• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.2 Tinjauan teoritis

2.2.2 Pengertian Konsumsi

Dalam makro ekonomi, “Konsumsi adalah jumlah seluruh pengeluaran perorangan atau negara untuk barang-barang konsumsi selama satu periode tertentu”. Tegasnya konsumsi menyangkut barang-barang yang digunakan habis, dinikmati atau di makan selama periode bersangkutan. Dalam prakteknya banyak barang-barang konsumsi tersebut umumnya mungkin melebihi periode waktu tersebut seperti baju, tas, baju atau mobil.

Menurut Mankiw (2000:17) “ Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga, konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable Goods) adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi,

alat-alat elektronik, ponsel dan lainya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti potong rambut dan berobat ke dokter”. Yang dibelanjakan untuk pembelian barang-barang dan jasa guna mendapatkan kepuasan dan memenuhi kebutuhan.”

Konsumsi merupakan kegiatan menggunakan, mengurangi atau menghabiskan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan. Berikut pengertian konsumsi menurut para ahli, sebagai berikut:

a. Menur ut Drs. Hananto dan Sukarto T.J

Konsumsi adalah bagian dari penghasilan yang di pergunakan untuk membeli barang-barang atau jasa-jasa guna memenuhi hidup.

b. Menur ut Albert C Mayers

Konsumsi adalah penggunaan barang-barang dan jasa yang langsung dan terakhir guna memenuhi kebutuhan hidup manusia

c. Menur ut ilmu ekonomi

Konsumsi adalah setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

Semakin besar pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan adalah hasrat marjinal untuk berkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pendapatan dinamakan hasrat marjinal untuk menabung (Marginal to Save,MPS). Pola konsumsi yang dialami masyarakat atau rumah tangga

keluarga secara umum bahwa semakin besar pendapatan maka akan semakin besar pula jumlah pengeluaran konsumsinya.

2.2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengar uhi Konsumsi

Di pasar, konsumen membeli barang serta jasa yang diperlukan. Barang dan jasa itu berbeda antara pembeli satu dengan pembeli lainnnya. Perbedaan itu mencakup jenis, corak, jumlah, mutu, dan model. Hal ini terjadi oleh karena beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam kegiatan konsumsinya. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain:

a. Pendapatan

Pendapatan adalah balas jasa yang diterima oleh pemilik factor produksi. Semakin tinggi pendapatan suatu rumah tangga, maka tingkat konsumsinya semakin tinggi. Sebaliknya jika pendapatannya kecil maka konsumsinya juga kecil.

b. Harga Barang dan Jasa

Banyak sedikitnya barang yang akan dikonsumsi tergantung harga barang.

c. Kebiaasaan Konsumen (sikap)

Sikap seseorang mempengaruhi tingkat konsumsi. Jika pola hidupnya boros maka ia cenderung konsumtif.

d. Adat-istiadat

adat-istiadat akan mempengaruhi konsumsi. Misalnya dalam upacara ritual dibutuhkan barang-barang tertentu. Jenis dan banyaknya barang yang dibutuhkan tentunya disesuaikan dengan upacara ritualnya serta tempat

adat istiadat yang bersangkutan itu tumbuh. Dengan demikian perbedaan adat istiadat antardaerah ini tentunya akan mempengaruhi tingkat konsumsi.

e. Mode barang

Mode barang yang lagi ngetrend mempengaruhi orang untuk melakukan konsumsi. Misalnya saat sedang menjadi mode, barang tertentu banyak diminati sehingga selalu laku dipasar. Dengan demikian, mode dapat mempengaruhi tingkat konsumsi.

f. Barang subtitusi

Barang subtitusi (pengganti) pada gilirannya akan

mempengaruhi konsumsi. Jika harga barang jenis A mahal maka kita mencari barang subtitusi dari barang A yang lebih murah. Misalnya, ember plastik merek tertentu naik harganhya. Keadaan ini mendorong para ibu mencari ember plastik merek lain yang lebih murah.

2.2.2.2 Pengeluaran Konsumsi rumah Tangga

Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhanya dalam satu tahun tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk memenuhi kebutuhanya, dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi (Sukirno, 1994:38).

Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga digolongkan sebagai konsumsi (rumah tangga). Kegiatan rumah tangga untuk membeli rumah digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti membayar asuransi dan mengirim uang kepada orang tua (atau anak yang sedang bersekolah) tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan pembelanjaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian (Sukirno 2004:57).

Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka, makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Sifat penting lainya dari konsumsi rumah tangga adalah hanya sebagian saja dari pendapatan yang mereka terima yang akan digunakan untuk pengeluaran konsumsi (Sukirno,1981:104).

Untuk memahami pengeluaran konsumsi, ada baiknya terlebih dahulu memahami beberapa teori tentang pengeluaran konsumsi yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi. J.M Keynes dalam tulisannya menyatakan bahwa :

“Konsumsi seseorang akan tergantung pada tingkat pendapatan yang telah diterima ( pendapatan aktual atau absolut ) oleh seseorang atau masyarakat”.

Di dalam teori tersebut Keynes menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan aktual maka kenaikan konsumsi seseorang lebih kecil dari kenaikan pendapatan aktual yang diterima. Hal ini dikarenakan seseorang pasti menyisihkan sebagian pendapatan yang diterimanya untuk tujuan lain yaitu menabung dan membayar hutang. Teori yang dikemukakan oleh Keynes

tersebut serupa dengan yang diungkapkan oleh Ando, Modigliani dan Brunberg.

“Menurut mereka, pengeluaran konsumsi akan tergantung dari siklus hidup seseorang pada saat seseorang belum, bekerja, maka untuk membiayai pengeluaran konsumsinya ia akan disubsidi oleh oleh orang tuannya atau hutang. pada saat sudah bekerja ia akan menyisihkan sebagian pendapatannya guna ditabung untuk membayar utang sebelum ia bekerja dan membiayai konsumsi setelah pensiun, seperti telah disebutkan, ia akan memakai tabungannya untuk membiayai konsumsinya”.(Kamaluddin,2009:2).

Sedangkan menurut Milton Friedman ( 1957:14 ) menyatakan bahwa, “konsumsi seseorang tergantung pada pendapatan permanennya (pendapatan yang rutin ia terima setiap periode tertentu ) dan bukan pada pendapatan transiteori (pendapatan yang tak terduga)”.

Jika ahli ekonomi diatas menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi sangat dipengaruhi oleh pendapatan absolut atau pendapatan permanennya, maka sedikit berbeda dengan teori J ames Dussenber ry (1949:35) yang menyatakan bahwa : “Pengeluaran konsumsi seseorang bukan tergantung dari pendapatan absolute aktualnya tetapi tergantung dari pendapatan relatifnya”. (Kamaluddin,2009:43)

Maksud dari teori James Dussenberry tersebut adalah konsumsi seseorang tergantung dari tingkat pendapatannya disbanding atau relatif terhadap pendapatan orang lain. Orang yang pendapatannya lebih rendah akan meniru pola konsumsi orang yang pendapatannya lebih tinggi di sekelilingnya.

Karakteristik lain dari pengeluaran konsumsi adalah sekali pengeluaran konsumsi seseorang meningkat, maka tidak mungkin pengeluaran konsumsi tersebut menurun sekalipun pendapatannya menurun.

Dari beberapa teori tersebut maka dapat dikatakan bahwa pengeluaran konsumsi merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhannya di mana pengeluaran tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatannya tetapi juga lingkungan atau masyarakat sekitar ia tinggal.

2.2.3 Konsep Kebutuhan Dasar

Bantuan Luar Negeri memang berhasil meningkatkan ekonomi negara yang sedang berkembang tapi jurang kemiskinan antar penduduk tetap melebar dengan kata lain strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi belum mampu mengadakan pemerataan pendapatan,mengurangi kemiskinan,dan juga belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang luas guna mengatasi pengangguran. Kegagalan strategi inilah yang menyebabkan dicarinya strategi baru dan dipilihnya model kebutuhan dasar sebagai dasar upaya pengganti. Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia,baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu maupun kebutuhan pelayanan sosial.

Manusia mempunyai kecendrungan untuk tetap hidup serta mempertahankan bakat dan kehidupan sosialnya. Sebagai konsekuensinya mereka harus memenuhi kebutuhan hidupnya baik itu primer maupun

sekunder agar hidup layak sesuai dengan harkatnya sebagai anggota masyarakat (Sumardi dan Ever s,1989:129).

Adapun kehidupan manusia itu bertingkat-tingkat adanya. Pada tingkat pertama primary needs atau kebutuhan primer orang membutuhkan sandang, pangan, papan. Apabila kebutuhan primer ini sudah terpenuhi, maka muncullah dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs

(kebutuhan tingkat kedua) yang merupakan kebutuhan akan barang-barang perlu, yang antara lain berupa kebutuhan akan sepatu, pendidikan dan sebagainya. Jika keadaan memungkinkan (bertambah kaya ) muncul keinginan untuk memenuhi kebutuhan tingkat ketiga yang berisi kebutuhan akan barang mewah, kebutuhan tingkat keempat (quartiary needs) yang berisi akan kebutuhan barang-barang yang benar-benar mubadzir (yang sebenarnya tidak diperlukan sama sekali) dan seterusnya.

Orang atau masyarakat akan sampai pada tingkat kebutuhan tertentu hanya sesudah tingkat kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Bagi masyarakat kaya, uang tersedia dengan relatif muda. Bagi masyarakat seperti itu, kebutuhan tersier dan kebutuhan quarter sudah mereka penuhi. Akan tetapi uang masih ada, lalu buat apa? Maka muncullah kebutuhan yang macam-macam seperti kebutuhan untuk berbuat maksiat (Rosyidi 2006:50)

2.2.3.1 Konsep dan Urutan J enis Pengeluar an Konsumsi Masyarakat

Asumsi dasar tentang pola konsumsi rumah tangga atau individu adalah bahwa setiap rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan kepuasanya, kesejahteraanya, kemakmuranya, atau kegunaanya.

Pola konsumsi itu sendiri adalah jumlah persentase dari distribusi pendapatan terhadap masing-masing pengeluaran pangan, sandang , jasa-jasa serta rekreasi dan hiburan. BPS menyatakan kategori adalah pengeluaran makanan, perumahan, pakaian, barang, jasa, dan pengeluaran non konsumsi seperti untuk usaha dan lain-lain pembayaran. Secara terperinci pengeluaran konsumsi adalah semua pengeluaran untuk makanan, minuman, pakaian, pesta atau upacara, barang-barang lama ,dan lain-lain. Yang dilakukan oleh setiap anggota rumah tangga baik itu di dalam maupun di luar rumah, baik keperluan pribadi maupun keperluan rumah tangga (BPS,2007 : 10)

Kebutuhan pokok sebagai kebutuhan esensial sedapat mugkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga supaya mereka dapat hidup wajar. Kebutuhan Esensial ini antara lain: makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan partisipasi, transportasi, perawatan pribadi, rekreasi. Alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat secara garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan, dan pengeluaran untuk bukan makanan. Berikut ini disajikan daftar alokasi pengeluaran masyarakat:

Gambar 1

Daftar Alokasi Pengeluaran Masyarakat

MAKANAN BUKAN MAKANAN

1.Sayur-sayuran 1. Perumahan dan Bahan Bakar 2.Kacang-kacangan 2. Aneka Barang dan Jasa

a. Barang Perawatan badan 3.Buah-buahan b. Bacaan

4.Minyak dan Lemak c. Komunikasi

5.Bahan minuman d. Kendaraan bermotor 6.Bumbu-Bumbuan e. Transportasi

7.Bahan Pangan f. Pembantu Rumah Tangga dan Sopir 8.Makanan Jadi 3. Biaya Pendidikan

9.Minuman Beralkohol 4. Kesehatan

10.Tembakau dan Sirih 5. Pakaian,Alas Kaki Tutup Kepala 11.Padi-Padian 6. Barang-barang Tahan Lama 12.Umbi-Umbian 7. Pajak Dan Premi Asuransi 13.Ikan 8. Keperluan Pesta dan upacara 14.Daging

15.Telur dan Susu

Sumber : Badan Pusat Statistik J awa Timur , Pengeluar an Konsumsi Untuk Penduduk

2.2.3.2 Perbandingan Pola Konsumsi Pangan dan Non Pangan Menur ut J umlah Pendapatan

Pola konsumsi atau pola pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan indikator sosial ekonomi rumah tangga sehingga semakin tinggi pengeluaran makanan dari porsi pendapatan maka rumahtangga tersebut dapat dikategorikan miskin. Begitu pula sebaliknya bila porsi pengeluaran untuk bukan makanan tinggi dari pada makanan maka rumah tangga tersebut dikategorikan tidak miskin.

Tingkat pendapatan rumah tangga yang semakin tinggi pada umumnya menyebabkan pengeluaran konsumsi untuk bukan makanan akan cenderung semakin besar, karena seluruh kebutuhan untuk konsumsi makanan sudah

terpenuhi, demikian pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa bila selera tidak berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan akan menurun dengan meningkatnya pendapatan. Selanjutnya Firman (1990:95) menambahkan bahwa semakin besar pengeluaran rumah tangga terutama proporsi bukan makanan maka kondisi ekonomi rumah tangga semakin baik.

Dokumen terkait