• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dasar

2. Suku Bunga SBI

a. Pengertian Suku Bunga

Suku bunga merupakan instrument konvensional untuk mengendalikan atau menekan laju pertumbuhan tingkat inflasi. Suku bunga yang tinggi akan mendorong orang untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikan pada sektor produksi atau industri yang resikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama dalam bentuk deposito. Suku bunga yang tinggi menyerap jumlah uang yang beredar di masyarakat. Namun disisi lain, tingginya suku bunga akan meningkatkan nilai uang selain menyebabkan besarnya opportunity cost pada sektor industri atau sektor riil (Mamduh Hanafi ; 2003).

Jika tingkat suku bunga dinaikkan, jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan bertambah karena orang lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif.

Dengan demikian tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga bank yang dalam hal ini merupakan tugas dari bank Indonesia (bank sentral).

Terjadinya kesenjangan antara investasi dan tabungan merupakan penyebab tingginya tingkat suku bunga, terutama jika dilihat dari sudut indikator ekonomi makro. Kesenjangan antara investasi dan tabungan atau antara dana

masyarakat yang berhasil dihimpun sektor perbankan dan kredit yang disalurkan telah menyebabkan kesenjangan yang sangat menyolok sejak tahun 1990.

Dalam realitas sehari-hari terdapat 4 (empat) macam suku bunga yaitu : (Mamduh Hanafi ; 2003).

a. Suku Bunga Dasar

Suku bunga dasar (bank rate) adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral oleh kredit yang diberikan kepada perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau yang ditarik atau diambil alih oleh bank sentral.

b. Suku bunga efektif

Suku bunga efektif (effective rate) adalah suku bunga yang sesungguhnya dibebankan kepada debitur dalam jangka waktu 1 tahun, bila suku bunga nominal sama dengan suku bunga efektif.

c. Suku bunga nominal (nominal rate) adalah tingkat suku bunga yang ditentukan berdasarkan jangka waktu 1 tahun.

d. Suku bunga padanan (equivalent rate) adalah suku bunga yang besarnya dihitung setiap hari (bunga harian), setiap minggu ( bunga mingguan), setiap bulan (bunga bulanan) atau setiap tahun (bunga tahunan) untuk sejumlah pinjaman (kredit) atau investasi selama jangka waktu tertentu yang apabila dihitung secara anuitas (bunga berbunga) akan membirikan penghasilan bunga dengan jumlah yang sama.

Kebijakan suku bunga tinggi, selain mengakibatkan kesenjangan antara dana yang diterima masyarakat dan dana yang berhasil disalurkan kembali dalam

bentuk pemberian kredit kepada masyarakat yang jumlahnya jauh melebihi dana yang masuk, mengakibatkan pula kesenjangan antara investasi dan tabungan selama suku bunga masih terus tinggi. Kebijakan tingkat suku bunga tinggi dapat pula digunakan untuk mancegah terjadinya pelarian modal (capital flight) ke luar negeri secara besar-besaran yang bila terjadi akan memperburuk industri perbankan. Industri perbankan merupakan sektor ekonomi yang paling menderita jika terjadi capital flight, terutama bagi bank-bank yang modalnya banyak mengandalkan pinjaman luar negeri. Pertumbuhan industri akan terpengaruh pula, yang pada akhirnya akan menambah angka pengangguran, defisit transaksi berjalan, dan bahakan tidak mustahil pula akan memicu meningkatnya tingkat inflasi yang semakin lama akan semakin sulit dikendalikan.

Seseorang investor akan melihat apakah suku bunga riil negatif atau positif, dengan formulasinya sebagai berikut ; (Berlianta ; 2004).

Suku Bunga Riil = Suku Bunga Nominal-Inflasi

Suku bunga riil yang negatif merupakan kerugian bagi investor yang mendepositokan uangnya, karena tingkat bunga nominal yang diterimanya lebih rendah daripada tingkat inflasi. Tinggi rendahnya suku bunga berimplikasi langsung terhadap tinggi rendahnya tingkat inflasi, menurut teori moneter klasik, di mana penurunan suku bunga bank sentral akan diikuti oleh penurunan suku bunga bank komersial. Ini akan memicu pertumbuhan kredit perbankan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi.

Dalam teori ekonomi konvensional, investasi sangat tergantung pada tingkat bunga (interest) sebagai ukuran biaya dari dana yang digunakan untuk membiayai

investasi tersebut. Itulah sebabnya jika suku bunga tinggi, maka investasi atau proyek-proyek lebih sedikit dibandingkan dengan pada saat suku bunga rendah (Amri Amir, 2007), apabila investasi meningkat maka akan menaikkan pajak dan sebaliknya.

b. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Dalam melaksanakan tugasnya membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kstabilan nilai rupiah, BI mengggunakan beberapa piranti moneter yuang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk sertifikat bank Indonesia. Beberapa uraian penting tentang SBI dijelaskan sebagai berikut:

1). Pengertian SBI

SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto.

2). Tujuan Penerbitan SBI

Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kstabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kstabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.

3). Karakteristik SBI

Terdapat beberapa karakteristik SBI, antara lain; (Siamat; 2004)

1). Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara diterbitkan untuk jangka waktu 1dan 3 bulan.

2). Denominasi : dari yang terendah Rp 50 juta sampai yang tertinggi Rp 100 miliar.

3). Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta, dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta.

4). Pembelian SBI di dasarkan pada nilai tunai yang diperoleh dari rumus berikut ini :

Nilai Nominal x 360

360 + (tingkat Diskonto x Jangka Waktu)

5). Pembelian SBI memperoleh hasil serupa berupa diskonto yang dibayar dimuka. Besarnya diskonto adalah nominal dikurangi dengan nilai tunai.

6). Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.

4). Tata cara transaksi penjualan SBI

1). Penjualan SBI dilakukan melalui lelang. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari selasa.

2). Lelang dilakukan setiap hari rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transaksi hari kamis.

3). Dalam pelaksanaan lelang, masing-masing peserta mengajukan penawaran jumlah SBI yang ingin dibeli beserta tingkaat diskontonya. Pemenang lelang akan di prioritaskan pada peserta yang mangajukan penawaran tingkat diskonto yang relatif rendah, dengan batasan atas jumlah SBI yang dilelang. Contoh ada 6 peserta lelang, dan jumlah SBI yang dilelang adalah Rp 5 miliar. Peserta A, B dan C sudah dinyatakan sebagai pemenang dengan jumlah total penawaran Rp 4,5 miliar dan tingkat diskonto yang lebih randah dari peserta DEF. Sisanya Rp 500 juta diperebutkan oleh peserta DEF, dan pemenangnya adalah D karena tingkat diskontonya lebih randah dari peserta EF. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini :

Table 2.1

Contoh hasil lelang SBI Target Lelang Rp 5 Miliar

Peserta

Jumlah penawaran suku bunga

Suku

bunga Jumlah kumulatif A Rp.1.500.000.000 20% Rp.1.500.000.000 B Rp.1.000.000.000 26% Rp.2.500.000.000 C Rp.2.000.000.000 30% Rp.4.500.000.000 D Rp.2.000.000.000 34% Rp.5.000.000.000 E Rp. 750.000.000 37% F Rp.1.250.000.000 40%

Sumber : Data diolah

Keterangan :

Peserta A,B dan C menang lelang

Peserta D menang sebagian (Rp 500 juta) Peserta E dan F kalah lelang

3. Inflasi

a. Pengertian dan sebab inflasi

Menurut Boediono (2000) inflasi adalah kecenderungan dari kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus (Sukirno, 2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terjadi pada seluruh kelompok barang dan jasa (Pohan, 2008). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi, (Nopirin, 2000). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai Inflasi.

Inflasi menyebabkan harga barang impor lebih murah dari pada barang yang dihasilkan di dalam negeri. Maka pada umumnya inflasi akan menyebabkan impor berkembang lebih cepat tetapi sebaliknya perkembangan ekspor akan bertambah lambat. Di samping itu aliran modal yang keluar akan lebih banyak dari pada yang masuk ke dalam negeri. Berbagai kecenderungan ini akan memperburuk keadaan neraca pembayaran, defisit neraca pembayaran yang serius mungkin berlaku. Hal ini seterusnya akan menimbulkan kemerosotan nilai mata uang (Sukirno, 2000).

Kenaikan harga-harga menyebabkan barang-barang yang diproduksikan di negara itu tidak dapat bersaing dengan barang yang sama di pasaran luar negeri. Oleh sebab itu ekspor negara tersebut akan turun dan tidak berkembang. Sebaliknya kenaikan harga-harga dalam negeri menyebabkan barang-barang dari negara lain menjadi relatif lebih murah dan ini akan mempercepat pertambahan impor. Inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor, maka selanjutnya inflasi akan menyebabkan impor menjadi lebih besar dari ekspor. Apabila cadangan devisa negara itu cukup besar, kelebihan impor ini dapat dibayar dari cadangan itu. Tetapi apabila cadangan devisa tidak cukup besar, pemerintah akan berusaha

untuk mengurangi impor dengan menaikkan pajak impor dan membatasi jumlah barang yang diimpor.

Tindakan ini akan menimbulkan kenaikan harga-harga lebih lanjut. Jadi inflasi berpengaruh negatif terhadap nilai ekspor dan berpengaruh positif terhadap nilai impor.

Tingkat inflasi yang terjadi di dalam suatu negara akan sangat mempengaruhi impor negara tersebut. Apabila barang-barang dari luar negeri mutunya lebih baik, dan harganya lebih murah daripada barang-barang yang sama dihasilkan di dalam negeri, maka akan terdapat kecenderungan bahwa negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri (Sukirno, 2002).

Definisi inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus-menerus. Kenaikan harga satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi kecuali kenaikan harga tersebut meluas kemana-mana. (Abimanyu, 2004;13). Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kenaikan satu atau beberapa barang pada saat tertentu dan hanya

“sementara” belum tentu menimbulkan inflasi.

Menurut Murni (2006 :203) mendefinisikan inflasi sebagai suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus-menerus. Berdasarkan definisi ini ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat telah terjadinya inflasi, yaitu kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi terus menerus.

Inflasi merupakan bagian dari keadaan perekonomian yang akan dialami oleh suatu Negara, hanya saja setiap Negara memiliki tingkat inflasi yang

berbeda-beda. Untuk mengukur tingkaat inflasi dapat menggunakan indeks harga konsumen.

Selain itu dalam beberapa istilah penggunaan inflasi digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang, yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Beberapa ekonom (dari beberapa sekolah di Austria) masih menggunakan arti ini dan bukan peningkatan harga-harga.

Inflasi yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda-beda. Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan Negara, sektor pemerintah dan swasta. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut (Murni, 2006):

a. Inflasi disebabkan oleh sektor ekspor-impor, jika ekspor suatu Negara lebih besar daripada impor akan mengakibatkan terjadinya tekanan inflasi, tekanan inflasi terjadi karena semakin besar jumlah uang yang beredar didalam negeri akibat penerimaan devisa.

b. Inflasi disebabkan oleh sektor penerimaan dan pengeluaran Negara, sektor penerimaan dan pengeluaran suatu Negara yang deficit menjadi penyabab inflasi. Karena pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaannya, maka untuk menutupi keadaan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan uang baru yang akan menimbulkan tekanan inflasi.

c. Inflasi disebabkan oleh sektor swasta pengeluaran kredit dalam jumlah yang cukup besar untuk memenuhi permintaan kredit swasta dapat juga menyebabkan terjadinya inflasi.

Dengan demikian pengendalian jumlah uang beredar di masayarakat dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menekan tingkat inflasi.

b. Penggolongan inflasi

Penggolongan inflasi dapat dibedakan atas beberapa kelompok (Murni,2006), yaitu :

1. Berdasarkan sumber dan penyebabnya, maka inflasi dapat dikelompokan menjadi;

a. Inflasi dari segi permintaan (demand full inflation).

Inflasi ini disebabkan oleh bertambahnya permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang menyebabkan bertambahnya permintaan faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintan permintan terhadap produksi menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Oleh karena itu inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total yang berlebihan sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga.

b. Inflasi dari segi desakan biaya (Cost Push Inflation)

Kenaikan harga pada inflasi jenis ini disebabkan adanya kenaikan biaya/ongkos produksi (input) sehingga mengakibatkan harga-harga produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Terjadinya kenaikan ongkos produksi ini dapat disebabkan karena buruh menuntut kenaikan upah (wages push inflation) maupun

karena perusahaan menghendaki kenaikan keuntungan yang melebihi kemampuan berproduksi (profit push inflation)

2. Berdasarkan asal timbulnya inflasi.

Apabila ditinjau dari asalnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua macam ; a. Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation). Kenaikan harga terjadi karena

ada pengaruh kejutan (shock) dari dalam negeri baik karena perilaku masyarakat non-pemerintah maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga. Misalnya sebagai akibat terjadinya defisit anggran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.

b. Inflasi dari luar negeri (imported inflation). Kenaikan harga umum dapat dipengaruhi tidak saja oleh harga dalam negeri tetapi juga oleh harga-harga barang diluar negeri yang tercermin pada harga-harga barang-barang impor yang berpengaruh langsung pada kenaikan indeks harga umum (IHU) dan dengan sendirinya akan mempengaruhi laju inflasi. Selain itu imported inflation juga dapat disebabkan adanya kenaikan tarif impor barang.

3. Berdasarkan cakupan pengaruh kenaikan harga, inflasi digolongkan menjadi ; a. Inflasi tertutup (closed inflation). Inflasi ini terjadi jika kenaikan harga

secara umum hanya berkaitan dengan beberapa barang tertentu secara kontinyu.

b. Inflasi terbuka (Open inflation). Inflasi ini terjadi jika kenaikan harga terjadi secara keseluruhan.

c. Inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflation). Inflasi ini terjadi apabila serangan inflasi demikian hebatnya dan setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama yang disebabkan nilai uang terus merosot.

4. Berdasarkan parah atau tidaknya inflasi, digolongan menjadi ;

a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang lajunya lebih kecil dari 10% pertahun b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang lajunya antara 10 % sampai 30%

pertahun

c. Inflasi berat, yaitu inflasi yang lajunya antara 30 % sampai 100% pertahun d. Inflasi tidak terkendali, yaitu inflasi yang lajunya lebih dari 100% pertahun

c. Dampak inflasi

Inflasi yang tingginya tingkatannya akan menurunkan perkembangan ekonomi suatu Negara (Murni : 2006) hal-hal yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut ;

1. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan yang kurang mendorong produk nasional, seperti tindakan para spekulatif yang ingin mencari keuntungan sesaat.

2. Pada saat kondisi harga tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian property. Pengalihan investasi ini akan menyebabkan investasi produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun.

3. Inflasi menimbulkan efek yang buruk pada perdagangan dan mematikan pengusaha dalam negeri. Hal ini dikarenakan kenaikan harga menyebabkan produk-produk dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk Negara lain sehingga kegiatan ekspor menurun dan impor malah meningkat.

4. Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula dalam neraca pembayaran. Karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor menyebabkan ketidakseimbangan terhadap aliran dana yang masuk dan keluar negeri sehingga posisi neraca pembayaran akan memperburuk.

Inflasi bukan berarti bertujuan untuk menghilangkan inflasi sampai pada titik nol, karena bila ini sampai terjadi tidak memacu pertumbuhan ekonomi dan justru akan menimbulkan stagnasi. Kebijakan inflasi akan sangat berarti bagi kegiatan ekonomi bila pemerintah bisa menjaga laju inflasi berada di tingkat yang sangat rendah yaitu sekitar dibawah 5 persen.

d. Kebijakan anti inflasi

Upaya-upaya untuk mengendalikan inflasi dapat berupa penerapan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh dua lembaga yang berbeda. Kebijakan fiskal dilaksanakan oleh departemen ekonomi dan keuangan, sedangkan kebijakan moneter dilaksanakan oleh bank sentral. (Murni, 2006 : 207-208)

1. Kebijakan Fiskal meerupakan kebijakan pemerintah untuk mengubah dan mengendalikan penerimaan dan pengeluarkan pemerintah melalui APBN dengan maksud untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Kebijakan ini dapat dibagi menjadi :

Bentuk kebijakan fiskal jangka pendek, berupa ;

a. Membuat perubahan yang berkaitan dengan pembelanjaan/pengeluaran pemerintah.

b. Membuat perubahan yang berkaitan dengan sistem perpajakan dan jumlah pajak yang ditetapkan.

Bentuk kebijakan fiskal jangka panjang, berupa ;

a. Kebijakan penstabilan otomatik, artinya menjalankan sistem perpajakan yang telah ada, misalnya sistem pajak progresif dan proporsional.

b. Kebijakan fiskal diskresioner, artinya kebijakan yang secara khusus membuat perubahan terhadap sistem yang ada. Misalnya membuat undang-undang, peraturan-peraturan baru dibidang penerimaan pemerintah khususnya penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah.

2. Kebijakan Moneter merupakan kebijakan yang dilakukan bank sentral dalam mengatur dan mengendalikan jumlah uang yang beredar. Kebijakan bank sentral ini ada yang bersifat kuantitatif dan ada yang bersifat kualitatif.

Kebijakan yang bersifat kuantitatif meliputi :

a. Kebijakan operasi pasar terbuka (open market operation) yaitu membeli atau menjual obligasi pemerintah.

b. Kebijakan tingkat diskonto yaitu kebijakan dalam rangka dalam menetapkan tngkat suku bunga. Misalnya SBI.

c. Kebijakan cadangan wajib (reserve requitment) yaitu kebijakan dalam menetapkan cadangan wajib untuk deposito bank dan lembaga keuangan lainnya.

Kebijakan yang bersifat kualitatif meliputi pengawasan kredit secara selektif dan moral situation yaitu membujuk/ menghimbau secara moral kepada masyarakat pengguna jasa bank.

Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu Negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak luar bank sentral, termasuk oleh pemerintah itu sendiri. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen salah satunya disebabkan oleh intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian justru akan berakibat mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.

Bank sentral pada umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation

targeting banyak diterpakan oleh bank sentral diseluruh dunia, termasuk oleh

bank Indonesia.

Reaksi terhadap kebijakan antiinflasi berupa kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang digunakan untuk menekan laju inflasi, harus diperhitungkan sebagai salah satu biaya inflasi yang merupakan dampak yang ditimbulkan oleh inflasi dan menyebabkan beban-beban ekonomi secara tidak efisien yang ditanggung oleh masyarakat(Murni, 2006 : 213).

Oleh sebab itu diperlukan kebijakan antiinflasi yang berbiaya rendah, yaitu kebijakan-kebijakan yang berusaha menurunkan inflasi tanpa terjadinya kenaikkan beban ekonomi bagi masyarakat. Kebijakan antiinflasi yang berbiaya rendah ini disebut juga kebijakan pendapatan yaitu tindakan pemerintah yang berusaha membuat yang berusaha membuat inflasi yang rendah (moderat) melalui langkah-langkah langsung, baik melalui persuasi verbal, pengawasan hukum atau intensif-intensif lain. Tindakan-tindakan langsung pemerintah dapat berupa : (Murni, 2006 : 213)

1. Kebijakan pengendalian harga dan upah dipasar produk dan pasar tenaga kerja.

2. Kebijakan pendapatan berbasis pajak berupa kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak penghasilan secara perlahan agar tidak mempengaruhi lonjakan harga barang di pasar.

3. Kebijakan strategi pasar yang menekankan kekuatan pengendalian ketersediaan barang di pasar, sehingga dapat memperkuat daya tahan pasar terhadap kenaikan harga.

Dokumen terkait