TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Dasar
4. Pengertian Nilai Tukar Valuta Asing dan Sistem Nilai Tukar
a. Pengertian Nilai Tukar Valuta Asing (Foreign Exchange Rate).
Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antarnegara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).
Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006).
Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan kuat. apabila transaksi autonomus kredit lebih besar dari transaksi autonomus debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000).
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama
bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).
Menurut (Sukirno, 2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.
Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006).
Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini: QS .P/P*
Di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti nilai mata uangasing bertambah tinggi kursnya (harganya) akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2002).
Dalam ekonomi international penting diperhatikan tentang konvertabilitas uang (currency convertability), yaitu penggunaan mata uang (valuta asing) yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata uang Negara lain yang biasa disebut dengan istilahInternationally Convertible Currency (Tajul, 2000:6).
Mata uang yang kurang konvertibel rentan terhadap inflasi. Sedang mata uang yang konvertibel mempunyai derajat kebebasan yang tinggi untuk dikonversikan ke dalam mata uang Negara lain, kecuali mata uang dari Negara-negara yang menganut sisitem perencanaan terpusat dan sistem pengawasan devisa. Negara-negara yang menganut sistem perencanan terpusat dan sistem
pengawasan devisa akan mengenakan restriksi terhadap mata uangnya, sehingga tidak mudah dikonversikan ke dalam mata uang Negara lain.
Sedangkan Tajul (2000 : 4-5) dalam bukunya, inflasi dan solusinya, menjelaskan pengertian nilai tukar valuta asing (foreign exchange) sebagai berikut:
“Foreign exchange (forex) atau foreign currency, adalah mata uang asing atau
alat pembayaran lainnya yang digunakan dalam transkasi ekonomi internasional berdasarkan kurs resmi yang ditetapkan oleh bank sentral”.
Jadi nilai tukar valuta asing adalah nilai tukar dari satu mata uang dalam unit terhadap mata uang lainnya, misalnya nilai tukar mata uang rupiah (IDR) terhadap mata uang US Dolar.
b. Sistem Nilai Tukar (Exchange Rate System).
Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijaksanan moneter suatu Negara. Bentuk sistem nilai tukar dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu : (Berlianta, 2004)
1. Fixed Exchange Rate System
Merupakan sistem yang menganut nilai tukar yang tetap suatu mata uang yang dapat dipertahankan terhadap mata uang asing. Dan bila tingkat nilai tukar mata uang tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah malakukan intervensi untuk mengembalikannya.
Sistem ini mulai diterapkan pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pasa tahun 1944.
2. Floating Exchange Rate System
Setelahnya runtuhnya Fixed exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran valuta tersebut di pasar uang.
Dalam praktek terdapat dua jenisFloating Exchange Rata System, yaitu : 1. Free Floating Exchange System
Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Bank sentral tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Pada sistem ini perubahan nilai tukar tidak akan mempengaruhi cadangan devisa Negara karena begitu ada perubahan penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada naik-turunnya nilai tukar valuta.
2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System
Pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian Negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naik
turunnya cadangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar.
Selama periode tiga dekade terakhir Indonesia telah mengimplementasikan sistem nilai tukar yang berbeda-beda. Pada periode Agustus 1971 sampai dengan November 1978 menganut sistem nilai tukar tetap, November 1978 sampai dengan Agustus 1997 menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali, dan Agustus 1997 hingga kini menganut sistem nilai tukar mengambang bebas.
Sedangkan menurut (Abimayu, 2004), terdapat enam sistem nilai tukar valuta asing, yang dipakai oleh banyak Negara didunia, yaitu ;
a. SistemFixed(pegged)
Dimana otoritas moneter selalu mengintervensi pasar uang untk mempertahankan nilai tukar uang mata using sendiri terhadap mata uang asing tertentu. Intervensi ini memerlukan cadangan devisa yang relatif besar.
b. SistemAdjustable peg.
Dimana otoritas moneter terikat untuk memepertahankan nilai valuta asing. Namun otoritas monoter berhak mengubah kurs apabila terjadi perubahan kebijakan.
c. SistemCrawling Peg
Dimana otoritas monoter mengaitkan mata uang dalam negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing dalam sistem ini diubah secara periodik dan berangsur-angsur dalam persentase yang kecil.
Dimana otoritas moneter tidak terikat untuk mempertahankan nilai tukar valuta asing tertentu. Namun otoritas moneter secara kontinyu mengintervensi pasar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya, karena cadangan devisa yang menipis. Contoh yang lain, otoritas moneter dapat mengintervensi pasar agar nilai mata uang rupiah melemah untuk mendorong peningkatan ekspor.
e. SistemWider Band
Dimana otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta asing mengambang atau berfluktuasi di antara dua titik tertinggi dan terendah. Misalnya diantara Rp. 9000 hingga Rp. 10.000 per 1 US Dollar, jika keadaan perekonomian menyebabkan kurs bergerak melampui dua titik tersebut, otoritas moneter akan mengintervensi pasar dengan cara membeli atau menjual rupiah atau US Dollar. Intervensi ini dimaksudkan untuk menjaga nilai tukar rupiah tetap berada diantara kedua titik tersebut.
f. SistemFree Floating
Dalam sistem ini otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang.
Menurut Hady (2001:46-53) titik keseimbangan nilai tukar suatu mata uang dipengaruhi oleh perubahan permintaan dan penawaran atas mata uang tersebut. Perubahan permintaan dan penawaran dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
1. Tingkat Inflasi.
Perubahan tingkat inflasi suatu Negara dapat mempengaruhi aktivitas perdagangan internationalnya sehingga mempengaruhi permintaan dan penawaran atas mata uang dan oleh karenanya berpengaruh terhadap nilai tukarnya. Meningkatnya inflasi suatu Negara akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang Negara lain (asumsi inflasi Negara lain tetap). 2. Tingkat Suku Bunga.
Menurut Mamduh (2003:110) perubahan tingkat suku bunga suatu Negara akan memepengaruhi investasi asing pada sekuritas Negara tersebut, sehingga akan mempengaruhi permintaan dan penawaran atas mata uang Negara tersebut yang tentunya akan mempengaruhi nilai tukarnya. Meningkatnya tingkat suku bunga suatu Negara (diasumsikan suku bunga Negara lain tetap) akan mengakibatkan permintaan atas mata uang Negara tersebut meningkat sehingga akan menyebabkan meningkatnya nilai tukar mata uangnya terhadap Negara lain. Namun harus diperhatikan juga apakah meningkatnya tingkat suku bunga tersebut adalah nyata (real), artinya tingkat suku bunga Negara tersebut harus lebih tinggi dari tingkat inflasinya.
3. Tingkat pendapatan (income levels).
Perubahan tingkat pendapatan suatu Negara juga mempengaruhi nilai tukar mata uang Negara tersebut. Meningkatnya tingkat pendapatan akan mengakibatkan menurunnya nilai tukar mata uangnya terhadap Negara lain (asumsi tingkat pendapatan Negara lain tetap) karena peningkatan pendapatan
tersebut akan mengakibatkan meningkatnya permintaan barang dan jasa sehingga mempengaruhi penawaran mata uang negara tersebut meningkat dipasaran. 4. Pengawasan pemerintah.
Kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah suatu Negara juga bisa mempengaruhi nilai tukar mata uangnya, misalnya kebijaksanaan suku bunga, pengendalian inflasi dan lain-lain.
5. Expektasi (expectation).
Harapan pasar atas nilai tukar mata uang suatu Negara dimasa yang akan dating juga mempengaruhi nilai tukar mata uangnya dimasa sekarang. Jika harapan pasar dimasa yang akan dating nilai tukarnya naik, maka permintaan atas mata uang Negara tersebut akan meningkat sehingga nilai tukarnya akan naik.
d. Beberapa teori yang berkaitan dengan pengukuran nlai tukar valuta.
Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nlai tukar valuta asing : (Berlian; 2004:18)
1. Balance of payment approach.
Pendekatan ini mendasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta terssebut. Alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan valuta asing ini disebut balance of payment yang dapat menunjukkan aliran dana masuk dan keluar suatu Negara.
2. Teoripurchasing power parity.
Teori ini menghubungkan antara nilai tukar dengan daya beli suatu valuta terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa yang disebut dengan
law of one price sebagai dasar asumsi bahwa terdapat dua barang yang identik dan
mempunyai harga yang sama. 3. Fisher effect
Teori ini diperkenalkan olehirving fisher, yang menyatakan bahwa tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi dinegara itu.
4. International fisher effect
Pendapat ini menyatakan bahwa pergerakan nilai mata uang satu Negara dibanding Negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua Negara tersebut.
Implikasi dari teori ini adalah bahwa orang tidak bisa menikmati keuntungan yang lebih tinggi hanya dengan menanamkan dana mereka ke Negara yang mempunyai suku bunga nominal tinggi karena nilai mata uang Negara yang tinggi tersebut akan terdepresiasi (turun nilainya) sebesar selisih bunga nominal dengan Negara yang mempunyai suku bunga nominal lebih rendah.
e. Pengelompokan mata uang asing
Tajul (2000:5) membagi kelompok mata uang asing dalam dua kelompok besar 1. Hard currency
Mata uang yang termasuk dalam kelompok hard currency adalah mata uang yang mempunyai nilai relatif stabil, tidak terlalu sering mengalami apresiasi (kenaikan nilai) atau depresiasi (penurunan nilai) jika dibandingkan dengan mata uang yang selalu dipilih untuk digunakan sebagai alat pembayaran serta satuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional. Hard currency
umumnya adalah mata uang dari Negara-negara industri seperti Dollar Amerika Serikat (USD), Yen Jepang (JPY), Poundsterling Inggris (GBP), Deutch Mark Jerman ( DEM), France Prancis (FRF), Dollar Australia (AUD) dan France Swiss (SFR).
2. Soft Currency
Lawan dari hard currency adalah soft currency, yaitu mata uang yang lemah yang kurang laku atau jarang sekali digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung dalm transaksi ekonomi dan keuangan international karena nilainya relative kurang stabil (inconvertible currency) serta sering terdepresiasi jika dibandingkan dengan mata uang Negara-negara lainnya. Soft currency umumnya terdiri dari mata uang Negara-negara yang sedang berkembang yang sifatnya sangat sensitive terhadap gejolak politik, perubahan kebijakan ekonomi dan moneter pemerintah Negara yang bersangkutan termasuk terhadap perubahan-perubahan kondisi social ekonomi internasional.
Kemampuan suatu Negara dalam melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional sangat tergantung pada cadangan devisa yang dimiliki, yang dapat dilihat pada neraca pembayaran internasional atau balance of payment (BOP) yang bersangkutan. Semakin banyak cadangn devisa (valas) suatu Negara akan semakin besar pula kemampuan Negara tersebut melakukan transaksi ekonomi dan keuangan internasional.
Menurut Tajul (2000;5), cadangan devisa suatu Negara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
official forex reserve adalah jumlah seluruh cadangan devisa atau
cadangan valuta asing yang dimiliki, dikelola, dikuasai diurus, dan dipertanggung jawabkan oleh bank sentral.
b).country forex reserve
county forex reserve adalah jumlah seluruh cadangan devisa aatau valuta
asing yang dimiliki oleh perorangan atau lembaga, terutama perbankan dan badan usaha milik Negara (BUMN) yang secara moneter merupakan kekayaan Negara.