• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

B. Pengertian Isu Penelitian

Isu penelitian dalam studi ini yaitu niat berbelanja online. Belanja

online (online shopping) menurut Kurniawan Subiantoro merupakan proses dari pembelian produk atau jasa, tanpa pelayan, dan melalui toko vitual. Toko virtual atau toko online merupakan tempat terjadinya jual beli barang yang menghubungkan antara penjual dan pembeli melalui suatu jaringan internet.

C. Pembahasan Teori dan Hipotesis

Sub bab ini bertujuan untuk memberikan landasan teori yang berkaitan dengan variabel yang diamati, yang selanjutnya digunakan untuk mengkonstruksi perumusan hipotesis. Hal ini diperlukan agar hipotesis yang didesain dapat memiliki dasar teori yang kuat. Berikut ini merupakan penjelasan variabel.

Perceived usefulness

Perceived usefulness yaitu tingkat keyakinan pelanggan dengan menggunakan toko virtual dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses pembelian misalnya mencari informasi, membandingkan harga, menempatkan pesanan, melakukan pembayaran, proses pengiriman dan mengakses layanan pelanggan (Zhou et al., 2007). Manfaat yang dirasakan konsumen pada saat berbelanja di toko virtual seperti menghemat waktu,

pengurangan biaya, kemudahan dalam berbelanja, berkurangnya ketergantungan pada toko fisik, akses yang mudah untuk mendapatkan informasi produk, dan ketersediaan pilihan produk yang lebih luas dapat meningkatkan niat berbelanja online (Wolfinbarger dan Gilly, 2001; Lim dan Dubinsky, 2004).

Perceived usefulness merupakan variabel yang diduga penting dalam pembelian produk secara online. Studi terdahulu mengindikasikan bahwa

perceived usefulness memiliki hubungan positif dengan niat konsumen untuk membeli produk secara online (O'Cass dan Fenech, 2003; Ramayah dan Ignatius, 2005). Jika manfaat yang dirasakan konsumen pada saat melakukan pembelian online tinggi, maka niat konsumen untuk membeli produk secara

online tinggi. Proposisi yang dikemukakan adalah semakin tinggi perceived usefulness, semakin tinggi niat untuk membeli produk secara online. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

H1 : Semakin tinggi perceived usefulness, semakin tinggi niat untuk membeli produk secara online

Perceived Ease to Use

Perceived ease to use didefinisikan sebagai tingkat kemudahan dalam menggunakan teknologi yang dipersepsikan oleh konsumen (Davis, 1989). Hal ini dikarenakan perceived ease to use berkaitan dengan memberikan

fasilitasi sistem yang mudah digunakan dan menyenangkan bagi konsumen dalam berbelanja online (Venkatesh dan Davis, 2000). Oleh karena itu niat konsumen untuk membeli produk secara online dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan kenyamanan dan mengurangi upaya fisik dan mental yang dibutuhkan untuk berbelanja secara offline (Hansen, 2006).

Perceived ease to use terkait dengan user friendly dari situs web. Hal ini dikarenakan jika situs web yang merupakan media interaksi antara konsumen dan toko virtual sulit digunakan akan menurunkan niat konsumen untuk berbelanja online. Oleh karena itu, toko virtual perlu memberikan fasilitas kemudahan dalam menggunakan teknologi pada saat berbelanja

online seperti kemudahan dalam mengakses situs, durasi panjang halaman situs yang singkat, struktur navigasi yang menarik, isi situs yang tertata rapi, kecepatan transaksi cepat, dan prosedur pembelian yang sederhana sehingga dapat meningkatkan niat untuk berbelanja online (Lim dan Dubinsky, 2004).

Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa perceived ease to use

berpengaruh positif pada niat untuk membeli produk secara online (Ramayah dan Ignatius, 2005). Semakin tinggi kemudahan dalam berbelanja online maka semain tinggi niat untuk berbelanja online. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah:

H2 : Semakin tinggi perceived ease to use, semakin tinggi niat untuk membeli produk secara online

Perceived Innovativeness

Perceived innovativeness merupakan tingkat penerimaan konsumen terhadap adanya ide-ide baru dan teknologi baru (Midgley dan Dowling, 1978). Perceived innovativeness merupakan tingkat kemajuan teknologi yang dipersepsikan konsumen. Adanya kemajuan teknologi menyebabkan tersedianya toko virtual bagi konsumen. Oleh karena itu, inovasi belanja melalui toko virtual merupakan sebuah perilaku inovatif yang lebih mungkin akan diadopsi oleh inovator daripada non-inovator (Limayem et al., 2000).

Citrin et al. (2000) menemukan bahwa inovasi memiliki pengaruh yang kuat pada niat konsumen untuk mengadopsi berbelanja melalui internet. Semakin konsumen menganggap berbelanja online merupakan perilaku yang inovatif maka semakin tinggi niat untuk membeli online. Kajian pustaka mengindikasikan bahwa perceived innovativeness berpengaruh positif pada niat konsumen untuk membeli produk secara online (Blake et al, 2003). Sehingga proposisi yang dikemukakan adalah semakin tinggi perceived innovativeness, maka semakin tinggi niat untuk berbelanja online. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah :

H3 : Semakin tinggi perceived innovativeness, maka semakin tinggi niat untuk membeli produk secara online

Perceived Risk

Perceived risk merupakan derajat tingkat resiko yang dipersepsikan konsumen terkait dengan adanya keterlambatan pengiriman produk, produk tidak sesuai dengan yang dipesan, kinerja produk tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan resiko penipuan kartu kredit (Bauer, 1960 dan Cox, 1967). Terdapat dua jenis utama risiko dalam belanja online yatu risiko produk dan risiko keuangan (Bhatnagar dkk, 2000). Risiko produk berfokus pada produk itu sendiri dan berhubungan dengan keyakinan pelanggan apakah fungsi produk sesuai dengan harapan mereka. Contohnya seperti konsumen tidak dapat berinteraksi langsung dengan produk sehingga tidak mengetahui kinerja suatu produk, keterlambatan dalam pengiriman produk, ukuran, warna, dan bentuk produk tidak sesuai harapan. Resiko produk dapat terjadi karena dalam berbelanja online konsumen tidak dapat berinteraksi langsung dengan produk yang akan dibeli. Sedangkan risiko keuangan merupakan suatu kepercayaan bahwa internet sebagai media pembelian yang aman bagi pelanggan. Risiko keuangan berhubungan dengan transaksi, apakah mungkin ada risiko kehilangan uang melalui penipuan kartu kredit pada saat berbelanja online. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa semakin rendah perceived risk, maka semakin tinggi niat untuk membeli online (Kim Jae, 2004; Kanguno et al., 2005). Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah :

H4 : Semakin rendah perceived risk, maka semakin tinggi niat untuk membeli produk secara online

Consumer Shopping Motivation

Shopping motivation didefinisikan sebagai tingkat kebutuhan dan keinginan konsumen untuk mendapatkan nilai dan kesenangan yang diinginkan ketika berbelanja ( Babin et al., 1994). Consumer shopping motivation dapat dibedakan menjadi dua yaitu utilitarian motivation dan

hedonic motivation (Babin et al, 1994; Jiyun Kang, 2009). Perilaku berbelanja

utilitarian merupakan karakteristik yang berkaitan dengan tugas individu yang harus dipenuhi, berorientasi produk, dan rasional. Sedangkan perilaku berbelanja hedonic lebih cenderung pada aspek rekreasi, kesenangan, motivasi yang bersifat intrinsik. Hedonic shopping motivations dapat diartikan sebagai perilaku berbelanja yang berhubungan dengan alasan intrinsik, multisensory,

fantasy, dan aspek emosi dalam memenuhi kebutuhan (Arnold & Kristy, 2003).

Konsumen dengan utilitarian motivation berorientasi pada tujuan dari berbelanja. Oleh karena itu, dalam berbelanja online konsumen dengan

utilitarian motivation memprioritaskan efesiensi waktu, mencari informasi produk, mendapatkan produk secara cepat, dan dapat berbelanja dengan cepat (Delafrooz et al, 2010). Sedangkan hedonic motivation yaitu terkait dengan kebutuhan emosional individu untuk pengalaman belanja yang menyenangkan

dan menarik (Bhatnagar & Ghosh, 2004). Dalam berbelanja online, konsumen dengan motivasi hedonis memprioritaskan kesenangan dalam berbelanja dan mencari pengalaman dengan berbelanja online (Delafrooz et al, 2010). Oleh karena itu, konsumen dengan hedonic motivation tidak hanya mengumpulkan informasi dengan belanja online tetapi juga mencari sesuatu yang menyenangkan, kegembiraan, gairah, fantasi, petualangan, dll (Monsuwe et al, 2004).

Konsumen dengan hedonic motivation lebih tertarik pada situs belanja

online yang dirancang dengan baik, navigasi yang mudah dan visual yang menarik. Sehingga ketika konsumen dengan hedonic motivation merasa puas, kemungkinan pembelian impuls dan frekuensi mengunjungi situs web akan meningkat (Wolfinbarger dan Gilly 2001). Oleh karena itu, desain dari sebuah

website yang menarik dan navigasi yang mudah dapat memberikan manfaat pengalaman yang menyenangkan bagi konsumen dengan motivasi hedonis.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chen-Ya Wang et.al (2009),

hedonic dan utilitarian motivation digunakan sebagai pemoderasi pengaruh antara perceived usefulness dan attitude. Sedangkan menurut Ujang Sumarwan (2011), motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan konsumen. Sedangkan kebutuhan muncul karena konsumen merasakan ketidaknyamanan antara yang seharusnya dirasakan dan yang sesungguhnya dirasakan. Oleh karena itu kebutuhan yang belum terpenuhi mendorong konsumen untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Kebutuhan yang dirasakan (felt need) dapat dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri. Berdasarkan manfaat yang diharapkan dari pembelian dan penggunaan produk, kebutuhan yang dirasakan dapat dibedakan menjadi

utilitarian needs dan hedonic needs. Utilitarian needs yaitu kebutuhan didasarkan pada manfaat fungsional dan karakteristik objektif dari produk tersebut. Sedangkan hedonic needs yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subjektif lainnya. Adanya kebutuhan utilitarian dan kebutuhan hedonis mendorong konsumen untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sehingga dalam berbelanja konsumen dapat memiliki motivasi utilitarian jika memiliki kebutuhan utilitarian dan konsumen dapat memiliki motivasi hedonis jika memiliki kebutuhan hedonis ( Ujang Sumarwan, 2011). Karena motivasi dapat muncul dari dalam diri sendiri maka pada penelitian ini mencoba untuk mempreposisikan shopping motivation sebagai variabel pemoderasi pengaruh antara perceived usefulness, perceived ease to use, perceived innovativeness, dan perceived risk dengan niat untuk membeli produk secara online. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah :

H5 : Consumer shoping motivation memperkuat pengaruh perceived usefulness pada niat untuk membeli produk secara online.

Hedonic/Utilitarian motivation memoderasi pengaruh perceived ease to use dengan sikap pembelian online (Chen-Ya Wang et al, 2009). Karena

motivasi dapat muncul dari dalam diri sendiri maka pada penelitian ini mencoba untuk mempreposisikan consumer shopping motivation dsebagai pemoderasi pengaruh antara perceived ease to use dengan niat untuk berbelanja online. Dengan demikian, hipotesis yang dirumuskan adalah :

H6 : Consumer shopping motivation memperkuat pengaruh perceived ease of use pada niat untuk membeli produk secara online

Studi terdahulu mengindikasikan hedonic dan utilitarian memediasi

perceived innovativeness dengan intention to purchase (Watchravesringkan, 2009). Dalam penelitian ini, consumer shopping motivation dipreposisikan sebagai pemoderasi pengaruh antara perceived innovativeness dengan niat untuk berbelanja online. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah: H7 : Consumer shopping motivation memperkuat pengaruh perceived

innovativeness pada niat untuk membeli produk secara online.

Sebuah risiko keuangan yang terkait dengan belanja online adalah rasa ketidakamanan konsumen tentang penggunaan kartu kredit yang menjadi hambatan potensial untuk belanja online (Maignan & Lukas, 1997). Oleh karena itu dari semua jenis risiko yang dirasakan dalam belanja online (risiko keuangan dan risiko produk), risiko keuangan akan lebih mempengaruhi konsumen dengan utilitarian motivation.

Selain risiko keuangan, dalam belanja online juga terdapat resiko produk yaitu resiko yang berhubungan dengan keyakinan pelanggan apakah fungsi produk sesuai dengan harapan mereka. Misalnya warna, ukuran, bentuk, dan fungsi produk tidak sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen tidak dapat berinteraksi secara langsung denga produk yang akan dibeli. Menurut Holbrook dan Hirschman (1982b), konsumen dengan hedonic motivation harus berinteraksi secara langsung dengan produk yang akan dibeli pada saat berbelanja. Tetapi di sisi lain, belanja online tidak menawarkan kesempatan pada pembeli untuk menyentuh atau mencoba produk saat membeli (Childers et al, 2001). Oleh karena itu, konsumen dengan motif hedonic cenderung lebih menyukai berbelanja offline

karena dapat berinteraksi langsung dengan produk yang akan dibeli. Dengan berinteraksi langsung dengan produk yang akan dibeli dapat mengurangi resiko dalam berbelanja.

Studi terdahulu mengindikasikan terdapat pengaruh antara perceived risk, pada niat pembelian online (Ramayah dan Ignatius, 2005). Sedangkan pada penelitian lainnya mengindikasikan terdapat pengaruh antara shopping motivation pada attitude (Delafrooz et. al,2011). Karena motivasi dapat muncul dari dalam diri sendiri maka pada penelitian ini mencoba untuk mempreposisikan consumer shopping motivation ( hedonic dan utilitarian) sebagai pemoderasi pengaruh antara perceived risk dengan niat untuk berbelanja online. Dengan demikian hipotesis yang dirumuskan adalah :

H8 : Semakin tinggi consumer motivation semakin memperkuat pengaruh perceived risk pada niat untuk membeli produk secara online.

D. Model Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan, hubungan antar variabel yang dikonsepkan data digambarkan dalam bentuk model yang mendiskripsikan proses pembentukan niat konsumen untuk berbelanja online. Berikut ini adalah gambar model penelitian yang menggambarkan hubungan antar variabel yang dihipotesiskan.

II.1 Model penelitian

Sumber : hasil konstruksian peneliti

Gambar tersebut merupakan model proses pembentukan niat pembelian online. Variabel independen terdiri dari perceived usefulness, perceived ease of use, perceived innovativeness, dan perceived risk. Sedangkan variabel dependennya intention to purchase online. Pengaruh variabel independen pada variabel dependen dimoderasi oleh shopping motivation. Perceived usefullness Perceived Ease to use Perceived innovativeness Perceived Risk Intention to Purchase online shopping motivation H1 H5 H2 H3 H4 H6 H7 H8

BAB III

Dokumen terkait