• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pemberdayaan Masyarakat

2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) adalah perwujudan capita building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, sarana dan prasarana, serta pengembangan 3P, yaitu:

1. Pendampingan, yang dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat,

2. Penyuluhan, yang dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi di masyarakat, dan

3. Pelayanan, yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketetapan distribusi asset sumber daya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat.

Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan (empowering) pihak

yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.32

Dalam pemberdayaan, diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan, yaitu adanya pihak-pihak yang memberdayakan (community worker) dan pihak yang diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tetapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana). Kartasasmita menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 proses33, yaitu:

1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat tanpa daya,

2. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana,

3. memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi

32

Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. (Jakarta: Bappenas, 1996), h. 249.

33

Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. (Jakarta: Bappenas, 1996), h. 193.

bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.

Menurut Shardlow34 (Adi,2001:54-55), pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana kelompok atau individu komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat adalah;

1. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.

3. Proses pelaksanaan pembangunan sudah berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.

4. Proses pembangunan terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat.

5. Respon masyarakat terhadap kegiatan program pembangunan tersebut sudah baik.

6. Telah melibatkan masyarakat dalam musyawarah peran pembangunan.

7. Hasil pelaksanaan pembangunan dapat dinikmati masyarakat. 8. Pemerintah dapat mempertanggungjawabkan hasil

pemberdayaan pelaksanaan pembangunan.

34

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis), (Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h. 54-55.

9. Terlaksananya demokrasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan.

10.Sesuai dengan permintaan atau harapan masyarakat dengan program pemerintah yang terlaksana.

Menurut Soegijoko, terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak pada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu di dampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilisator, komentator dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian.35

3. Tujuan Pemberdayaan

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok lemah dan rentan sehingga mereka memilki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan bebas

35

Soegijoko dan Kusbiantoro. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan diIndonesia. (Jakarta: Grasindo, 1997), h. 179.

dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.36

Dalam hal ini Kartasasmita mengemukakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat harus dilakukan melalui tiga cara yaitu:

a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap individu perlu di berdayakan.

b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses oleh lapisan masyarakat paling bawah.

c. Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang bertambah lemah atau makin terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,

36

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 58.

perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat, melindungi dan membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak berimbang dan eksploitasi atas yang lemah.37

Dari penjelasan di atas, peneliti memahami bahwa tujuan pemberdayaan dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial dan hukum. Karena dalam tujuan pemberdayaan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya

basic needs (sandang, pangan dan papan), dapat memperoleh pelayanan sosial, kesehatan dan pendidikan serta mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi masyarakat. Dan upaya dalam memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui empat dasar pendekatan, yaitu komunikasi, informasi, edukasi dan advokasi. Melalui keempat dasar ini pemberdayaan dapat dijalankan dengan baik.

4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan mencakup tiga indikator yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif sebagai berikut:38

a. Indikator Kompetensi Kerakyatan

37

Ken blanched, Pemberdayaan Bukan Perubahan Sekejap Ed 2 (Yogyakarta, Amara Books 2002) cet ke 1 h. 151.

38Miftakhul Yakin, Azfandi. “Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di

Kabupaten Brambang” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Magister Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Vol, 4. No.2 (April 2016). h. 367.

Indikator kompetensi kerakyatan dipengaruhi oleh pemberdayaan yang berbasis sosial ekonomi kerakyatan kemudian difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga dalam proses produksi seperti akses informasi, pengetahuan, dan ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan akses kepada sumber-sumber keuangan.

b. Indikator kemampuan sosiopolitik

Pemberdayaan sosiopolitik difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya.

c. Kompetensi partisipatif

Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pembangunan dengan sistem partisipatif. Artinya, hasil pembangunan bukan lagi bersifat given dan charity, tapi lebih menggunakan model pemberdayaan masyarakat. Masyarakat diperlakukan sebagai subyek/pelaku pembangunan yang berperan aktif dalam upaya menentukan bentuk program yang akan dilangsungkan. Atau dengan kata lain pembangunan partisipatif adalah (1) pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek atas program pembangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan mereka sendiri; (2) Pelibatan masyarakat mulai dari tahap

perencanaan-pelaksanaan-monitoring-evaluasi; dan (3) Pengerahan massa (baca: mobilisasi) diperlukan jika program berupa padat karya.39

Untuk mencapai indikator keberdayaan tersebut diperlukan peran pendamping bagi masyarakat miskin yang ingin di berdayakan tersebut, oleh karenanya pekerjaan sebagai pendamping bukan merupakan suatu tugas yang mudah. Pendampingan adalah suatu keahlian dapat dianggap sebagai suatu misi.

Andres (1998) mengajukan tiga syarat sebagai suatu pendamping (fasilitator) pada pekerjaan pembangunan masyarakat desa, yaitu:

Pertama, pendamping harus memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif serta pengetahuan yang dalam dan luas di bidangnya; kedua,

pendamping memiliki komitmen profesional, motivasi serta kematangan seperti yang ditujukan dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sebelumnya; dan ketiga, pendamping memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi sesamanya.40

Selain itu juga ada beberapa tugas sebagai pendamping yang berpusat pada empat tugas, yakni: (1.) pemungkinan (enabling) atau fasilitasi, fungsi ini berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Beberapa tugas dalam fungsi ini melakukan mediasi, negosiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. (2.) penguatan

(empowering) fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity Building), pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif serta bertukar

39

Ibid,. h. 367.

40Ghozali, “ implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan dalam Pengentasan kemiskinan di Pondok Labu,” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 31.

gagasan. (3.) perlindungan (protecting), berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. (4.) pendukungan (supporting), pendamping melakukan tugas dengan melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.41

5. Tahap-tahap Pemberdayaan

Tahap-tahap pemberdayaan dalam praktik pekerjaan social memiliki beberapa tahapan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana yang dikembangkan oleh Isbandi Rukminto, terdiri dari 7 tahapan, yakni tahap pesiapan, tahap pengkajian (Assessment),tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan (designing), tahap pemformulasian rencana aksi, tahap pelaksanaan program (implementasi), tahap monitoring evaluasi (monev) dan tahap terminasi.

Tahapan tersebut bukanlah sebuah tahapan yang kaku dan hirarkis antara satu tahap lainnya, melainkan tahapan yang fleksibel, sesuai dengan panah yang ada disebelah kiri, yang menunjukan apabila satu tahapan telah terlewati, masih membuka kemungkinan untuk kembali ke tahapan sebelumnya, penjelasan tentang tahapan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :42

41

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 95-97.

42

Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 206.

Pertama: Tahap persiapan. Tahapan persiapan terdiri dari dua hal, yakni:

a) Persiapan petugas (dalam hal ini tenaga community worker) merupakan prasyarakat suksesnya suatu pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan Non-Directif. Penyiapan petugas ini diperlukan untuk menyamakan persepsi mengenai konsep yang akan dilaksanakan dalam program pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesamaan pandangan diantara tenaga pengubah (change agent), terutama apabila tim pengubah berasal dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya saja, ada petugas ada petugas yang berlatar belakang sarjana Agama, sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial, sarjana Pendidikan dan sarjana Sastra. Sehingga perlu dilakukan pelatihan awal untuk menyamakan persepsi mengenai program pemberdayaan masyarakat yang akan dikerjakan di daerah tersebut, serta bagaimana teknik-teknik yang akan dilakukan dalam melakukan perubahan di masyarakat.

b) Sedangkan pada tahap persiapan lapangan, petugas (community worker) akan melakukan penyiapan lapangan. Pada awalnya dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal. Bila sudah ditemukan daerah yang ingin dikembangkan,

community worker harus mencoba menerobos jalur formal untuk mendapatkan dari pihak yang terkait. Tetapi di samping itu,

community worker juga tetap harus menjalin kontak dengan tokoh-tokoh informal (informal leader) agar hubungan dengan masyarakat dapat terjalin dengan baik. Pada tahap inilah terjadi kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran. Komunikasi yang baik pada tahap awal biasanya akan mempengaruhi keterlibatan warga pada fase berikutnya. Fase ini juga dikenal sebagai fase engagement dalam suatu proses pemberdayaan masyarakat.43

Kedua: Tahap Assessment, yakni tahap pengkajian yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang dirasakan kelompok sasaran sehingga menemukan apa kebutuhan yang mereka rasakan (felt needs) dan juga apa sumber daya yang mereka miliki. Dalam proses

Assessment ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa permasalahan permasalahan yang sedang dibicarakan benar-benar permasalahan yang keluar dari pandangan mereka sendiri. Di samping itu, pada tahap ini pelaku perubahan juga memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan.

Assessment yang dilakukan pada suatu komunitas dapat dilakukan secara individual (individual assessment) melalui tokoh-tokoh masyarakat ataupun anggota masyarakat tertentu. Tetapi dapat juga dilakukan secara berkelompok (group assessment). Pada tahap

43

ini, petugas sebagai pelaku perubahan berusaha mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya yang dimiliki klien.

Ketiga: Tahap perencanaan alternatif program. Pada tahap ini change agent secara partisipatif melibatkan warga untuk merumuskan masalah yang mereka hadapi serta solusi yang sebaiknya dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Penyusunan alternatif program yang tepat, dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada, dapat dipikirkan sebagai solusi dari masalah yang dihadapi.44

Program dan kegiatan yang akan mereka kembangkan tentunya harus disesuaikan dengan tujuan pemberian bantuan sehingga tidak muncul program-program yang bersifat incidental (one shot programme) ataupun charity (amal) yang kurang dapat dilihat manfaatnya dalam jangka panjang. Dalam proses ini petugas bertindak sebagai fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi dan memikirkan program dan kegiatan apa saja yang tepat dilaksanakan pada saat itu. Misalnya saja, dalam program kesehatan, kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, begitu pula dalam kaitan dengan program pendidikan, kira-kira kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan dengan mempertimbangkan beberapa sumber daya yang ada.

44

Keempat: Tahap pemformulasian rencana aksi. Yakni tahap menuangkan gagasan yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan alternatif program ke dalam pernyataan kegiatan (proposal) secara tertulis. Peran change agent dalam tahap ini adalah membantu sasaran menuliskan rumusan program mereka dalam format yang layak untuk diajukan kepada penyandang dana. Dalam tahap pemformulasian rencana aksi ini, diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.45

Kelima: Tahap pelaksanaan (implementasi) program. Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat, keberhasilan dari tahap ini tergantung dari kerja sama yang baik antara change agent

dengan warga masyarakat serta tokoh masyarakat setempat. Adanya konflik diantara tiga komponen ini akan sangat mengganggu tahap pelaksanaan program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat.

Dalam upaya melaksanakan program pengembangan masyarakat, peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kader ini biasanya dipilih dari ibu-ibu rumah tangga ataupun pemudi yang masih memiliki waktu luang dan mau melibatkan diri dalam kegiatan tersebut.

45

Keenam: Tahap Monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi atau penerapan program dengan cara memantau program yang sedang berjalan. 46 Sedangkan Evaluasi adalah perbandingan dari actual project dengan perencanaan strategi yang telah disepakati.47 Evaluasi dikenal sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Karena dengan keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat

yang lebih „mandiri’ dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Akan tetapi, kadang kala dari hasil pemantauan dan evaluasi ternyata hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bila hal ini terjadi maka evaluasi proses diharapkan akan dapat memberikan umpan baik yang berguna bagi perbaikan suatu program ataupun kegiatan. Sehingga apabila diperlukan dapat dilakukan kembali

assessment terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat ataupun terhadap sumber daya yang tersedia. Karena pelaku perubahan juga menyadari bahwa tolak ukur suatu masyarakat juga dapat berkembang

46

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 119.

47Ikosnomos, “Panduan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi PNPM peduli,” artikel diakses pada 6 Juni 2016 dari https://monitoringevaluation.wordpress.com/2011/09/30/panduan-perencanaan-monitoring-dan-evaluasi/.

sesuai dengan pemenuhan kebutuhan yang sudah terjadi. Evaluasi itu sendiri dapat dilakukan pada input, proses dan hasil.48

Ketujuh: Tahap terminasi, yakni tahap “pemutusan” atau

pemberhentian program. Idealnya tahap ini dilakukan apabila masyarakat atau komunitas sasaran benar-benar sudah “berdaya”.

Pemutusan hubungan dengan komunitas sasaran ini sebaiknya dilakukan secara pelan-pelan, bertahap, tidak secara langsung ditinggalkan begitu saja oleh change agent, sehingga dapat dipastikan ketika agen perubah keluar dari komunitas tersebut, keadaan sudah jauh berubah dan komunitas sasaran sudah kreatif mandiri. Meskipun demikian, tidak jarang community worker tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin.49

6. Strategi dan intervensi Pemberdayaan

Pengembangan masyarakat lokal menurut Rothman (sebagaimana diulas oleh Suharto, 2005:42) adalah pengembangan masyarakat yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif dan inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki

48

Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 206.

49

Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 206.

potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.50 Strategi pada dasarnya memiliki tiga arah yaitu:51

a. Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat

b. Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan di daerah yang mengembangkan peran serta masyarakat

c. Modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan struktur sosial ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran masyarakat lokal.

Dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan secara individual. Meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem di luar dirinya. Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan melalui:

a. Intervensi Mikro, yaitu pemberdayaan yang dilakukan secara individu melalui bimbingan, konseling, stress Management, crisiss intervention,. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini

50

Asep Usman Ismail, (Ed) Dan Ismet Firdaus, Dkk, Pengalaman Al-Qur’an “Tentang Pemberdayaan Dhua’fa (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Dakwah Press, 2008) Cet. 1, h. 73.

51

Sumodiningrat Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat & Jaring Pengaman Sosial

sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

b. Intervensi Mezzo, yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. c. Intervensi Makro, pendekatan ini disebut sebagai sebagian strategi

sistem besar (large-system strategi) karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, lobying, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, adalah strategi dalam pendekatan ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.52

Intervensi makro mencakup berbagai metode profesional yang digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang lebih besar dari individu, kelompok dan keluarga. Yaitu organisasi, komunitas baik setingkat lokal, regional maupun nasional.53

52

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.

53

Adi Rukminta Isbandi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat Dan Intervensi Komunitas (Jakarta: FEUI Press, 2003), h. 57.

B. Feminisme dan Gender

Dokumen terkait