• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Masyarakat rantau Prapat Tentang Pendidikan

BAB III : Konsep Masyarakat Tentang Pendidikan

3.2 Pengertian Masyarakat rantau Prapat Tentang Pendidikan

Proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi. Sosialisasi atau proses didik ini pada mulanya terjadi dari lingkungan keluarga, sebagai lembaga sosial yang paling kecil, dengan maksud untuk mengalihkan atau proses pembinaan adat-istiadat dan seluruh kebudayaan dari generasi yang lama ke generasi yang baru. Proses ini berlangsung mulai dari bayi, balita, sampai kepada masa kanak-kanak dibawah pengawasan ibu, ayah dan dibantu oleh sanak keluarga yang lainnya sebagai suatu lembaga kekeluargaan, sampai pada suatu lembaga yang sifatnya formal.

Dari sini mulai ditanamkan nilai-nilai kemasyarakatan yang dirasakan oleh anak- anak selama masa awal umurnya atau masa-masa yang paling penting, sehingga menjadi mesin penggerak dalam pribadinya. Anak-anak (biasanya diatas usia 5 tahun) mulai diperkenalkan kepada lembaga-lembaga yang sifatnya formal.

Masyarakat Rantau Prapat yang secara geografis merupakan daerah yang terbuka sehingga secara sosial budaya Rantau Prapat merupakan daerah multietnik. Penduduk Rantau Prapat sebagian besar adalah orang-orang yang datang dari daerah Sidimpuan (Sipirok), Jawa, Batak Toba, Batak Karo, Nias, Melayu, Cina. Pada masyarakat Rantau Prapat ini sebelum mengenal pendidikan modern yaitu sekolah-sekolah, mereka telah mengenal sistem pendidikan yang sifatnya tradisional sejak jaman dahulu sudah dikenal oleh masyarakat Rantau Prapat. Sistem pendidikan tradisional ini sering kali bersifat keagamaan dan diutamakan kepada anak-anak usia 3-5 tahun. Masyarakat beragama Kristen misalnya pendidikan dasar yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar di gereja (Sekolah Minggu) 1 x dalam satu minggu yaitu pada hari minggu pagi anak-anak akan diantar oleh orangtuanya ke gereja. Dan di gereja guru sekolah minggu akan memberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Anak-anak diajari bernyanyi dengan menggunakan seluruh anggota tubuhnya, menggerak-gerakkan tubuhnya sambil menari mencontohkan apa yang diperagakan oleh guru sekolah minggunya.

Biarpun gunung-gunung beranjak

(kedua tangan disatukan membentuk segitiga dan menyerupai gunung) Dan segala bukit bergoyang

(kedua tangan diletakkan dipinggang kemudian sambil bergoyang-goyang) Namun kasih setia-Mu

(meletakkan kedua tangan didada) Tak akan beranjak dariku

(Melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”).

Reff:

Tak akan beranjak

(melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”) Tak akan bergoyang-goyang

(meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang). Tak akan beranjak

(melambaikan tangan sebagai ungkapan bahasa tubuh “tak akan beranjak”) Tak akan bergoyang-goyang

(meletakkan tangan dipinggang kemudian bergoyang-goyang). Demikianlah firman Tuhan yang mengasihi mu

(kedua tangan diletakkan didada).

Kemudian mereka disuruh duduk tenang mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan oleh guru sekolah minggu dengan gaya bahasa berdongeng. Setelah rutinitas ibadah selesai, yang berlangsung 1 1/2 jam anak-anak akan diberi hadiah berupa permen

dan kartu (card). Kartu tersebut harus disimpan sampai hari Natal berupa Alkitab.

Begitu juga pada masyarakat Rantau Papat yang beragama Islam. Pendidikan yang diperkenalkan diluar lembaga kekeluargaan ialah memberikan pendidikan dasar dengan cara belajar mengaji seseorang guru ngaji.

Sistem pendidikan modern, lembaga-lembaga pendidikan formal dengan bentuk sekolah seperti sekarang ini, mulai tumbuh dan berkembang pada zaman kolonial yang dibangun oleh pemerintah kolonial khususnya dikota-kota sebagai pusat pemerintahan kolonial, misalnya ibu kota provinsi, ibukota keresidenan, ibukota kabupaten, putra/putri pegawai negeri. Di dalam sistem pendidikan modern ini, para murid diberikan pengetahuan yang sifatnya lebih sekuler dan rasional.

Selanjutnya masyarakat Rantau Prapat memandang pendidikan yang akan diberikan kepada sianak adalah pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yang akan membantu sianak kelak dikemudian hari sebagai jembatan menuju masa depan kehidupan yang mungkin akan dihadapinya. Seperti kutipan hasil wawancara penulis dengan salah seorang informan yang berusia 52 tahun, yang menjabat sebagai lurah Rantau Utara.

“Sudah jelas orang punya pendidikan berbeda dengan orang yang tidak punya pendidikan. Sekolahlah misalnya anak saya di Perguruan Tinggi atau SMA lah kita bilang ya… ! Anak saya sudah 3 orang yang Sarjana, 1 lagi SMA, adiknya SMP lah itu kelas 1. Sudah

jelas anak saya yang lulusan Perguruan Tinggi atau SMA berbeda pemikirannya dan pola pikirnya. Dan kalau mencari kerjapun ya sudah jelas yang berpendidikan lebih diutamakan, artinya masa depannya sudah agak terjaminlah kita bilang, walaupun nasib dan keberuntungan juga menentukan masa depan seseorang, cuma berapa persenlah itu. Berapa persenlah orang yang seperti si Pardede sana, atau seperti si Olo sana, kaya tanpa sekolah, sikitnya kan ? Jadi kalau dia sekolah terisilah sedikit demi sedikit ilmu dikepalanya, yang bisa dipergunakannya sewaktu-waktu.”

Jadi, pada masyarakat Rantau Prapat pengertian tentang pendidikan telah mereka sadari akan kehadirannya dalam kehidupan sosialnya. Secara umum mereka memandang pengertian tentang pendidikan itu diberikan kepad si anak agar anak menjadi “cerdas” dan “pintar” atau lebih tahu dari mereka peroleh sebelumnya, dengan harapan akan membantu si anak kelak dalam memecahkan misteri liku-liku dan teka-teki kehidupan ini. Gambaran ini terlihat jelas dengan usaha yang telah mereka lakukan sebelum dikenalkannya lembaga pendidikan modern seperti pada masa sekarang ini yaitu apa yang dinamakan sebagai pendidikan tradisional lain.

Arti pentingnya kehadiran bukan saja dirasakan oleh orangtua, pada diri si anak juga menyadari kalau pendidikan itu sangat berarti dalam kehidupannya kelak. Janter Agus Toni Manurung, siswa SMAN 1 Rantau Utara Kelas Xc mengatakan :

“Hadirnya pendidikan itu menurut saya merupakan suatu cara

untuk mengubah watak seseorang dan pengetahuannya, sehingga kelak saya bisa menjadi manusia yang berguna. Bukan cuma itu, selain pendidikan yang saya dapat disekolah, saya juga bisa mengembangkan bakat yang telah diberikan Tuhan, dengan ikut ekskul.”

Sama halnya dengan Heni Deswenti, siswi SMAN 1 Rantau Utara mengatakan : “Hadirnya pendidikan merupakan suatu proses yang dapat

merubah manusia yang tadinya belum mengetahui apa – apa tetapi setelah diperkenalkan dengan pendidikan menjadi apa yang diinginkan. Bisa menjadi Dokter, Insinyur, ABRI, pokoknya apa saja,

yang penting punya tekat dan semangat serta didorong dengan usaha yang keras.”

Dokumen terkait