• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Hak Milik dalam Hukum Islam

Islam menghargai dan mengakui hak milik pribadi. Karena-nya Islam telah mengadakan sanksi hukum yang cukup berat terhadap siapa saja yang berani melanggar hak milik pribadi itu.

Misalnya, pencurian, perampokan, penyerobotan, penggelapan dan sebagainya.45 Hukum Islam dalam mengatur pergaulan hidup manusia memberikan ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewa jiban agar ketertiban hidup masyarakat benar-benar dapat tercapai. Hak dan kewajiban adalah dua sisi dari sesuatu, mi sal nya, dalam perikatan jual beli, pihak pembeli berhak menerima barang yang dibelinya, tetapi dalam waktu yang sama berkewajiban juga menyerahkan uangnya.46

Menurut Ahmad Azhar Basyir, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya, yang diakui oleh syara’. Berhadapan dengan hak seseorang terdapat

45 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, jilid 3 Muamalah, Jakarta: CV.Rajawali, 1988, hlm. 85-86.

46 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 19.

Bab 3

Hak Milik (Al-Milkiyah)

READING

COPY

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

42

kewajiban orang lain untuk menghormatinya. Hukum Islam mengenal berbagai macam hak yang pada pokoknya dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu hak Allah, hak manusia, dan hak gabungan antara keduanya.47 Menurut TM. Hasbi Ash Shiddieqy, hak mempunyai dua makna yang asasi. Pertama, hak adalah sekumpulan kaidah dan nas yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia, baik mengenai orang, maupun mengenai harta. Kedua, hak adalah kekua saan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya.48 Sedangkan milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.49

Milik (Arab, al-milk} secara bahasa berarti pemilikan atas sesuatu (almal atau harta benda) dan kewenangan bertindak secara bebas terhadapnya.50 Milik dalam buku; Pokok-pokok fikih Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam,51 didefinisikan sebagai kekhususan bagi pemilik suatu barang menurut syara untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. Dengan demikian, milik merupakan penguasaan seseorang terhadap suatu harta sehingga seseorang mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta tersebut.

Berdasarkan definisi milik tersebut, kiranya dapat dibeda-kan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohdibeda-kan sebagai berikut: seorang pengampu berhak menggunakan harta orang yang berada di bawah ampuannya, pengampu punya hak untuk membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang

47 Ibid, hlm. 19-20.

48 Teungku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1977.

hlm. 120.

49 Ibid, hlm. 45.

50 Musthafa Ahmad al-Zarqa', al-Madkhal al-Fiqh al-'Amm, Beirut: Dar-al Fikr, 1968, Jilid I. hlm. 240.

51 Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fikih Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1986, hlm. 36.

READING

COPY

Hak Milik (Al-Milkiyah) 43

berada di bawah ampuannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan

“tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.”

Hak yang dijelaskan di atas, adakalanya merupakan sulthah, adakalanya merupakan taklif.

1. Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al-nafsi dan sulthah

‘ala syai’in mu’ayanin.

a) Sulthah ‘ala al-Nafsi adalah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hak hadlanah (pemeliharaan anak).

b) Sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin adalah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak memiliki sebuah mobil.

2. Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyah), seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.

Para fukaha berpendapat bahwa hak adalah sebagai imbang-an dari benda (a’yimbang-an), sedimbang-angkimbang-an ulama Himbang-anafiyah ber pendapat bahwa hak adalah bukan harta (ina al-haqqa laisa bi al-mal).52

Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal. Hak mal adalah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang, sedangkan Hak ghair mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan Hak ‘aini. Hak syakhshi adalah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain. Hak ‘aini adalah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli adalah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahib al-haq, seperti hak milkiyah dan hak irtifaq.

52 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002. hlm. 34

READING

COPY

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

44

Hak ‘aini thab’i adalah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan uangnya atas yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka pemegang barang jaminan berhak menahan barang itu.

Adapun macam-macam hak ‘aini adalah sebagai berikut.

1. Hak al-Milkiyah adalah hak yang memberikan kepada pemiliknya, hak wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.

2. Hak al-Intifa’ adalah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya. Haq al-lsti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al-lstighal (mencari hasil), seperti rumah yang diwakafkan untuk didiami, maka si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.

3. Hak al-lrtifaq adalah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Seperti saudara Ibrahim memiliki sawah, air dari solokan dialirkan ke sawahnya, sawah Tuan Ahmad berada di sebelah sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad membutuhkan air, maka air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah Tuan Ahmad, air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.53

4. Hak al-lstihan adalah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan belaka.

53 Ibid. hlm. 35.

READING

COPY

Hak Milik (Al-Milkiyah) 45

5. Hak al-lhtibas adalah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.

6. Hak Qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf, yaitu:

a) Hak al-Hakr adalah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim.

b) Hak al-Ijaratain adalah hak yang diperoleh karena ada akad Ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan semula, misalnya karena kebakaran, dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.

c) Hak al-Qadar adalah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.

d) Hak al-Marshad adalah hak mengawasi atau mengontrol.54 7. Hak al-Murur adalah hak seseorang untuk sampai ke rumah

atau lahannya denan melalui lahan orang lain, baik milik umum maupun pribadi.

8. Hak Ta’ali adalah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain.

9. Hak al-Jiwar adalah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar (harta) dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.

10. Hak Syafah atau haq syurb adalah: “Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.”

54 Ibid. hlm. 36.

READING

COPY

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

46

Ditinjau dari hak syirb, maka air dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, seperti air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja, dengan syarat tidak memudaratkan orang lain.

2. Air di tempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seseorang untuk mengairi tanaman di kebunnya. Selain pemilik tanah tersebut tidak berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.

3. Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara dan disimpan di suatu tempat yang telah disediakan, seperti air di kolam, kendi, dan bejana-bejana tertentu.55

Sebagaimana telah diutarakan di atas, hak dibedakan menjadi dua, yakni hak syahsiy dan hak ‘aini. Kaitan dengan pem bedaan hak tersebut, maka milkiyah merupakan bagian terpenting dari hak ‘aini.

Terdapat beberapa definisi tentang hak milik atau milkiyah yang disampaikan oleh para fukaha, antara lain sebagai berikut.

1. Definisi yang disampaikan oleh Muhammad Musthafa al-Syalabi,56 hak milik adalah keistimewaan (ihtishash) atas suatu benda yang menghalangi pihak lain bertindak atasnya dan memungkinkan pemiliknya bertasharruf secara langsung atasnya selama tidak ada halangan syara’.

55 Ibid. hlm. 37

56 Musthata Ahmad al-Syalabi, al-Madkhal fi Ta'rif bil-fiqh Islami Waqawa'idud al-Milkiyah wal-'Uqud fihi, Mesir:

Dar al-Ta'rif, 1960, Jilid II. hlm. 16.

READING

COPY

Hak Milik (Al-Milkiyah) 47

2. Definisi yang disampaikan oleh Musthafa Ahmad al-Zarqa’57 milik adalah keistimewaan (ihtishash) yang bersifat menghalangi (orang lain) yang syara’ memberikan kewenangan kepada pemiliknya bertasharruf kecuali terdapat halangan.

3. Definisi yang disampaikan oleh Wahbah al-Zuhaily58 milik adalah keistimewaan (istishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada halangan syar’iy’,

Seluruh definisi yang disampaikan di muka menggunakan term ihtishash sebagai kata kunci milkiyah. Jadi, hak milik adalah sebuah ihtishash (keistimewaan). Dalam definisi tersebut ter da pat dua ihtishash atau keistimewaan yang diberikan oleh syara’ ke pada pemilik harta: Pertama, keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya tanpa kehendak atau tanpa izin pemiliknya. Kedua, keistimewaan dalam bertasharruf. Tasharruf adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan iradah (kehendak)-Nya dan syara’ menetapkan atasnya beberapa konsekuensi yang berkaitan dengan hak.59

Jadi, pada prinsipnya atas dasar milkiyah (pemilikan) se-se orang mempunyai keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasharruf (berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh syara’. Halangan syara’ (al-mani’) yang membatasi kebebasan pemilik dalam bertasharruf ada dua macam:60 (1) halangan yang terjadi karena pemilik dipandang tidak cakap secara hukum, seperti anak kecil, atau karena safih (cacat mental), atau karena alasan taflis (pailit); (2) halangan

57 Musthafa Ahmad al-Zarqa', op.cit. hlm. 241.

58 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-lslamy wa Adillatuh, juz. 4. hlm. 57.

59 Musthafa al-Zarqa', op. Cit. hlm. 288.

60 Ibid

READING

COPY

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

48

yang dimaksudkan untuk melindungi hak orang lain, seperti yang berlaku pada harta bersama, dan halangan yang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat umum.

Dari takrif dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa al-milk (hak milik) adalah konsep hubungan manusia terhadap harta (bil-mal) beserta hukum, manfaat dan akibat yang terkait dengannya. Dengan demikian, milkiyah (pemilikan) tidak hanya terbatas pada sesuatu yang bersifat kebendaan (materi) saja.61