KONFERENSI KHILAFAH INTERNASIONAL 2007
DALAM MAJALAH AL-WA'IE NO.85,
TAHUN VII, 1-30 SEPTEMBER 2007
Disusun Oleh:
ERNAWATI NIM: 103051028576
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
U IN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
DALAM MAJALAH AL-WA'IE NO.85,
TAHUN VII, 1-30 SEPTEMBER 2007
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komuntkasi Untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun Oleh:
ERNAWATI NIM: 103051028576
Pembimbing,
Dr. H. A. Ilyas Ismail, MA NIP. 196304051994031001
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
U IN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam tulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil karya jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 23 Agustus 2010
Dalam Majalah al-Wa'ie No.85, Tahun VII, 1-30 September 2007
Rubrik Liputan Khusus adalah rubrik yang berisi tema-tema khusus yang berbeda dengan tema headline. Dalam rubrik liputan khusus yang berjudul 100
Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah adalah salah satu rubrik yang penulis kaji di antara dua judul yang berkaitan dengan Konferensi Khilafah Internasional 2007. Meski rubrik ini mempunyai alur sebagaimana penulisan berita pada umumnya, namun isi yang terkandung dalam rubrik ini sangat menarik untuk mengingatkan kita pada kembalinya penegakan khilafah di bumi ini.
Lalu yang menjadi pertanyaan utama adalah, bagaimana penulis rubrik menafsirkan dan memandang tentang konsep khilafah yang coba ingin ditegakkan umat Islam dalam Konferensi Khilafah InternasionaL 2007 tersebut? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kegelisahan dan keinginan tersebut dituangkan dalam sebuah teks berita?
Pada awal hingga pertengahan bulan Agustus 2007, sebagian besar media cetak maupun elektronik banyak menyajikan dan menayangkan berita tentang konsep Khilafah. Wacana yang berkembang pun tidak terlepas dari nama Hizbut Tahrir Indonesia sebagai pelopornya. Peristiwa Konferensi khilafah Internasional 2007, yang diselenggarakan tanggal 12 Agustus 2007, di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta memunculkan beberapa pendapat dan pandangan baru, yang berdasarkan sudut pandang dan titik tolak setiap individu ataupun profesi.
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori analisis wacana Teun van Dijk.
Pendekatan yang digunakan adalah konstruktivisme. Adapun metodologi yang dipakai adalah metode penelitian kualitatif dengan model analisis wacana Teun A. van Dijk yang menitikberatkan pada teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.
Dalam melihat suatu pengetahuan, teks, dan selainnya, sangat diperlukan sekali telaah kognisi sosial yang melatarbelakangi tulisannya. Sehingga, diperlukan wawancara mendalam untuk mengetahui latar belakang yang membentuk pengetahuan penulis teks tentang suatu obyek atau fakta sosial.
Dari paparan di atas, maka ditarik kesimpulan bahwa, Konferensi Khilafah internasional mendapatkan respon yang positif dan negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Sehingga melihat teks rubrik liputan khusus tersebut, haruslah juga melihat konstruksi sosial di balik informasi tersebut. Sehingga, informasi yang nampak dapat kita kritis.
ABSTRAKSI ... i
KATAPENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 5
D. Metodologi Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II KERANGKA TEORI A. Beberapa Teori Tentang Wacana ... 13
1. Pengertian Wacana... 13
2. Wacana Menurut Van Dijk ... 16
B. Pengertian Khilafah ... 23
C. Majalah Sebagai Media Dakwah ... 30
1. Sekilas Tentang Materi dan Media Dakwah ... 30
2. Defmisi Majalah... 33
3. Sejarah Perkembangan Majalah... 35
4. Majalah Sebagai Media Dakwah ... 40
BAB III GAMBARAN UMUM A. Sekilas Tentang Majalah al-Wa'ie... 43
3. Rubrikasi ... 45
4. Struktur Redaksi... 46
B. Sekilas Tentang Rubrik Liputan Khusus ... 47
C. Sekilas tentang Penulis Artikel ... 48
D. Latar Belakang dan Perjalanan Penulisan ... 50
E. Respon terhadap Konferensi Khilafah Internasional 2007 .. 51
BAB IV ANALISIS WACANA RUBRIK LIPUTAN KHUSUS A. Analisis Teks Rubrik... 55
1. Struktur Makro/Tematik ... 55
2. Supertstruktur/Skematik... 59
3. Struktur Mikro ... 61
a. Semantik... 61
b. Sintaksis ... 63
c. Stilistik ... 64
d. Retoris ... 65
B. Analisis Kognisi Sosial ... 66
C. Analisis Konteks Sosial ... 68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72
B. Kritik dan Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN
ﻢﻴﺣﺮﻟا
ﻦﻤﺣﺮﻟا
ﷲا
ﻢﺴﺑ
Puji serta syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat serta karunianya, skripsi ini dapat terselesaikan bertepatan dengan bulan
ramadhan 1431 H. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
SAW, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir selama menempuh jenjang
pendidikan di perguruan tinggi, dan juga sebagai persyaratan dalam mencapai
gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak berhutang budi kepada
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sangat perlu
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku PUDEK I,
bapak Drs. H. Mahmud Djalal, MA selaku PUDEK II dan bapak Drs.
Study Rizal LK, MA selaku PUDEK III, terima kasih telah memberikan
dorongan dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Drs. Jumroni. M.Si selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam, terima kasih atas masukan dan idenya ketika penulis hendak
menyusun skripsi ini.
birokrasi kepada penulis.
4. Bapak Dr.H.A.Ilyas Ismail, MA sebagai Dosen Pembimbing penulis yang
telah memberikan waktu dan keikhlasan serta kesungguhannya dalam
membimbing dan memberikan pendidikan mental dan memberikan
ilmunya kepada penulis sejak proposal hingga terselesikannya skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama
ini telah memberikan ilmunya dengan tulus dan ikhlas sehingga penulis
mengerti akan makna hidup dan memberikan bekal kehidupan untuk
penulis mengarungi hidup kelak, semoga ilmu yang telah diberikan
bermanfaat bagi penulis dan masyarakat luas.
6. Staf Perpustakaan dan Staf TU di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, yang telah membantu penulis mendapatkan referensi dan
kemudahan dalam surat menyurat.
7. Seluruh staf Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan kemudahan bagi penulis untuk mendapatkan referensi
dan buku-buku selama penulis kuliah dan selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
8. Ustadz Mujiyanto, penulis rubrik liputan khusus majalah al-Wa'ie, yang
telah bersedia mengizinkan untuk dikaji dan memberikan informasi secara
lengkap dan menyeluruh berkenaan dengan rubrik liputan khusus yang
menjadi pokok bahasan dalam skripsi ini.
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan data tentang
majalah al-Wa'ie serta penjelasan tentang acara Konferensi Khilafah
Internasional 2007.
10.Bapak Ir. H.M. Ismail Yusanto,MM, selaku Juru bicara Hizbut Tahrir
Indonesia, serta sederet karyawan di DPP HTI Pusat, serta Mba Kiki di
HTI Muslimah yang telah sabar memberikan pelayanan untuk kepada
penulis untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan.
11.Kedua Orang tua, Ayahanda Surya dan Ibunda Tarini, yang telah
membesarkan, mendidik, serta membimbing penulis dengan segenap kasih
sayang dan ketulusan hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
12.Kakak-kakakku, Mas Carmudi, Mba Rosa, Mas Tono, Mas Kusnan dan
adikku Iwan, serta kakak iparku, Mba Wati, Mas Gato, Mba Koni, Mba
Nur yang telah memberikan semangat dan bantuan moral maupun material
selama penulis menempuh pendidikan di UIN Jakarta ini. Tidak lupa juga
teruntuk keempat keponakanku, Ani, Rizky, Sasti, dan Dika.
13.Keluarga Bapak Sardinian,Ibu Budi, mas Eko,S.St.Ak, M.A, Mba
Devi,S.St.Ak, serta kanda Dwi HeriYanto,S.Sos yang selalu memotivasi
penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini, yang selalu menghibur
kala penulis lelah, dan memberi dukungan moral maupun material.
14.Keluarga Mas Abdul (Te Lina, Kaori, Pancar), serta crew Saung
Bambooina, Mba King, Fendy, Double'R' (Riki&Ridho), Ka Sidik, Iip,
vii
15.Teman-temanku seperjuangan di kosan bidadari 25 Lobang Semut, K.MF
Kalacitra UIN Jakarta khususnya angkatan 4, LPM Institut, HMI
Komfakda, serta kelas KPI D angkatan 2003: Amin, Arif, Ipul, Mita, Sita,
Onenk, Atik, Ihsan, Nurseha dan nama-nama lain yang tidak mungkin
disebutkan satu persatu di sini.
16.Bapak Nurdin,S.Pd, M.Pd yang telah memberikan masukan dalam
penulisan skripsi ini, serta sahabatku Mulyati yang telah memberikan
bantuan moral maupun material.
Kepada nama-nama tersebut di atas dan semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya. Akhirnya, hanya kepada Allah-lah penulis serahkan segala kebaikan
mereka dan semoga mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
Akhirulkalam, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Namun, penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis,
maupun bagi siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagai
artikulasinya.
Jakarta, 21 Agustus 2010
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertengahan Juni 2010, kita digegerkan dengan merebaknya kasus video asusila artis ternama Indonesia. Kontan saja, kasus ini mengundang reaksi keras dari semua kalangan,tak terkecuali Hizbut Tahrir Indonesia. Aksi moral ini bertujuan untuk segera diusut pelaku serta pengunggah video tersebut. Tidak hanya itu, Hizbut Tahrir juga mengusung supaya dihapuskannya pornografi dari bumi Indonesia.
Jika kita telisik lebih lanjut, masalah krisis moral yang tidak sehat terkait erat dengan sistem demokrasi yang disalah artikan oleh masyarakat. Dalam realitas saat ini, menunjukkan bahwa umatlah yang memiliki kekuasaan penuh. Mereka dapat memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki oleh mereka. Akan tetapi, dari segi pelaksanaannya, kekuasaan atau otoritas ini tidak dapat diberikan kecuali kepada seseorang. Artinya, secara mutlak dan sesuai dengan realitas, otoritas ini tidak bisa diberikan kepada dua orang atau lebih. Walaupun demikian, seseorang ini akan membatasi dirinya dengan sebuah metode tertentu yang dia yakini benar dan tidak akan mengambil langkah yang melebihinya. Yang mengontrol dan mengawasi pemimpin yang satu ini, selain motif keyakinannya dalam sistem yang membatasinya, yaitu takwa dan nuraninya, adalah rakyat yang dipimpinnya. Mereka akan meminta pertanggungjawaban kepadanya melalui perkataan jika dia menyalah gunakan sistem, atau dengan kekuatan jika dia
mengkhianati sistem. Ini berlaku dalam kondisi ketika umat mematuhi perintahnya dalam perkara yang fardhu, sunnat, dan mubah, tidak dalam perkara yang dilarang dan berdosa. Inilah realitas khilafah. Oleh karena itu, manakah dari dua sistem pemerintahan yang sesuai dengan realitas dan benar dalam penerapannya: Sistem Islam ataukah sistem demokrasi yang telah mengklaim bahwa rakyatlah yang melaksanakan pemerintahan? Klaim ini mustahil untuk diimplementasikan. Sistem demokrasi adalah sebuah kebohongan. Sebab, pada dasarnya, hanya seoranglah yang memegang kekuasaan dalam sebuah sistem demokrasi, yaitu perdana menteri dengan pembantunya, yakni menteri-menteri.1
Doktrin tentang khilafah yang disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim ialah bahwa segala sesuatu di atas bumi ini, berupa daya dan kemampuan yang diperoleh seorang manusia, hanyalah karunia dari Allah SWT. Dan Allah telah menjadikan manusia dalam kedudukan sedemikian sehingga ia dapat menggunakan pemberian-pemberian dan karunia-karunia yang dilimpahkan kepadanya di dunia ini sesuai dengan keridhaan-Nya.
Lebih dari sembilan acara Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007 ini dipersiapkan dengan matang. Dimulai dari niat ikhlas yang sama, dengan tujuan agar opini tentang khilafah bisa lebih meluas lagi. Acara KKI ini dirancang oleh DPP Hizbut Tahrir Indonesia dengan masukan berbagai pihak. Semuanya berfikir keras, bagaimana membuat acara konferensi internasional ini sukses, bisa melibatkan semua elemen umat, sehingga menjadi sebuah konferensi internasional yang menjadi milik umat.
1
Hizbut Tahrir, Seruan Hizbut Tahrir Kepada Kaum Muslim, (Bogor: Pustaka Thariqul
Pada tanggal 12 Agustus 2007, tepat 28 Rajab 1428 H, lebih dari 100 ribu pasang mata memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Tak ada bangku yang kosong. Sebagian massa harus rela berdiri. Mereka datang dari seluruh Nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua. Tak ada lagi perbedaan suku dan golongan. Semua golongan pun terwakili. Ada yang dari NU, Muhammadiyah, dan ormas lain. Bahkan wakil dari organisasi/partai sekular pun hadir. Ada pula kaum Muslim dari mancanegara seperti Inggris, Denmark, Malaysia, Australia, Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Palestina, dan Turki. Anak-anak, tua-muda, berkumpul bersama dalam sebuah Konferensi Khilafah Internasional bertemakan, ”Saatnya Khilafah Memimpin Dunia”.
Hari itu mata dunia tertuju ke Jakarta. Seluruh kamera televisi dari stasiun televisi internasional hadir di sini. Ratusan wartawan tumplek di Stadion Utama GBK untuk meliput konferensi umat Islam terbesar di dunia ini.
Namun, acara ini tak luput dari berbagai tantangan dan hambatan. Berbagai opini negatif dan black campaign pun secara sistematis dibuat. Beberapa pembicara dari dalam dan luar negeri pun dicekal.
Acara Konferensi Khilafah Internasional 2010 tak luput dari pembeeritaan majalah al-Wa’ie. Bahkan,di majalah al-wa’ie no 85, tahun VII, 1-30 september 2007 ini disediakan yang khusus membahas tentang acara konferensi ini.
majalah, Hizbut Tahrir Indonesia juga mencetak buletin al-Islam, Tabloid Suara Islam. Sisi menarik penulis mengambil majalah al-Wa’ie sebagai bahan penelitian karena keberadaan majalah tersebut mewakili pembahasan tentang dakwah dan politik yang sesuai dengan kebutuhan penulis dalam penelitian ini. Selain itu, rubrik yang ditawarkan beragam. Diantaranya adalah Pengantar, Dari Redaksi, Opini, Muhasabah, Fokus, Analisis, Siyasah & Dakwah, Kritik, Iqtishadiyah, Ibrah, Akhbar, Soal-Jawab, Tafsir, Afkar, Hiwar, Nisa’, Hadis pilihan, Ta’rifat, Telaah Kitab, dan Liputan Khusus.
Dalam majalah al-Wa’ie ini penulis memilih rubrik liputan khusus sebagai bahan kajian dalam skripsi ini. Rubrik liputan khusus adalah rubrik yang berisi tentang berita atau suatu peristiwa yang berbeda dengan edisi sebelumnya.
Alasan penulis mengkaji rubrik liputan khusus ini karena dalam rubrik tersebut terdapat peristiwa besar yaitu Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang merupakan momentum besar setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Bagaimana teks rubrik itu diproduksi, bagaimana latar belakang dan perjalanan dalam penulisan berita, serta bagaimana wacana yang berkembang saat teks itu diproduksi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Skripsi ini berjudul Analisis Wacana Konferensi Khilafah Internasional 2007 Dalam Majalah al-Wa’ie No.85 Tahun VII, 1-31
Namun, dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi pada rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan
Penegakan Khilafah . Dengan alasan, bahwa pesan yang disampaikan sesuai
dengan konteks masyarakat yang saat ini masih merindukan tegaknya khilafah di Indonesia.
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur teks rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu
Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah bila dilihat dari struktur
makro, superstruktur, dan struktur mikro?
2. Bagaimana kognisi sosial yang melatarbelakangi penulis dalam penulisan artikel Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK,
Serukan Penegakan Khilafah?
3. Bagaimana konteks sosial dari wacana yang berkembang pada saat penulisan artikel Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati
GBK, Serukan Penegakan Khilafah?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
b. Untuk mengetahui rubrik Liputan Khusus majalah al-Wa’ie berdasarkan kognisi sosial penulis
c. Untuk mengetahui rubrik liputan khusus majalah al-Wa’ie berdasarkan konteks sosial yang berkembang di masyarakat.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Segi akademis
Dalam bidang akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi studi komunikasi politik, khususnya analisis wacana yang biasa digunakan untuk menganalisis isi maupun analisis framing. Dan menjadi tambahan referensi mengenai penyampaian pesan dakwah melalui majalah.
b. Segi Praktis
Dalam hal ini, penelitian diharapkan mampu menambah waawasan bagi para teorisi, praktisi dan pemikir dakwah dan politik dalam mengkaji pesan media politik yang dapat mentransformasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial dan politik sebagai jalan dakwah melalui majalah.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
menggunakan pendekatan kualitatif. Terdapat tiga pandangan dalam studi mengenai studi bahasa, yaitu:
a. Pandangan Positivisme-empiris
Menurut pandangan ini, manusia sebagai subjek yang menjadi pemakai bahasa, tidak perlu mengetahui makna-makna dari bahasa yang disampaikannya. Sebab, unsur penting dalam pandangan ini adalah bahasa dilihat dari pertimbangan kebenaran dan ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (yang merupakan titik perhatian didasarkan pada benar tidaknya bahasa secara tata bahasa).2
b. Pandangan Konstruktivisme
Bahasa tidak hanya dilihat dari segi tata bahasa tetapi juga untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam bahasa. Analisis wacana dalam pandangan ini adalah suatu analisis untuk mengetahui maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang mengemukakan suatu pernyataan, dengan cara menempatkan diri pada posisi sang pengembara (subjek).
2. Subjek dan Objek
Dalam penelitian ini, subjek yang diamati adalah Majalah al-wa’ie dengan objek penelitian rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu
Orang Padati GBK Serukan penegakan Khilafah.
2
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematis tentang fenomena yang diselidiki.3
Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap Majalah al-wa’ie kemudian diadakan pengamatan dan analisis terhadap isi makna pesan yang terkandung.
b. Wawancara
Yang dimaksud wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si pewawancara dengan informan, biasanya menggunakan alat yang dalam istilah wawancara disebut interview
guide (panduan wawancara).4
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam atau disebut juga wawancara tak terstruktur. Dalam hal ini, wawancara bersifat luwes, susunan-susunan pertanyaan dan sususnan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat berubah saat berlangsung wawancara. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang terjadi pada saat wawancara.5
3
Muhammad Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h.234.
4
Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995), h.62
5
Deddy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Dalam penellitian ini penulis mengadakan wawancara terhadap sumber-sumber yang berhubungan dengan data yang akan diteliti, yaitu penulis rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu Orang
Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah yaitu, Ustadz Mujiyanto.
Saat itu ia bertugas sebagai wartawan di majalah al-Wa’ie. Selain itu juga saya melakukan wawancara dengan Pemimpin Redaksi majalah al-Wa’ie, ustadz Farid Wadjdi yang juga perwakilan dari DPP Pusat Hizbut Tahrir Indonesia. Wawancara tersebut diperlukan untuk mendapatkan data mengenai peristiwa Konferensi Khilafah Internasional 2007 serta data lain yang berhubungan dengan majalah al-Wa’ie yang memuat peristiwa KKI 2007 serta seluk beluk tentang majalah al-Wa’ie itu sendiri.
c. Dokumentasi
Dalam tahap dokumentasi, penulis menumpulkan data-data yang dapat diperoleh dari catatan-catatan seperti rubrik, buku, internet, dan surat kabar sesuai dengan bahan-bahan yang mendukung dan dibutuhkan dalam penelitian. Selain itu, data dokumentasi juga berupa informasi yang mendukung seperti tanggapan/respon, dan kritik terhadap rubrik Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati
GBK, Serukan Penegakan Khilafah.
4. Teknik Analisis Data
a. Struktur teks
Dari segi teks. Elemen-elemen yang diamati adalah sebagai berikut:6 STRUKTUR
(gagasan inti) Topik
Topik
Struktur Mikro 1. Sematis 2. Sintaknis kecil dari suatu teks, seperti kata, kalimat, proposisi, anak kalmia, ataupun parafrrase yang dipakai.
Dalam pandangan van Dijk, sebagaimana dikutip Alex Sobur, segala teks biasa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut,
6
yang meski terdiri atas beberapa elemen, namun merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.7
b. Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis wacana van Dijk, perhatian bukan hanya pada teks, tetapi juga pada proses produksi teks tersebut. Yaitu perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosal: Kesadaran mental penulis yang membentuk teks tersebut. Pendekatan ini berdasarkan pada asumsi, bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa dalam hal ini penulis sebagai representasi darinya.8
Untuk menjawab kognisi social, metode yang penulis lakukan adalah mengumpulkan data dari wawancara mendalam secara lansung dengan penulis.
c. Konteks Sosial
Dalam pandangan ini, van Dijk menyatakan bahwa wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga, untuk meneliti teks tersebut, perlu mengetahui bagaimana wacana tersebut diproduksi dalam masyarakat.9
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2002), h.74.
8
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.259-260.
9
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan penulis terdiri dari lima bab yang dsesuaikan dengan pokok masalah yang hendak dibahas. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Memuat: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI
Memuat: teori konstruksi sosial, Pengertian wacana dan wacana menurut van Dijk, Pengertian Khilafah dan Majalah sebagai media dakwah.
BAB III GAMBARAN UMUM
Memuat: Sekilas tentang majalah al-wa’ie, Sekilas tentang Rubrik liputan khusus yanng berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan
Khilafah, Sekilas tentang penulis artikel, Latar belakang dan perjalanan
penulisan, dan respon tentang Konferensi Khilafah Internasional 2007.
BAB IV ANALISIS WACANA RUBRIK LIPUTAN KHUSUS
Memuat: Analisis teks rubrik liputan khusus yang berjudul 100 Ribu Orang
Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah; analisis kognisi sosial rubrik
Liputan Khusus yang berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan
Penegakan Khilafah; analisis konteks sosial rubrik Liputan Khusus yang
berjudul 100 Ribu Orang Padati GBK, Serukan Penegakan Khilafah.
KERANGKA TEORI
A. Beberapa Teori Tentang Wacana
1. Pengertian Wacana
Secara etimologi, istilah wacana sebagaimana dikutip Mulyana
berasal dari bahasa Sansakerta wac/wak/vak yang memiliki arti ‘berkata’,
‘berucap’. Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana.
Kata ana yang berada di belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang
bermakna ‘membendakan’ (nominalisasi). Dengan demikian, kata wacana
dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.1
Dalam Kamus Bahasa Jawa Kuno-Indonesia karangan Wojowasito
terdapat kata waca yang berarti baca, wacaka yang berarti mengucapkan,
dan kata wacana yang berarti perkataan. Namun, kata wacana di sini
digunakan dalam konteks kalimat bahasa Jawa Kuno sebagai berikut:
“Nuhun wuwus sang tapa sama modhura wacana dhara” (Demikian
sabda sang pandhita, ramah sikap dan perkataannnya).2
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, terdapat tiga
makna dari kata wacana. Pertama, percakapan; ucapan; tutur. Kedua,
keseluruhan cakapan yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa
terbesar yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.3
1
Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode & Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta : Tiara Wacana, 2005) h.3.
2
Ibid, h.3 3
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 2002), edisi ke-3, h.1709.
Istilah wacana dikenalkan dan digunakan oleh para ahli bahasa
Indonesia dan di negara-negara berbahasa melayu sebagai bentuk
terjemahan dari istilah bahasa Inggris “discourse”. Kata discourse sendiri
berasal dari bahasa latin yaitu diskursus yang berarti lari kian kemari. Kata
itu diturunkan menjadi ‘dis’ (dari/dalam arah yang berbeda) dan ‘currer’
(lari).4
Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang
sangat luas. Luasnya makna wacana dikarenakan oleh perbedaan lingkup
dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut, mulai dari studi
bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi dan sastra.5
Berikut beberapa pengertian mengenai wacana menurut beberapa
pendapat. Henry Guntur Tarigan sebagaimana dikutip Mulyana
mengatakan, bahwa “Wacana” adalah satuan bahasa yang paling lengkap,
lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang
baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan dan dapat
disampaikan secara lisan dan tulisan.”6
Menurut pendapat di atas, apa yang dinamakan wacana bukan
hanya sesuatu yang tertulis namun juga lisan. Bisa disimpulkan terdapat
dua wacana, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan melibatkan
partisipasinya secara langsung dalam satu situasi dan konteks yang sama.
Di samping itu diperlukan daya simak yang tinggi karena wacana ini sulit
4
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.9.
5
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: PT.LKiS Pelangi Aksara,2006), cet ke-5, h.1.
6
diulang tepat sama dengan ujaran pertama, juga melibatkan unsur
kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama. Sedangkan
wacana tulis biasanya menggunakan bahasa baku, dapat dilihat kembali
tanpa ada perbedaan unit-unit kebahasaannya, dan mempunyai unsur
kebahasaan yang lengkap (tidak ada penghilangan bagian-bagiannya).7
Sejalan dengan Henry Guntur Tarigan, Samsuri dalam buku Alex
Sobur juga berpendapat bahwa, wacana ialah rekaman kebahasaan yang
utuh tentang peristiwa komunikasi, baik komunikasi lisan ataupun melalui
tulisan, yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan
pengertian antara satu dengan yang lain.8
Karena wacana merupakan peristiwa komunikasi seperti dijelaskan
di atas, maka sebuah wacana tidak hanya terdiri dari kalimat-kalimat yang
gramatikal, tetapi sebuah wacana harus memberikan interpretasi yang
bermakna bagi pembaca dan pendengarnya. Ini berarti, kalimat-kalimat
yang digunakan oleh pembicara ataupun penulis bukan hanya sesuai
dengan susunan gramatikal, tetapi juga kalimat-kalimat tersebut harus
berhubungan secara logis dan kontekstual.9
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan
bahwa wacana adalah bentuk komunikasi baik lisan maupun tulisan
dengan menggunakan bahasa yang tersusun dari kalimat-kalimat yang
benar dan berhubungan secara logis dan kontekstual.
7
Josep Hayon, Membaca dan Menulis Wacana, (Jakarta: Storia Grafika, 2003), h.42-44 8
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10 9
2. Wacana Menurut Van Dijk
Van Dijk melihat wacana lebih kepada wacana tulis atau teks. Van
Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang satu sama
lain berhubungan dan saling mendukung yang dibaginya ke dalam tiga
tingkatan, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Makna
global dari suatu teks didukung oleh kerangka teks dan pada akhirnya
mempengaruhi pemilihan kata dan didukung kalimat.10
a. Struktur Makro/Tematik
Tema atau topik bisa disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau
pokok permasalahan yang dikemukakan penulis untuk dibahas dan
diungkapkan penulis dalam tulisannya. Dalam pandangan van Dijk, teks
itu tidak menunjuk pada satu topik tertentu namun suatu pandangan umum
yang koheren yang disebut oleh van Dijk sebagai koherensi global (global
coherence). Koherensi global ini menekankan, bahwa tema atau topik dari
sebuah teks akan didukung oleh subtopik satu dan subtopik yang lain yang
saling mendukung terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung
oleh serangkaian fakta atau disebut subbagian yang menggambarkan
subtopic, dan subtopic yang mendukung tema atau topik, akan membuat
teks secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.
b. Superstruktur/Skematik
Jika pada topik menunjukkan makna umum dari sebuah wacana,
maka pada bagian Skematik ini menggambarkan bentuk umum dari sebuah
teks, misalnya bentuk wacana umum itu disusun dengan sejumlah kategori
10
atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan
masalah, penutup, dan sebagainya.11 Semua bagian dan skema yang
berada dalam teks menurut van Dijk bukan hanya strategi bagaimana
bagian teks dalam berita itu hendak disusun, tetapi juga bagaimana
membentuk pengertian yang sama seperti yang dipahami penulis atau
pemaknaan penulis terhadap suatu peristiwa.12
c. Struktur Mikro
1) Semantik
Semantik dalam model van Dijk dikategorikan sebagai makna
lokal (local meaning), yaitu hubungan antarkalimat, hubungan antar
proposisi yang memunculkan dan membangun makna dalam suatu
bangunan teks. Semantik digunakan sebagai strategi untuk
menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara buruk,
sehingga mampu menghasilkan makna yang berlawanan.13
Ada beberapa bentuk strategi semantik menurut van Dijk,
yaitu:
- Latar
Latar merupakan peristiwa yang dipakai dalam menyajikan teks
atau cerita. Latar peristiwa yang dipilih akan menentukan ke arah
mana pandangan khalayak akan dibawa. Latar membantu
bagaimana seseorang memberi pemakanaan atas suatu peristiwa.
11
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotic Dan AnalisisFraming, (Bandung: PT Rosdakarya, 2004), h.76.
12
Eriyanto, Analisis Wacana, H.233-234. 13
- Detail
Detail ini merupakan strategi penulis dalam mengekspresikan
sikapnya dengan cara yang implisit atau tersamar. Sikap atau wacana
yang dikembangkan oleh penulis tidak selalu disampaikan secara
terbuka, tetapi dari pihak mana yang dikembangkan dan diceritakan
dengan detail yang besar. (porsi yang banyak). Elemen detail ini
menjawab pertanyaan, pihak mana yang diuraikan secara panjang
lebar; detil yang diuraikan tersebut positif atau negatif terhadap pihak
yang digambarkan; kenapa penulis memilih menguraikan dari dimensi
tertentu dan bukan dimensi yang lain; apa efek dari penguraian detail
tersebut terhadap pemahaman dan pemaknaan khalayak?
- Maksud
Elemen wacana maksud hampir sama dengan elemen detail.
Namun, jika dalam elemen detail penulis skenario mengekspresikan
sikapnya secara implisit, maka dalam elemen maksud ini, penulis
skenario mengekspresikan sikapnya dengan cara yang eksplisit atau
jelas. Informasi yang disajikan diuraikan secara jelas, dengan kata-kata
yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.
- Pra anggapan
Elemen praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan
untuk mendukung makna suatu teks, dan biasanya pernyataan tersebut
dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan kembali.
yang belum terjadi, namun didasarkan pada anggapan yang masuk akal
atau logis.
2) Sintaksis
Bentuk Strategi penulis artikel untuk menampilkan satu pihak
secara positif dari pihak lain secara negatif, juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sintaksis (kalimat) yang dalam model van Dijk disebutkan
tiga bagian, yakni koherensi, bentuk kalimat, dan kata ganti.
- Koherensi
Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan
bagaimana peristiwa dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh
penulis. Ini dapat digambarkan dengan misalnya ada dua peristiwa
yang berlainan, jika dianalisis dengan elemen koherensi maka
pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dua peristiwa tersebut
dipandang oleh penulis. Apakah dua peristiwa tersebut dipandang
sebagai peristiwa terpisah atau berhubungan? Kalau berhubungan
bagaimana bentuk hubungannya? Apakah yang satu menyebabkan
yang lain, ataukah yang satu diakibatkan yang lain?
Dalam teori bahasa, apa yang dinamakan teks tak lebih dari
himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai
dengan sistem tanda yang telah disepakati oleh masyarakat, sehingga
apabila sebuah teks dibaca, teks tersebut dapat mengungkapkan makna
yang dikandungnya.14
14
- Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan
cara berfikir logis, yaitu prinsip kausalitas, di mana ia menanyakan
apakah A yang menjelaskan B, ataukah B yang menjelaskan A. Jika
diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang
menerangkan) dan predikat (yang diterangkan).
- Kata ganti
Kata ganti dipakai oleh penulis skenario untuk menunjukkan di
mana posisi seseorang atau penulis dalam wacana yang biasanya
dilakukan dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif.
Pengungkapan sikap seseorang dalam tulisannya, dapat menggunakan
kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap
tersebut merupakan sikap resmi komunikator. Tetapi, ketika kata ganti
yang dipakai adalah kata “kita”, maka kata tersebut menjadi sikap
representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu.
3) Stilistik
Dalam stilistik yang menjadi pusat perhatian adalah gaya bahasa
penulis.
Gaya, sebagaimana dikutip Alex Sobur adalah cara penggunaan
bahasa oleh penulis dalam suatu kontes tertentu dan dengan maksud
tertentu.15 Dalam stilistik, menurut van Dijk, hal yang diamati adalah
leksikon.
15
Elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta
umumnya terdiri dari beberapa kata yang dapat menunjuk fakta tersebut.
Misalnya kata “meninggal” mempunyai beberapa kata lain seperti : mati,
wafat, terbunuh, gugur, tewas, menghembuskan nafas terakhir, dan
sebagainya.
4) Retoris
Yang terakhir diamati dalam teks adalah segi retoris, di mana ini
merupakan gaya seorang dalam berbicara atau menulis yang mempunyai
fungsi persuasif (mempengaruhi). Dalam elemen ini van Dijk membaginya
ke dalam dua elemen, yaitu :
- Grafis
Elemen ini ditampilkan dengan penggambaran detail berbagai
hal yang ingin ditonjolkan. Bila dalam tulisan berita, biasanya dengan
cara menampilkan huruf yang berbeda dengan huruf yang lain pada
bagian atau kalimat yang ingin ditonjolkan, seperti dengan mencetak
tebal atau miring. Berbeda dengan penulisan berita, pada foto juga
dapat memberikan makna. Misalnya, dalam banyak foto tentang
pemerkosaan, seorang tersangka dipotret dari belakang.
- Metafora
Metafora adalah kata-kata kiasan, ungkapan metafora yang
digunakan penulis sebagai ornament atau bumbu dari apa yang
masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur,
kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat
suci atau hadits yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan
utama.
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur
teks, akan tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan
suatu analisis yang disebut sebagai kognisi social.
Dalam pandangan van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada
struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau
menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi.16
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak
mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau
lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan
dalam memproduksi suatu berita.17
Dimensi ketiga dari anaslisis van Dijk adalah analisis social atau yang
lebih dikenal dengan analisis konteks social. Dalam pandangan ini, van Dijk
menyatakan bahwa wacana yang terdapat dalam sebuah teks adalah bagian
dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti
teks tersebut, perlu mengetahui bagaimana wacana tersebut diproduksi dalam
16
Teun A.van Dijk, “The Interdisciplinary Study of News as Discourse”, dalam Klaus Bruhn Jensen dan Nicholas W. Jankowski (ed.), Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research, London and New York, Routledge,1993, hal.117.
17
masyarakat. Lebih jauh, konteks social itu dihubungkan dengan pengetahuan
yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana.
B. Pengertian Khilafah
Sebelum menguraikan definisi tentang khilafah, penulis merasa perlu
untuk memetakan beberapa kandungan al-Qur’an yang berkaitan dengan
khilafah terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dasar-dasar
normatif-teologisnya.
Di dalam al-Qur’an, terdapat tiga derivasi yang digunakan untuk kata
khalifah
1. Dalam bentuk tunggal: Khalifah
☺
⌧
⌧
⌧
☺
C
☺
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
“sesungguhnya aku hendak menjadikan seseorang khalifah di muka bumi” mereka berkata : “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (Q.S.Al-Baqarah: 30)
Artinya: “ Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu Khalifah
(penguasa) dimuka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S.Shaad: 26)
2. Dalam bentuk jamak : khulafa
⌧
Artinya: “Dan ingatlah olehmu diwaktu Tuhan menjadikan Kamu Khulafa’(yang berkuasa) sesudah kaum a’ad dan memberikan tempat bagimu di bumi Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (Q.S..al-‘Araaf: 74)
☺
⌧
⌧
Artinya: “Atau siapakah yang memperkenankan (doa)orang yang dalam
kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya dan menghangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khulafa’ di bumi...” (QS. An-Naml/27:62)
3. Dalam bentuk Jamak Kasrat18: Khalaif
⌧
☺
Artinya : ” Kemudian Kami jadikan KamuKhalaif mereka di muka bumi
sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat” (QS Yunus/10:14)
☺
⌧ ⌧
Artinya : ” Dialah yang menjadikan kamu khalaif di muka bumi barang
siapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka” (QS. Fathir/35:39)
⌧
⌧
18
Artinya : ”Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan dia dan
orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadiakan mereka itu khalaif dan Kami tenggelamkan orang-orang yang diberi peringatan itu.” (QS.Yunus/10:37)
Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) dalam QS. Al-Baqarah /2:30 dan QS. Shad/38:26
dihubungkan dengan Adam AS dan Daud AS yang diciptakan dan diutus
Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi. Khusus yang berkaitan
dengan Daud As. Dien menyatakan bahwa konsep Khalifatullah membawa
implikasi makna yang bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia.19
Sedang Khulafa’ dalam al-‘araf/7:69 dan 74, dan an;Naml/27:62,
dipergunakan dalam konteks pembicaraan orang-orang yang kafir. Sementara
Khalaif’(
ÎóáÇÆöÝó
) daQS. Yunus/10:14 dan 73; QS. al-An’am/6:165;Fathir/35:39, menurut Abdul Muin Salim, dipergunakan dengan merujuk
kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang beriman pada
khususnya.20
Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) ataukhalaif ( ﺋﻼﺧ) memiliki pengertian yang
berbeda-beda,21 terdapat tiga pengertian : (1) pengganti, (2) pemimpin, dan (3)
penguasa. Khalifah-- yang berakar kata Khalafa—mengandung arti dasar
antara lain; menggantikan, mengikuti, datang kemudian. Menurut Dien,
19
Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani., h.80. 20
Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Quran.,h.110 21
Baik dalam arti “pengganti” wakil Tuhan”, dan “penguasa”, kata
Khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ)melahirkan beberapa kecenderungan penafsiran. Di satu pihak
ada yang menafsirkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan pengertian
khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tertuju kepada manusia secara keseluruhan tanpa ada kaitannya
dengan politik. Sementara di pihak lain, pengertian itu terkait erat dengan
kekuasaan politik yang terwujud dalam bentuk lembaga kekuasaan negara.
Berikut ini beberapa kecenderungan penafsiran dan argumentasinya
masing-masing:
Menurut Dawam Raharjo, khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yakni kepala negara dalam
pemerintahan Islam, memang merupakan istilah akl-Qur’an. Tetapi dalam
al-Qur’an kata ini memiliki banyak arti atau interpretasi. Oleh karenanya
ayat-ayat yang mengandung pengertian kata khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) tersebut tidak dapat
dijadikan dasar hukum mengenai wajibnya mendirikan suatu khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ)
atau kekuasaan politik.
Menurut Dawam, Allah telah mengisyaratkan suatu konsep tentang
manusia, yaitu sebagai khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ). Khalifah adalah sebuah fungsi yang
diemban manusia berdasarkan amanat yang diterimanya dari Allah Swt.
Amanat ini pada intinya adalah tugas mengelola bumi secara bertanggung
22
jawab,
gaku
sebaga
ni yang dimaksud dengan sekulerisasi; memecahkan
dengan menggunakan akal yang telah dianugrahkan Allah
kepadanya,23
Al-Quran (QS. Al-Baqarah/2:30) menyebut prihal Nabi Adam AS.
Sebagai perwujudan dari fitrah sifat primoldial dan sebagai khalifah Allah di
muka bumi. Dengan demikian, manusia pada dasarnya berposisi sebagai
kholifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) Allah Swt. Hal yang sama juga terjadi pada Nabi Muhammad
SAW. Di satu sisi Muhammad SAW adalah khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) (penerus) fungsi
kekhalifahan yang pertama kali diberikan oleh Allah SWT. kepada Nabi
Adam AS. Di kemudian hari, beberapa sahabat juga mengklaim gelar ini
setelah Muhammad SAW wafat. Bahkan lebih jauh para sahabat men
i wakil (pengganti) dan menjalankan fungsi sebagai pemimpin spiritual
dan sekaligus sebagai penguasa temporal sebuah pemerintahan Islam.24
Senada dengan pendapat Dawam, Nurcholis Majid juga
mengemukakan pendapat yang sama. Dengan ide “sekulerisasi”-nya, ia
berpendapat bahwa peran kekhalifahan manusia, di mana ia sebagai pengganti
Tuhan di bumi, mengandung arti bahwa segala urusan bumi ini diserahkan
kepada umat manusia. Pemberian beban kekhalifahan kepada manusia ini
didasari dengan pertimbangan bahwa manusia memiliki daya intelektualitas,
akal dan pikiran. Dengan daya rasio itulah, manusia mengembangkan diri di
dunia ini. Dalam kaitan i
ramadina٫ (Jakarta: Paramadina٫1996) , Cet.Ke-1, h.363-364 23
M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi al-Quran: Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-konsep Kunci,(Jakarta: Pa
24
dan m
a, memelihara, mengurus dan
mengem
an
kedaula
emahami masalah-masalah duniawi ini, dengan mengerahkan
kecerdasan atau rasio.25
Adapun khalifah, (khalifah) yang sering digunakan dalam konteks
lembaga kepemimpinan berarti: (1) penggantian terhadap diri Rasulullah
SAW. dalam upaya menjaga dan memelihara agama serta mengatur
urusan-urusan dunia; (2) Suatu lembaga kekuasaan yang menjalankan tugas
Rasulullah SAW. untuk memelihar
bangkan dan menjaga agama serta mengatur urusan duniawi umat: (3)
kepemimpinan atau pemerintahan.26
Berkaitan dengan pengertian bahwa khalifah adalah suatu lembaga
kekuasaan yang menjalankan tugas Rasulullah SAW,. Abul ‘Ala al-Maududi
menyatakan doktrin tentang khalifah (ﺔ ﻴﻠﺧ) yang disebut dalam al-Qur’an
menunjukkan bahwa segala sesuatu di atas bumi ini, hanyalah karunia Allah
SWT.27 Menurut Maududi bentuk pemerintahan yang benar adalah adanya
pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di
bidang perundang-undangan menyerahkan segala kekuasaan legislatif d
tan hukum tertinggi kepada keduanya dan meyakini bahwa
khilafahnya itu mewakili sang-hakim yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.28
25
Nurcholis Madjid, Islam: Kemodernan dan Keindonsiaan, (Bandung: Mizan, 1998),Cet. Ke-2, h.60
26
M. Abdul Mujieb, et.al.,Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1995), Cet. Ke-2,h.60
27
Abul ’Ala al-Maududi, Khalifah dan Kerajaan: Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, (Terj.) (Bandung: Mizan,1994), Cet. Ke-4, h.64
28
i
dari se
tidak ada
hubungannya dengan khilafah (ﺔ ﻼﺧ) dalam arti lembaga kekuasaan politik.
at sebaliknya, bahwa peran kekhalifahan
a dan dunia akan tercapai jika
alifahan yang bersandar pada wahyu Illahi.
C. Majala
1. Sek
a.
Qur’an dan hadits sebagai sumber utama yang meliputi akidah,
syariah, dan akhlak. Ajaran-ajaran tersebut, bukan hanya berkaitan
gi kepentingan hidupakhirat.”29 Peranan manusia dalam berinteraksi
menerapkan metodologi khilafah (ﺔ ﻴﻠﺧ), menurutAbdul Majid an-Najar,
mengacu pada wahyu Illahi dan akal kemanusiaan, yaitu
nash(petunjuk-petunjuk wahyu) dan ‘aqli (peranan akal).30
Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa sebagian ulama
berpendapat bahwa konsep khilafah (ﺔ ﻼﺧ) dalam al-Qur’an
Sementara di sisi lain, berpendap
manusia dalam mengatur segala urusan agam
ditegakkan dengan kekh
h sebagai media Dakwah
ilas tentang Materi dan Media Dakwah
Materi Dakwah
Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh juru
dakwah itu sendiri. Materi dakwah pada dasarnya bersumber dari
al-29
Ibn Khaldun, Muqaddimah, (terj.) (Jakarta : Pustaka firdaus,2000), Cet. Ke-2, h.234 30
dengan eksistensi dan wujud Allah SWT, namun lebih kepada
bagaimana menumbuhkan kesadaran mendalam agar manusia mampu
meman
ejabat,
atau ke
empat ajaran yang harus tercermin dalam
gama
sia lain dan hubungan manusia dengan lingkungannya), dan
aha
Esa
ifestasikan ajaran-ajaran tersebut dalam ucapan, pikiran, dan
perbuatan sehari-hari.31
Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan materi yang tepat
dan sesuai dengan penerima dakwah. Karena, materi yang diperlukan
untuk suatu kelompok masyarakat belum tentu cocok untuk
masyarakat yang berbeda. Tentulah berbeda materi dakwah utuk
pemuda, mahasiswa, petani, pekerja kasar, pegawai negeri, p
lompok lainnya. Sifat penerima dakwah yang heterogen itulah,
yang menjadikan materi dakwah itu beragam dan harus kreatif.
Secara umum, ada
materi dakwah yang disusun berdasarkan dalil dan pedoman a
dari al-Qur’an dan hadits.
1) Ajaran tentang pendasaran niat atas semua tindakan manusia.
2) Ajaran tentang halal dan haram.
3) Ajaran tentang tingkah laku dunia (hubungan manusia dengan
manu
tingkah laku agama (hubungan manusia dengan Tuhan Yang M
)
4) Ajaran tentang iman yang disertai dengan Islam dan Ihsan.32
31
Moh. Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah (Jakarta: Mitra Cahaya Utama, 2006), h.22-23.
32
Dengan adanya perkembangan teknologi dan kemajuan
pengetahuan, maka materi dakwah perlu disuaikan dengan kehidupan
masyarakat global. Materi tidak hanya sekedar bagaimana shalat yang
benar, puasa yang sah, zakat yang tepat, dan kegiatan ritual lainnya,
paya unuk meningkatkan ekonomi yang berwawasan
keislam
an, atau pun mengupayakan agar dakwah dapat merambah
dunia teknologi informasi, internet, dan sebagainya.33
Media Dakwah
Onong Uchjana Effendi menyebutkan bahwa yang dimaksud
komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa modern
yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran
radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang
dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.34 Namun, menurut Everett
M. Rogers, sebagaimana dikutip Onong
kasi massa bukan hanya pada media massa modern, tetapi juga
terdapat pada media massa tradisional seperti teater rakyat, juru
dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain.35
Edward Sappir menganggap media atau channel mengandung
dua pengertian. Pertama, media sebagai saluran primer, yaitu lambing
misalnya bahasa, kial, (gesture), gambar, atau warna.
Lambang-lambang ini dipergunakan khusus dalam komunikasi tatap muka.
Kedua, media sekunder adalah media yang berwujud baik media
33
Ardani, Memahami Permasalahan Fikih Dakwah, h.23. 34
Onong, Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi, h.79. 35
massa, misalnya surat, telepon, atau poster. Jadi, komunikator pada
komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya
bahasa, sedangkan komunikasi bermedia seorang komunikator,
misalny
slam tidak akan lepas dari sarana atau media. Kepandaian
dengan indera telinga, seperti radio,
ngkap mata.
ual, berbentuk gambar hidup yang dapat didengar
2.
a wartawan menggunakan dua media, yakni media primer
seperti bahasa dan media sekunder seperti sarana yang dia
operasikan.36
Seorang da’I atau juru dakwah dalam menyampaikan ajaran
agama I
memilih media merupakan salah satu unsur keberhasilan dakwah.
Hamzah Ya’qub membagi sarana atau media dakwah menjadi tiga
bagian:
1) Spoken words, yakni media dakwah yang berbentuk ucapan atau
bunyi yang ditangkap
telepon, dan lainnya.
2) Printed writing, berbentuk tulisan, gambar, lukisan, dan sebagainya
yang dapat dia
3) Audio vis
sekaligus dapat dilihat, seperti televise, video, film, dan
sebagainya.37
Definisi Majalah
Majalah secara terminologi berasal dari bahasa Perancis, magazine
yang berarti a general storehouse atau gudang yang berisi aneka ragam,
36
Ibid., h.258. 37
sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, majalah
adalah terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai macam liputan
jurnalistik, pandangan tentang topik actual yang patut diketahui pembaca,
dan menurut waktu penerbitannya dibedakan atas majalah bulanan, tengah
bulanan
tunjuk memasak dan membuat
macam
erbitkan mingguan, dwimingguan, bulanan. Majalah biasanya
memiliki artikel mengenai topik populer ditujukan kepada masyarakat
, mingguan, dan sebagainya. Menurut pengkhususan isinya
dibedakan atas majalah berita, remaja, olahraga, sastra, ilmu pengetahuan
tertentu.38
Menurut Totok Djuroto, majalah adalah kumpulan berita, artikel,
cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak dalam lembaran kertas ukuran
kwarto atau folio, dijilid dalam bentuk buku.39
Definisi lain menyatakan bahwa majalah adalah surat kabar berkala
yang terbit tiap minggu, tiap bulan, dsb; isinya bermacam-macam: berita,
laporan, cerpen, cerbung, puisi, mode, pe
-macam keterampilan; ada yang khusus untuk wanita, khusus untuk
anak-anak, khusus karangan ilmiah, khusus agama, khusus tentang olah
raga, khusus berisi bacaan untuk remaja.40
Ada juga yang menyatakan majalah adalah penerbitan berkala yang
berisi bermacam-macam artikel dalam subyek yang bervariasi. Majalah
biasa dit
38
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1969), h. 545
k Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), h
umum
ya itu. Jarak waktu penerbitan majalah lebih panjang daripada surat
kabar (
n lain-lain. Ini
istik sebagai berikut:
itusi yang jelas.
c. Ko
ed back) umumnya bersifat tidak langsung atau
antara komunikator dengan komunikan
terhalang oleh medium.
dan ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak
orang.41
Sedangkan dalam pengertian ensiklopedia umum Hasan Shadily
memberikan batasan pengertian majalah sebagai berikut: ”Bentuk
penerbitan berkala, memuat karangan-karangan yang berupa pembahasan
yang ditulis oleh berbagai pengarang yang bertanggung jawab penuh atas
karyan
misalnya: majalah mingguan, dwi mingguan, bulanan, tri wulan,
dll).42
Saat ini jenis-jenis media massa cetak sangat banyak jumlahnya
antara lain surat kabar, majalah, tabloid, buletin, da
merupakan kemajuan yang luar biasa, adapun majalah sebagai media
komunikasi massa memiliki karakter
a. Komunikator dapat berupa perorangan atau melalui organisasi yang
mempunyai inst
b. Pesan (message) diproduksi secara besar-besaran dan disebarluaskan
pada pembaca.
munikasi pada umumnya merupakan publik yang bersifat anonim
(tidak saling mengenal).
Umpan balik (fe
tertunda karena kontak langsung
41
http://wikipedia-indonesia/majalah.html. 15 Mei 2009 42
3. Sejarah
ita kenal saat ini baru ada
setelah
tkan oleh John Rist, seorang teolog dan penyair dari
Hambu
t, dan mutiara hikmah (resep yang terbukti populer dan ditiru secara
luas).
Spectat
majalah berharga murah, yang
ditunjukkan kepada publik yang lebih luas.
Perkembangan Majalah
Meskipun pada masa Cina kuno pernah diterbitkan sesuatu yang
menyerupai majalah, tetapi majalah yang k
ditemukannya mesin cetak di Barat.43
Majalah yang paling awal Erbauliche Monaths-Unterredunge
(1663-1668) diterbi
rg, Jerman.
Lalu muncul majalah yang isinya lebih ringan, atau berkala
hiburan, pertama kali terbit pada tahun 1672, yaitu Mercure Galant
(berubah nama pada 1714, menjadi Mercure de France), didirikan oleh
seorang penulis, Jean Donneau de Vice. Isinya: Kisah-kisah kehidupan,
anekdo
Perkembangan berikutnya di Inggris yang ditulis oleh Daniel
Defoe’s The Review 1704-13; terbit seminggu tiga kali); SIR Richard
Steele’s The Tatler(1709-11; juga terbit tiga kali dalam seminggu), yang
dilanjutkan oleh Joseph Addison; dan Adisson dan Steele’s dalam The
or (1711-12; diterbitkan kembali pada tahun 1714, sebagai harian).
Di awal terbitnya, berbagai majalah didesain hanya untuk kalangan
terbatas. Penerbitannya lebih suka disebut pengelola “quality” magazins.
Sejak tahun 1830-an, bermunculan
majalah-43
Awalnya berbagai majalah ini menyajikan materi-materi yang
bersifat meningkatkan, mencerahkan, dan menghibur keluarga, tapi pada
akhir abad 18, berkembang majalah-majalah populer yang semata-mata
menyajikan hiburan. Di Inggris, Charles Knight, menjadi pelopor jenis
baru ini, ia menerbitkan mingguan Penny Magazine (1832-1846), dan
Penny Cyclopaedia (1833-1858).
Di AS, sampai tahun 1850, perkembangan itu tidak ditemukan.
Yang tercatat mengembangkan penerbitan berskala nasional, jangkauan
oplahnya ialah Saturday Evening Post (1821-1869), terbit lagi tahun 1971)
dan Youth Companion (1827-1929).44
Pada seperempat akhir abad ke-19, penerbitan majalah mengalami
peningkatan pasar. Masyarakat mendapati limpahan informasi dan
hiburan. George Newnes (Inggris), berawal dari kesukaannya
menggunting paragraf-paragraf, pada tahun 1881 menyalurkan hobinya
kedalam penerbitan majalah “murah” (Penny),Tit-Bits pada tahun 1968
merubah Tirbits yang terbit secara periodik, dan menyabar secara meluas
melintasi batas negara. Ia mengawali keberhasilan sebuah imperium
penerbitan, yang diikuti oleh Country Life (berdiri tahun 1897), Wide
Word Magazine (1898), juga The Strand Magazine (1891-1950) salah satu
majalah hiburan bulanan pertama dengan banyak ilustrasi. The Strand
menjadi populer dan terkenal karena memuat kisah-kisah Sherlock Holmes
karya Arthur Conan Dolye.
44
Di AS, booming penerbitan majalah setelah ekspansi besar-besaran
pasca perang sipil, juga berkat meningkatnya kecepatan pengiriman
majalah lewat pos (1879). Terjadi jarak cukup senjang antara majalah
“mahal” dan bergengsi (seperti Haper’s and Scribner’s dengan mingguan
murah seronok). Samuel Sydney McClure ialah sosok yang memulai jarak
itu, melalui industri penerbitan bulanan dari harga jual umum 25 sampai
35 cents. Cara McClure ini kemudian diikuti. Tujuan: mengejar
peningkatan sirkulasi.
Di India, penerbitan majalah awal diterbitkan oleh orang-orang
Inggris (kalangan kolonial), Oriental magazine, ialah majalah awalnya,
atau Calcuta Amusement (1785-1786); lalu, diikuti sejumlah penerbit
misionaris yang umumnya berumur pendek. Majalah pertama yang
didirikan dan diedit oleh orang India. Ialah Hindustan Review, terbit sejak
tahun 1900.45
Para misionaris ialah kalangan yang merintis penerbitan di Cina.
Dengan mengambil tempat percetakan di Malaka, Chinese Montly
Magazine terbit sejak tafun 1815 sampau 1822, diikuti East-West Montly
Macazine, yang dicetak di Canton sejak tahun 1833 sampai tahun 1833
sampai tahun 1837 dan di Singpura dari tahun 1837 sampai tahun 1847.
Perkembangan kehidupan yang memola waktu masyarakat
semakin cepat, di abad 20, serta teknologi cetak yang telah mengirimkan
45
limpahan informasi demikian rupa, telah mendorong tumbuhnya
penerbitan majalah yang ringkas, padat, dan pendek dan sajian-sajiannya.
Yang pertama melihat itu, dan sekaligus memunculkan kelas baru
bagi dunia penerbitan, ialah majalah berita Amerika Time, yang diterbitkan
tahun 1923 oleh Briton Hadden dan Henry Luce.
Perkembanagan abad 20 juga melahirkan bentuk majalah-majalah
ulasan ilmiah, berkala politik-budaya, serta majalah kesustraan.46
Majalah memiliki keunggulan yang lain dibandingkan dengan
media massa lainnya, keunggulan itu antara lain mudah dijangkau oleh
masyarakat, karena harganya relatif murah. Meski tidak seaktual surat
kabar yang terbit tiap hari, majalah yang terbit tiap mingguan, dwi
mingguan, atau bulanan memiliki efek edukasi yang lebih tinggi. Para
pengelola majalah juga mempunyai strategi dan gaya penyajian tersendiri
agar majalah tetap menarik untuk dibaca kapanpun dimanapun.
Selain itu majalah juga memiliki kelebihan lain diantaranya adalah:
a. Analisis beritanya lebih panjang lebar (jurnalisme interpretative)
b. Dibandingkan Koran, majalah lebih kuat mengikat emosi pembaca
c. Memiliki perspektif (pandangan) nasional sehingga terbebas dari
sentimen kedaerahan
d. Ia merupakan sumber rujukan sehari-hari yang murah. Majalah
membahas segala macam masalah dari yang kecil sampai yang
penting.
46
e. Interpretasi berita oleh majalah bias menjadi sumber pengetahuan yang
bermanfaat.
4. Majalah Sebagai Media Dakwah
Selain itu majalah juga dapat dijadikan alat publikasi yang
beraneka ragam. Ciri khas dari majalah adalah dapat dibaca
berulang-ulang kali, sehingga dapat dipahami atau dihapal sampai mendetail.47
Dari keunggulan-keunggulan ini maka majalah adalah alat yang
cukup baik untuk berdakwah. Selanjutnya akan dibahas tentang dakwah
itu sendiri, agar dapat lebih dipahami sisi pentingnya dakwah melalui
media massa.
Dakwah secara terminologi syar’I adalah “usaha untuk merubah
keadaan yang rusak (yang tidak Islami), menjadi baik sesuai dengan
Islam”.48
Dakwah adalah aktivitas wajib bagi setiap muslim Imam Ibnu
Taimiyah saat membahas ‘amar makruf nahi munkar (dakwah)
menyatakan bahwa “hukum perbuatan tersebut (‘amar ma’ruf nahi
munkar) adalah wajib atas setiap muslim yang memiliki kemampuan, dan
statusnya adalah fardhu kifayah. Namun, fardhu tersebut, bias berbah
menjadi fardhu’ain atas orang-orang yang mampu apabila kewajiban
tersebut belum dilaksanakan oleh orang lain”.49
Juga seorang Hujjahal Islam Imam al-Ghazali berkata:
47
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa Dalam Pandangan Islam, h. 26-30. 48
Hafidz Abdurrahman, Islam Politik dan Spiritual, (Singapore: Lisan Al-haq, 1998),h.231
49
Sesungguhnya aktivitas amar makruf nahi munhkar adalah poros yang paling agung dalam agama. Karena aktivitas inilah Allah mengutus para Nabi seluruhnya. Seandainya umat Islam mengkerdilkasn amar makruf nahi mungkar, tidak mau memahami dan mengamalkannya, tentu akan berhenti nubuwwah ini, kesesatan akan tersebar luas, kebodohan akan menjadi hal yang lumrah, kerusakan akan merajalela, pelanggaran akan semakin meluas, negeri-negeri akan hancur, dan manusia akan binasa.50
Karena dakwah adalah sebuah kewajiban, dan wajib pula menjadi
poros dalam kehidupan maka setiap aktivitas kehidupan kita tidak boleh
terlepas dari tujuan berdakwah, termasuk dalam hal melakukan
komunikasi massa.
Keunggulan dari dakwah melalui tulisan dibandingkan dengan
format dakwah bentuk lain adalah sifat objeknya yang pasif dan
cakupannya yang luas. Pesan dakwah yang disampaikan melalui tulisan
dapat dierima oleh ratusan, ribuan, bahkan jutaan pembaca dalam waktu
yang hampir sama.51
Maka penggunaan media massa khususnya majalah sebagai alat
pengkonstruk masyarakat untuk digunakan sebagai media berdakwah
adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan.
Hartono A. Jaiz menjelaskan tiga fungsi dakwah bil qolam (lewat
tulisan), sebagaimana yang dikutip oleh Suf Kasman, yaitu:
50
Al Imam Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ihya, ihya al’ulum al din, (Semarang: Maktabah wa Maktabah wa Mathba’ah Thoha Putra, tt), jilid 2, h.302
51
a. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. Informasi Islam
yang dimaksud disini adalah informasi yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadits.
b. Berupaya mewujudkan/menjelaskan seruan Al-Qur’an secara cermat
melalui berbagai media cetak untuk mengembalikannya kepada fikrah
dan keuniversalannya serta menyajikan produk-produk Islam yang
selaras dengan pemikiran.
c. Menghidupkan bidang-bidang bernuansa pemikiran, politik, budaya,
social, dan lain-lain.52
Selain itu dengan media cetak pesan dakwah yang disampaikan
akan memberi pengaruh yang lebih dalam dibandingkan dengan suara
lisan seorang ahli pidato, karena pidato lisan dari seorang orator dapat
memikat jutaan massa dalam waktu sesaat, tetapi bias tiada membekas dan
menyerap dalam hati. Sedangkan dengan media cetak, tulisan atau sari
pena dari seorang pengarang cukup berbicara satu kali dan akan melekat
terus menerus dalam hati serta bisa menjadi buah tutur tiap hari.53
52
Suf Kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah bil al-Qolam dalam Al-Qur’an (Jakarta: Teraju, 2004), h.188