LANDASAN TEORI
A. Fungsi dan Peran Masjid 1. Pengertian Masjid
1. Pengertian Kemiskinan
Miskin asal kata dari kemiskinan yaitu tidak berharta benda. Parsudi Suparlan menyatakan bahwa kemiskinan adalah merupakan sesuatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan setandar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak
28
pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa hargadiri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.24
Sedangkan pengertian kemiskinan menurut Nabil Subhi Ath-Thawil adalah “Tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok. Kebutuhan-kebutuhan ini dianggap pokok, karena iya menyediakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia yang laik dengan tingkatan kemuliaan yang dilimpahkan Allah atas dirinya.”25
Pengertian lainya menurut F. Magnis Suseno, SJ. Yaitu “dalam arti, bahwa orang tidak menguasai sarana-sarana fisik secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, untuk mencapai tingkat minimum kehidupan yang masih dapat dinilai manusiawi”26
Kedua pengertian tersebut menitikberatkan pada tingkat pemenuhan kebutuhan dasar atau pokok yang minimal untuk dapat hidup secara layak atau manusiawi.
Pandangan ajaran Islam mengenai kemiskinan terjalin erat dalam suatu system ajaran dengan berbagai aspeknya tentang tatanan kehidupan Islami yang digariskan dalam Al-Qur’an dan Hadits serta inspirasi atau teladan dari sejarah kehidupan para Nabi dan para Rasul serta para Khulafaur Rasyidin dan penerusnya. Menurut Islam adanya perbedaan dalam perolehan hasil kerja yang tercermin dalam kehidupan kaya dan miskin diakui sebagai salah satu
24
Hartomo dan Arnicun Aziz, “Ilmu Sosial Dasar”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet. V, h. 315
25Ath-thawil,, Nabil Subhi, “Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim”, terjemahan Muhammad Bagir, (Bandung: Mizan, 1985), cet. I, h.36
26
F. Magnis Suseno, S.J J.E Banawiratman, s.j. (ed), “Keadilan dan Analisis Sosial: Segi-segi Etis dalam Kemiskinan dan Pembebasan” (Kanisius: Yogyakarta, 1987), cet. I, h.37
29
ketentuan dan rahmat dari Allah. Sebagai Firman-Nya dalam QS. Al-Zukhruf, ayat 32:
☺
☺
☺
⌫
⌧
⌫
☺
☺
Artinya: Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.(QS. Al-Zukhruf: 32 )
Kemiskinan dapat mendekatkan orang pada kekufuran, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya: Dari Anas RA, Telah bersabda rasulullah SAW, Kefakiran itu
mendekatkan pada kekufuran (HR. Al-Baehaqi)
Karena kemiskinan merupakan suatu penderitaan dalam hal serba kekurangan, maka Allah mengingatkan bahwa hal itu merupakan salah satu cobaan dari Allah. Sebagaiman Firman-Nya:
☺
Artinya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
30
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(QS. Al-Baqarah : 155)27
Menurut Emil Salim yang dimaksud dengan kemiskinan adalah merupakan suatu keadaan yang dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kehidupan yang pokok.28 Golongan miskin adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya.29
Kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.30
Pada hakikatnya kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang tidak memperoleh kesempatan untuk memiliki asset dan hak. Karena adanya permasalahan ukuran tingkat kebutuhan tersebut, Neils Mulder meberi definisi tentang kemiskinan: “Yang tidak sampai pada suatu tingkat kehidupan yang minimal seperti ditunjukkan oleh garis kemiskinan mengungkapkan taraf minimal untuk bisa hidup dengan cukup wajar”.31 Suatu definisi yang mencoba membuat ukuran batas minimal standar tingkat kehidupan, dirumuskan oleh parsudi Suparlan sebagai berikut:
27
Ahmad Sanusi, “Agama Ditengah kemiskinan” (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. I, h. 64-69.
28
Arifin Noer, Ilmu Sosial Dasar (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), cet.II, h.288 29
Mulyanto sumardi dan Hans Dieter Evers, “Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok”, (Jakarta: CV Rajawali , 1985), cet. II, h.80-81.
30 Tajuddin Noer Effendi, “Sumber daya manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan”, (Yogyaklarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1995), cet. II, h. 249.
31
Neils Murdel, “Kepribadian Jawa dan pembangunan Nasional”, (Yogyakarta: Gajah mada university Press, 1984), cet. V, h.76.
31
Secara singkat kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang di bandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.32
Selanjutnya dalam literature Hukum Islam istilah “miskin” dibedakan dengan “fakir”. Mengenai perbedaan kedua istilah tersebut, dari hasil telaah kitab fiqih, Ali Yafie membuat rumus definisi miskin, yaitu: “yang memiliki harta benda atau mata pencaharian atau kedua-duanya, hanya menutupi seper dua atau lebih dari kebutuhan pokok.”33 Sedangkan yang disebut fakir ialah “mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak mempunyai mata pencarian tetap, atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupi kurang dari seperdua kebutuhan pokoknya.”34
Mengenai ukuran dari tingkat pemilikan harta dalam definisi miskin dan fakir tersebut, Ali Yafie menerangkan, umpamanya sebagai indeks di tetapkan angka 10 maka yang memiliki atau memperoleh penghasilan 5 sampai 9 dapat digolongkan miskin. Dan jika hanya memiliki atau hanya berpenghasilan 4 kebawah digolongkan sebagai fakir.35 Shari Muhammad mendefinisikan fakir sebagai berikut:
Orang fakir yaitu yang tidak memiliki alat produksi dengan pendapatan perharinya sangat rendah dan sangat sengsara, tidak punya harta untuk memenuhi penghidupanya, termasuk penganggur yang
32
Parsudi suparlan (ed.) “Kemiskinan di Perkotaan” (Jakarta: Sinar harapan, 1984), cet. I, h. 12.
33
Ali Yafie, “Islam dan Problem Kemiskinan” (Jakarta: Jurnal, P3M, No.20vol.III, 1986), h.6 34
Ibid. 35
32
tidak memiliki modal kecuali tenaganya, yang berarti memerlukan lapangan pekerjaan.36
Dari beberapa definisi tentang kemiskinan tersebutdi atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan miskin ialah ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar atau pokok bagi suatu tingkat kehidupan yang layak menurut ukuran yang umum (biasa) berlaku pada masyarakat setempat.
Persoalan mengenai ukuran untuk menentukan batasan kemiskinan, dalam ilmu-ilmu sosial dipergunakan tolak ukur tertentu. Ada beberapa tolak ukur yang di gunakan, masing-masing bertolak dari fokus perhatian sudut permasalahan yang menjadi objek kajian, dan dari kajian mengenai tolak ukur ini, muncul beberapa teori atau klasifikasi tentang tingkat kemiskinan.
Ada yang mengukur dengan Incom perkapita atau pendapatan rata-rata perkepala. Badan Pemeriksaan Bangsa-bangsa mendapatkan bahwa suatu masyarakat yang pendapatanya rata-rata per orang setahun kurang dari US$ 300 digolongkan sebagai masyarakat yang miskin.
Tolak ukur lainya yang bisa digunakan adalah melalui gizi. Kalau jumlah protein dan kalori seseorang atau masyarakat kurang dari jumlah tertentu maka dapat digolongkan sebagai masyarakat yang miskin. Ada juga yang mengukurnya dengan tingkat rata-rata kematian (death rate). Suatu masyarakat dikatakan miskin, jika angka rata-rata kematian cukup tinggi. Hal
36
Sahri Muhammad, “Pengembangan Zakat dan Infak dalam usaha Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat,(Malag, Yayasan Pusat studi “Avicenna”, 1982), h.27
33
ini bertolak dari anggapan bahwa banyak orang yang meninggal, kemungkinan mereka kurang makan.
Tolak ukur yang umum di pakai adalah berdasarkan atas tingkat pendapatan perwaktu kerja. Tolak ukur lain adalah tolak ukur relatif perkeluarga berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi.37