• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK, SHUGYOSHA,

2.1 Pengertian Komik/Manga

Menurut Sudjoko dalam Suharjanto (2006: 20), kata comic dalam bahasa Inggris semula berarti kisah jenaka dalam gambar. Kata ini kemudian menjadi pergeseran makna menjadi kisah yang disampaikan dengan gambar dan tidak selamanya jenaka.

Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik, yaitu cergam. Istilah cergam dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama

1970

menurut terlebih dahulu digunakan, dan konotasinya menjadi lebih bagus, meski terlepas dari masalah tepat tidaknya dari segi kebahasaan atau etimologis katanya.

McCloud (2001: 149) mendefinisikan komik sebagai gambar yang menyampaikan informasi yang menghasilkan respon yang esterik pada para penikmatnya. Komik juga merupakan imaji yang berderet, kemudian berdampingan dalam satu urutan, dengan tujuan menyampaikan informasi serta menghasilkan respon artistik bagi yang membaca.

Darmawan (2012: 38) menjabarkan definisi komik McCloud secara sederhana, sebagai berikut:

1. Imaji (umumnya berupa gambar) yang disusun secara sengaja.

2. Imaji-imaji itu biasanya berada dalam sebuah ruang yang lazimnya diberi garis batas dan biasa disebut panel. Harap dicatat: bisa saja sebuah panel tidak diberi garis batas.

3. Imaji-imaji yang dimaksud untuk mengandung “informasi” itu disusun agar membentuk sebuah “cerita”.

4. Imaji-imaji yang dimaksud juga bukan hanya gambar, tapi bisa jadi simbol-simbol lain, dan kadang sangat khas untuk komik, seperti: balon kata, balon pikiran, caption, efek bunyi. Bahkan teks pun bisa diperlakukan sebagai imaji, dengan cara penulisan yang khusus untuk menggambarkan, misalnya, emosi tertentu. (Misalnya, huruf kapital dan bold untuk menggambarkan teriakan)

5. Susunan imaji dan/atau susunan panel adalah tuturan khas-komik.

Komik memiliki beberapa unsur, Berger dalam Suharjanto (2006: 26) merincikan unsur-unsur dalam komik sebagai berikut :

1. Cara yang digunakan untuk menggambarkan karakter.

2. Ekspresi wajah yang digunakan untuk menunjukan perasaan atau pernyataan emosi dari berbagai karakter.

3. Balon kata digunakan utuk menunjukan dialog tokoh, kadangkala kata-kata tertentu diberi tekanan dengan dicetak tebal atau dibentuk dengan tipografi khusus.

4. Garis gerak yang digunakan untuk menunjukkan gerakan dan kecepatan. 5. Panel di bawah atau di atas bingkai. Panel digunakan untuk menjaga

kontinuitas dan menjelaskan apa yang diharapkan atau apa kelanjutan sekurn berikutnya. Jenis-jenis panel dibagi dalam tiga kelompok: pertama, beberapa panel dalam satu halaman; kedua, satu panel dalam satu halaman penuh tanpa garis bingkai (dapat berupa gambar, bahasa atau keduanya); dan ketiga, satu panel dalam dua halaman (sebuah gambar terpotong menjadi dua halaman).

6. Latar yang dimaksud untuk menuntun pembaca pada konteks wacana yang sedang diceritakan

7. Aksi dalam kartun yang terdapat dalam panel

McCloud (2001: 63-69) menyebutkan satu unsur yang berkaitan dengan rangkaian panel yaitu closure atau partisipasi. Closure adalah fenomena mengamati bagian-bagian tetapi memandangnya secara keseluruhan. Closure menghubungkan tiap panel yang dipisahkan oleh suatu ruang di antara panel, disebut “parit”. Panel komik mematahkan waktu dan ruang menjadi suatu peristiwa yang kasar, dengan irama yang patah-patah, serta tidak berhubungan.

Closure memungkinkan kita menggabungkan peristiwa-peristiwa tersebut dan menyusun realita yang utuh dalam pikiran. Perbendaharaan komik adalah lambang

visual yang tergantung pada pengaturan elemennya, jadi bisa dikatakan komik sebenarnya adalah closure. Closure hanya berarti jika ada partisipasi dari pembaca yang merupakan kekuatan terbesar sebagai sarana utama dalam komik untuk menyimulasikan waktu dan gerakan.

Jenis-jenis closure, peralihan panel-ke-panel dalam komik, dibagi menjadi enam golongan:

1. Waktu ke waktu. Peralihan ini memerlukan closure yang sedikit.

2. Aksi ke aksi. Peralihan ini menunjukan kemajuan tindakan objek yang tunggal.

3. Subjek ke subjek. Situasi ini masih dalam satu adegan atau gagasan. Tingkat keikutsertaan pembaca diperlukan agar peralihan tersebut bermakna

4. Adegan ke adegan. Peralihan ini membawa kita melintasi ruang dan waktu, serta memerlukan pemikiran deduktif.

5. Aspek ke aspek. Peralihan ini kebanyakan tidak mengenal waktu dan mengatur pandangan yang mengembara terhadap aspek tempat, gagasan, dam suasana hati yang berbeda.

6. Non-sequitur atau bukan rangkaian. Peralihan ini tidak menunjukan hubungan yang logis antara panelnya.

Pengelompokan di atas bukanlah ilmu pasti, tetapi dapat dijadikan alat untuk mengurai seni penceritaan komik. Sejauh ini jenis peralihan yang paling banyak dipakai dalam komik adalah jenis kedua, yaitu aksi ke aksi (McCloud, 2001: 70-80).

Selain unsur-unsur gambar di atas, terdapat juga unsur lain yaitu unsur verbal, meskipun ada juga komik yang tidak menggunakan bahasa verbal. Kehadiran bahasa verbal di dalam sebuah komik dapat membantu pembaca memahami tema yang diangkat oleh komik tersebut. Tabrani dalam Suharjanto (2006: 28) menjelaskan dua peranan penting bahasa verbal dalam komik, yaitu: pertama, sebagai pengungkap ujaran pencerita atau narasi. Pada peranan ini, bahasa verbal digunakan sebagai alat untuk menceritakan deskripsi situasi, termasuk di dalamnya efek yang ditampilkan gambar. Pembaca mendapatkan pengetahuan mengenai keadaan yang ditampilkan dalam kartun melalui bahasa verbal yang terdapat pada kartun tersebut. Kedua, peranan bahasa verbal sebagai pengungkapan ujaran tokoh. Bahasa verbal adalah alat untuk mengetahui maksud tindakan yang ditampilkan tokoh dalam bentuk gambar.

Berbicara tentang komik, tentu saja akan terlintas nama suatu negara yang memiliki industri komik terbesar di dunia, yaitu Jepang. Komik di Jepang disebut manga. Dilihat dari kanjinya, manga (漫 画) terdiri dari dua kanji, yaitu kanji 漫 (man) yang berarti ‘sesuatu yang lucu’ dan (ga) yang berarti ‘gambar’. Maka jika digabungkan, manga berarti gambar yang lucu. Oleh karena itu, manga menjadi istilah untuk menyebut komik dalam bahasa Jepang.

Manga memang memiliki ciri khasnya sendiri, tapi secara mendasar tidak jauh berbeda dengan komik dari negara di luar Jepang. Oleh karena itu, pendapat para ahli dalam mendefinisikan komik dapat juga dipakai untuk mendefinisikan manga. Karena banyaknya manga yang terbit di luar Jepang, istilah manga pun tidak hanya

digunakan di Jepang, tetapi juga digunakan di luar Jepang untuk menyebut komik buatan Jepang.

Istilah pembuat komik di Indonesia disebut dengan komikus, sedangkan di Jepang disebut mangaka (漫画家). Sama seperti istilah manga yang digunakan untuk menyebut komik buatan Jepang di luar Jepang, istilah mangaka juga dipakai di luar Jepang untuk menyebut komikus Jepang.

Manga menyajikan cerita dengan khayalan-khayalan yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari seperti tentang sekolah, perkantoran, masyarakat dalam komunitas tertentu dan lain-lain. Dalam setiap karyanya, mangaka berusaha menyajikan sesuatu yang tidak bersifat menggurui pembacanya, tetapi cukup mempengaruhi mentalitas pembaca, serta menggugah perasaan para pembacanya.

Dokumen terkait