• Tidak ada hasil yang ditemukan

READING COPY. Penerbit PT REMAJA ROSDAKARYA Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "READING COPY. Penerbit PT REMAJA ROSDAKARYA Bandung"

Copied!
364
0
0

Teks penuh

(1)

Penerbit PT REMAJA ROSDAKARYA Bandung

READING

COPY

(2)

Dicetak oleh:

PT Remaja Rosdakarya Offset -Bandung

Fikih

Muamalah

Teori dan implemenTasi

Penulis: Hariman Surya Siregar, M.Ag Koko Khoerudin, M.Pd.I Editor: Pipih Latifah

Desainer sampul: Slamet Guyun Layout: Deni As

Diterbitkan oleh:

PT REMAJA ROSDAKARYA Jln. Ibu Inggit Garnasih No. 40 Bandung 40252

Tlp (022) 5200287 Fax (022) 5202529

e-mail: rosdakarya@rosda.co.id www.rosda.co.id

RR. AG0258-01-2019 ISBN 978-602-446-350-2 Cetakan Pertama, Juli 2019

Anggota IKAPI

Hak Cipta yang dilindungi undang- undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Copyright  Hariman Surya Siregar, Koko Khoerudin, 2019

READING

COPY

(3)

يمحّرلا نحمّرلا الله مسب لهإالا نأ� دهشأ� ينلماظلا لىع لا

إِ ا ناودعلاو ينقتملل ةبقاعلاو ينلماعلا بر لله دلحما . ينمألا دعولا قداص لهوسرو هدبعادمحم نأ� دهشاَو ينبلما قلحا لكلما الله لاإا

دعب امأ� .ينعجمأ� هباصحاو لهآ� لىعو ينلسرلما ديسس دمحم ناديسس لىع لىص مهللا

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas anugerah serta karunia-Nya serta nikmat kesehatan yang telah diberikan kepada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan buku Fikih Muamalah ini dengan lancar. Shalawat serta salam semoga selamanya dilimpahcurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad Saw., kepada keluarganya, para sahabatnya, beserta para pengikutnya hingga akhir zaman, Aamiin.

Pengantar

READING

COPY

(4)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

iv

Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa: “pendidikan nasional ber fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk ber kembang- nya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka perlu ada suatu upaya yang terencana, terarah, dan berkesinambungan yang salah satunya adalah penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang mencukupi.

Sehubungan dengan hal tersebut sebagai salah satu pengayaan bahan perkuliahan Mata Kuliah Fikih Muamalah diperlukan buku yang dapat membantu mahasiswa mendapatkan informasi tentang berbagai aspek yang terkait dengan bidang Ilmu Muamalah. Dengan demikian, diharapkan hadirnya buku Fikih Muamalah ini dapat membantu persepsi, penalaran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan yang lebih luas dan komprehensif terhadap permasalahan muamalah. Selain literatur pokok yang menjadi rujukan buku ini, yaitu kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Karya Wahbah Al-Juhaili, penulis juga mengambil literatur-literatur lainnya sebagaimana tercantum di dalam Daftar Pustaka dan telah disesuaikan dengan silabus yang digunakan di Perguruan Tinggi Program S-1.

Dalam buku ini penulis berupaya menyajikannya secara sederhana, praktis, dan sistematis agar mudah dipelajari dan dihayati bagi para mahasiswa khususnya, calon guru, maupun kalangan umum yang berminat terhadap fikih muamalah.

READING

COPY

(5)

Kata Pengantar v

Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurna an, atas segala kekurangan dan kealfaan kepada para pembaca kiranya dapat memberikan saran serta masukan yang membangun demi kesempurnaan buku ini pada penerbitan selanjutnya.

Pada kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih kepada pihak penerbit khususnya PT Remaja Rosdakarya dan semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini.

Akhirnya semoga buku ini bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Juni 2019

Penulis

READING

COPY

(6)

READING

COPY

(7)

Kata Pengantar

— iii

Daftar Isi

— vii

Bab 1

Pendahuluan

— 1

A. Pengertian Fikih Muamalah (Hukum Perdata Islam) — 1

B. Sumber dan Prinsip Hukum Fikih Muamalah (Hukum Perdata Islam) — 7

C. Ruang Lingkup dan Pembagian Fikih Muamalah — 10

D. Sistematika Fikih Muamalah — 13

Bab 2

Akad

— 17

A. Pengertian Akad — 17 B. Tujuan Akad — 21

C. Asas-Asas Akad dalam Syariah — 21 D. Dasar-Dasar Akad dalam Muamalah — 29 E. Pembagian Akad — 32

F. Rukun-Rukun Akad — 35

Daftar Isi

READING

COPY

(8)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

viii

G. Syarat-Syarat Akad — 36 H. Macam-Macam Akad — 38 I. Berakhirnya Akad — 39

Bab 3

Hak Milik (Al-Milkiyah)

— 41

A. Pengertian Hak Milik dalam Hukum Islam — 41 B. Sebab-Sebab Kepemilikan (Al-Milkiyah) — 48 C. Klasifikasi Kepemilikan (Al-Milkiyah) — 55 D. Prinsip-Prinsip dalam Kepemilikan

(Al-Milkiyah) — 57

Bab 4

Riba

— 63

A. Pengertian Riba — 63 B. Macam-Macam Riba — 68

C. Riba dalam Al-Quran dan Hadis — 71 D. Bunga Bank dan Teori Pembenaran

Bunga Bank — 79

E. Pendapat Ulama tentang Bunga Bank — 84 F. Akibat Perbuatan Riba — 89

G. Hikmah Pelarangan Riba — 92 H. Keterangan Riba sebagai Bunga — 93

Bab 5

Gharar

— 95

A. Pengertian Gharar — 95 B. Karakteristik Gharar — 97 C. Hukum Gharar — 100

D. Bentuk-Bentuk Gharar — 102 E. Jenis Gharar — 109

READING

COPY

(9)

Daftar Isi ix

Bab 6

Jual Beli

— 111

A. Pengertian Jual Beli — 111 B. Dasar Hukum Jual Beli — 116 C. Rukun Jual Beli — 122

D. Syarat-Syarat Jual Beli — 126

E. Macam-Macam Jual Beli Terlarang — 130 F. Khiyar dalam Jual Beli — 132

Bab 7

Jual Beli As-Salam dan Istishna’

— 135 A. Jual Beli As-Salam (Pesanan) — 135 B. Jual Beli Istishna’ — 149

Bab 8

Gadai (Rahn)

— 165

A. Pengertian Gadai (Rahn) — 165 B. Dasar Hukum Gadai — 167 C. Rukun dan Syarat Gadai — 169

D. Pemeliharaan Objek Gadai dan Biayanya Menurut Para Fukaha — 171

E. Pemanfaatan Objek Gadai Menurut Para Fukaha — 173

F. Aplikasi Gadai dalam Perbankan Syariah — 175 G. Berakhirnya Akad Gadai — 176

Bab 9

Mudarabah dan Musyarakah

— 179 A. Mudarabah — 179

B. Musyarakah — 203

Bab 10

Lembaga Keuangan Syariah

— 211

A. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) — 211 B. Perbankan Syariah — 216

READING

COPY

(10)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

x

Bab 11

Wakalah dan Kafalah

— 245 A. Wakalah — 245

B. Kafalah — 257

Bab 12

Bursa Efek dan Pasar Modal Syariah

— 271 A. Bursa Efek — 271

B. Pasar Modal Syariah — 298

Glosarium

— 309

Indeks

— 341

Daftar Pustaka

— 349

Tentang Penulis

— 367

READING

COPY

(11)

A. Pengertian Fikih Muamalah (Hukum Perdata Islam)

Fikih Muamalah tersusun dari dua kata (lafadz), yaitu fikih (

هقفلا

) dan Muamalah (

لةماعلما

). Lafadz yang pertama

(

هقفلا

) secara etimologi memiliki makna pengertian atau pema-

haman,1 sedangkan dalam terminologi kata fikih memiliki definisi yang beragam dari kalangan ulama:

1. Abu Hanifah memberikan definisi tentang fikih, yaitu sebagai berikut,

اهيلع امو اهلام سفنلا ةفرعم

“Pengetahuan tentang hak dan kewajiban manusia.”2

2. Imam As-Syafi’i memberikan suatu batasan fikih sebagai berikut,

1 Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Arab –Indonesia Terlengkap, Surabaya, Pustaka Progresif, 1997, hlm.1068 2 Wahbah Al-Zuhaili, Al-fiqhul Islam wa Adillatuhu, (cetakan ke-9) Damaskus, Dar Al-Fikr,2006, hlm.29

Bab 1

Pendahuluan

READING

COPY

(12)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

2

ِةَّيِلْي ِصْفَّلتا اَهِ لتِد َّ َ أ ْنِم ِبِسَتْكُمْلَا ِةَّيِعْ َّشلا ِمَكْحَلأاِب ُمْلِعْلَا

“Suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syariah amaliyah (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci”3

3. H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas Joseph, Beirut sebagaimana dikutip dalam buku Pengantar Fikih Muamalah karya Masduha Abdurrahman, memaknai fikih sama dengan syariah. Fikih, secara bahasa menurut Lammens adalah wisdom (hukum). Dalam pemahamannya, fikih adalah rerum divinarum atque humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-batasan lembaga dan hukum baik dimensi ketuhanan maupun dimensi manusia).4

4. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fikih dengan pengetahuan tentang hukum-hukum syarar’ mengenai perbuatan manusia yang diusahakan dari dalil-dalil yang teperinci atau kumpulan hukum syara’ mengenai perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.5

5. Al-Jurjani membatasi definisi fikih sebagai berikut,

ٌطِبْنَتْسُم ٌمْلِعَوُهَو ِةَّيِلْي ِصْفَّلتا اَهِ َّلتِد َ

أ ْنِم ِةَّيِلَمَع ْ لَا ِةَّيِعْ َّشلا ِم َكْح َ لأاِب ُم ْ

لِع ْ لَا

ِل ُّمَأَّلتاَوِرْظَّلنا َلىِإ ِهْيِف ُجاَتْحَيَو ِداَهِتْجِلإاَو ِي ْ أَّرلاِب

“Suatu ilmu yang membahas hukum-hukum syariah amaliyah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci yang dihasilkan oleh pikiran atau ijtihad melalui analisis dan perenungan”6 6. Al-Amidi, seorang ulama Syafi’iyah, mendefinisikan fikih

sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariah dari dalil-dalil

3 Ibid. hlm. 30.

4 H. Lammens, S.J., Islam: Beliefs and Institution, Oriental Books Reprint Corporation, New Delhi, 1979, hlm. 82.

Batasan fikih itu menurutnya, karena Islam adalah agama formal sehingga fikih mencakup semua kewajiban;

Al-Quran membebankan pada kemampuan orang beriman dan pada manusia sebagai masyarakat di bawah sistem teokrasi. (Sejarah Hukum Islam)

5 Ilm Ushul Al-Fiqh, Jakarta, Al-Majlis Al-A’la Al-Indunisi, 1972, hlm. 11 (Sejarah Hukum Islam) 6 Al-Jurjani, Kitabu At-Ta’rifat, Beirut, Dar Al-Kitab Al-Ilmiah, 1998

READING

COPY

(13)

Pendahuluan 3

yang terperinci. Sementara menurut fukaha Malikiyah, fikih adalah ilmu tentang perintah-perintah syar’iyah dalam masalah khusus yang diperoleh dari aplikasi teori istidlal atau pencarian hukum dengan dalil.7

Pengertian dan definisi fikih sendiri pada awalnya mencakup seluruh dimensi hukum syariat Islam, baik yang berkenaan dengan, masalah akidah, akhlak, ibadah, maupun yang berkenaan dengan masalah muamalah. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Al-Quran Surah At-Taubah ayat 122.

ْاوُهَّقَفَتَ ِّل ٞةَفِئٓاَط ۡمُهۡنِّم ٖةَقۡرِف ِّ ُك نِم َرَفَن َلۡوَلَف ۚٗةَّفآَك ْاوُرِفنَِل َنوُنِمۡؤُمۡلٱ َنَك اَمَو ١٢٢ َنوُرَذۡ َي ۡمُهَّلَعَل ۡمِهۡ َلِإ ْآوُعَجَر اَذِإ ۡمُهَمۡوَق ْاوُرِذنُِلَو ِنيِّلدٱ ِف

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

(Q.S. At-Taubah:122)8

Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil sebuah kesim- pulan bahwa fikih memiliki dua pengertian.

1. Pertama, dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan bahwa fikih adalah sebuah pengetahuan tentang hukum- hukum syariat.

ِةَيِلَمَعْلَا ِةَّيِعْ َّشلا ِم َكْحأَل ِب ُْلِعْلَا

“Mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliyah”9

7 Lihat Mun’im A. Sirry, Sejarah Fikih Islam (Sebuah Pengantar), Surabaya, Risalah Gusti, 1995, hlm. 4 8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, Tim Perbaikan dan Penyempurnaan Al-Quran, Jakarta,

1993. hlm. 301

9 TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang, PT Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 4

READING

COPY

(14)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

4

Definisi ini menggambarkan bahwa fikih adalah sebuah lapangan ilmu pengetahuan yang kajiannya seputar permasalahan syariat yang bersifat furu’iyah dan berdasarkan atas dalil- dalil tafsili (perinci). Karena ia merupakan pengetahuan yang digali melalui penalaran dan istidlal (penggunaan dalil) oleh si mujtahid atau para ulama’ (fukaha), maka ia dapat saja menerima perubahan atau pembaruan, karena tuntutan ruang dan waktu.

Contoh yang sangat jelas adalah bahwa al-Syafi’i memiliki qaul qadim (pendapat terdahulu) dan qaul jadid (pendapat kemudian) akibat tuntutan ruang yang berbeda, yaitu perpindahan beliau dari Baghdad ke Mesir. Dalam konteks Islam Indonesia, hal ini akan tampak pada kajian tentang Hukum Islam Indonesia yang merupakan penjabaran fikih dalam konteks Indonesia.

2. Kedua, fikih dilihat dari sebuah objek kajian pengetahuan, yakni hukum fikih itu sendiri, pengertian ini memandang bahwa fikih adalah suatu rangkaian atau himpunan hukum syariat yang memiliki dasar atau dalil yang terperinci, pengertian ini adalah sebagaimana yang dipahami dalam istilah para ulama ahli fikih (fukaha).

ِمَلاْسِ ْ

لإا ِف ِةَّيِعْوُ ْشَم ْ لَا ِم َ كْح َ ْ

لأا ُةَعْوُمْ َم

“Himpunan hukum-hukum amaliyah yang disyariatkan dalam Islam”10

Dilihat dari objek hukumnya, fikih terbagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti:

taharah, shalat, puasa, haji, zakat, nazar dan sumpah, serta segala sesuatu bentuk ibadah yang berkaitan langsung antara manusia dengan tuhannya.

10 Ibid., 5.

READING

COPY

(15)

Pendahuluan 5

2. Hukum-hukum muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia atau hubungan manusia dan lingkungan sekitarnya baik yang bersifat kepentingan pribadi maupun kepentingan umum, seperti hukum-hukum perjanjian dagang, sewa menyewa, dan lain-lain.

Lafadz yang kedua (

لةماعلما

), arti lughawi dari kata ini adalah kepentingan, sedangkan lafadz

تلاماعلما

memiliki arti hukum syari’ yang mengatur hubungan kepentingan individu dengan yang lainnya.11 Menurut istilah yang dimaksud muamalah adalah hukum-hukum yang mengatur hubungan interpersonal antarmanusia.12 Muamalah menurut golongan Syafi’i adalah bagian fikih untuk urusan-urusan keduniaan selain perkawinan dan hukuman, yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kebutuhan hidupnya.

Menurut Ibnu Abidin, muamalah meliputi lima hal, yakni:

1. transaksi kebendaan (Al-Mu’awadlatul maliyah);

2. pemberian kepercayaan (Amanat);

3. perkawinan (Munakahat);

4. urusan persengketaan (gugatan dan peradilan);

5. pembagian warisan.13

Apabila tidak dikaitkan dengan lafadz fikih (berdiri sendiri), istilah muamalah dalam kitab-kitab fikih adalah nama bagi suatu bentuk perjanjian (akad) tertentu, baik perjanjian pemberian modal atau bagi laba (al-mudlarabah – alqiradl) serta perjanjian- perjanjian lain yang berkenaan dengan harta benda.

11 Munawwir, Kamus Arab –Indonesia. hlm. 974.

12 Abdurrahman, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam. hlm. 31.

13 Ibid. hlm. 28.

READING

COPY

(16)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

6

Dalam pembahasan ini yang dimaksud fikih muamalah sebagaimana dikutip oleh Drs. Masduha Abdurrahman dalam bukunya ‘Pengantar dan Asas-asas Hukum Perdata Islam (Fikih Muamalah)’ memiliki arti khusus, yaitu:

ِلاَوْم َ ْ لأا ِف ٍضْعَب َعَم ْمِه ِضْعَب ْمِهِلُماَعَتَو ِساَّلنا ِلاَعْفَأِب ُةَقِلَعَتُمْلَا ُمَكْحَ ْلأَا

ْمِهِتَعِزاَنَم ِل ْصَفَو ِقْوُقُْلاَو

“Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan dan hubungan manusia sesama manusia dalam urusan kebendaan dan hak-hak kebendaan serta cara-cara menyelesaikan persengketaan mereka.”

Jadi, fikih muamalah dapat diartikan dalam dua pengertian, sebagai berikut.

1. Fikih muamalah dilihat dari sisi bahwa ia adalah sebuah kesatuan hukum dan aturan-aturan tentang hubungan antarsesama manusia dalam hal kebendaan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

2. Fikih muamalah dipandang sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang hukum.

Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar definisi atau pengertian fikih muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antarsesama manu- sia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan. Fikih muamalah adalah salah satu pembagian lapangan pembahasan fikih selain yang berkaitan dengan ibadah, artinya lapangan pembahasan hukum fikih muamalah adalah hubungan interpersonal antarsesama manusia, bukan hubungan vertikal manusia dengan tuhannya (ibadah mahdhah).

READING

COPY

(17)

Pendahuluan 7

Fikih muamalah dapat juga dikatakan sebagai hukum per- data Islam, hanya saja bila dibandingkan dengan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (BW. Burgerlijk Wetboek) yang juga berkaitan dengan hukum personal, fikih muamalah atau dapat dikatakan sebagai hukum perdata Islam hanya mencukupkan pembahasannya pada hukum perikatan (verbintenissen recht), tidak membahas hukum perorangan (personen recht) dan hukum kebendaan (zakenrecht) secara khusus.

B. Sumber dan Prinsip Hukum Fikih Muamalah (Hukum Perdata Islam)

1. Sumber Hukum Fikih Muamalah

Sumber-sumber fikih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqli yang berupa Al-Quran dan Al- Hadis, hal ini sebagaimana dimaksud dalam definisi fikih yang disampaikan oleh ulama golongan Syafi’i sebagai Al-Adillati Al-tafshiliyyati (dalil-dalil yang terperinci), dan dalil aqli yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fikih Islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadis, dan ijtihad.

a. al-Quran

Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan bahasa Arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat Islam, termasuk di dalamnya masalah hukum dan perundang-undangan.

Sebagai sumber hukum yang utama, Al-Quran dijadikan patokan pertama oleh umat Islam dalam menemukan dan menarik hukum

READING

COPY

(18)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

8

suatu perkara dalam kehidupan. Ayat Al Quran yang membahas tentang Muamalah ini bisa kita lihat pada Surah Al-Baqarah ayat 188:

ْاوُلُكۡأَِلت ِم َّكُۡلٱ َلىِإ ٓاَهِب ْاوُلۡدُتَو ِلِطَٰبۡلٱِب مُكَنۡيَب مُكَلَٰوۡمَأ ْآوُلُكۡأَت َلَو ١٨٨ َنوُمَلۡعَت ۡمُتن َ

أَو ِمۡثِ ۡ

لإٱِب ِساَّلنٱ ِلَٰوۡم َ

أ ۡنِّم اٗقيِر َف

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)dosa, Padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-

Baqarah: 188)14

dan Surah An-Nisa’ ayat 29:

ن َ أ ٓ َّ

لِإ ِلِطٰ َب ۡلٱِب مُكَنۡيَب مُكَلَٰوۡمَأ ْآوُلُكۡأَت َل ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَهُّيَأٰٓ َي

َن َك َ َّللٱ َّنِإ ۚۡمُكَسُفنَأ ْآوُلُتۡقَت َلَو ۚۡمُكنِّم ٖضاَرَت نَع ًةَرٰ َجِت َنوُكَت ٢٩ اٗميِحَر ۡمُكِب

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

(Q.S. An-Nisa: 29).

b. al-Hadis

Al-Hadis adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.

Al-Hadis merupakan sumber fikih kedua setelah Al-Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat Islam.

14 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya. hlm. 46

READING

COPY

(19)

Pendahuluan 9

c. ijma’ & Qiyas

Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah Saw. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid walaupun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja.

Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang tidak terdapat dalam nas (Al-Quran maupun Al- Hadis), dengan cara menyamakan pada kasus serupa yang sudah terdapat dalam nas.

2. Prinsip Hukum Fikih Muamalah

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi.

Sistem Islam ini berusaha mendialektikan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah ataupun etika. Artinya, kegiatan ekonomi dan perikatan lain yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme berdasarkan sumber hukum syariat Islam. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga sangat konsentrasi terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar dan hukum fikih muamalah adalah sebagai berikut.

a. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah.

b. Konsentrasi fikih muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan.

c. Meninggalkan intervensi yang dilarang.

d. Menghindari eksploitasi.

e. Memberikan toleransi dan tanpa unsur paksaan.

f. Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai dengan sifat Rasulullah.

READING

COPY

(20)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

10

Konsep dasar yang menjadi acuan fikih muamalah selain Al-Quran dan Al-Hadis serta Ijma’ dan Qiyas adalah sisi kemas- lahatan, karena pada dasarnya semua bentuk interaksi dan perikatan yang dilakukan manusia hukumnya adalah mubah, selain hal-hal yang secara jelas ditunjukkan pelarangannya oleh sumber utama syariat Islam. Selain itu, pertimbangan hukum dalam fikih muamalah adalah kemaslahatan umat demi ter- capainya tujuan bersama yang saling menguntungkan, untuk itulah fikih muamalah dipandang sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan karena perkembangan manusia yang senantiasa dinamis sehingga pembahasan terhadap permasalahan hukum yang berkaitan dengan muamalah senantiasa berkembang.

C. Ruang Lingkup dan Pembagian Fikih Muamalah

Secara garis besar ruang lingkup fikih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan, seperti wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah.

Hukum-hukum fikih terdiri dari hukum-hukum yang menyang- kut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Secara terperinci ruang lingkup dan pembagian fikih muamalah ini meliputi dua hal, sebagai berikut.

1. Al-muamalah Al-madiyah

Al-muamalah Al-madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, al-muamalah al- madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek

READING

COPY

(21)

Pendahuluan 11

benda. Dimaksudkan dengan aturan ini, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual beli yang ditetapkan syara’.

Yang termasuk ke dalam kategori muamalah ini adalah sebagai berikut.

a. Al Ba’i (Jual Beli).

b. Syirkah (perkongsian).

c. Al Mudharabah (Kerja sama).

d. Rahn (gadai).

e. Kafalah dan dhaman (jaminan dan tanggungan).

f. Utang Piutang.

g. Hiwalah (Pemindahan Utang).

h. Sewa Menyewa (Ijarah).

i. Upah.

j. Syuf’ah (gugatan).

k. Qiradh (memberi modal).

l. Ji’alah (sayembara).

m. Ariyah (pinjam meminjam).

n. Wadi’ah (titipan).

o. Musyaraqah.

p. Muzara’ah dan mukhabarah.

q. Riba.

r. Beberapa permasalahan kontemporer (asuransi, bank, dan lain-lain)

s. Ihyaulmawat.

t. Wakalah.

READING

COPY

(22)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

12

2. Al-muamalah Al-Adabiyah

Al-muamalah Al-Adabiyah, yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar-menukar benda. Dengan kata lain, al- muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukalaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab kabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dan sebagainya. Pembagian atau pem- bedaan tersebut ada pada dataran teoretis saja, karena dalam praktiknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

Abdul Wahab Khalaf memerinci fikih muamalah ini sesuai dengan aspek dan tujuan masing-masing, sebagai berikut.

a. Hukum Kekeluargaan (ahwal al-syakhsiyah), yaitu hukum yang berkaitan dengan urusan keluarga dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami istri dan keluarga satu dengan lainnya. Ayat Al-Quran yang membahas tentang hal ini ada 70 ayat.

b. Hukum Sipil (civic/al-ahkam al-madaniyah) yang mengatur hubungan individu-individu serta bentuk-bentuk hubungannya, seperti: jual beli, sewa menyewa, utang piutang, dan lain-lain, agar tercipta hubungan yang harmonis di dalam masyarakat.

Ayat Al-Quran mengaturnya dalam 70 ayat.

c. Hukum Pidana (al-ahkam al-jinaiyah), yaitu hukum yang mengatur tentang bentuk kejahatan atau pelanggaran dan ketentuan sanksi hukumannya. Tujuannya untuk memelihara kehidupan manusia, harta, kehormatan, hak serta membatasi hubungan pelaku perbuatan pidana dan masyarakat. Ketentuan ini diatur dalam 30 ayat Al-Quran.

READING

COPY

(23)

Pendahuluan 13

d. Hukum Acara (al-ahkam al-murafaat), yaitu hukum yang mengatur tata cara mempertahankan hak, dan atau me- mutus kan siapa yang terbukti bersalah sesuai dengan ketentuan hukum. Hukum ini mengatur cara beracara di lembaga peradilan, tujuannya untuk mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Ayat Al-Quran yang mengatur masalah ini ada 13 ayat.

e. Hukum Ketatanegaraan (al-ahkam al-dusturiyah) berkenaan dengan sistem hukum yang bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (pemerintah) dengan yang dikuasai atau rakyatnya, hak-hak dan kewajiban individu dan masyarakat yang diatur dalam 10 ayat Al-Quran.

f. Hukum Internasional (al-ahkam al-duwaliyah) mengatur hubungan antarnegara Islam dengan negara lainnya dan hubungan warga muslim dengan nonmuslim, baik dalam masa damai, atau dalam masa perang. Al-Quran mengaturnya dalam 25 ayat.

g. Hukum Ekonomi (al-ahkam al-iqtisadiyah wa al-maliyah).

Hukum ini mengatur hak-hak seorang pekerja dan orang yang mempekerjakannya, dan mengatur sumber keuangan negara dan pendistribusiannya bagi kepentingan kesejahteraan rakyatnya. Diatur dalam Al-Quran sebanyak 10 ayat.15

D. Sistematika Fikih Muamalah

Beberapa kitab fikih dari empat mazhab masing-masing dari mereka saling berlainan dalam mengurutkan sistematika fikih muamalah. Masing-masing kitab memiliki urutan-urutan sendiri sebagaimana dalam daftar isi (fihris) kitab tersebut. Hanya

15 Rofiq, Ahmad, Hukum Islam Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1997. hlm. 10

READING

COPY

(24)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

14

saja mereka sepakat dalam pembahasan fikih mereka senantiasa mendahulukan pembahasan mengenai ibadah secara keseluruhan baru kemudian disusul dengan pembahasan mengenai fikih mua- malah.

Perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat dalam be be- rapa contoh berikut ini.

1. Imam Alauddin Al-Kasani, adalah ulama dari golongan Hanafi, dalam kitabnya “Bada’ius Shanai” memulai pembahasan fikih muamalah dengan “Kitabul Ijarah” (bab perburuhan atau sewa menyewa) dan diakhiri dengan “Kitabul Qardli” (utang-piutang atau pemberian modal). Di antara keduanya dibahas beberapa bentuk perikatan, bahkan terdapat juga bab-bab tentang penyembelihan dan perburuhan, nazar dan kafarah, wakaf dan shadaqah, peradilan dan persaksian dan sebagainya.

2. Golongan Syafi’i, dengan sistematika sebagai berikut: Jual beli, utang-piutang, pesan memesan, gadai menggadai, perikatan- perikatan yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, diakhiri dengan bab “barang temuan” serta sayembara.

3. Golongan Maliki, memiliki sistematika setelah selesai pembahasan ibadah, mereka melanjutkan dengan pembahasan mengenai jihad, perkawinan, jual beli, peradilan, persaksian, pidana, wasiat dan warisan.

Ibnu Rusydi dalam kitabnya “Bidayatul Mujtahid” setelah selesai dengan pembahasan mengenai ibadah beliau kemudian melanjutkan dengan pembahasan tentang jihad, sumpah, nazar, kurban, penyembelihan, perburuan, aqiqah, makanan dan minuman. Sesudah itu, baru membahas mengenai perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.

4. Golongan Ahmad, memiliki sistematika sebagai berikut: jual beli, pesan memesan, utang piutang, perikatan-perikatan yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, wasiat,

READING

COPY

(25)

Pendahuluan 15

warisan, kemudian memerdeka kan budak dan diakhiri dengan pembahasan “ummahatil aulad”.16

Salah satu kitab yang pernah menjadi Kitab Undang- Undang Hukum Perdata pada masa pemerintahan Turki Utsmani adalah kitab “Majallatul Ahkamil Adliyah” merupakan kitab fikih muamalah dari mazhab Hanafi, ditulis dan disusun menurut undang-undang dan diundangkan pada bulan Sya’ban tahun 1293 Hijriyah, terdiri dari 1851 pasal dan dibagi dalam 16 bab, antara lain sebagai berikut.

1. Kitabul Buyu’ (Bab jual beli).

2. Kitabul Ijarat (Bab sewa menyewa perburuhan).

3. Kitabul Kafalah (Bab tanggung-menanggung).

4. Kitabul Hiwalah (Bab pemindahan utang piutang).

5. Kitab Ar-Rohni (Bab gadai-menggadai).

6. Kitabul Amanah (Bab penyerahan kepercayaan, titipan).

7. Kitabul Hibah (Bab pemberian).

8. Kitabul Ghosbi wa Al-Itlaf (Bab penyerobotan dan pengrusakan).

9. Kitabul Hijri wa Al-Ikroh wa Al-Syuf’ati (Bab pengampunan, paksaan, dan hak beli paksa).

10. Kitabu Al-Syirkah (Bab serikat dagang).

11. Kitabul Wakalah (Bab perwakilan, pemberian kuasa).

12. Kitabu Al-Sulhi wa Al-Ibra’ (Bab perdamaian dan pembebasan hak).

13. Kitabu Al-Iqrar (Bab pengakuan).

14. Kitabu Al-Da’wa (Bab gugatan).

15. Kitabu Al-Bayyinat wa Al-Tahlif (Bab pembuktian dan sumpah).

16. Kitabu Al-Qadla’ (Bab peradilan).17

16 Abdurrahman, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam. hlm. 34-35 17 Ibid., 35-36.

READING

COPY

(26)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

16

Adapun Hukum Perdata menurut ilmu hukum sebagaimana dikutip dalam buku Asas-asas Hukum Perdata Islam karya Abdurrahman Masduha dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. hukum tentang diri seseorang yang memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, peraturan- peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak tersebut dan selanjutnya tentang hal-hal yang memengaruhi kecakapan-kecakapan itu;

2. hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul karena hubungan kekeluargaan, yaitu:

perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele;

3. hukum kekayaan mengatur perihal hubungan-hubungan yang dinilaikan dengan uang;

4. hukum warisan mengatur hal ihwal tentang benda atau kekayaan seseorang bilamana ia meninggal.18

18 Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hlm. 214-215

READING

COPY

(27)

A. Pengertian Akad

Akad dalam bahasa arab (

دقع

) berarti “ikatan” (atau pengen- cangan dan penguatan) antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat konkret maupun abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi. Dalam kitab al-Mishbah al-Munir dan kitab-kitab bahasa lainnya disebutkan: ‘aqada al-habl (mengikat tali) atau ‘aqada al-bay’ (mengikat jual beli) atau ‘aqada al-‘ahd (mengikat perjanjian) fa’aqada (lalu ia terikat). Dalam sebuah kalimat, misalnya: ‘aqada an-niyah wa al-‘azm ‘alaa syay’ (berniat dan bertekad melakukan sesuatu) wa ‘aqada al-yamin (mengikat sumpah), maksudnya adalah mengikat antara kehendak dengan perealisasian apa yang telah dikomitmenkan. Penger tian secara bahasa ini tercakup ke dalam pengertian secara istilah untuk kata-kata akad. Menurut fukaha, akad memiliki dua pengertian:

(1) umum dan (2) khusus. Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara bahasa dan pengertian ini yang tersebar

Bab 2

Akad

READING

COPY

(28)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

18

di kalangan fukaha malikiyyah, syafi’iyyah dan hanabillah, yaitu setiap sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri, seperti wakaf, ibra’ (pengguguran hak) talak, dan sumpah maupun membutuhkan dalam menciptakannya, seperti jual beli dan sewa- menyewa. Adapun pengertian khusus yang dimaksudkan di sini ketika membicarakan tentang teori akad adalah hubungan antara ijab efek terhadap objek.19

Adapun al-‘aqd (

ذقعلا

) menurut bahasa berarti ikatan, lawan katanya (

للحا

) pelepasan atau pembubaran. Mayoritas fukaha me- ng artikannya gabungan ijab dan kabul, dan penghubungan antara keduanya sedemikian rupa sehingga terciptalah makna atau tujuan yang diinginkan dengan akibat-akibat nyatanya. Dengan demikian, akad adalah sesuatu perbuatan untuk menciptakan apa yang diinginkan oleh dua belah pihak yang melakukan ijab dan kabul.20 Mustafa Ahmad Az-Zarqa (tokoh fikih Yordania asal Suriah) menyatakan bahwa tindakan hukum yang dilakukan manusia terdiri atas dua bentuk, yaitu:

1. tindakan berupa perbuatan;

2. tindakan berupa perkataan.21

Tindakan yang berupa perkataan pun terbagi dua, yaitu bersifat akad dan yang tidak bersifat akad. Tindakan berupa perkataan yang bersifat akad terjadi bila dua atau beberapa pihak mengikatkan diri untuk melakukan suatu perjanjian. Adapun tindakan berupa perkataan yang tidak bersifat akad terbagi lagi menjadi dua macam.

19 Wahbah Az-Zuhaili, Fikih Islam Wa Adillatuhu Jilid 4, (Cet.1, Jakarta: Gema Insani, 2011). hlm. 420.

20 Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih al-Imam Ja’far ash-Shadiq Juz 3&4, (Jakarta: Lentera, 2009). hlm. 34.

21 Nasrun Haroen dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, (Cet.1, Jakarta: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,2003). hlm. 63.

READING

COPY

(29)

Akad 19

1. Yang mengandung kehendak pemilih untuk menetapkan atau melimpahkan hak, membatalkannya, atau menggugurkannya, seperti wakaf, hibah, dan talak.

2. Yang tidak mengandung kehendak pihak yang menetapkan atau menggugurkan suatu hak, tetapi perkataannya itu memunculkan suatu tindakan hukum, seperti gugatan yang diajukan kepada hakim dan pengakuan seseorang di depan hakim.

Berdasarkan pembagian tindakan hukum manusia menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa suatu tindakan hukum lebih umum daripada akad. Setiap akad dikatakan sebagai tindakan hukum dari dua atau beberapa pihak, tetapi sebaliknya setiap tindakan hukum tidak dapat disebut sebagai akad.22

Menurut az Zarqa dalam pandangan syara’, suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikat- kan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati. Oleh sebab itu, untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut dengan ijab dan kabul. Ijab adalah pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikatkan diri. Adapun kabul adalah pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuannya untuk mengikatkan diri.

Adapun perikatan dan perjanjian dalam konteks fikih muamalah dapat disebut dengan akad. Kata akad berasal dari bahasa Arab al-‘aqd bentuk jamaknya al-‘uqud yang mempunyai arti, antara lain sebagai berikut.

22 Nasrun Haroen dkk, Ensiklopedi Hukum Islam. hlm. 63.

READING

COPY

(30)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

20

a. Mengikat (al-rabith), yaitu:

ٍةَع ْطَقَك اَحِب ْصُيَف َلا ِصَّتَي َّتَح ِرَخآل ِب اَمـــُهُدَحأَ� ُّد ُشَيَو ِ ْينَلْبَح ٌّيـِفْرَط ٌعْ َجم

ٍةَدِحاَو

“pengumpulan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sepotong benda.”

b. Sambungan (al-‘aqd), yaitu:

اَمُهُقِثْوُيَو اَمُهُكِسْمُي ىِ لا ُلْو ُصْوَم َّ ْ ل َ أ

“Sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya.”

c. Janji (al-‘ahd) sebagaimana yang dijelaskan Al-Quran dalam surah Ali Imran 76:

َينِقَّتُمۡلٱ� ُّبُِي ََّللٱ� َّن اَف ٰىَقَّتٱ�َو ۦِهِدۡهَعِب َٰفۡوأَ� ۡنَم َٰۚلىَب إِ

“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)-nya dan bertakwa. Maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa penger- tian akad paling tidak mencakup:

a. Perjanjian (al-‘ahd).

b. Persetujuan dua buah perjanjian atau lebih.

c. Perikatan (al-‘aqd).

Akad pada dasarnya dititikberatkan pada kesepakatan an tara kedua belah pihak yang ditandai dengan ijab-kabul. Ijab-kabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak

READING

COPY

(31)

Akad 21

semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariah Islam.23

B. Tujuan Akad

Islam memandang suatu perbuatan harus senantiasa diniatkan karena Allah semata. Niat yang baik karena Allah kemudian harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan yang sesuai dengan ketentuan syariah yang telah ditetapkan oleh Allah. Untuk mencapai tujuan, suatu niat atau kemauan perlu ditindaklanjuti dalam bentuk perbuatan. Tujuan melakukan perbuatan menyusun akad adalah maksud utama yang disyariat- kan akad itu sendiri. Dikatakan demikian, karena tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan akad ditentukan oleh jenis akad yang akan digunakan. Maksud menempatkan tujuan penyusunan akad secara lahir dan batin pada waktu permulaan akad, diharapkan akan lebih menuntut kesungguhan dari masing- masing pihak yang terlibat sehingga apa yang menjadi tujuan akad itu sendiri dapat tercapai.

C. Asas-Asas Akad dalam Syariah

Istilah asas berasal dari bahasa arab yang berarti dasar atau landasan, sedangkan secara terminologi, yang dimaksud dengan asas adalah nilai-nilai dasar yang menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan perbuatan. Karena nilai-nilai dasar itu sangat berpengaruh terhadap perbuatan atau perilaku manusia

23 Qamarul Huda, Fikih Muamalah, (Yogyakarta, Teras, 2011). hlm. 25-26.

READING

COPY

(32)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

22

secara lahiriah (akhlak), maka nilai-nilai dasar tersebut harus mengandung unsur-unsur kebenaran hakiki.

Rumusan asas-asas dalam hukum akad syariah bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Upaya ini dimaksudkan agar asas-asas yang dijadikan sebagai dasar hukum penyusunan akad mengandung kebenaran yang bersumber dari Allah. Apabila digali dari sumber syariat, keberadaan asas-asas yang terkait dengan hukum akad sangatlah beragam, di antaranya:24

1. Asas Ibadah (Asas Diniatkan Ibadah)

ِنوُدُبۡعَ ِل َّ

لِإ َسنِ ۡ

لإٱَو َّنِ لٱ ُتۡقَلَخ اَمَو ۡ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”25

Dengan demikian, adanya keyakinan terhadap unsur ketuhanan dalam aspek ibadah merupakan hal yang prinsip dalam Islam.

Di samping akidah, suatu perbuatan akan bernilai ibadah apabila sesuai dengan hukum syara’ yang telah ditetapkan.

Keberadaan asas inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara hukum akad syariah dengan hukum akad lainnya.

2. Asas Hurriyyah at-Ta’aqud (Asas Kebebasan Berakad) Asas ini merupakan wujud dari asas kebebasan berakad.

Masing-masing pihak yang akan mencapai tujuan akad mempunyai kebebasan untuk mengadakan penyusunan akad (freedom of making contract). Pengertian asas kebebasan berakad dalam Islam berbeda dengan apa yang dimaksud kebebasan berakad dalam hukum konvensional. Perbedaannya bahwa kebebasan berakad dalam Islam adalah kebebasan yang bersifat terikat dengan hukum syara’. Maka dari itu, kebebasan berakad itu akan dibenarkan selama syarat-syarat

24 Burhanuddin M., Hukum. hlm. 41.

25 Q.S. Adz-Dzariyat (51): 56

READING

COPY

(33)

Akad 23

yang dikemukakan tidak bertentangan dengan ketentuan prinsip-prinsip syariah.

3. Asas al-Musawah (Asas Persamaan)

Muamalah merupakan ketentuan hukum yang mengatur hubungan sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa Allah telah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki. Namun, hikmah yang dapat diambil dari adanya perbedaan tersebut adalah agar di antara mereka saling kerja sama. Dengan adanya perilaku saling membutuhkan, maka setiap manusia memiliki kesamaan hak untuk mengadakan perikatan. Dikatakan demikian karena pada prinsipnya manusia adalah sama.

4. Asas at-Tawwazun (Asas Kesetimbangan)

Hukum Islam tetap menekankan perlunya berpegang pada asas kesetimbangan, meskipun secara faktual masing-masing pihak yang akan mengadakan akad memiliki berbagai latar belakang yang berbeda. Karena asas kesetimbangan dalam akad terkait dengan pembagian hak dan kewajiban. Misalnya, ada hak mendapatkan keuntungan dalam investasi, berarti harus disertai kewajiban menanggung risiko.

5. Asas Mashlahah (Asas Kemaslahatan)

Tujuan mengadakan akad pada hakikatnya adalah untuk mencapai kemaslahatan bagi masing-masing pihak. Pengertian maslahat dalam Islam meliputi dimensi kehidupan dunia dan akhirat. Dan untuk mencapai kemaslahatan, maka kaidah fikih yang berlaku:

ُةَحَل ْصَمْلا َنْوُكَت ُعْ َّشلا ُنْوُكَي اَمُثْيَح

“Apabila hukum syara’ dilaksanakan, maka pastilah tercipta kemaslahatan.”

READING

COPY

(34)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

24

Kemaslahatan dicapai dan mencegah timbulnya kemudaratan, dalam fikih dijumpai adanya hak khiar. Maksud hak khiar adalah hak yang memberikan opsi kepada para pihak untuk meneruskan atau membatalkan akad karena adanya sebab yang merusak keridhaan.

6. Asas al-Amânah (Asas Kepercayaan)

Asas amanah merupakan bentuk kepercayaan yang timbul karena adanya iktikad baik dari masing-masing pihak untuk mengadakan akad. Dalam hukum akad syariah, terdapat bentuk akad yang bersifat amanah. Maksud amanah di sini dapat diartikan sebagai kepercayaan kepada pihak lain untuk menjalin kerja sama. Asas kepercayaan dapat berlaku baik dalam akad yang bersifat tijarah maupun tabarru’. Dasar hukumnya adalah firman Allah yang menyatakan:

َ ْيَب مُتْمَكَح اَذوَإِ اَهِلْهَأ ٰٓ َلىِإ ِتٰ َنَٰم َ ْ

لأٱ ْاوُّدَؤُت ن َ

أ ْمُكُرُم ْ

أَي َ َّللٱ َّنِإ

َن َك َ َّللٱ َّنِإ ٓۦِهِب مُكُظِعَي اَّمِعِن َ َّللٱ َّنِإ ِلْدَعْلٱِب ْاوُمُكْ َت نَأ ِساَّلنٱ اًير ِصَب اًۢعيِمَس

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik- baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar

lagi Maha Melihat.”26

َنِمَأ ْنِإَف ٌة َضوُبْقَّم ٌنٰ َهِرَف اًبِتَك ْاوُدِ َت ْمَلَو ٍرَفَس َٰ َع ْمُتنُك نوَإِ

لَو ۥُهَّبَر َ َّللٱ ِقَّتَ لَو ۥُهَتَنٰ َم ْ َ

أ َنِمُتْؤٱ ىِ لٱ ِّدَؤُي َّ ْ لَف ا ًضْعَب مُك ُضْعَب

َنوُلَمْعَت اَمِب ُ َّللٱَو ۥُهُبْلَق ٌمِثاَء ٓۥُهَّنِإَف اَهْمُتْكَي نَمَو َةَدَٰهَّشلٱ ْاوُمُتْكَت

ٌميِلَع

26 Q.S. An-Nisa’ (4): 58

READING

COPY

(35)

Akad 25

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”27

ْمُتنَأَو ْمُكِتٰ َنَٰمَأ ْآوُنوُ َتَو َلوُسَّرلٱَو َ َّللٱ ْاوُنوُ َت َل ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَهُّيَأٰٓ َي

َنوُمَلْعَت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”28

7. Asas al-‘Adalah (Asas Keadilan)

Para pihak yang melakukan penyusunan akad, wajib berpegang teguh pada asas keadilan. Pengertian asas keadilan adalah suatu asas yang menempatkan segala hak dan kewajiban berdasarkan pada prinsip kebenaran hukum syara’. Karena dengan berbuat adil, seseorang tidak akan berlaku zalim terhadap yang lain. Allah berfirman dalam Surah Al-Maidah ayat 8 yang menyatakan:

ْمُكَّنَمِرْ َي َلَو ِطْسِقْلٱِب َءٓاَدَهُش ِ َِّلل َيِمَّٰوَق ْاوُنوُك ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَهُّي َ أٰٓ َي

َ َّللٱ َّنِإ َ َّللٱ ْاوُقَّتٱَو ٰىَوْقَّتلِل ُبَرْق َ

أ َوُه ْاوُلِدْعٱ ْاوُلِدْعَت َّلَأ ٰٓ َ َع ٍمْوَق ُنأَـَنَش

َنوُلَمْعَت اَمِب ٌۢيرِبَخ

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu

27 Q.S. Al-Baqarah (2): 283 28 Q.S. Al-Anfal (8): 27

READING

COPY

(36)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

26

kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”29

8. Asas al-Ridla (Asas Keridhaan)

Segala transaksi yang dilakukan harus berdasarkan keridhaan di antara masing-masing pihak. Apabila dalam transaksi tidak terpenuhi asas ini, maka sama artinya dengan memakan harta secara batil. Allah Swt. berfirman:

ن َ أ ٓ َّ

لِإ ِلِطٰ َب ْ

لٱِب مُكَنْيَب مُك َلَٰوْمَأ ْآوُلُكْأَت َل ْاوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَهُّيَأٰٓ َي

َن َك َ َّللٱ َّنِإ ْمُكَسُفنَأ ْآوُلُتْقَت َلَو ْمُكنِّم ٍضاَرَت نَع ًةَرٰ َجِت َنوُكَت اًميِحَر ْمُكِب

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”30

Berdasarkan ayat tersebut jelas, bahwa segala akad hendaklah berdasarkan pada asas keridhaan. Dengan demikian, tanpa adanya unsur keridhaan, maka suatu akad masuk dalam kategori batil.

9. Asas al-Kitâbah (Asas Tertulis)

Akad merupakan perjanjian atau perikatan yang dibuat secara tertulis. Namun, perlu dipahami bahwa dalam Islam asas tertulis tidak hanya berlaku dalam hukum akad, melainkan juga berlaku pada semua akad muamalah yang dilakukan tidak secara tunai (utang). Allah Swt. berfirman:

29 Q.S. Al-Maidah (5): 8 30 Q.S. An-Nisa (4): 29

READING

COPY

(37)

Akad 27

.... ُهوُبُتْكٱَف ًّىم َسُّم ٍلَج َ أ ٰٓ َ

لىِإ ٍنْيَدِب مُتنَياَدَت ا َذِإ ْآوُنَماَء َنيِ َّلٱ اَهُّيَأٰٓ َي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya….”31

10. Asas ash-Shiddiq (Asas Kejujuran)

Apabila dalam penyusunan akad kejujuran tidak diamalkan, maka akan merusak keridhaan (‘uyub al-ridha). Selain itu, ketidakjujuran dalam penyusunan akad akan berakibat perselisihan di antara para pihak. Allah Swt. berfirman:

اًديِدَس لْوَق ْاوُلوُقَو َ َّللٱ ْاوُقَّتٱ ْاوُنَماَء َنيِ ً لٱ اَهُّي َّ َ أٰٓ َي

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar.”32

Rasulullah Saw. bersabda:

، ٍراَنيِد ِنْب ِ َّللا ِدْبَع ْنَع ، ٌكِلاَم اَنَ َبْخ َ

أ ، َفُسوُي ُنْب ِ َّللا ُدْبَع اَنَثَّدَح ل َص ِّ ِبَّنلِل َر َكَذ ًلاُجَر َّنَأ :اَمُهْنَع ُ َّللا َ ِضَر َرَمُع ِنْب ِ َّللا ِدْبَع ْنَع

َل ْلُقَف َتْعَياَب اَذِإ« : َلاَقَف ،ِعوُيُلبا ِف ُعَدْ ُي ُهَّنَأ ،َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللا )ملسملا هاور( َةَبَلاِخ

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik, dari ‘abdullah bin Dinar, dari

‘Abdullah bin umar Radhiyallahu’anhuma, bahwasanya seorang pemuda mengadu kepada Nabi Saw. sesungguhnya dia melakukan penipuan dalam jual beli. Maka Rasul bersabda: Jika kamu menjual barang dagangan, maka katakanlah tidak ada penipuan.” (HR. Muslim)33

31 Q.S. Al-Baqarah (2): 282 32 Q.S. Al-Ahzab (33): 70

33 Al-Imam Abi al-Husaini Muslim, Shahih Muslim, Jil.2 (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998). hlm. 13

READING

COPY

(38)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

28

Berdasarkan kutipan ayat Al-Quran dan Al-Hadis tersebut, diketahui bahwa hukum akad syariah sangat menekankan pada adanya prinsip kejujuran yang hakiki. Karena hanya dengan prinsip kejujuran itulah, keridhaan dari para pihak yang berakad dapat terwujud.

11. Asas Iktikad Baik

Mengadakan akad harus dilaksanakan berdasarkan iktikad baik.

Asas iktikad baik muncul dari pribadi seseorang sebagaimana apa yang telah diniatkannya. Dalam pandangan Islam, niat merupakan prinsip mendasar terkait dengan unsur kepercayaan (akidah) sebelum melakukan suatu amal perbuatan. Dalil syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya asas iktikad adalah hadis Nabi Saw. yang menyatakan;

ل َص ِللا َلْوُسَر ُتْعِمَس : َلاَق ، ُهْنَع ُللا َ ِضَر ِباَّطَْلا ِنْب ِرَمُع ْنَع اَم ٍئِرْما ِ ّ ُكِل اَمَّنوَإِ ِتاَّيِّلناِب ُلاَمْعَْلأا اَمَّنِإ : ُلْوُقَي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللا

ِ ِلْوُسَرَو ِللا َ

لىِإ ُهُتَرْجِهَف ، ِ ِلْوُسَرَو ِللا َلىِإ ُهُتَرْجِه ْتَن َك ْنَمَف ، ىَوَن

َام َلىِإ ُهُتَرْجِهَف ، اَهُحِكْنَي ًةَأَرْمِا ْوَأ اَهُبْيِصُي اَيْنُِلد ُهُتَرْجِه ْتَنَك ْنَمَو ، ) يراخلبا هاور( ِهْ َلإ َرَجاَه

“dari ‘Umar bin Khathab r.a. di atas mimbar berkata, saya telah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dan barang siapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut.”

(HR. Bukhâri)34

34 Abi ‘Abdillah Muhammad isma’il al-Bukhâri, Shahih Bukhâri, Jil.1 (Bairût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998).

hlm. 5.

READING

COPY

(39)

Akad 29

D. Dasar-Dasar Akad dalam Muamalah

Dalam rangka mengadakan penyusunan akad, terdapat dasar-dasar akad yang telah ditentukan nama dan ketentuan hukum nya dalam fikih (musamma). Untuk memudahkan pemahaman, dasar-dasar akad secara umum dibedakan menjadi akad pertukaran, persekutuan, dan kepercayaan.35

1. Akad Pertukaran

Kepemilikan harta benda dengan cara pertukaran sesuai aturan syara’. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam (KUHPI), yang dimaksud dengan akad jual beli adalah pertukaran antara harta dengan harta, bisa bersifat mengikat (mun’aqid) dan tidak mengikat (ghair mun’aqid). Pada prinsipnya, suatu akad berlaku secara pasti apabila telah memenuhi rukun dan syarat- syarat yang telah ditentukan oleh syara’. Begitu pula sebaliknya, akad dikatakan tidak mengikat apabila belum ada kepastian hukumnya (ghairu lazim).

Allah Swt. menjadikan kepemilikan harta benda sebagai sarana pendukung guna terciptanya kemaslahatan. Untuk mendapatkan hak kepemilikan terhadap harta benda tersebut, Allah Swt. telah mensyariatkan akad jual beli kepada hamba- hamba-Nya melalui dalil-dalil yang terdapat di dalam Al-Quran dan as-Sunnah yang di antaranya di dalam Al-Quran dinyatakan:

َنوُكَت نَأ ٓ َّلِإ ِلِطَٰبْلٱِب مُكَنْيَب مُكَلَٰوْم َ أ ْآوُلُك ْ

أَت ل ْآوُنَماَء َنيِ َ لٱ اَهُّي َّ َ أٰٓ َي اًميِحَر ْمُكِب َن َك َ َّللٱ َّنِإ ْمُكَسُفنَأ ْآوُلُتْقَت َلَو ْمُكنِّم ٍضاَرَت نَع ًةَرٰ َجِت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

35 Burhanuddin M., Hukum. hlm. 67.

READING

COPY

(40)

Fikih Muamalah Teori dan Implementasi

30

dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”36

Di antara akad pertukaran ini adalah sebagai berikut.

a. Jual Beli

1) Murabahah.

2) Jual beli Salam.

3) Jual Beli Istishna.

b. Sewa Menyewa (al-ijarah).

2. Akad Persekutuan

Allah telah menentukan penghidupan dunia dan me- ning gi kan atas sebagian lainnya beberapa derajat agar mereka saling membutuhkan. Karena perbedaan kemampuan dalam menjalankan usaha menurut keadaan masing-masing, akan me- numbuh kan sikap saling ketergantungan. Dan, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan adanya persekutuan atau perseroan (syirkah) kerja sama satu sama lain, yang di antaranya sebagai berikut.

a. Musyarakah.

b. Mudarabah.

c. Musaqah dan Muzara’ah/Mukhabarah.

3. Kontrak Kepercayaan

Kontrak syariah selain terkait dengan akad-akad yang ber- sifat pertukaran dan persekutuan, juga terkait dengan akad yang bersifat memberikan kepercayaan. Dengan adanya kepercayaan, maka memungkinkan seseorang untuk mendapatkan bantuan dari orang lain (tabarru’) yang dapat berupa:

36 Q.S. An-Nisa (4): 29.

READING

COPY

(41)

Akad 31

a. Kepercayaan yang terkait dengan pemberian pinjaman harta, misalnya;

1) Meminjamkan harta benda, dengan menggunakan akad qardl dan ‘ariyah.

2) Meminjamkan harta dengan mensyaratkan agunan, menggunakan akad rahn.

3) Meminjamkan harta untuk mengambil alih pinjaman dari pihak lain menggunakan akad hiwalah.

b. Kepercayaan yang terkait dengan memberikan pinjaman jasa, misalnya:

1) Meminjamkan jasa penitipan atau pemeliharaan barang dengan akad wadi’ah.

2) Meminjamkan jasa untuk melakukan pekerjaan atas nama orang lain, menggunakan akad wakalah.

3) Mempersiapkan diri untuk memberikan hak jaminan kesanggupan kepada orang lain, dengan akad kafalah.

4) Memberikan insentif prestasi suatu pekerjaan, melalui akad ju’alah.

5) Memberikan hak untuk membeli lebih dahulu dengan akad syuf’ah.

6) Memberikan sesuatu sebagai bentuk jaminan sosial (takaful ijtima’iyah), misalnya zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah, dan lain-lain yang bersifat sosial.

E. Pembagian Akad

Hukum akad syariah merupakan produk hukum hasil pengembangan dari teori akad-akad yang terdapat dalam fikih muamalah. Dalam fikih muamalah, pembagian akad dapat

READING

COPY

Referensi

Dokumen terkait

wajar akan kepedulian takmir masjid terhadap usaha-usaha bank syariah dalam mensejahterakan umat. Penilaian tersebut juga mempengaruhi sikap untuk menggunakan produk

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan menghadapi ujian Skills Lab Modul Shock dengan prestasi yang dicapai pada

Pada masa bercocok tanam telah menghasil budaya yang mengarah pada usaha bercocok tanam yang syarat dengan kepercayaan/religi. Bentuk alat-alatnya pun lebih halus dan sudah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan Uji Paired Samples T Test maka diketahui terdapat perbedaan sebelum dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan telah diperoleh nilai acuan kekuatan tekan dan kekuatan impact bahan produk spoiler mobil yang akan menjadi

Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyatakan bahwa pendaftaran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Penanganan dokumen Clearance Out kapal di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, nilai potensial elektrodanya akan berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih