• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SISTEM PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK DALAM

B. Pengertian Nilai Jual Objek Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan

Di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, Pasal 1 angka 3 berbunyi: “Nilai Jual Obyek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli, Nilai Jual Obyek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak pengganti”. Sedangkan pada Pasal 6 ayat (1) berbunyi : “Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Obyek. Pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.

Sehubungan dengan keterangan di atas yang dimaksud dengan Pasal 1 angka 3 mengenai:

a. Perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara membandingkan dengan obyek pajak lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.

b. Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut.

25

Muhammad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, (Jakarta : Penerbit PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal 57.

obyek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi obyek pajak tersebut (penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994).

Salah satu yang terpenting lagi bagi Wajib Pajak, dengan Undang-Undang tentang Pajak Bumi dan bangunan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 Pasal 3 ayat (3) ditentukan bahwa besarnya Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp. 8.000.0000,- (delapan juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Ini merupakan suatu perubahan dari Undang-Undang lama yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985, dimana Batas Tidak Kena Pajak (BTKP) yang tercantum dalam Pasal 3 ayat (3) terdahulu disebutkan bahwa BTKP sebesar Rp.7.000.000,- (tujuh juta rupiah) diberikan per/ obyek pajak serta dikenakan untuk bangunan saja, sedangkan dengan perubahan Undang-Undang tentang pajak Bumi dan Bangunan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, dimana BTKP dikenakan sebesar Rp. 8.000.000 (delapan juta rupiah) per / wajib pajak serta dikenakan untuk bumi dan/atau bangunan.

Apabila selanjutnya seorang Wajib Pajak mempunyai beberapa Obyek Pajak yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu Obyek Pajak yang nilainya terbesar26, sedangkan Obyek Pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP. Sebagai contoh27

26

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, (Jakarta : Penerbit Salemba Empat, 1999), hal. 367

27

Tim penusun, Pajak bumi dan bangunan 2000,(Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2000), hal 9 :

a. Seorang Wajib Pajak hanya mempunyai Obyek Pajak berupa bumi dengan nilai sebagai berikut:

1) NJOP Bumi ...Rp. 4.000.000 2) NJOPTKP ...Rp. 8.000.000

Karena NJOP berada di bawah NJOPTKP, maka Obyek Pajak tersebut tidak

c) Nilai jual obyek pajak sebagai dasar pengenaan dikenakan PBB.

b. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Obyek Pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing di Desa A dan Desa B dengan nilai sebagai berikut:

1) Desa A

a) NJOP Bumi...Rp. 8.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 5.000.000

NJOP untuk perhitungan pajak:

a) NJOP Bumi...Rp. 8.000.000 b NJOP Bangunan...Rp. 5.000.000

---(+) c) NJOP sebagai dasar Pengenaan pajak...Rp. 13.000.000 d) NJOPTKP...Rp. 8.000.000

---(-) e) NJOP untuk perhitungan Pajak...Rp. 5.000.000 2) Desa B

a) NJOP Bumi...Rp. 5.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 3.000.000 NJOP untuk perhitungan pajak:

a) NJOP Bumi...Rp. 5.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 3.000.000

pajak...Rp. 8.000.000 d) NJOPTKP...Rp. 0

--- (-) e) NJOP untuk perihtungan pajak...Rp. 8.000.000

Untuk obyek pajak di Desa B, tidak diberikan NJOPTKP sebesar Rp. 8.000.000 (delapan juta rupiah), karena NJOPTKP telah diberikan untuk obyek pajak yang berada di desa A.

c. Seorang Wajib Pajak mempunyai dua Obyek Pajak berupa bumi dan bangunan pada satu desa C dengan nilai sebagai berikut:

1) Objek I

a) NJOP Bumi...Rp. 4.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 2.000.000 NJOP untuk perhitungan pajak:

a) NJOP Bumi...Rp. 4.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 2.000.000

---(+) c) Nilai jual obyek pajak sebagai dasar pengenaan

pajak...Rp. 6.000.000 d) NJOPTKP...Rp. 8.000.000

Karena NJOP berada di bawah NJOPTKP, maka Obyek Pajak tersebut tidak

2) Objek II dikenakan PBB.

a) NJOP Bumi...Rp. 4.000.000 b) NJOP Bangunan...Rp. 1.000.000

NJOP untuk perhitungan pajak:

c) NJOP Bumi...Rp. 4.000.000 d) NJOP Bangunan...Rp. 1.000.000

---(+) e) Nilai jual obyek pajak sebagai dasar pengenaan

pajak...Rp. 5.000.000 f) NJOPTKP...Rp. 0

--- (-)

g) NJOP untuk perihtungan pajak...Rp. 5.000.000

Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5% (lima per sepuluh persen)28

1. Pendekatan Penilaian.

. Penentuan NJOP ditentukan oleh penilaian Objek PBB, yaitu:

a. Pendekatan Dasar Pasar (Market Data Approach)

NJOP dihitung dengan cara membandingkan objek pajak yang sejenis dengan objek lain yang telah diketahui harga pasarnya.

Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun dapat juaga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)

Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan terutama untuk menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi

28

dengan penyusutan fisiknya.

c. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat dilakukan berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut.

Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang atau objek perairan.

2. Cara penilaian

Mengingat jumlah objek pajak yang terlalu banyak dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai dan waktu penilai yang dilakukan yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan penilaiaan untuk menentukan NJOP dilakukan dengan mengunakan dua cara, yaitu29

a. Penilaian massal (Mass Appraissal)

:

NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setipa Zona Nilai Tanah (ZNT). Sedangkan NJOP bangunan dihitung berdasarkan Dafar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi penyusutan fisik. Perhitungan penilaian massal dilakukan dengan menggunakan program komputer ( Computer Assisted Valuation/ CAV)

b. Penilaian Individual (Individual Appraissal)

Diterapkan untuk objek tertentu yang bernilai tinggi atau keberadaanya mempunyai sifat khusus, antara lain:

1) Jalan tol

29

Marihot Pahala Siahaan, Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2009), hal 224

2) Pelabuhan laut/ sungai/ udara 3) Lapangan golf

4) Industri semen/ pupuk 5) PLTA, PLTU, PLTG 6) Pertambangan

7) Tempat rekreasi 8) Dan lain sebagainya

9) Objek pajak tertentu seperti rumah mewah, pompa bensin, jalan tol, lapangan golf, objek rekreasi, uasaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Pada perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu membebani wajib pajak di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah, maka telah ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2000, yaitu30

30

Mardiasmo, Op Cit, hal 302 :

1. Sebesar 40% (empat puluh persen) dari NJOP untuk: a. Objek pajak perkebunan

b. Objek pajak kehutanan

c. Objek pajak lainnya, yang wajib pajaknya perorangan dengan NJOP atas bumi dan bangunannya sama atau lebih besar dari Rp. 1.000.000.000,-(satu milyar rupiah)

a. Objek pajak pertambangan

b. Objek pajak lainnya yang NJOP-nya kurang dari Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Besarnya persentase NJKP sebagaimana yang disebutkan di atas ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional, seperti yang disebutkan dalam Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

Cara untuk menghitung pajak adalah besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengkalikan tarif pajak dengan NJKP31

PBB = Tarif Pajak x NJKP

= 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)]

Contoh perhitungan pajak:

Wajib Pajak A mempunyai sebidang tanah dan bangunan yang NJOP-nya Rp. 20.000.000,- dan NJOPTKP untuk daerah tersebut adalah Rp. 12.000.000,- ,maka besarnya pajak yang terutang adalah:

= 0,5% x 20% x(Rp. 20.000.000 - Rp12.000.000) = Rp. 8.000,-

31

Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Tahun pajak adalah jangka waktu 1(satu) tahun takwin32

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak(SPOP) dalam rangaka pendataan. Pada ayat (2) menyatakan bahwa SPOP harus . Jangka waktu tahun takwin adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dan saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.

Contoh:

1. Objek Pajak pada tanggal 1 Januari 2000 berupa tanah dan bangunan. Pada tanggal 10 Januari 2000 bangunannya terbakar, maka pajak yang terutang tetap berdasarkan keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari 2000, yaitu keadaan sebelum bangunan tersebut terbakar.

2. Objek Pajak pada tanggal 1 Januari 2000 berupa sebidang tanah tanpa bangunan diatasnya. Pada tanggal 20 Agustus 2000 dilakukan pen-dataan, ternyata di atas tanah tersebut telah berdiri suatu bangunan, maka pajak yang terutang untuk tahun 2000 tetap dikenakan berdasarkan keadaan pada tanggal 1 Januari 2000. Sedangkan bangunannya baru akan dikenakan pada tahun 2001

Sedangkan tentang tempat pajak yang terutang adalah:

1. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota yang meliputi letak objek pajak.

Tempat pajak yang terutang untuk Kotamadya Batam, di wilayah Propinsi Riau.

32

Jangka waktu 1 (satu) tahun takwin adalah dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Data diperoleh dari Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994

diisi dengan jelas33, benar34 dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

Berdasarkan SPOP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1994, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Seperti disebutkan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Direktorat Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila SPOP tidak disampaikan sebagimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

2. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP.

Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak.

33

Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta dalam SPOP dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan Negara maupun WP. Data diperoleh dari Mardiasmo, Op Cit, hal 304

34

Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah atau bangunan, tahun dan harga perolehan dan seterusnya sesuai dengan kolom-kolom pertanyaan yang ada pada SPOP. Data diperoleh dari Mardiasmo, Op Cit, hal 304

Dokumen terkait