• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

B. Pengertian Khilafah

Sebelum menguraikan definisi tentang khilafah, penulis merasa perlu untuk memetakan beberapa kandungan al-Qur’an yang berkaitan dengan khilafah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dasar-dasar normatif-teologisnya.

Di dalam al-Qur’an, terdapat tiga derivasi yang digunakan untuk kata khalifah

1. Dalam bentuk tunggal: Khalifah

⌧ ☺

C

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi” mereka berkata : “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S.Al-Baqarah: 30)

Artinya: “ Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah (penguasa) dimuka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S.Shaad: 26)

2. Dalam bentuk jamak : khulafa

Artinya: “Dan ingatlah olehmu diwaktu Tuhan menjadikan Kamu Khulafa’(yang berkuasa) sesudah kaum a’ad dan memberikan tempat bagimu di bumi Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Q.S..al-‘Araaf: 74)

Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa)orang yang dalam kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya dan menghangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khulafa’ di bumi...” (QS. An-Naml/27:62)

3. Dalam bentuk Jamak Kasrat18: Khalaif

Artinya : ” Kemudian Kami jadikan KamuKhalaif mereka di muka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat” (QS Yunus/10:14)

⌧ ⌧

Artinya : ” Dialah yang menjadikan kamu khalaif di muka bumi barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka” (QS. Fathir/35:39)

18

Bentuk ini dipergunakan dengan konotasi kuantitatif tak terbatas.Abd.Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-2, h.111

Artinya : ”Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadiakan mereka itu khalaif dan Kami tenggelamkan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS.Yunus/10:37)

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) dalam QS. Al-Baqarah /2:30 dan QS. Shad/38:26 dihubungkan dengan Adam AS dan Daud AS yang diciptakan dan diutus Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi. Khusus yang berkaitan dengan Daud As. Dien menyatakan bahwa konsep Khalifatullah membawa implikasi makna yang bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia.19

Sedang Khulafa’ dalam al-‘araf/7:69 dan 74, dan an;Naml/27:62, dipergunakan dalam konteks pembicaraan orang-orang yang kafir. Sementara

Khalaif’(

ÎóáÇÆöÝó

) daQS. Yunus/10:14 dan 73; QS. al-An’am/6:165; Fathir/35:39, menurut Abdul Muin Salim, dipergunakan dengan merujuk kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang beriman pada khususnya.20

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) ataukhalaif ( ﺋﻼﺧ) memiliki pengertian yang berbeda-beda,21 terdapat tiga pengertian : (1) pengganti, (2) pemimpin, dan (3) penguasa. Khalifah-- yang berakar kata Khalafa—mengandung arti dasar antara lain; menggantikan, mengikuti, datang kemudian. Menurut Dien,

19

Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani., h.80. 20

Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran.,h.110 21

Bentuk jamak lainnya adalah khawalif (”wakil-wakil”). M. Said Syaikh, Kamus Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali Press,1991), Cet. Ke 1, h.67

Baik dalam arti “pengganti” wakil Tuhan”, dan “penguasa”, kata

Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ)melahirkan beberapa kecenderungan penafsiran. Di satu pihak ada yang menafsirkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan pengertian

khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tertuju kepada manusia secara keseluruhan tanpa ada kaitannya dengan politik. Sementara di pihak lain, pengertian itu terkait erat dengan kekuasaan politik yang terwujud dalam bentuk lembaga kekuasaan negara. Berikut ini beberapa kecenderungan penafsiran dan argumentasinya masing-masing:

Menurut Dawam Raharjo, khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yakni kepala negara dalam pemerintahan Islam, memang merupakan istilah akl-Qur’an. Tetapi dalam al-Qur’an kata ini memiliki banyak arti atau interpretasi. Oleh karenanya ayat-ayat yang mengandung pengertian kata khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum mengenai wajibnya mendirikan suatu khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) atau kekuasaan politik.

Menurut Dawam, Allah telah mengisyaratkan suatu konsep tentang manusia, yaitu sebagai khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ). Khalifah adalah sebuah fungsi yang diemban manusia berdasarkan amanat yang diterimanya dari Allah Swt. Amanat ini pada intinya adalah tugas mengelola bumi secara bertanggung

22

jawab,

gaku sebaga

ni yang dimaksud dengan sekulerisasi; memecahkan

dengan menggunakan akal yang telah dianugrahkan Allah kepadanya,23

Al-Quran (QS. Al-Baqarah/2:30) menyebut prihal Nabi Adam AS. Sebagai perwujudan dari fitrah sifat primoldial dan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dengan demikian, manusia pada dasarnya berposisi sebagai

kholifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) Allah Swt. Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Muhammad SAW. Di satu sisi Muhammad SAW adalah khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) (penerus) fungsi kekhalifahan yang pertama kali diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi Adam AS. Di kemudian hari, beberapa sahabat juga mengklaim gelar ini setelah Muhammad SAW wafat. Bahkan lebih jauh para sahabat men

i wakil (pengganti) dan menjalankan fungsi sebagai pemimpin spiritual dan sekaligus sebagai penguasa temporal sebuah pemerintahan Islam.24

Senada dengan pendapat Dawam, Nurcholis Majid juga mengemukakan pendapat yang sama. Dengan ide “sekulerisasi”-nya, ia berpendapat bahwa peran kekhalifahan manusia, di mana ia sebagai pengganti Tuhan di bumi, mengandung arti bahwa segala urusan bumi ini diserahkan kepada umat manusia. Pemberian beban kekhalifahan kepada manusia ini didasari dengan pertimbangan bahwa manusia memiliki daya intelektualitas, akal dan pikiran. Dengan daya rasio itulah, manusia mengembangkan diri di dunia ini. Dalam kaitan i

ramadina٫ (Jakarta: Paramadina٫1996) , Cet.Ke-1, h.363-364 23

M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci,(Jakarta: Pa

24

Cyrill Glasse, Ensiklopedi Islam, (terj.). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-1 h. 208-209

dan m

a, memelihara, mengurus dan mengem

an kedaula

emahami masalah-masalah duniawi ini, dengan mengerahkan kecerdasan atau rasio.25

Adapun khalifah, (khalifah) yang sering digunakan dalam konteks lembaga kepemimpinan berarti: (1) penggantian terhadap diri Rasulullah SAW. dalam upaya menjaga dan memelihara agama serta mengatur urusan-urusan dunia; (2) Suatu lembaga kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW. untuk memelihar

bangkan dan menjaga agama serta mengatur urusan duniawi umat: (3) kepemimpinan atau pemerintahan.26

Berkaitan dengan pengertian bahwa khalifah adalah suatu lembaga kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW,. Abul ‘Ala al-Maududi menyatakan doktrin tentang khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yang disebut dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa segala sesuatu di atas bumi ini, hanyalah karunia Allah SWT.27 Menurut Maududi bentuk pemerintahan yang benar adalah adanya pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di bidang perundang-undangan menyerahkan segala kekuasaan legislatif d

tan hukum tertinggi kepada keduanya dan meyakini bahwa khilafahnya itu mewakili sang-hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.28

25

Nurcholis Madjid, Islam: Kemodernan dan Keindonsiaan, (Bandung: Mizan, 1998),Cet. Ke-2, h.60

26

M. Abdul Mujieb, et.al.,Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), Cet. Ke-2,h.60

27

Abul ’Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, (Terj.) (Bandung: Mizan,1994), Cet. Ke-4, h.64

28

Maududi, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, h. 63

i dari se

tidak ada hubungannya dengan khilafah (ﺔ ﻼﺧ) dalam arti lembaga kekuasaan politik.

at sebaliknya, bahwa peran kekhalifahan a dan dunia akan tercapai jika alifahan yang bersandar pada wahyu Illahi.

Dokumen terkait