BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.2 Pengertian Sikap
2.1.2 Pengertian Sikap
Sikap merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, ataupun nilai. Sikap disini bukan perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap biasanya berupa orang, situasi informasi, maupun kelompok (Sobur, 2003 : 361).
Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar. Dengan adanya pendapat seperti ini maka mempunyai dampak terpaan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat tersebut bisa disusun
20
berbagai upaya (pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang ( Sobur, 2003 : 362 ).
Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek‐aspek tertentu dalam lingkungannya. Lebih mudahnya, sikap adalah evaluatif terhadap objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap‐hadapan dengan objek sikap. Tujuan perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap seseorang, tetapi juga oleh harapan lingkungan sosialnya terhadap perilakutersebut, norma‐ norma subjektif, serta kemampuannya untuk melakukan perilaku itu, yakni penilaian perilaku sendiri (Van Den Ban dan Hawkins, 1999 : 106‐ 107).
Pada hakikatnya, sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagi komponen, dimana komponen‐komponen tersebut ada tiga, yaitu (Gito Sudarmo, 2000 : 24‐25) :
1. Komponen Kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi, keyakinan dan pendapat yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Komponen ini berkaitan dengan proses berpikir yang menekankanpada rasionalistis dan logika. Adanya keyakinan dan
evaluatif yang dimiliki seseorang diwujudkan dalam kesan baik atau tidak baik terhadap lingkunganya.
2. Komponen Afektif
Komponen emosional atau perasaan seseorang yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai‐nilai kebudayaan dan sistem nilai yang dimiliki.
3. Komponen Konatif
Komponen yang merupakan kecenderungan seseorang bertindak terhadap lingkungannya dengan cara ramah, sopan, bermusuhan, menentang, melaksanakan dengan baik dan sebagainya.
Apabila dihubungkan dengan tujuan komunikasi yang terpenting adalah bagaimana suatu pesan (isi atau contents) yang disampaikan oleh komunikator tersebut mampu menimbulkan dampak atau efek pesan
tertentu pada komunikan. Dampak tersebut antara lain (Rachmat, 2005 : 219) :
a. Dampak Kognitif
Adalah dampak yang timbul pada komunikan yang menyebabkan seseorang menjadi tahu. Dampak kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Dampak
22
ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan atau informasi.
b. Dampak Afektif
Timbul apabila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Disini tujuan komunikatorbukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tapi juga tergerak hatinya.
c. Dampak Konatif
Merujuk pada behavioralatau perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola‐pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku.
Adapun tolak ukur terjadinya pengaruh terhadap sikap seseorang dapat diketahui melalui respon atau tanggapan yang dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu :
a. Respon positif jika seseorang menyatakan setuju
b. Respon negatif jika seseorang menyatakan tidak setuju
c. Respon netral jika seseorang tidak memberikan pendapatnya tentang sesuatu objek (Effendy, 1993 : 6‐7).
2.1.3 Pegawai Pemerintah Kota Surabaya
Surat kabar sebagai salah satu alat komunikasi memeliki ciri khas, yakni berkemampuan untuk memikat khalayak secara serempak
(simulation) dan serentak (instantaneous) (Effendy, 1993 : 313). Maka dalam hal ini khalyak yang dimaksud adalah pembaca surat kabar. Pembaca sebagai khalayak media massa merupakan komponen yang paling banyak meminta perhatian, karena jumlahnya yang banyak serta sifatnya yang heterogen dan banyak sekali jumlahnya, berasal dari semua lapisan sosial dan kelompok demografis (Mc Quail, 1987 : 33).
Setiap proses komunikasi selalu ditujukan kepada pihak tertentusebagai penerima pesan yang disampaikan seraya menerima setiap secara inderawi dan secara rohani. Yang dimaksudkan inderawi disini adalah diterimanya suatu pesan yang jelas bagi indera mata, sedangkan yang dimaksud dengan rohani ialah sebagaiterjemahan dari bahasa asing. “Accepted”, yaitu diterimanya suatu pesan yang sesuai dengan kerangka referensinya (Frame of reference), paduan dari usia, agama, pendidikan, kebudayaan, dan nilai‐nilai kehidupan lainnya. Kerangka referensi tertentu menimbulkan kepentingan dan minat (Interest) tertentu (Effendy, 2003 : 315).
Dalam penelitian ini yang menjadi target adalah pegawai pemerintah. Pegawai pemerintah merupakan dari bagian masyarakat yang bekerja dibidang pemerintah atau yang biasa disebut dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Banyak diantara masyarakat Surabaya yang
24
mata pencahariannya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, baik laki‐laki maupun perempuan, mulai dari umur dewasa hingga usia yang matang. Masa kerja Pegawai Negeri Sipil hingga usia 56 tahun. Banyak masyarakat yang memilih bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dikarenakan adanya tunjangan hari tua, sehingga banyak dari masyarakat yang tergiur untuk mendapatkan tunjangan hari tua.
2.1.4 Berita
Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yakni Vrist yang dalam bahasa inggris disebut Write, arti sebenarnya ialah ada atau tidak terjadi. Sebagian ada yang menyebutkan dengan Vrita yang dalam bahas Indonesia kemudian menjadi berita atau warta. Menurut bahasa Indonesia karya W.J.S Poerwadarminto, “berita” berarti kabar atau warta, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka, arti berita diperjelas menjadi “laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat”. Jadi berita dapat dikaitkan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi (Djuroto, 2002 : 46).
Prof. Mitchel V. Charnley dalam bukunya “reporting” memberikan batasan definisi berita sebagai berikut :
“News is the timely report of facts or opinion either interst or importance, or both, to a considerable number of people” (1965 : 24). (berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua‐duanya, bagi sejumlah besar penduduk) (Effendy, 1982 : 24).
Djafar H. Assegaff dalam bukunya Jurnalistik Masa Kini, mendefinisikan berita dalam arti jurnalistik, sebagai berikut :
“Berita sebagai laporan tentang fakta atau ide yang termasa dan dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang kemudian dapat menarik pembaca. Entah karena luar biasa karena penting atau akibatnya karena mencakup segi‐segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan” (Assegaff, 1982 : 24 ).
Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sedikit saja, yang kedua bahwa berita itu bisa menceritakan segala aspek secara lengkap. Biasanya suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting terjadi dalam skala waktu yang sesuai dengan jadwalproduksi normal, serta menyukai pula peristiwa yang paling mudah diliput dan dilaporkan serta mudah dikenal dan dipandang relevan (Djuroto, 2002 : 48).
26
Faktor yang berkaitan dengan aliran lain, adalah kedekatan media terhadap peristiwa yang sesuai dengan harapan yang dimiliki khalayak, keinginan utnuk melanjutkan peristiwa yang sudah terjadi, yang dipandang layak diberitakan keinginan adanya kesinambungan diantara berbagai jenis berita (Mc. Quail, 1991 : 193).
Ditegaskan bahwa News Must Be Factual, maka ditarik kesimpulan bahwa berita atau sesuatu dikatakan berita bila ada fakta, interest, dan komunikan atau khalayak (Mc. Quail, 1991 : 120).
Dalam upaya menarik perhatian pembaca perlu diperhatikan unsur‐unsur penting dalam berita antara lain :
1. Faktual
Isi berita harus merupakan suatu yang berdasrkan fakta, bukan fakta yang dibuat‐buat. Suatu berita harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya, jujur, tanpa parasangka, dan tidak mendramatisir.
2. Objektifitas
Apa yang dilihat dan didengar itulah yang akan ditulis seorang wartawan menjadi sebuah tulisan yang berisi pemaparan dan penguraian peristiwa atau pendapat. Suatu berita yang objektif tidak dicampuri dengan sifat subjektifitas atau opini pribadi dan peliput beritanya.
3. Nilai Berita
Suatu berita akan dianggap penting jika menyangkut kepentingan orang banyak. Berita yang bernilai harus terdapat keterikatan dengan kepentingan umum. Sebuah berita dianggap bernilai jika berita itu merupakan kejadian atau peristiwa yang akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat yang luas, atau dinilai perlu diketahui dan diinformasikan kepada khalayak seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga, dan sebagainya.
4. Aktual
Jarak antara terjadinya peristiwa ataupun suatu pendapat saat diucapkan dengan saat diturunkannya berita itu, hendaknya secepatnya sebab jika terlewati beberapa hari saja terutama berita peristiwa, maka nilai aktualitasnya sudah basi.
5. Menarik
Berita yang disajikan harus berisi peristiwa atau pendapat yang memang menarik perhatian sebagianbesar pembaca. Biasanya berita yang menarik adalah tentang sesuatu yang belum pernah terjadi. Suatu berita dikatakan menarik apabila informasi yang disajikan membangkitkan kekaguman, rasa lucu, atau humor atau informasi mengenai pilihan hidup.
28
2.1.5 Pemberitaan Diberlakukannya Peraturan Daerah Kota Surabaya
No. 5 Tahun 2008 Mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan
Kawasan Terbatas Merokok (KTM)
Dalam hal ini pemberitaan tentang diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di harian Jawa Pos telah diatur dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, peraturan daerah kota Surabaya nomor 4 tahun 2004 tentang penyidik pegawai negeri sipil daerah dan undang‐undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Juga guna meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Surabaya, diperlukan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk senantiasa membiasakan hidup sehat. Bahwa merokok dapat menyebabkan terganggunya atau menurunnya kesehatan masyarakat bagi perokok maupun yang bukan perokok. Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan, maka Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok. Bahwa dalam rangka menghormati hak‐hak perokok, maka perlu diatur pula ketentuan‐ketentuan mengenai Kawasan Terbatas Merokok.
2.1.6 Teori S‐O‐R
Teori S‐O‐R awalnya berasal dari psikologi, karena adanya kesamaan objek material dari psikologis sama maka teori ini menjadi kajian teori ilmu komunikasi. Yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen‐komponen opini, sikap, perilaku, afeksi, konasi, dan kognitif.
Teori S‐0‐R sebagai singkatan dari Stimulus‐Organism‐Response ini semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen‐komponen : sikap, opini perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi (Effendy, 2003 : 254‐255).
Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi jadi unsure‐unsur dalam model ini ( Effendy, 2003 : 254‐255 ) adalah :
a. Pesan (Stimulus, S)
b. Komunikan (Organism, O) c. Efek (Response, R)
30
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah Aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change the attitude bagaimana mengubah sikap komunikan.
Dalam proses perubahan sikap perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar‐benar melebihi semula.
Menurut Mar’at dalam Effendy ( 2003 : 254‐255 ), yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variable penting, (Effendy, 2003 : 254‐255 ) yaitu : a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan
Teori S.O.R dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Model Teori S‐O‐R ( Effendy, 2003 : 255 )
Menurut gambar kerangka model di atas menunjukkan bahwa stimulus atau pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan berupa isi pesan yang berisi himbauan pada para remaja mengenai pentingnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar mungkin diterima atau mungkin saja terjadi penolakan. Dalam tahapan berikutnya bila komunikan menerima stimulus atau pesan yang disampaikan maka akan memperhatikan. Proses selanjutnya komunikan tersebut mengerti dari pesan yang telah disampaikan. Dan proses terakhir adalah kesediaan diri dari komunikan untuk mengubah sikap yang menandakan keberhasilan dalam proses komunikasi (Effendy, 2003 : 256).
Pada penelitian ini, masyarakat yang menjadi objek dalam penelitian ini berfungsi sebagai organisme yaitu pihak yang menerima rangsangan atau stimulus dari surat kabar berupa pemberitaan tentang diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008
Respon : Kognitif Afektif Konatif Organisme : Perhatian Pengertian Penerimaan Stimulus
32
Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Selanjutnya masyarakat akan memproses stimulus yang diterimanya dan pada akhirnya akan memberikan respon atau tanggapan atas pemberitaan tentang diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM).
2.1.7 Kerangka Berpikir
Penelitian yang dilakukan saat ini adalah meniliti mengenai sikap pegawai pemerintah Surabaya tentang diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos. Adapun kerangka berpikirnya sebagai berikut :
Dengan tingkat penduduk yang semakin besar, semakin sulit berkomunikasi secara interpersonal, dan secara tidak langsung peran komunikasi massa sebagai sarana penyampaian informasi mengenai diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos.
Dan dalam penelitian ini, peneliti ingin meniliti tentang sikap pegawai pemerintah Surabaya tentang diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos, karena stimuli yang ada dalam hal ini pesan akan diterima bila ada perhatian, pengertian dan penerimaan dari khalayak yang menjadi objek dalam hal ini, selanjutnya setelah menerima pesan atau stimulus berikutnya akan terjadinya perubahan sikap oleh khalayak tersebut yang dalam penelitian ini adalah pegawai pemerintah di Surabaya.
Teori S‐O‐R singkatan dari Stimulus‐Organism‐Response. Stimulus sendiri berarti pesan diantara dua unsur komunikasi yaitu komunikator dan komunikan. Komunikator memberikan pesan berupa tanda, lambang, dan gambar kepada komunikan. Organism berarti diri komunikan sebagai penerima pesan atau informasi dari komunikator. Setelah komunikan memperhatikan tanda, lambang maupun gambar. Kemudian komunikan merespon dengan cara memperhatikan dan memahami pesan yang disampaikan. Selanjutnya Response diartikan efek sebagai akhir dalam proses komunikasi. Keberhasilan dalam proses komunikasi adalah menimbulkan perubahan konatif, afektif, dan kognitif pada diri komunikan. Dampak atau pengaruh yang terjadi merupakan suatu reaksi
34
tertentu dari rangsangan tertentu (Sendjaja, 1999 : 71), dan definisi dari efek kognisi tersebut adalah perubahan pengetahuan.
Untuk lebih jelasnya dapat diterapkan dalam bagan sebagai berikut : Gambar 2.2
Kerangka Berpikir sikap pegawai pemerintah Surabaya tentang
diberlakukanya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008
Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok
(KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos.
Perubahan Sikap Pegawai Pemerintah Kota Surabaya Setelah
Membaca Berita tentang diberlakukannya Peraturan Daerah Kota
Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan
Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di surat kabar Jawa Pos Berita tentang diberlakukannya Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) Pegawai Pemerintah Surabaya Sebagai Pembaca Surat Kabar Jawa Pos
35
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional disini dimaksudkan untuk menjelaskan indikator dari variabel penelitian. Pada penelitian sikap Pegawai Pemerintah kota Surabaya terhadap pemberitaan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif yang bertujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variable yang timbul dimasyarakat yang menjadi objek penelitian itu, kemudian menarik kepermukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variable tertentu(Bungin, 2001;48).
36
3.1.1 Sikap Pegawai Pemerintah Kota Surabaya Tentang Pemberitaan
Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2008 Tentang
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok
(KTM) pada Harian Surat Kabar Jawa Pos
Sikap pegawai pemerintah kota Surabaya tentang diberlakukannya peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos dilihat dari seluruh aspek sikap meliputi kognitif yaitu pengetahuan pegawai pemerintah kota Surabaya tentang pemberitaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos sejauh mana para pegawai pemerintah kota Surabaya mengerti informasi tentang pemberitaan tersebut. Pada aspek afektif yaitu mengetahui bagaimana perasaan pegawai pemerintah kota Surabaya tentang pemberitaan diberlakukannya peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos apakah senang atau tidak senang. Sedangkan aspek konatif adalah sejauh mana pegawai pemerintah kota Surabaya mau mentaati dan mematuhi peraturan tersebut. Sehingga pada akhir penelitian didapatkan hasil akhir berupa penelitian dari keseluruhan aspek apakah itu positif, netral, atau negatif.
Adapun sikap masyarakat Surabaya dapat dibedakan dalam tiga hal, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif. 1. Komponen kognitif berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan
masyarakat menganai pemberitaan diberlakukannya peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) pada harian surat kabar Jawa Pos. Pengetahuan seseorang didasarkan pada tingkat pendidikan. Jika tingkat pendidikan seseorang tinggi maka seseorang akan mudah untuk memahami suatu informasi. Pengetahuan ini kemudian akan memberikan keyakinan tertentu dalam diri individu terhadap objek sikap. Pengetahuan disini tentang pemberitaan adanya peraturan daerah yang baru yang disahkan oleh Walikota dan DPRD Kota Surabaya yaitu peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) Komponen afektif dibentuk oleh perasaan terhadap objek. Komponen ini berkaitan dengan aspek emosional dari masyarakat Surabaya tentang pemberitaan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Misalnya, seperti perasaan suka atau tidak suka terhadap pemberitaan tersebut.
38
2. Komponen konatif berkaitan dengan kecenderungan masyarakat memberikan respon positif, netral, atau negative tentang pemberitaan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Pada aspek ini seseorang berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Jika pemberitan ini memberi dampak positif maka masyarakat akan memanfaatkan peraturan ini. Jika respon yang diterima positif maka masyarakat mendukung serta memanfaatkan peraturan tersebut. Namun, bila masyarakat bersikap negatif maka kecenderungannya akan mengkritik adanya peraturan tersebut. Sedangkan sikap netral akan muncul jika masyarakat benar‐ benar memanfaatkan adanya peraturan tersebut.
Untuk mengetahui sikap masyarakat Surabaya tentang pemberitaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) disurat Kabar Jawa Pos diukur dengan alternative pilihan yang dinyatakan dalam pernyataan untuk mengukur komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif dinyatakan dalam jumlah skor.
Dalam pemberian skor pernyataan sikap yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap (Azwar, 1997:161), sebagai berikut :
1. Sangat tidak setuju (STS) = skor 1 2. Tidak setuju (TS) = skor 2
3. Setuju (S) = skor 3 4. Sangat setuju (SS) = skor 4
Adapun pilihan pernyataan digolongkan menjadi 4 kategori jawaban dengan meniadakan jawaban “ragu‐ragu” (undeciaded), alasannya adalah sebagai berikut :
a. Kategori Undeciaded memiliki arti ganda, bisa diartikan belum dapat memberikan jawaban netral dan ragu‐ragu. Kategori yang memiliki arti ganda (multi inpretabel) ini tidak diharapkan dalam instrument. b. Tersedia jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan menjawab
ke tengah terutama bagi mereka yang ragu‐ragu akan kecenderungan jawabannya.
c. Disediakan jawaban ditengah akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga banyaknya informasi yang dapat dijaring dari responden.
40
Maka selanjutnya diberikan batasan‐batasan dalam menentukan lebar Interval dari pernyataan yang akan dijawab yaitu positif, negative, dan netral dengan menggunakan rumus :
diinginkan yang Jenjang terendah jawaban skor tertinggi jawaban Skor Range = 3 18 72 = 3 54 = 18 SS = 4 x 18 = 72 (nilai tertinggi) S = 3 x 18 = 54 TS = 2 x 18 = 36 STS = 1 x 18 = 18 (nilai terendah) Jadi penentuan kategorinya adalah : 1. Sikap negatif = 18 – 35 (terendah) 2. Sikap netral = 36 – 53 (sedang) 3. Sikap positif = 54 – 72 (tertinggi)
Kemudian apabila skor dan tingkat interval dari tiap‐tiap kategori diketahui, maka hasil yang diperoleh akan diinterpretasikan dan di analisis.
Sikap pegawai negeri kota Surabaya terhadap diberlakukannya peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) disurat Kabar Jawa Pos dikategorikan ke dalam tiga (3) kategori positif, kategori negatif, dan kategori netral. Dikatakan positif jika pegawai pemerintah kota Surabaya banyak yang memanfaatkan layanan tersebut, sementara dikatakan negatif jika pegawai pemerintah kota Surabaya tidak memanfaatkan adanya peraturan tersebut dan dikatakan netral jika pegawai pemerintah kota Surabaya masih tidak konsisten dengan adanya peraturan tersebut.
3.1.2 Berita Diberlakukannya Peraturan Daerah Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di
Surabaya
Berita diberlakukannya peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) dimuat oleh harian Jawa Pos pada tanggal 23 oktober 2009. Dimana pemberitaan tersebut menginformasikan kepada masyarakat Surabaya tentang diberlakukannya peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM). Diharapkan dengan adanya peraturan perundangan ini masyarakat dapat memanfaatkannya secara maksimal, adapun manfaat
42
dari peratuaran perundangan tentang kawasan tanpa rokok dan kawasan terbatas merokok yaitu masyarakat yang perokok pasif tidak terganggu dengan asap rokok yang dikeluarkan oleh para perokok aktif dikarenakan adanya tempat‐tempat tertentu yang tidak diperbolehkan merokok ditempat umum. Pemerintah kota Surabaya mengharapkan masyarakat Surabaya benar‐benar memanfaatkan peraturan perundangan yang baru ini, terutama bagi mereka yang perokok aktif supaya mengurangi merokok karena berdampak buruk pada kesehatan.
3.1.3 Pegawai Pemerintah Kota Surabaya
Pemerintah Kota itu terbagi menjadi dua tingkat yaitu Pemerintah Provinsi sebagai tingkat I dan Pemerintah Kota Surabaya sebagai tingkat II. Sedangkan yang akan diteliti adalah Pegawai pemerintah Kota Surabaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pegawai pemerintah Kota Surabaya, yang membaca Jawa Pos. Pegawai Pemerintah Kota Surabaya berjumlah 20.397 orang, yang terdiri dari berbagai bidang. Pegawai Pemerintah Kota Surabaya sebagai khalayak sasaran (target audience).
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai pemerintah kota Surabaya yang membaca surat kabar Jawa Pos yang berumur 25 tahun – 55 tahun yang tinggal di Surabaya (memiliki kartu identitas atau menetap sementara di Surabaya). Adapun jumlah populasi dari jumlah pegawai pemerintah kota Surabaya berjumlah 20.397 orang (sumber : Badan Kepegawain Daerah Surabaya). Alasan mengapa peneliti mengambil Surabaya sebagai lokasi dalam penelitian ini adalah karena program