• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

F. Pengertian Ilmu Kimia

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan sains di SMA/MA diharapkan menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan

alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari32.

Ilmu kimia adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana, gejala-gejala alam khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, dinamika, transformasi dan energetika zat. Ilmu kimia merupakan produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, teori, prinsip, hukum) temuan saintis dan proses (kerja ilmiah). Oleh karena itu dalam penilaian dan pembelajaran kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai produk dan proses33.

Kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan tingkat SMA atau MA. Adapun fungsi dan tujuan mata pelajaran kimia di SMA dan MA adalah sebagai berikut34 :

1. Menyadari keteraturan dan keindahan alam untuk mengagungkan kebesaran Tuhan YME.

2. Memupuk sikap ilmiah yang mencakup: a. sikap jujur dan objektif terhadap data

b. sikap terbuka, yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya, jika ada bukti bahwa pandangannya tidak benar.

c. Ulet dan tidak cepat putus asa

Kritis terhadap pernyataan ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa ada dukungan hasil observasi empiris.

d. Dapat bekerja sama dengan orang lain

3. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui eksperimen atau percobaan, dimana siswa melakukan pengujian

32

Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia SMA dan MA, (Jakarta:Depdiknas, 2003)

33

Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h 7

34

Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 7

hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data, serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tertulis.

4. meningkatkan kesadaran tentang aplikasi sains yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

5. Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

6. Membentuk sikap yang positif terhadap kimia, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari kimia lebih lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam, serta kemampuan kimia dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penerapannya dalam tekhnologi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar kimia merupakan kemampuan yang dimiliki oleh anak didik yang dapat berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor sebagai suatu perubahan yang dialaminya setelah menerima pengalaman belajar dalam pembelajaran kimia. Pada penelitian ini hasil belajar kimia yang diukur dibatasi hanya pada aspek kognitif.

G.Laju Reaksi

Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung lambat. Misalnya jika kita menyalakan korek api maka pentul korek api akan habis terbakar lebih cepat dibandingkan dengan batang kayunya. Kecepatan dalam suatu reaksi kimia sering disebut laju reaksi. 1.Konsep Laju Reaksi

Laju Reaksi adalah besarnya perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi persatuan waktu. Perubahan ini biasa dinyatakan sebagai

perubahan konsentrasi molar (molaritas) sehingga laju reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi akhir (hasil reaksi) terhadap konsentrasi awal (pereaksi) per satuan waktu. Satuan laju reaksi kimia dinyatakan dengan molaritas per detik (M/detik).

Secara matematika, laju reaksi dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan, diketahui reaksi :

mA + nB pC + qD

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut, laju reaksi dapat diartikan sebagai laju berkurangnya konsentrasi molar A atau B, laju pertambahan konsentrasi molar C atau D. Dengan demikian laju reaksi dapat dinyatakan35: Laju reaksi = t [A]    atau t    [B] Atau Laju reaksi = t    [C] atau t    [D]

Koefisien reaksi sangat mempengaruhi laju reaksi, yang dapat dituliskan: Laju pengurangan B = m n x laju berkurangnya A Laju pertambahan C = m p x laju berkurangnya A

2.Stoikiometri Laju Reaksi

Sebelum belajar lebih jauh lagi tentang laju reaksi kita harus memahami terlebih dahulu cara menghitung molaritas larutan. Molaritas didefinisikan sebagai jumlah mol zat yang terlarut dalam 1 liter larutan. Larutan adalah campuran homogen antara dua komponen zat atau lebih. Komponen yang jumlahnya banyak disebut pelarut, sedangkan komponen yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut.

35

Rumus untuk mencari molaritas adalah :

M =

V n

Keterangan :

n = mol atau jumlah zat terlarut V= volume larutan dalam satuan liter

3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi36 a. Teori tumbukan

Suatu reaksi kimia dapat berlangsung apabila terjadi interaksi antara molekul-molekul pereaksi atau terjadi tumbukan antara molekul-molekul pereaksi. Namun, tidak semua tumbukan antar molekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energi kinetik yang dimilikinya.

Dalam istilah kimia dikenal dengan energi aktivasi (energi pengaktifan), yaitu energi kinetik minimum yang harus dimiliki molekul-molekul pereaksi agar tumbukan antar molekul menghasilkan zat hasil reaksi.

b. Konsentrasi

Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan oleh teori tumbukan. Semakin tinggi konsentrasi berarti semakin banyak molekul-molekul dalam setipa satuan luas ruangan, dengan demikian tumbukan antar molekul dapat sering terjadi. Contohnya, kapur tulis baru dapat bereaksi dengan HCl jika kedua zat tersebut saling bersentuhan (bertumbukan). Semakin pekat (konsentrasi semakin besar) suatu asam, jumlah partikelnya akan semakin banyak. Artinya peluang tumbukan antara asam dan kapur tulis akan

36

Sandri Justiana dan Muchtaridi, Chemistry For Senior High School 2 Year XI,(Jakarta: Yudhistira, 2009), h. 114.

semakin besar. Semakin banyak tumbukan yang terjadi, laju reaksi akan semakin cepat.

c. Luas Permukaan Sentuhan

Laju reaksi dipengaruhi luas permukaan bidang sentuh antara zat-zat yang bereaksi. Suatu zat padat akan lebih cepat bereaksi jika permukaannya diperluas dengan cara mengubah bentuk kepingan menjadi serbuk.

Menurut teori tumbukan, semakin banyak permukaan zat yang bersentuhan dengan partikel larutan, peluang terjadinya reaksi semakin banyak sehingga reaksi antara zat dengan larutan semakin cepat. Contohnya, saat paku dicampurkan dengan asam klorida, permukaan paku akan bersentuhan dengan partikel asam klorida. Semakin banyak permukaan logam yang bersentuhan dengan partikel asam klorida, paku tersebut akan mudah larut. Dengan demikian, serbuk besi akan lebih cepat bereaksi dengan asam klorida dibandingkan paku batangan.

d. Suhu

Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah bila suhunya berubah. Kenaikan sekitar 10oC akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi menjadi dua kali. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k), mak reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan mengakibatkan laju reaksi akan berlangsung semakin cepat.

Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi.

e. Katalis

Katalis adalah zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa mengakibatkan perubahan kimia yang kekal bagi zat itu sendiri. Setelah reaksi kimia berlangsung katalis terdapat kembali dalam keadaan dan jumlah yang sama dengan sebelum reaksi. Agar terjadi

reaksi partikel-partikel zat harus memiliki energi minimum tertentu yang disebut energi pengaktifan. Dalam hal ini, katalis berfungsi untuk menurunkan sejumlah energi pengaktifan agar reaksi dapat berlangsung. Dapat dilihat gambar dibawah ini yang menunjukkan peranan katalis dalam menurunkan energi aktivasi37.

A + B C Ea A+B E’a C

Gambar 2.2 Peranan Katalis dalam Menurunkan Energi Pengaktifan

H. Kerangka Berpikir

Konsep-konsep kimia tidak terlepas dari model pembelajaran atau cara pengajaran yang dikembangkan oleh guru. Oleh karena itu guru harus memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran untuk dapat membangkitkan minat belajar siswa sehingga siswa dapat dengan mudah memahami konsep kimia.

Terdapat tiga macam cara pengajaran sains yaitu38: konvensional,

guided discovery learning, dan inquiry. Perbedaan yang mendasar dari ketiga cara pengajaran tersebut adalah penempatan guru dan murid. Pada pengajaran konvensional guru lebih mendominasi sedangkan murid bersikap pasif, lebih ekstrem lagi pada pengajaran inquiry dimana siswa bersikap aktif dan guru hanya sebagai fasilitator. Sedangkan pada guided discovery learning mengkombinasikan dari dua cara pengajaran tersebut,

37

Ari Harnanto dan Ruminten, Kimia SMA 2 untuk SMA Kelas XI,(Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 101.

38

Arthur A. Carin dan Robert B. Sund, Teaching Modern Science, (Colombus: Charles E. Merril Publishing, 1985), Edisi keempat, h. 100

yaitu guru sebagai fasilitator juga aktif dalam membimbing siswa memperoleh pengetahuan dan menempatkan murid bersikap aktif.

Salah satu model pembelajaran yang lebih efisien dalam meningkatkan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran kimia adalah dengan menggunakan model guided discovery learning. Dengan model

guided discovery learning siswa akan lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Dalam model guideddiscovery learning siswa terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran.

Proses pembelajaran dikelas harus optimal supaya siswa mampu mengembangkan dan memanfaatkan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari. Kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana gejala-gejala alam; khususnya yang berkaitan dengan komposisi, struktur, transformasi, dinamika dan energetika zat. Oleh karena itu, bidang studi kimia di SMA/MA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi tentang komposisi, struktur, sifat, transformasi, dinamika dan energetika zat yang melibatkan penalaran dan keterampilan.

Rendahnya penguasaan untuk itu diperlukan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa. Hal ini bisa teratasi dengan dengan penerapan model pembelajaran guided discovery learning

diharapkan akan mempertinggi pencapaian hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi yang ada di kelas XI (sebelas) semester 1.

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pikir

I. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang pernah dilakukan diantaranya:

1. Chanifah, dalam penelitiannya yang berjudul Perbandingan Penguasaan Konsep Siswa yang Menggunakan Metode Praktikum Penemuan (Discovery) dan Verifikasi, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa metode praktikum penemuan (discovery) yang diterapkan di kelas eksperimen 1 memberikan hasil yang lebih baik, terbukti dengan rata-rata sebesar 78,75 dibanding dengan kelas eksperimen 2 yang menggunakan metode praktikum verifikasi dengan rata-rata sebesar 78,08.

2. Zulfa Amrina, dalam penelitiannya yang berjudul Studi tentang Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Menggunakan Metode Penemuan dan

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Lingkungan non sosial  Faktor fisiologis  Faktor psikologis Eksternal Aspek kognitif, psikomotorik, afektif Internal Lingkungan sosial

Guided discovery learning

Model pembelajaran

Rumah Sekolah Peralatan

Hasil belajar

Potensi intelektual, motivasi intrinstik, heuristic discovery, memori

Metode Ekspositori dalam Kaitannya dengan Taraf Inteligensi Siswa, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa terdapat interaksi antara metode penemuan dan metode ekspositori dengan taraf inteligensi siswa yang belajar. Berdasarkan analisis regresi diperoleh informasi bahwa siswa yang mempunyai taraf inteligensi diatas 99 lebih efektif diajar dengan menggunakan metode penemuan daripada dengan metode ekspositori. Sedangkan siswa yang mempunyai taraf inteligensi dibawah 99 lebih efektif diajar dengan menggunakan metode ekspositori daripada dengan metode penemuan.

3. Nur Rahmania, dalam penelitiannya yang berjudul Menumbuhkan Nilai-Nilai dalam Pembelajaran Sains (Nilai Religius dan Nilai Praktis) melalui Pendekatan Penemuan (Discovery) Terbimbing pada Konsep Sistem Sirkulasi, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar biologi konsep sistem sirkulasi setelah dilakukan pembelajaran dengan pendekatan diskoveri terbimbing. 4. Bradford W. Mott, Scott W. McQuiggan, Sunyoung Lee, Seung Y. Lee,

and James C. Lester, dalam penelitiannya yang berjudul Narrative-Centered Environments for Guided Exploratory Learning, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa Narrative-centered exploratory learning also raises fundamental education questions that call for empirical evaluation.

5. Heti Nurhayati, dalam penelitiannya yang berjudul Pembelajaran dengan Metode Diskoveri Terbimbing dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Asam Basa, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar yang diajarkan dengan metode diskoveri terbimbing lebih baik dari siswa yang diajarkan dengan metode ceramah.

Dokumen terkait