• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Loyalitas Terhadap Toko ( Store Loyality )

1. Pengertian Loyalitas

Kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang sangat unggul kepada para pelanggannya, menyebabkan pelanggan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Dengan

kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan, maka akan dapat menciptakan pelanggan yang loyal kepada perusahaan.

Assael (1998 : 130) mendefinisikan loyalitas sebagai “a favorable attitude toward a brand resulting in consistent purchase of the brand over time.” Literatur-literatur pemasaran menyatakan bahwa loyalitas dapat dipahami dari dua dimensi sebagai berikut (Jacoby dan Kyner, 1973 seperti dikutip oleh Hallowel, 1996) dalam Licen Indahwati Darsono (2008 : 5):

a. Loyalty is behavioral, artinya loyalitas dapat dipahami sebagai konsep yang menekankan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian, probabilitas pembelian (Dick dan Basu, 1994). Pemahaman ini sering disebut pendekatan keperilakuan (behavioral approach).

b. Loyalty as an attitude, artinya loyalitas dipahami sebagai komitmen psikologis pelanggan terhadap obyek tertentu (Dharmmesta, 1999). Pemahaman ini sering disebut sebagai pendekatan attitudinal (attitudinal approach).

Menurut Wong dan Sohal (2003) dalam Ilham Saputra (2007 : 20) menyatakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan asset dari perusahaan

yang sangat berharga yang harus dijaga agar konsumen tidak beralih kepada perusahaan atau pesaing lainnya. Penelitian mengatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah hal yang sangat vital bagi kelangsungan bisnis pada perusahaan jasa.

Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari obyektivitas mereka masing- masing.

Lovelock (1991 : 44) menjelaskan bahwa tingkat kesetiaan dari para konsumen terhadap suatu barang atau jasa merek tertentu tergantung pada beberapa faktor: besarnya biaya untuk berpindah ke merek barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu, kuantitas atau pelayanan dari jenis barang

atau jasa pengganti, adanya risiko perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti dan berubahnya tingkat kepuasan yang didapat dari merek baru dibanding dengan pengalaman terhadap merek sebelumnya yang pernah dipakai.”

Loyalitas bukan tentang persentase dari konsumen yang sebelumnya membeli dari anda, tetapi tentang pembelian ulang. Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembeliannya yang pertama.

Menurut Fandy Tjiptono (2000 : 110) loyalitas pelanggan merupakan komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko atau pemasok berdasarkan sikap yang positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.

Menurut Jill Grifin (2003) dalam Ilham Saputra (2007 : 22) “Customer Loyality” merupakan kesetiaan pelanggan terhadap perusahaan yang menyediakan barang atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan faktor yang menentukan tingkat loyalitas konsumen. Pelanggan yang loyal akan menunjukan prilaku seperti: menolak pesaiang lain, membeli kembali dan mereferensikan barang atau jasa ke orang lain.

Menurut Jill Grifin (2003 : 22) menyatakan bahwa faktor kedua yang dapat menentukan loyalitas konsumen tehadap produk atau jasa adalah pembelian ulang. Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul apabila keterkaitan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi.

Perilaku Pembelian Ulang Kuat Lemah Kuat Loyality Latent Loyality Sikap

Lemah Spurious Loyality

No Loyality

Gambar 2.3 Loyaltas Pelanggan Berdasarkan sikap dan Perilaku Pembelian Ulang

Sumber: Tjiptono, Fandy (2004 : 393) “Pemasaran Jasa” a. No Loyality

Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah, maka loyalitas tidak terbentuk. Ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, sikap yang lemah (mendekati netral) bisa terjadi bila suatu produk/jasa baru diperkenalkan dan/atau pemasarannya tidak mampu mengomunikasikan keunggulan produknya. Tantangan bagi pemasar tersebut adalah meningkatkan kesadaran (awareness) dn preferensi

konsumen melalui berbagai strategi bauran promosi. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa/sama. Konsekuensinya, pemasar mungkin sangat sukar membentuk sikap yang positif/kuat terhadap produk atau perusahaannya, namun ia bisa meencoba menciptakan spurious loyalty melalui pemilihan lokasi yang strategis, promosi yang agresif, meningkatkan shelf space untuk mereknya, dan lain-lain.

b. Spurious Loyalitas

Bila sikap yang relatif lemah disertai dengan pola pembelian ulang yang kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty atau captive loyalty. Situasi semacam ini ditandai dengan pengaruh faktor nonsikap terhadap prilaku, misalnya norma subjektif dan faktor situasional. Situasi ini bisa dikatakan pula inertia, di mana konsumen sulit membedakan berbagai merek dalam kategori produk dengan tingkat keterlibatan rendah, sehingga pembelian ulang atas dasar pertimbangan situasional, seperti familiarty (karena penempatan produk yang strategis pada rak pajangan, lokasi outlet jasa dipusat perbelanjaan atau persimpangan yang ramai) atau faktor diskon.

c. Latent Loyality

Situasi latent loyalty tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah. Situasi yang menjadi perhatian besar para pemasar ini disebabkan pengaruh faktor-faktor nonsikap yang sama kuat atau bahkan cenderung lebih kuat dari pada faktor sikap dalam menentukan pembelian ulang. Sebagai contoh, bisa saja seorang bersikap positif terhadap restoran tertentu, namun tetap saja ia berusaha mencari variasi karena pertimbangan harga atau preferensi terhadap berbagai variasi menu atau masakan.

d. Loyality

Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, di mana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Jenis loyalitas ini adalah jenis loyalitas yang paling ditingkatkan, terjadi apabila ada tingkat keterkaitan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang lebih disukai untuk semua pelanggan disetiap perusahaan. Pada tingkat preferensi palig tinggi tersebut. Seseorang akan merasa bangga karena menemukan dan

menggunakan produk tersebut dan mereka senang membagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga. Para pelanggan ini akan menjadi pendukung vokal produk atau jasa tersebut dan selalu menyarankan orang lain untuk membelinya.

Tingkah laku loyalitas sebenarnya mulai muncul pada era tahun 1970-an, sesudah suatu periode dimana sebagian besar penelitian membuktikan bahwa loyalitas adalah suatu pola pembelian ulang (Oliver, 1997) dalam Hatane Samuel (2006 : 56). Loyalitas toko adalah salah satu faktor terpenting dalam menentukan kesuksesan suatu bisnis eceran dan keberlangsungan toko tersebut, dan tanpa adanya loyalitas dalam suatu bisnis eceran, maka keunggulan kompetitif yang dimiliki seperti tidak pernah ada dan tidak akan sukses (Omar 1999) dalam Hatane Samuel (2006 : 56). Uncle dan Hammond (1997) dalam Hatane Samuel (2006 : 56) menyarankan bahwa harus ada pengklasifikasian konsumen secara lebih luas dalam hal pemilihan suatu toko secara individual, frekuensi dalam mengunjungi toko, jumlah pembelanjaan dan tingkatan atau level dari loyalitas toko. Smith (1970) memperkirakan bahwa pembelanja secara umum terbagi menjadi 4 kelompok, tergantung dari bagaimana mereka

berbelanja. Kelompok pertama adalah .the pre-sold consumer., yaitu konsumen yang telah memutuskan produk apa yang akan dibeli sebelum memasuki suatu toko. Kelompok kedua adalah .the pliable consumer. yaitu konsumen yang pada pokoknya terpengaruh oleh in-store factors. Kelompok yang ketiga adalah .the store loyalist. yaitu mereka (konsumen) yang setia terhadap suatu toko. Kelompok yang terakhir adalah .the rational shoppers. yaitu mereka yang menjadi fokus dalam filosofi manajemen. Menurut Loudon and Della Bitta (1993), store loyalty refers to the customer’s inclination to patronize a given store during a spesified periode of time (p. 548). Pelanggan yang dianggap loyal akan berlangganan atau melakukan pembelian ulang selama jangka waktu tertentu. Store loyalty is the degree to which a consumer consistenly patronize the same store when shopping for partikular types of product. dan pelanggan yang loyal sangat berarti bagi badan usaha karena biaya untuk mendapatkan pelanggan baru lebih mahal daripada memelihara pelanggan lama (Peter dan Olson, 2002) dalam Hatane Samuel (2006: 56).

Dokumen terkait