Belgia dimana para badan-badan perwakilan pemerintah dan organisasi international pada juni 1995 bertemu untuk mendiskusikan pencucian uang dan cara untuk memeranginya. Hasil pertemuan ini menghasilkan inisiatif pembentukan wadah yang dapat mempersatukan gerakan international anti pencucian uang dan pembiayaan terorisme dalam sebuah wadah yang dikenal sebagai Egmont Group.

b. Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)

Egmont Group menyadari bahwa forum internasional tidaklah memadai untuk menjaga konsistensi upaya pemberantasan dan pencegahan pencucian uang. Egmont Group kemudian memformalisasikan upaya pemberantasan dan pencegahan pencucian uang pada tingkat international melalui kelembagaan institutive koordinatif. Badan itu akan mengkoordinasikan mengevaluasi pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan pencucian uang. Badan itu juga dapat melakukan pelabelan status, hingga memberikan tindakan balasan pada negara-negara yang tidak dapat diajak bekerjasama dalam memberantas dan mencegah pencucian uang. Untuk itu dibentuklah Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) oleh kelompok 7 Negara (G-7) dalam G-7 summit di Paris, Perancis pada bulan Juli 1989.

c. Asia Pasific Group on Money Laundering (APG)

Asia Pasific Group on Money Laundering secara resmi didirikan pada Februari 1997 di Bangkok, pada symposium pencucian uang

(45)

asia-pasifik. Pembentukan APG ini merupakan titik puncak kesadaran yang terus menguat yang dibangun oleh FATF di seluruh dunia, termasuk dikawasan Asia Pasifik. Globalisasi dan masifikasi gerakan anti pencucian uang sebagai jawaban atas canggihnya modus dn teknik dan meluasnya pencucian uang.37 Dan masih banyak lagi organisasi anti pencucian international yang berada di belahan dunia.

2) Domestik

Di Indonesia rezim anti pencucian uang pertama kali di mulai ketika di Undang-Undangkannya mengenai pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Peraturan mengenai anti pencucian uang tersebut terus berkembang mengikuti kebutuhan dan perkembangan Indonesia. Berikut peraturan mengenai anti pencucian uang di Indonesia:

a. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Salah satu faktor diberlakukannya peraturan mengenai anti pencucian uang di Indonesia dikarenakan tuntutan International untuk segera membuat Undang-Undang mengenai anti pencucian uang.

Indonesia sempat dimasukkan kedalam daftar hitam (black list) sebagai negara yang tidak berkoordinasi dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Maka dari itu Indonesia segera membentuk aturan tersebut agar berlaku di Indonesia.

37 Ivan Yustisiavandana, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Bogor: Ghalia Indonesia, Op. cit. hlm. 98. Periksa juga Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money

Laudering) dalam Transaksi Perbankan, Skripsi Fakultas Hukum UNHAS, Makassar, 2015, hlm.25

(46)

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Setelah Indonesia membuat Undang-Undang tentang anti pencucian uang Indonesia belum sepenuhnya keluar dari daftar hitam (back list) FATF dan masih dalam pengawasan. Indonesia masih terancam masuk ke dalam datar hitam karena undang-undang tentang anti pencucian uang yang telah di undang-undangkan belum memenuhi kriteria yang dibentuk oleh FATF. Karena itu Indonesia segera membuat peraturan yang baru yaitu UU Nomor 23 Tahun 2003.

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Setelah 7 Tahun Indonesia telah menjalankan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003. Indonesia kembali memperbaharui Undang-Undang mengenai pemberantasan dan pencegahan pencucian uang yang di Undang-Undangkan pada tahun 2010. Ini menandakan bahwa Indonesia dengan serius menanggapi masalah pencucian uang yang terus berkembang di berbagai aspek.

Dalam UU terbaru ini Indonesia lebih menekankan pada:

1. Tindak pidana pencucian uang aktif, yaitu setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,

(47)

membayarkan, mengibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

2. Tindak pidana pencucian pasif yang dikenakan pada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau penggunaan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan penncucian uang. Namun, dikecualikan bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

3. Dalam pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010, dikenakan pula bagi mereka yang menikmati hasil tindak pidana pencucian uang yang dikenakan kepada setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan

(48)

pencucian uang. Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang yakni mulai dari hukuman penjara maksimum 20 tahun dengan denda paling banyak 10 miliyar rupiah.

10. Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 1) Kelembagaan PPATK

Setelah hadirnya UU TPPU di Indonesia, menjadi suatu hal yang wajib untuk dijalankan untuk membentuk FIU (Financial Intelegent Unit) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di suatu negara. Hal tersebut juga tertera dalam 40 Recomendation FATF.

UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 secara tegas mengamanatkan pendirian PPATK sebagai lembaga sentral (focal point) yang mengkoordinasikan pelaksanaan UU TPPU. PPATK diresmikan pada tanggal 17 Oktober 2003 oleh Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, dan mulai saat itu telah beroperasi secara penuh.

Sebelum PPATK beroperasi secara penuh tersebut, tugas menerima laporan dari industry perbankan dilakukan oleh Unit Khusus Investigasi Perbankan, Bank Indonesia

Berbagai upaya dilakukan untuk menunjang operasionalisasi PPATK, antara lain dengan dikeluarkannya Keppres No.81 Tahun 2003 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja PPATK, Keppres No.82 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Kewenangan PPATK, Keppres No.3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK

(49)

Rancangan Keppres Tentang Sistem Penggajian dan Renumerasi PPATK hingga saat ini belum disahkan. Saat ini PPATK dipimpin oleh seorang Kepala dan 4 (empat) orang Wakil Kepala yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden dan diambil sumpahnya di hadapan Ketua Mahkamah Agung. Untuk kelancaran operasionalisasi PPATK, Pemerintah RI menyediakan anggaran melalui mekanisme APBN.

Untuk melengkapi ketentuan yang telah dikeluarkan oleh otoritas pengawas PJK, khususnya yang terkaitdengan penerapan KYC, PPATK jugamengeluarkan 6 (enam) pedoman yang dimaksudkan untuk memudahkan PJK dalam melakukan kewajiban pelaporan kepada PPATK dalam bentuk Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT).

Sejak beroperasi penuh pada tanggal 17 Oktober 2003, PPATK telah dapat menerima LTKM secara langsung dari PJK. Penyampaian LTKM oleh PJK dapat dilakukan baik secara manual maupun on- line.Jumlah LTKM yang diterimaoleh PPATK menunjukkan tendensi yang meningkat, demikian pula halnya dengan jumlah PJK yang telah menyampaikan laporan. Dalam kurun waktu 29 bulan sebelum beroperasinya PPATK secara penuh pada 17 Oktober 2003, terdapat 291 LTKM yang telah diterima melalui Bank Indonesia.

Sementara itu per posisi 17 Juni 2005, jumlah PJK yang menyampaikan LTKM tercatat sebanyak 90 bank umum, 1 BPR dan 16 lembaga keuangan nonbank (perusahaanasuransi, sekuritas, pedagang

(50)

valuta asing, lembaga pembiayaan dan dana pensiun) dengan total 2159 LTKM.

Sementara itu untuk LTKT, PPATK hingga tanggal yang sama telah menerima 1.252.689 LTKT dari 107 bank umum, 18 PVA, 7 BPR dan 1 perusahaan asuransi. Penyampaian LTKM dan LTKT dilakukan secara manual maupun on-line.

Untuk kelancaran jalannya operasional PPATK dan memudahkan PJK dalam memenuhi kewajiban pelaporannya, telah dikembangkan system pelaporan yang disebut dengan TRACeS (Transaction Report Acquisition Electronic System) sejak tahun 2003. TRACeS merupakan system informasi pelaporan yang yang dapat dilakukan oleh PJK secara on-line.Sementara itu, guna menunjang tugas analisis, saatini PPATK telah memiliki analytical tools dan data warehouse yang akan terus dikembangkan di kemudian hari.38

2) Peran pusat dan pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) di Indonesia memiliki peran penting dalam penelusuran aset hasil kejahatan melalui pendekatan follow the money. Peran penting dan strategis PPATK dalam program assets recovery terutama dalam hal pemberian informasi intelijen di bidang keuangan untuk keperluan penelusuranaset (assets tracing), baik

38 Raihan Dirham, Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laudering) dalam Transaksi

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengalami proses pembelajaran dengan metode HOTS peserta didik diharapkan dapat memahami pengetahuan tentang prinsip perancangan, pembuatan, penyajian, dan pengemasan hasil

antara lain: (1) memberikan tanggung jawab secara penuh kepada guru yang diimbangi dengan kewenangan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok sebagai

Surat Keputusan KASAD Nomor Kep/496/VII/2015 tentang Tata Cara Perkawinan, Perceraian, dan Rujuk bagi Prajurit AD menyebutkan bahwa ada beberapa alasan

mewakili Risiko Pengguna Jasa dalam Update SRA Tahun 2018. Pada SRA sebelumnya, Risiko Pengguna Jasa hanya mencantumkan Profil Pengguna Jasa yang terdiri dari 8 perorangan dan

terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan gangguan insomnia pada peserta didik terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Fisika MTs Negeri Model Makassar, sehingga dapat

Dalam inversi Magnetotelurik satu dimensi, AG kode real digunakan untuk menentukan parameter model (resistivitas dan ketebalan lapisan) dengan cara meminimumkan fungsi objektif

Dari ketiga contoh di atas, tampak bahwa dalam jaringan Hebbian, bisa tidaknya suatu jaringan mengenali pola tidak hanya ditentukan oleh algoritma untuk merevisi bobot, tapi juga

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing saya selaku peneliti telah menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Analisis Perbedaan Kepuasan Mahasiswa