• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Tinjauan Pustaka

3. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Orang

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit. Istilah ini walaupun terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda, dengan demikian (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu. Para ahli hukum berusaha untuk memberi arti dan isi dari istilah itu, namun tidak ada keseragaman pendapat29

Pengertian tindak pidana penting penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana yang terkandung didalamnya. Unsur-unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menetukan apakah perbuatan seseorang itu tindak pidana atau tidak.

.

28Ibid., Halaman. 54-55.

29 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I (Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan Pemidanaan, dan Batas Berlakunya Hukum Pidana), Rajawali Pers, Jakarta, 2013, Halaman 67

Sudarto mengemukakan, bahwa unsur pertama dari tindak pidana adalah tindakan/perbuatan (gedraging), perbuatan orang ini merupakan titik penghubung dan dasar untuk pemberian pidana. Perbuatan (gedraging), meliputi berbuat dan tidak berbuat. Van Hattum dalam Sudarto, tidak menyetujui untuk memberikan defenisi tentang gedraging, sebab defenisi harus meliputi pengertian berbuat dan tidak berbuat, sehingga defenisi itu tetap kurang kurang atau berbelit-belit dan tidak jelas. Barda Nawawi Arief menyebutkan bahwa didalam KUHP (WvS) hannya ada asas legalitas (Pasal 1 KUHP) yang merupakan landasan yuridis untuk menyatakan suatu perbuatan (feid) sebagai perbuatan yang dapat dipidana (straafbaarfeid).

R. Tresna menyebutkan, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatan-perbuatan terlarang, yang mana yang harus ditetapkan sebagai peristiwa pidana dan mana yang tidak dianggap sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum30

1. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefenisikan beliau sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut”

.

Pengertian tindak pidana menurut para ahli yang digolongkan menganut pandangan (aliran) dualistis.

Isrtilah perbuatan pidana lebih tepat dengan alasan sebagai berikut31

a. Perbuatan yang dilarang adalah perbuatannya (perbuatan manusia, yaitu suatu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), artinya larangan itu ditujukan pada perbuatannya, sementara ancaman pidananya ditujukan pada orangnya.

:

b. Antara larangan (yang ditujukan pada perbuatan) dengan ancaman pidana (yang diitujukan pada orangnya), ada hubungan yang erat. Perbuatan yang berupa keadaan atau kejadian yang ditimbulkan orang tadi, melanggar larangan dengan orang yang menimbulkan perbuatan tadi ada hubungan erat pula.

c. Untuk menyatakan adanya hubungan yang erat itulah, maka lebih tepat digunakan istialah perbuatan pidana, suatu pengertian abstrak yang menunjuk pada dua keadaan kongkrit yaitu pertama, adanya kejadian tertentu (perbuatan); dan kedua, adanya orang yang berbuat atau yang menimbulkan kejadian itu (Moeljatno, 1983:54).

2. Tindak pidana menurut Vos adalah suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan diberi pidana. Istilah perbuatan berarti melakukan,berbuat (activehandeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak berbuat. Istilah peristiwa, tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia.

3. Menurut Pompe tindak pidana dirumuskan sebagai straafbaar feid adalah suatu pelanggaran kaidah (terganggunya ketertiban umum) terhadap pelaku mempunyai

31

kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan menjamin kesejahteraan umum32

4. Menurut R. Tresna, Peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan-peraruran lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. R. Tresna menyatakan dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:

.

a. Harus ada suatu perbuatan manusia;

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum;

c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan;

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancamannya dalam Undang-Undang33 Pengertian tindak pidana menurut beberapa ahli hukum yang digolongkan menganut pandangan monistik

.

1. Tindak pidana menurut D. Simons dirumuskan dengan strafbaar feid adaalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Pemaknaan istilah perbuatan manusia yang diungkapkan

D.Simons dimaksudkan tidak hanya “perbuatan tetapi juga melalaikan atau tidak berbuat”. Seseorang yang tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan bertanggungjawab atas suatu peristiwa pidana, apabila ia tidak berbuat atau melalaikan sesuatu, padahal kepadanya dibebankan suatu kewajiban hukum atau keharusan untuk berbuat34

2. Tindak pidana menurut Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

.

3. J.E Jonkers dalam Bangbang Poernomo telah memberikan defenisi staafbaar feid menjadi dua pengertian:

a. Defenisi pendek memberikan pengertian “straafbaar feid” adalah suatu kejadian (feid) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang;

b. Defenisi panjang yang lebih mendalam memberikan pengertian “staafbaar feid” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (wederrechthttelijk)

berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Jonkers, sifat melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunnyi dari tiap unsur tindak pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana

34

c. J. Bauman dalam Sudarto merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan kesalahan35.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum, terdiri dari beberapa unsur/elemen. Ahli hukum ada yang mengemukakan unsur-unsur tindak pidana secar sederhana yang hanya terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif, dan ada pula yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan Undang-Undang. Bangbang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi-bagi unsur tindak pidana secara mendasar, sebagai berikut:

1. Van Apeldoorn

Menurut Van Apeldorn, bahwa elemen delik itu sendiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum (onrechtatig/wederrechttelijk) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader) mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan (toereke-ningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum itu.

c. Van Bemmelen

Van Bemmelen menyatakan bahwa elemen-elemen dari straafbaar feid dapat dibedakan menjadi:

1. Elementen voor desstrafbaafheid van het feid, yang terletak dalam bidang

objektif karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum.

2. Mengenai elementen voor strafbaarfheid van dedader dalam bidang subjektif karena pada dasarnya menyangkut keadaan/sikap batin orang yang melanggar hukum, yang semuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan.

d. Pompe

Pompe mengadakan pembagian elemen straafbaar feid atas

a. Wederrechthtelijkheid (unsur melawan hukum);

b. Schuld (unsur kesalahan);

c. Subsosiale (unsur bahaya/gangguan/merugikan).

Pandangan Pompe termasuk golongan pembagian strafbaar feid yang mendasar, namun ditambah dengan elemen subsosial yang diperkenalkan oleh Vrij.

Vrij dalam Sudarto menyebutkan bahwa unsur-unsur delik yang sudah tetap adalah sifat melawan hukum dan kesalahan, namun hal itu menurutnya belum lengkap. Vrij menambahkan satu unsur lagi untuk dapat dikatakan sebagai delik, yaitu unsur Het

subsosiale yang merupakan semacam “kerusakan dalam ketertiban hukum (deuk in de rechtsorde). Menurut Vrij kegelisahan masyarakat itu ditimbulkan oleh:

1. Hasrat pelaku tindak pidana untuk melakukan kembali perbuatan tersebut; 2. Keinginan untuk membalas dari pihak korban;

3. Adanya keingin dari orang-orang yang dekat dengan sipelaku untuk meniru berbuat jahat;

4. Ketidakpercayaan kepada pemerintah untuk menjamin keamanan.

Vrij menyebutkan agar bahaya-bahaya tersebut tidak timbul dalam masyarakat maka hukuman yang dijatuhkan harus dapat mencegah timbulnya bahaya itu, dengan perkataan lain bahwa hukuman yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan kejahatan yang dibuatnya36

1. Unsur formal meliputi: .

Moeljanto merumuskan suatu unsur-unsur tindak pidana menjadi 2 unsur, yaitu unsur unsur formal dan materil.

a. Perbuatan manusia.

b. Perbuatan itu dilarang oleh suatu aturan hukum.

c. Larangan itu disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu. d. Larangan itu dilanggar oleh manusia.

2. Unsur Materil.

Satochid menyebutkan unsur-unsur delik atau tindak pidana ada dua golongan, yaitu unsur objektif unsur subjektif.

1. Unsur-unsur yang objektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar diri manusia, yaitu berupa:

a. Suatu tindak tanduk atau tingkah laku; b. Suatu akibat tertentu;

c. Keadaan.

Semua unsur objektif diatas harus dilarang dan dengan hukuman oleh Undang-Undang.

2. Unsur-unsur subjektif yang berupa:

a. Dapat dipertangungjawabkan, yaitu adanya hukuman atau ancaman pidana; b. Ada kesalahannya

c. Pengertian Perdagangan Orang dan Unsur-Unsurnya 1. Pengertian menurut Protokol PBB

Undang-Undang Tindak pidana Perdagangan Orang, sebelum disahkan, pengertian tindak pidana Perdagangan Orang yang umum paling banyak digunakan adalah pengertian dari protokol PBB untuk mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan orang. Pengertian perdagangan orang dalam Protokol PBB tersebut adalah:

a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari

pemaksaan, penculikan penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk paling tidak ekksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.

b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud dalam subalinea (a) ini tidak relevan jika salah satu dari yang dimuat dalam subalinea (a) digunakan.

c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satupun yang dikemukakan dalam subalinea (a) Pasal ini.

d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.

Pengertian tindak pidana perdagangan orang diatas tidak menekankan pada perekrutan atau pengiriman, yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitatif terkait kedalam mana oarang diperdagangkan37.

2. Pengertian perdagangan Orang menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan Orang, Pasal 2 ayat (1) berbunnyi:

“Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau mamfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi orang tersebut diwilayah Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 120.000.000,00 (seratus duapuluh juta rupiah) dan paling bannyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Pasal 2 ayat (1) terdapat kata “untuk tujuan” sebelum kata mengeksploitasi orang tersebut menunjukkan bahwa tindak pidana perdagangan orang merupakan delik formil. Unsur-unsur perdagangan orang, yang harus dipahami dari Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan dalam Undang-Undang dan tidak dibutuhkan lagi harus mensyaratkan adanya akibat dieksploitasi atau tereksploitasi yang timbul.

Cara melakukan tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan unsur dari tindak pidana perdagangan orang, yaitu dengan kekerasan dan ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemamfaatan posisi kerentanan atau penjeratan utang. Rumusan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang digunakan sebagai jalan atau cara melakukan tindak pidana perdagangan orang, yaitu ancaman kekerasan dan kekerasan sudah dijelaskan dalam Bab 1, sedangkan cara penculikan, penyekapan, penipuan, tidak dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, tetapi ditemui dalam Pasal-Pasal KUHP dan Pasal-Pasal yang dikualifikasikan mengatur tindak pidana yang lain dengan tindak pidana perdagangan orang.

Tindak pidana percobaan perdagangan orang dapat dihukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 9 yang menyebutkan sebagai berikut:

“Setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling bannyak Rp 240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah)”.

Pasal 9 diatas sejalan dengan Pasal 163 bis KUHP ayat (1) yang menyebutkan bahwa:

“Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam Pasal 55 ke-2, mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling bannyak Rp 300,00 (tiga ratus rupiah), jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan dipidana, dengan ketentuan bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang ditentukan terhadap kejahatan itu sendiri”.

Penyertaan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang diatur dalam Pasal 16 yang menyebutkan bahwa:

“Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisir, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisir tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga)”

Kelompok terorganisir yang dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 16 bahwa yang dimaksud dengan kelompok yang terorganisir adalah kelompok terstruktur yang terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, yang eksistensinya untuk waktu tertentu dan bertindak dengan melakukan satu atau lebih tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini dengan

tujuan memperoleh keuntungan materil atau finansial baik langsung maupun tidak langsung38

d. Modus Operandi Tindak Pidana Perdagangan Anak .

Identifikasi trafficking in persons mencakup elemen pemindahtanganan seseorang dari satu pihak ke pihak lainnya, yang meliputi kegiatan rekrutmen, transportasi (pengangkatan/pemiondahan), transfer (alih tangan), penampungan, dan penerimaan. Elemen traffiking berikutnya adalah menggunakanan ancaman, pemaksaan, penyalahgunaan, kekuasaan, atau posisi ketidakberdayaan, penculikan, penipuan, pemberdayaan, pembayaran, atau pemberian sesuatu untuk mendapatkan persetujuan (dari korban), atau untuk menguasai korban. Elemen trafificking mencakup tujuan eksploitasi yang meliputi pemampaatan orang dalam prostitusi atau dalam bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa (tenaga fisik maupun layanan jasa), perbudakan atau praktik menyerupai perbudakan, penghambaan (servtitude) atau pengambilan organ tubuh39

1. Penjualan Anak (sale of Children) .

Penelitian yang dilakukan sesuai yang telah digariskan oleh International Labour Organization (ILO), menunjukkan temuan-temuan bentuk-bentuk trafiking anak sebagai berikut:

Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau bentuk lain. Konteks penjualan anak-anak seperti didefenisikan Pasal 2 dari Optional Protocol of CRC on the Sale of Children and Trafficking, Child Prostution, and

Child Pornografhy: menawarkan, mengantarkan, atau menerima anak dengan

berbagai cara untuk tujuan-tujuan: eksploitasi seksual anak, mengambil organ tubuh anak untuk suatu keuntungan, dan keterlibatan anak dalam kerja paksa. 2. Penyeludupan manusia (smugling of person)

Penyeludupan manusia adalah usaha untuk mendapatkan keuntungan berupa uang atau materi lain, terhadap masuknya seseorang secara tidak resmi kedalam suatu kelompok negara dimana orang tersebut bukanlah warga negara tersebut atau warga negara tetap.

3. Migrasi dengan tekanan

Migrasi (migration) baik yang bersifat ilegal maupun ilegal adalah proses dimana orang atas kesadaran mereka sendiri memilih untuk meninggalkan suatu tempat ketempat lain. Traficking anak merupakan bentuk migrasi dengan tekanan, yaitu orang yang diperdagangkan direkrut dan dipindahkan ketempat lain secara paksa, dengan ancaman kekerasan atau penipuan.

4. Prostitusi anak (Prostitution of Child)

Prostitusi anak adalah, anak yang dilacurkan atau menggunakan seorang anak untuk aktifitas seksual demi keuntungan atau bentuk lain. Prostitusi tersebut meliputi menawarkan, mendapatkan, dan menyediakan anak untuk prostitusi40

Dokumen terkait