• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dasar

1. Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan

a. Definisi Pajak

Numantu (2003:12) memberikan arti pajak dalam istilah asing yang disebut dengan tax (Inggris) ; import contribution taxe (Perancis) ; Steuer, Abgabe, Gebuhr (Jerman) ; Impuesto contribution, tribute, gravemen, tasa

(Spanyol) danbelasting(belanda).

Pengertian dan definisi pajak menurut PJ.A.Adriani adalah “Pajak adalah

iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintah”(Numantu, 2003:12)

Dengan demikian, pajak hanya dapat dipungut oleh pemerintah, dan pemerintah baru dapat memungut pajak kalau ada undang-undangnya serta peraturan pelaksananya. pajak merupakan kewajiban bagi masyarakat yang bila diabaikan akan terkena sanksi sesuai dengan undang-undang pajak tersebut.

b. Pengertian Pajak Penghasilan.

Gunadi (1999:14) menyatakan, “mendefinisikanpajak penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau menambahkan kekayaan wajib pajak” Dari pengertian tersebut terdapat empat unsur : (1) pengakuan (income recognition), (2) cakupan geografis (geographical source of income), (3) pemanfaatan, (4) sifat pengertian. Pajak penghasilan hanya dipungut pada tingkat nasional (Negara), oleh karena itu pajak ini termasuk kelompok pajak Negara atau pajak pemerintahan pusat.

Pajak penghasilan tergolong sebagai pajak subyektif yaitu yang mempertimbangkan keadaan pribadi wajib pajak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak. keadaan pribadi wajib pajak, yang tercermin pada kemampuannya untuk membayar pajak atau daya pikulnya, ikut dipertimbangkan dan dijadikan sebagai dasar utama dalam menentukan berapa besarnya jumlah pajak yang dapat dibebankan kepadanya (Rusjdi,2004:01-2).

Pajak penghasilan tergolong sebagai pajak langsung. John Stuart Mills (1860-1873) (Rusjdi, 2004), seorang ahli ekonomi inggris, mempelopori pembedaan pajak atas pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pembedaan ini dilakukan dengan memperhatikan unsur yang mempunyai arti ekonomis yang ada pada pengertian pajak. pajak langsung didefinisikan sebagai pajak yang dikenakan terhadap orang yang harus menanggung dan membayarnya.

c. Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan fungsi Negara/pemerintah, baik dalam fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan regulasi, maupun kombinasi antara keempatnya.

Rosdiana (2004;32) menyimpulkan bahwa pada hakekatnya, fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;

1. FungsiBudgetair

Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas Negara (to raise

government’s revenue). fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan (revenue function), karena itu suatu pemungutan pajak yang sudah seharusnya memenuhi asasrevenue productivity.

2. FungsiRegulerend

Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. pajak, seperticustom duties (bea masuk) digunakan untuk mendorong atau melindungi (memproteksi)

produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi infant industry dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. tetapi pajak juga dapat digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan, misalnya disaat terjadi kelangkaan minyak goreng, pemerintah mengenakan pajak ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit. Pemerintah juga dapat melakukan pengenaan excise (cukai) terhadap barang atau jasa tertentu yang mempunyai eksternalitas negative dengan tujuan mengurangi atau membatasi produksi dan konsumsi barang atau jasa tersebut.

Dengan demikian pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur (regulating/regulerend) guna tercapainya tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah. sekali lagi, kebijakan pajak tersebut tidak terlepas dari kerangka teori fungsi-fungsi ekonomi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.

d. Sistem Pemungutan Pajak

Secara umum system pemungutan pajak yang berlaku, adalah :

1) Self Assessment Syatem, adalah suatu sistim pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menetukan sendiri besarnya pajak terutang.

Definisi Self Assesment yang ada dalam International Tax Glossary adalah sebagai berikut :

Under self assessment is meant the system wich the tax payer is required not only

to declare his basis of essesment (e.g taxable income) but also to submit a

calculation with payment of the amount he regards as due

Dalam sistem ini, fiskus hanya berperan untuk mengawasi, seperti misalnya melakukan penelitian apakah surat pemberitahuan (SPT) telah diisi dengan lengkap dan semua lampiran sudah diikut sertakan, juga meneliti kebenaran penghitungan dan penulisan. meskipun demikian, untuk mengetahui kebenaran material data yang ada dalam SPT, fiskus akan melakukan pemeriksaan. Di Indonesia pajak penghasilan badan dan orang pribadi serta pajak pertambahan nilai menggunakan sistem ini.

2) Official Assesment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menetukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Berdasarkan surat ketetapan yang diterbitkan fiskus, wajib pajak membayar pajak yang terutang tersebut. Di Indonesia, pajak bumi dan bangunan menganut sistem ini.

3) With Holding System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Ide pemungutan pajak dengan cara withholding, pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1943 dalam rangka mengakselerasi pengumpulan/ pemungutan pajak selama perang dunia ke II, karena terbukti efisien dan efektif sehingga sistem ini dengan cepat diadopsi oleh Negara-negara lainnya.

“Menurut Thomas G. Vitez keuntungan dan kerugian dalam system

withholdingini adalah : Keuntungannya :

1. Dapat digunakan untuk kepatuhan sukarela ditingkatkan karena pembayar harus melaporkan penghasilan yang pajak telah dipotong, ia akan diidentifikasi oleh laporan pembayar.

3. Metode ini mempromosikan keadilan pajak, dia sudah membayar pajak jika ia berutang.

4. Mengurangi atau menghilangkan masalah pengumpulan formulir departemen pajak.

5. Cara yang nyaman bagi wajib pajak untuk membayar pajaknya. Sedangkan kerugiannya adalah :

1. Hal itu akan membuat kesulitan bagi wajib pajak tertentu karena efek-pemotongan

2. Akan membawa biaya untuk agen koleksi yang harus mengelola pembayar pajak. (Numantu, 2003:112).

e. Pengelompokan Pajak

1 ) Menurut golongannya

a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain

Contoh : Pajak Penghasilan

b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai 2) Menurut sifatnya

a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan diri wajib pajak.

b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikn keadaan diri wajib pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah 3) Menurut lembaga pemungutnya

a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahn Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.

b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, terdiri :

1. Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

2. Pajak kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Penerangan Jalan.

f. Asas Pemungutan Pajak

Azas-azas pemungutan pajak menurut Adam smith dalam bukunya “an Inguiry into the nature and causes of the wealth of nations” yang disebut” the four

maxims” atau’ the four canons’ yaitu : (suandy, 2000;19)

1. Asas keadilan (Equality), pembenan pajak diantara subyek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuan, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan pemerintah, tidak diperbolehkan suatu Negara mengadakan diskriminasi sesama wajib pajak.

2. Asas lepastian hukum (certainty), pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary), kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subyek pajak, obyek pajak, tarif pajak dan ketentuan mengenai pembayarannya.

3. Asas ketetapan waktu pemungutan (convenience of payment), pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak, yaitu saat sedekat -dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan / keuntungan yang dikenakan pajak.

4. Asas pemungutan pajak yang sehemat mungkin (economic of collection), pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri. Tidak ada artinya pemungutan pajak kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

Dora Hancock E. Stighlitz dalam bukunya “Economic of the public sector

(Haula Rosdiana ; 2004;68) menekankan pada efisiensi yang lebih luas dengan mengatakan bahwa ada lima karakteristik yang diharapkan dalam suatu sistem perpajakan, yaitu :

1. Economically efficient : ‘it should not have an impact on allocation of

resources’ sistem perpajakn sedapat mungkin tidak mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi yang efisien.

2. Administrastively simple : ‘it should be easy and inexpensive to administer’.

Sistem perpajakan harus mudah, sederhana dan relatif berbiaya murah dalam pengadministrasiannya.

3. Flexible : ‘it should be easy for the system to respond to changing economic circumstance’. Sistem perpajakan haruslah sedemikian fleksibel untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi suatu Negara.

4. Politically accountable : ‘taxpayers should be also to determine what they are actually paying so that the political system can more accurate reflect the

preferences of individuals’. Sistem perpajakan harus dirancang sedemikian rupa sehingga terdapat kepastian tentang seberapa besar pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak yang merefleksikan keinginan masing-masing individu dalam masyarakat.

5. Fair : ‘it should be seen to be fair in its impact on all individuals’. Sistem perpajakan harus mencerminkan keadilan terhadap masing-masing individu dalam masyarakat.

E.R.A Seligman, dalam bukunya the shifting dan Incidence of Taxation (1892) danthe Income Tax (1911) merumuskan empat prinsip pemungutan pajak yakni ;

1. PrinsipFiscal

Prinsip Fiscal berhubungan dengan dua hal, yaitu ; Adequacy (kecukupan) dan elasticity (keluwesan), artinya bahwa pemungutan pajak harus dapat menjamin

terpenuhinya kebutuhan pengeluaran Negara dan harus pula cukup elastis dalam menghadapi berbagai tantangan, perubahan serta perkembangan kondisi perekonomian.

Prinsip ini meliputi prinsip certainty, convenience dan economy yakni bahwa ketentuan-ketentuan dalam undang-undang perpajakan haruslah jelas.

3. Prinsipeconomic

Prinsip ini mengatakan bahwa biaya-biaya untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.

4. PrinsipEthical

Prinsip ini meliputi dua hal yaitu ; Uniformity dan Universality. Prinsip Uniformity menggambarkan kesamaan atas perilaku yang sama terhadap para

pembayar pajak.

Prinsip universality menghendaki supaya setiap wajib pajak yang dikenakan pajak harus memikul beban pajaknya, dan tidak satupun wajib pajak yang memikul beban pajak yang lebih besar dari semestinya.

g. Hambatan pemungutan pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi : (Devano dan Rahayu ; 2006)

1) Perlawan pasif

Perlawan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu Negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan tekhnik itu sendiri. Yang dapat disebabkan antara lain :

a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

c) Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik 2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara usaha langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain :

a) Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang

b) Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undang-undang (menggelapkan pajak)

h. Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu : (Setyawan dan Suprapti) ; 2004).

1) Stelsel Nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah menghasilkan riil diketahui)

2) Stelsel Anggapan (fictive stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Penghasiloan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang

terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhhnya.

3) Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatun anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

i. Fungsi Dasar Perpajakan di Indonesia

Fungsi utama kebijakan perpajakan di Indonesia adalah sebagai alat bagi pemerintah dalam menjalankan fungsi budgeteir, yang terkait langsung dengan pengelolaan keuangan Negara yang tertuang dalam setiap penyampaian nota keuangan APBN. Secara spesifik fungsi ini direlisasikan dalam bentuk suatu tanggung jawab dalam hal pemungutan pajak yang merupakan sumber penerimaan dalam negeri yang dalam struktur APBN menjadi sumber utama pembiayaan rutin pemerintah(current expenditure).

Untuk menjalankan fungsi tersebut diperlukan suatu kebijakan yang mengarah pada optimalisasi pemasukan dana ke kas Negara melalui pajak dengan meminimalisir akses negatif yang mungkin muncul dalam proses pemungutan

pajak tersebut. Tujuan kebijakan perpajakn pada dasarnya sama dengan kebijakan publik pada umunya, mempunyai tujuan pokok yaitu : (Mansury, 2000:5)

1. Alokasi sumber daya (Alocation of Resources)

Penggunaan sumber daya yang terkumpul itu untuk pembentukan barang modal public dan pengeluara belanja Negara lainnya yang berhubungan dengan pembangunan serta penignkatan kesejahteraan dan kemakmuran.

2. Distribusi penghasilan (redistribution of income) yang lebih adil.

Pertumbuhan ekonomi dilihat pertama – tama sebagai fungsi “ investment Rate” yang perlu didukung tabungan. Tabunganadalah lebih banyak diaharapkan dari orang-orang kaya berpenghasilan tinggi, seperti mengenakan PPN atas barang dan jasa mewah, dan merupakan bibit subur untuk pertumbuhan ekonomi. 3. Stabilitas (stabilization)

Sistem perpajakan harus mengakomodasi faktor-faktor kondisi ekonomi, politk, administratif dan tujuan kebijakan publik serta tersedianya instrumen-instrumen kebijakan.

Untuk tujuan optimalisasi penerimaan pajak tersebut maka pemerintah dituntut untuk menciptakan kebijakan yang bermuara pada peningkatan penerimaan pajak, hal ini diwujud kan dalam bentuk menata ulang sistem perundangan pemungutan pajak di Indonesia. Reformasi perpajakan di bidang perundangan dilakukan dalam rangka menegakkan asas keadilan, serta mengoptimalkan penerimaan pajak melalui langkah-langkah intensifikasi dan ekstensifikasi.

Direktorat jendral pajak sejak tahun 2001, menggulirkan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah (3-5 tahun). Secara garis besar, ada tiga tujuan yang secara spesifik hendak dicapai oleh reformasi administrasi perpajakan jangka menengah ini, yaitu : (Purnomo,2004)

1. Tercapai tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi.

2. Tercapainya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan 3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.

Untuk mencapai tujuan tersebut disusun program-program yang bersifat komprehensif dan mencakup semua operasi DPJ sehingga diharapkan perbaikan administrasi dalam jangka menengah akan membawa dampak positif serta bersifat sustainable. Tentu saja modernisasi administrasi perpajakan akan membutuhkan

biaya-biaya serta fasilitas dan prasarana yang baru sehubungan dengan pemanfaatan teknologi informasi terkini secara luas, perbaikan pelayanan kepada wajib pajak maupun penggunaan teknik dan metode baru untuk menggali potensi pajak. Namun dampak modernisasi perpajakan ini terhadap penerimaan pajak diyakini akan jauh melampaui biaya investasi yang ditanamkan. Oleh karena itu, program reformasi ini adalah program yang tepat untuk membantu kemandirian pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan dilaksanakan dengan biaya minimal.

Cakupan kebijakan reformasi perpajakan lebih mendetail dikemukakan

oleh Machfud Sidik, “ Strategi perpajakan dalam upaya pemulihan ekonomi,

harian bisnis Indonesia, 5 Aguatus 2000”:

 Wajib pajak tetap mendapatkan kepercayan penuh untuk melaksanakan kewajibannya dibidang perpajakan melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan melaporkan sendiri pajak terutang. Melalui sistem ini, administrasi perpajakan diharapkan dapat terlaksan lebih rapi, terkendali, sederhana, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh wajib pajak.  Penyederhanaan prosedur pelaksaan administrasi yang berbelit-belit dan prosedur yang terlalu birokratis justru akan menghambat pelaksanan system self assessment secara optimal. Sejalan debirokratisasi perpajakan,

maka wewenang direktur Jendral pajak yang bersifat teknisadministrative dapat dilimpahkan kepada aparat bawahannya dalam upaya meningkatkan pelayanan wajib pajak.

2. Keadilan

 Terhadap surat keputusan keberatan atau putusan banding yang diterima sebagian atau seluruhnya atas surat ketetapan pajak kurang bayar dan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKB dan SKPKBT) yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 persen.

 Wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan udaha ataau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun demikian terhadap wajib pajak tertentu diperkenenkan untuk menyelenggarakan pembukuan yang lebih sederhana. 3. Kepastian hukum

 Menegaskan bahwa jumlah pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah yang terutang menurut undang-undang perpajakan, kecuali ditemukan bukti sebaliknya.

 Kepastian hukumjuga tercermin dalam langkah menaikkan sanksi asas keterlambatan SPT masa dan SPT tahunan

4. Efisiensi

 Tahapan wajib pajak tertentu yang ditetapkan oleh menteri keuangan dimungkinkan mempunyai masa pajak lebih dari satu bulan takwin.

 Menyederhanakan prosedur restitusi dan menghapuskan kewajiban membuat faktur pajak dengan menetapkan faktur komersial yang juga berfungsi sebagai faktur pajak.

5. Pelayanan

 Bagi wajib pajak tertantu yang telah terbukti kepatuhannya dapat diberikan restitusi (pembayaran pendahuluan kelebihan pembayaran pajak) dengan pos audit.

 Penyusunan atau amortisasi dihitung dengan basis bulan. 6. Ektensifikasi

 Pengertian SPT (surat pemberitahuan tahunan) dipertegas dengan mencantumkan obyek pajak atau bukan obyek pajak serta harga dan kewajiban.

 Mengatur kembali intercorporete dividen sebagai bukan obyek pajak dengan syarat antara lain kepemilikan saham sebesar 25 persen atau lebih.

 Pada dasarnya semua barang adalah barang kena pajak sehingga atas penyerahannya dikenakan pajak pertambahan nilai. Namun terhadap barang-barang tertentu yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, diberikan pembebasan PPN, dan hanya kepada produk akhir.

Prinsip administrasi pajak yang diterima secara luas menyatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah kepatuhan sukarela, yang merupakan tulang punggung system self assaament dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya.

Menurut Ismaean, (2000), kepatuhaan sukarela sebagai pondasisystem self assessment dapat dicapai apabila elemen-elemen kunci telah diterapkan secara

efektif, yaitu :

A. Program pelayanan yang baik terhadap wajib pajak. B. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak C. Program pemantauan kepatuhan verifikasi yang efektif D. Pemantauanlaw enforcement secara tegas dan adil

Administrasi perpajakan dianggap berhasil apabila tercapai suatu keseimbangan antara pelayanan terhadap wajib pajak dan penerapan hukum serta peraturan pajak, administrasi perpajakan dapat mengkosentrasikan sumber dayanya dalam mengindentifikasikan informasi yang berhubungan dengan wajib pajak yang gagal memenuhi kewajiban pajak.

Dokumen terkait