• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Tinjauan Pustaka

2. Pengertian Korban

Pengertian korban banyak dikemukan oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-konvensi internasional yang membahas mengenai korban kejahatan, sebagian diantaranya sebagai berikut:

1. Arief Gosita

Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang dirugikan. 2. Muladi

Korban (Victim) adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalagunaan kekuasaan.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumahtangga.

Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkungan rumah tangga.

4. Undang-Undang nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan atau, perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelangagaran hak asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah ahli warisnya.

5. Peraturan Pemeritah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggararan Hak Asasi Manusia yang Berat. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan pihak manapun23

Anak korban dan/atau anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak korban yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, anak korban dan/atau anak saksi berhak atas:

.

1. Upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik didalam lembaga maupun diluar lembaga;

2. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial;

3. Kemudahan dalam mendapatkan infomasi mengenai perkembangan perkara. Anak korban, dalam hal memerlukan tindakan pertolongan segera, Penyidik tanpa laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional, dapat langsung merujuk anak korban kerumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak korban. Hasil Penelitian Kemasyarakatan dari Pembingbing dan laporan sosial dari Pekerja Sosial Propesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau Instansi yang menangani perlindungan anak. Anak Korban dan/atau Anak Saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan24

b. Hak-Hak dan Kewajiban Korban .

1. Hak-hak korban

Manusia dilahirkan kemuka bumi dengan membawa hak-hak dasar yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa atau lazim disebut dengan hak asasi manusia. Hak asasi manusia diberikan kepada setiap individu tanpa memandang suku, ras, warna kulit, asal-usul,

24Muhammad Taufik Makarao, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, 2013, Halaman. 94-95.

golongan, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Hak ini tidak akan pernah lepas dan selalu melekat seumur hidup25

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan (mactstaat). Indonesia sebagai negara hukum, ada berbagai konsekuensi yang melekat kepadanya, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, bahwa konsepsi rechtstaat maupun konsepsi the rule of law, menempatkan hak asasi manusia sebagai ciri khas pada negara yang disebut rechtstaat atau menjungjung tinggi the rule of law, bagi suatu negara demokrasi perlindungan dan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia merupakan salah satu ukuran tentang baik buruknya suatu pemerintahan

.

26

1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdesarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;

.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) , korban berhak mendapatkan

2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;

3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada seriap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

5. Pelayanan bimbingan rohani.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur beberapa hak korban kejahatan dalam suatu proses peradilan pidana yakni sebagai berikut:

1. Hak untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut umum

Hak ini adalah hak untuk mengajukan keberatan terhadap tindakan penghentian penyidikan dan/atau penununtutan dalamkkapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan (Pasal 77 jo 80 KUHAP). Hak ini penting diberikan untuk menghindari adanya upaya dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai motif, yang bermaksud menghentikan proses pemeriksaan.

2. Hak korban berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi

Hak ini adalah hak untuk mengundurkandiri sebagai saksi (Pasal 168 KUHAP) Kesaksian (saksi) korban sangat penting untuk diperoleh dalam rangka mencapai suatu kebenaran materil. Mencegah korban mengundurkan diri sebagai saksi, diperlukan sikap proaktif dari aparat penegak hukum untuk memberikan jaminan keamanan bagi korban dan keluarganya pada saat mengajukan diri sebagai saksi. 3. Hak untuk menuntut ganti rugi akibat suatu tindak pidana/kejahatan yang

menimpa diri korban melalui cara penggabungan perkara perdata dengan perkara pidana (Pasal 98 sampai dengan Pasal 101)

Hak diberikan guna memudahkan koban untuk menuntut ganti rugi pada tersangka/terdakwa. Permintaan penggabungan perkara gugatan gantirugi hannya dapat diajukselambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan

pidana, atau jika penuntut umum tidak hadir, permintaan tersebut dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. Pengabungan guagatan ganti rugi apabila pihak yang dirugikan mengajukan penggabungan ganti rugiterhadap si terdakwa dalam kasus didakwakan kepadanya. Pengabungan gugatan ganti rugi dapat dilaksanakan berdasarkan hukum acara perdata dn harus diajukan pada tingkat banding.

4. Hak bagi keluarga korban untuk mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi (Pasal 134-136 KUHAP)

Mengijinkan atau tidak mengijinkan polisi untuk melakukan otopsi juga merupan suatu bentuk perlindungan korban kejahatan, mengingat masalah otopsi ini bagi beberapa kalangan sangat erat kaitannya dengan masalah agama, adat istiadat, serta aspek kesusilaan/kesopanan lainnya27

c. Kewajiban korban

.

Kewajiban umum korban kejahatan antara lain:

1. Kewajiban untuk tidak melakukan upaya main hakim sendiri/balas dendam terhadap pelaku (tindakan pembalasan);

2. Kewajiban untuk mengupayakan pencegahan dari kemungkinan terulangnya tindak pidana;

3. Kewajiban untuk memberikan informasi yang memadai mengenai terjadinya kejahatan kepada pihak yang berwewenang;

4. Kewajiban untuk tidak melakukan tuntutan yang berlebihan terhadap pelaku; 5. Kewajiban untuk menjadi saksi atas suatu kejahatan yang menimpa dirinya,

sepanjang tidak membahayakan bagi korban dan keluarganya;

6. Kewajiban untuk membantu berbagai pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan kejahatan;

7. Kewajiban untuk bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi28.

3. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

Dokumen terkait