SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Wawan Hermawan
NIM 1112054100028
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
iv 1112054100028
Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (Studi Kasus Pada Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Kecamatan Rajeg,
Kabupaten Tangerang)
Implementasi merupakan proses yang sangat penting dalam suatu kebijakan. Kadangkala, implementasi yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. PNPM Mandiri adalah program yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat baik melalui penguatan modal maupun kelembagaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Simpan Pinjam Perempuan/SPP di Kecamatan Rajeg dan untuk mengetahui manfaat yang terjadi dalam pelaksanaan Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Rajeg. Adapun studi ini akan menjawab: Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan (PNPM-MP) dalam Kegiatan Simpan Pinjam di Kecamatan Rajeg; serta Manfaat Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Bagi Masyarakat di Kecamatan Rajeg.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan 3 orang informan pendukung dan 8 orang informan utama. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data primer dan sekunder, dan teknik analisa data dilakukan dengan analisa data kualitatif purposive sampling.
v
Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Kesejahteraan Sosial di
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagiaan
yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan hasil yang
terbaik kepada kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam
penyelesaian karya ilmiah ini.
Sebagai bentuk penghargaan yang tidak tertuliskan, penulis sampaikan ucapan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
4. Hj. Nunung Khoiriyah, M.Ag, Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
5. Dr. Tantan Hermansah, M.Si, selaku Dosen Pembimbing skripsi penulis yang telah
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan serta membantu
vi
7. Pihak PNPM Mandiri Kecamatan Rajeg Pak Hasan, Pak Arif, Bu Ipah dan Bu Asna
yang telah banyak membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis
butuhkan dalam penyusunan skripsi.
8. Kedua orang tua Bapak Abdul Rosyid dan Ibu Suheti, terima kasih untuk semua
doanya, untuk semua Jasa-jasanya dan semua Pengorbanannya.
9. Kakak-kakak dan adik-adik saya Heriyanto, Maria Ulfah, Siti Hernawati, Jamaludin
Siti Raudotul Janah dan Kayla Almera Farzana, terima kasih atas dukungan moril dan
materiil dalam menempuh studi selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Sahabat dan teman-teman seperjuagan Jurusan Kesejahteraan Sosial Angkatan 2012
(Fahri, Nikmal, Yoga, Yunus, Erik, Ican, Iqbal, Dado dan Kiki S.Sos) yang terus
memberikan dukungan dan support dalam proses penyelesaian tugas akhir skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 16 Juni 2016
vii
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
1. Pembatasan Masalah ... 8
2. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat ... 9
1. Tujuan Penelitian ... 9
2. Manfaat Penelitian ... 9
D. Metodologi Penelitian ... 10
1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 10
2. Pendekatan Penelitian ... 11
3. Jenis Penelitian ... 12
4. Sumber Data ... 13
5. Teknik Pemilihan Informan ... 14
6. Teknik Pengumpulan Data ... 15
7. Teknik Analisa Data ... 18
8. Teknik Keabsahan Data ... 19
9. Teknik Penulisan ... 20
E. Tinjauan Pustaka ... 20
F. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II LANDASAN TEORI ... 23
A. Pemberdayaan Sosial ... 20
1. Pengertian ... 20
2. Tujuan Pemberdayaan Sosial ... 22
3. Indikator Pemberdayaan Sosial ... 23
4. Tahapan Pemberdayaan Sosial 5. Strategi Pemberdayaan Sosial ... 24
B. Pinjaman dan Modal ... 41
viii
b. Jenis-jenis Modal ... 45
C. Metode Pemberdayaan PNPM Mandiri Perdesaan dalam Kegiatan Simpan Pinjam ... 26
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ... 40
A. Sejarah PNPM Mandiri Perdesaan ... 40
B. Visi dan Misi ... 40
C. Struktur Kepengurusan PNPM Mandiri Perdesaan ... 42
D. Prinsip Pokok PNPM Mandiri Perdesaan ... 43
E. Jenis-Jenis Program PNPM Mandiri Perdesaan ... 43
F. Kelompok Simpan Pinjam Perempuan ... 60
1. Sejarah Kelompok Simpan Pinjam ... 60
2. Pengertian Simpan Pinjam ... 63
3. Tujuan Simpan Pinjam ... 63
4. Sasaran, Bentuk dan Ketentuan Simpan Pinjam ... 64
a. Sasaran Program... 64
b. Bentuk Kegiatan ... 65
c. Ketentuan Kelompok Simpan Pinjam ... 66
d. Syarat Simpan Pinjam ... 67
e. Penentuan Jasa Pinjaman ... 67
f. Jangka Waktu Pinjaman ... 67
g. Jadwal Angsuran ... 67
h. Ketentuan Pendanaan ... 68
i. Pengawasan Simpan Pinjam ... 68
5. Indikator Keberhasilan PNPM Mandiri Perdesaan ... 69
6. Prestasi PNPM Mandiri Perdesaan ... 75
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 75
A. Proses Pelaksanaan Pemberdayaan PNPM Mandiri Perdesaan ... 78
1. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 78
a. Tahap Persiapan (Engagement)... 78
b. Tahap Assesment ... 78
c. Tahap Perencanaan Alternatif Program ... 78
d. Tahap Formulasi Rencana Aksi ... 83
e. Tahap Pelaksanaan Program ... 85
f. Tahap Monitoring dan Evaluasi ... 86
ix
4. Manfaat Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan ... 95
a. Manfaat Ekonomi ... 95
b. Manfaat Sosial ... 98
c. Manfaat Budaya ... 99
BAB V PENUTUP ... 101
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 103
1 A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan fonemena sosial yang menjadi permasalahan
utama di Indonesia. Kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan.
Berdasarkan definisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi.
Jika dalam pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter,
dimana kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatan/konsumsi
individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada di bawah
batasan tersebut, maka mereka dianggap miskin. Pandangan mengenai
kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran
moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa
apakah pertumbuhan anak-anak terhambat (World Bank Institute 2005). 1
Batasan yang digunakan dalam menentukan penduduk miskin salah
satunya adalah “garis kemiskinan” yaitu berdasarkan pengeluaran penduduk
untuk konsumsi makanan yang mencapai 2100 kalori per hari. Angka
kemiskinan Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 sebesar 7,18 persen lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 6,55 persen. Berdasarkan
data Susenas 2010, jumlah penduduk miskin di Tangerang sekitar 205.100
orang. Sedangkan garis kemiskinan untuk tahun 2010 sebesar 258.155
1
rupiah/kapita/bulan.2 Kemiskinan terjadi karena beberapa sebab. Loekman
Soetrisno mengutip pendapat Robert chambers, menyatakan bahwa
kemiskinan yang dialami oleh rakyat Negara sedang berkembang, khususnya
rakyat Perdesaan, disebabkan oleh beberapa faktor yang disebut sebagai
ketidakberuntungan atau disadvantages yang saling terkait satu sama lain.
Menurut Robert Chambers ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari
kehidupan orang atau keluarga miskin, yaitu: Pertama, kemiskinan (poverty),
Kedua, fisik yang lemah (physical weakness), Ketiga, keterasingan (isolation),
Keempat, kerentanan (vulnerability),dan Kelima, kerentanan (vulnerability).3
Menurut World Bank Institute (2005), ada 4 (empat) alasan mengapa
kemiskinan itu diukur. Pertama adalah untuk membuat orang miskin terus
berada dalam agenda, jika kemiskinan tidak diukur, maka orang miskin akan
mudah terlupakan. Kedua, orang harus mampu mengidentifikasi orang miskin
jika salah satu tujuannya adalah untuk keperluan intervensi dalam rangka
mengentaskan kemiskinan. Ketiga adalah untuk memantau dan mengevaluasi
proyek-proyek atau kebijakan intervensi yang diarahkan kepada orang miskin.
Terakhir adalah untuk mengevaluasi efektivitas lembaga-lembaga pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan.4
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dapat diukur dengan
melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan
2
Susenas Stada Kabupaten Tangerang,” Angka Kemiskinan Kabupaten Tangerang,”artikel diakses pada 8 Maret 2016 dari http:// www.bps.go.id/2016/803/.html
3
Loekman Sutrisno, Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 120.
4
desain, tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak atau
hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi (Ekowati, dkk
2005).5 Dalam hal ini keterlibatan pemerintah dalam menyikapi fenomena
kemiskinan sangatlah penting, karena menjadi tanggung jawab pemerintah
terhadap rakyatnya sesuai Undang – Undang Dasar Republik Indonesia No.13
Tahun 2011, tentang penanganan fakir miskin. Untuk mengatasi keadaan ini
pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam rangka mengentaskan
masyarakat dari kemiskinan. Usaha-usaha tersebut terlihat dalam berbagai
program bantuan sosial , program beras untuk rakyat miskin (raskin), program
bantuan langsung tunai (BLT), program keluarga harapan (PKH) dan lain
sebagainya.
Namun dalam kenyataannya, berbagai program yang dilaksanakan
pemerintah masih belum dapat mengentaskan kemiskinan yang ada.
Kurangnya lapangan pekerjaan dan sulitnya masyarakat khususnya perempuan
untuk memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya membuat banyak
masyarakat sulit keluar dalam zona kemiskinan. Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dengan tujuan pokok penanggulangan
kemiskinan ini menitik beratkan pada usaha meningkatkan kemandirian
masyarakat. Mengedepankan partisipasi masyarakat sehingga tujuan pokoknya
dapat tercapai jika kesejahteraan masyarakat meningkat melalui pelatihan
serta penyediaan sarana dan prasarana sosial dasar ekonomi. Tujuan tersebut
juga dapat diperkuat dalam Undang-Undang Desa No.6 Tahun2014 Tentang
5Arpan Siregar, “
Desa Bab I Pasal 4 Poin h yang menyatakan bahwa dalam pengaturan Desa
bertujuan untuk memajukan perekonomian masyarakat serta mengatasi
kesenjangan pembangunan nasional. Kemajuan ekonomi dan kesetaraan
pembangunan dapat diatasi dengan salah satu Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) yakni program
simpan pinjam perempuan diharapkan dapat membantu masyarakat untuk
memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya. Melalui program
PNPM Mandiri Perdesaan ini juga diharapkan nantinya masyarakat mampu
belajar mengembangkan usaha yang produktif demi memenuhi kebutuhan
rumah tangganya sendiri dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat lain
di sekitar mereka. Hal ini sejalan pula dengan Undang Undang Kesejahteraan
Sosial dalam Bab III tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagian
keempat, Pemberdayaan Sosial, pasal 12 ayat 2e tentang Pemberian Bantuan
Usaha.6
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) di Kecamatan
Rajeg mempunyai kegiatan pengelolaan dana bergulir menjadi salah satu
kegiatan yang memberikan kemudahan bagi rumah tangga miskin untuk
mendapatkan permodalan dan meningkatkan usaha ekonomi. Pengelolaan
dana bergulir adalah seluruh dana program yang bersifat pinjam dari Unit
Pengelola Kegiatan (UPK) yang digunakan oleh masyarakat untuk mendanai
kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompok-kelompok
masyarakat yaitu kelompok Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan kelompok
6
Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
adalah kegiatan yang dilakukan oleh kelompok perempuan dengan
aktivitas/kegiatan pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.
Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan
simpan pinjam Perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro,
pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan
kegiatan kaum perempuan.
Program SPP di Kecamatan Rajeg ini telah mencapai 288 kelompok
yang berasal dari 13 Desa/Kelurahan yaitu 12 Desa dan 1 Kelurahan di
Kecamatan Rajeg. Program SPP ini terbentuk dalam kelompok yang terdiri
dari 6-10 anggota perempuan berasal dari Desa/Kelurahan yang sama. PNPM
Kecamatan Rajeg memberikan pinjaman mulai dari Rp. 500.000,- s.d Rp.
5000.000,- pinjaman diberikan secara bertahap jika kelompok SPP memenuhi
kebijakan yang ditentukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan
Rajeg.7
Beberapa prestasi pun pernah diperoleh PNPM Mandiri Perdesaan di
Kecamatan Rajeg yaitu juara I administrasi dan peminjaman terbaik
se-Kabupaten Tangerang tahun 2012, juara II administrasi dan peminjaman
terbaik se-Provinsi Banten 2007 dan menjadi lokasi studi banding PNPM
Mandiri Perdesaan dalam kunjungan studi banding se-Indonesia tahun 2008.8
Namun pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang
dilaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
7
Wawancara Pribadi dengan Asnawari, Tangerang, 18 Januari 2016.
8
(PNPM-MP), tidak berjalan dengan mulus ada beberapa permasalahan yang
sering muncul di antaranya masih ada anggota kelompok SPP yang kabur
sehingga proses pembayaran tidak berjalan lancar, PNPM Mandiri Kecamatan
Rajeg masih kesulitan dalam mengelola kelompok SPP jika terjadi konflik
kelompok, pembinaan kelompok dan pemberian dalam memfasilitasi
kelompok SPP karena tidak adanya pekerja profesional dalam bidang sosial.9
Dalam istilah umum, Pinjaman dapat diartikan sebagai penyaluran dana
kepada masyarakat.10 Penyaluran dana kepada masyarakat dengan arti
menyalurkan dana tidak dengan cuma-cuma layaknya bantuan hibah.
Penyaluran dana yang harus dikembalikan lagi oleh masyarakat kepada
pengelola dengan kesepakatan bersama. Pinjam meminjam („Ariyah) menurut
istilah syari'at islam adalah akad atau perjanjian yang berupa pemberian
manfaat dari suatu benda yang halal dari seseorang kepada orang lain tanpa
adanya imbalan dengan tidak mengurangi ataupun merubah barang tersebut
dan nantinya akan dikembalikan lagi setelah diambil manfaatnya.11
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al- Ma'idah/5: 2 berikut:
تو
ن ٰو ۡدعۡلٱو مۡث ۡۡٱ لع ْا نواعت َو ٰۖ ۡقَتلٱو ِربۡلٱ لع ْا نواع
9
Wawancara Pribadi dengan Arief Subrowi, Tangerang, 20 Januari 2016.
10
Kasmir,kewirausahaan, (Jakarta: Pt Rajagrafindo, 2006). h. 122.
11
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan janganlah tolong menolong berbuat dosa dan permusuhan."12
Esensi yang dapat diambil dari pinjam meminjam adalah bertujuan
untuk tolong menolong di antara sesama manusia. Dalam hal pinjam
meminjam adalah tolong menolong melalui dan dengan cara meminjamkan
suatu benda yang halal untuk diambil manfaatnya. Oleh karena itu, kegiatan
simpan pinjam merupakan kegiatan yang baik dapat membantu dalam
pengentasan kemiskinan melalui bentuk peminjaman modal dan juga bernilai
ibadah di dalam agama.
Akan tetapi walaupun pelaksanaan program simpan pinjam telah
berlangsung lama sejak tahun 2007 lalu dalam pemberian modal usaha, pada
kenyataannya hingga saat ini sebagian besar masyarakat Rajeg, terutama
Rumah Tangga Miskin (RTM) masih merupakan masyarakat yang tertinggal
dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Melihat pada kondisi
tersebut maka dirasakannya penting untuk melakukan penelitian
“Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin di Kecamatan
Rajeg”. Hal ini dikarenakan program simpan pinjam merupakan suatu bentuk
implementasi pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi formal yang terus
dikembangkan dan diperuntukkan bagi rumah tangga miskin itu sendiri.
Penelitian ini penting untuk dilakukan karena selain belum banyak yang
12Departemen Agama, “
diteliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan tambahan
informasi tentang implementasi PNPM-MP di Perdesaan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
a. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan
penelitian yang berfokus pada Implementasi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Simpan Pinjam Perempuan
Dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin di Kecamatan
Rajeg, dan penelitian ini berfokus pada bagaimana perkembangan
masyarakat sebelum dan setelah mengikuti program simpan pinjam di
PNPM-MP Kecamatan Rajeg.
b. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang peneliti paparkan di atas,
peneliti membatasi permasalahan ke dalam perumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Perdesaan (PNPM-MP) dalam Kelompok Simpan
Pinjam di Kecamatan Rajeg?
2. Apakah Manfaat Pelaksanaan Kelompok Simpan Pinjam dalam
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
1. Untuk menggambarkan pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Kelompok
Simpan-Pinjam Perempuan (PNPM-MD KSPP) di Kecamatan Rajeg.
2. Untuk menjelaskan manfaat pelaksanaan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (PNPM-MP) dalam
meningkatkan status ekonomi keluarga miskin di Kecamatan
Rajeg.
b. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari
penelitian mengenai Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin di
Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang sebagai tindak lanjut dari
apa yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian. Adapun manfaat
penelitian tersebut yaitu:
1. Manfaat Teoritis
1) Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan
pemahaman terhadap permasalahan yang diteliti.
2) Untuk membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk
mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu
3) Dapat digunakan sebagai karya ilmiah dalam perkembangan
ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
1) Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti.
2) Dapat memberi masukan bagi para pihak yang
berkepentingan dan referensi bagi penelitian berikutnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian a) Tempat Penelitian
Lokasi penelitian mengambil di Kecamatan Rajeg. Disana
peneliti melakukan penelitian untuk mendapatkan informasi dari
pengurus PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Rajeg dengan
observasi terlebih dahulu, wawancara langsung dan untuk
mendapatkan data tertulis seperti dokumen dan data-data yang
mendukung penelitian, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan
simpan pinjam PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Rajeg serta
untuk mendapatkan bagaimana respon masyarakat setempat tentang
pengelolaan simpan pinjam PNPM tersebut, peneliti dalam hal ini
melakukan wawancara dengan warga dan mencatat data yang di dapat
Alasan penulis memilih lokasi penelitian di PNPM Mandiri
Perdesaan Kecamatan Rajeg sudah banyak memiliki pengalaman dan
prestasi yang diraih. Selain itu juga, PNPM Mandiri Perdesaan
Kecamatan Rajeg sendiri sudah berdiri selama 12 tahun, yaitu
semenjak tahun 2004 melalui progam PPK. Namun peresmiannya
menjadi PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2007.
b)Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April 2016 hingga Mei 2016.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari pengukuran. Miles dan
Hubermen sebagaimana yang dikutip oleh Lexy j Moelong, penelitian
kualitatif secara umum bisa digunakan untuk penelitian tentang kehidupan
masyarakat, sejarah, tingkah laku, aktivitas sosial, dan lain-lain. Laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan
atau memo dan dokumen resmi lainnya.13
Jadi, dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
dengan alasan karena penelitian kualitatif lebih mengena dengan subyek
yang diamati oleh penulis, di mana peneliti tidak hanya meneliti perilaku
subyek akan tetapi penulis berusaha menyelami kehidupan keseharian
subyek dalam rangka memberdayakan mereka untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan cara persaingan yang sehat dengan para pedagang usaha
mikro lainnya.
3. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu data
yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka.
Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan dari
pengurus PNPM dan masyarakat serta beberapa dokumen yang berkaitan
dengan simpan pinjam untuk memberikan gambaran penyajian laporan
pemberdayaan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan
Rajeg.
Moh. Nazir berpendapat bahwa metode deskriptif adalah suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
13
kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang.14
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua
macam, yaitu data primer dan sekunder.
a) Data Primer
Data primer sendiri terbagi menjadi 2 sumber data :
1) Utama, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
subyek penelitian, yaitu data dari masyarakat di Kecamatan
Rajeg, baik yang terlibat langsung mau tidak langsung
dalam kegiatan pengelolaan simpan pinjam PNPM.
2) Pendukung, yaitu data yang diperoleh dari berbagai staf
pegawai dan pengelola simpan pinjam PNPM yang terkait
dalam pengelolaan simpan pinjam di Kecamatan Rajeg.
b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang peneliti peroleh baik
berupa dokumen, arsip-arsip, memo atau catatan tertulis lainnya
maupun gambar atau benda yang berkaitan dengan penelitian. Data
sekunder ini peneliti peroleh dari PNPM, media massa, jurnal,
buku dan lain-lain.
14
5. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan untuk penentuan subjek dalam penelitian
ini adalah teknik purposive sampling (bertujuan). Purposive sampling
merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Kita
memilih orang sebagai sampel dengan memilih orang yang benar-benar
mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian kita.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive
sampling yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi
informan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yang terpenting disini
bukanlah jumlah informan, melainkan potensi dari tiap kasus untuk
memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang
dipelajari.15 Peneliti memilih 11 (sebelas) sampel dalam penelitian ini
diantaranya 3 orang Informan pendukung yaitu 2 orang dari UPK Kepala
UPK Bapak Abdul Hasan, S.E., M.pd dan Staff Bapak Arif Subrowi, 1
orang dari Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Bapak Rasim, S.H, serta
8 orang Informan utama yaitu Ibu Nadiroh ketua kelompok anggrek, Ibu
Sofa (Uni) ketua kelompok mawar, Ibu Asminah anggota kelompok
berkah, Ibu Yayat Anggota kelompok berkah, Ibu Erna Anggota kelompok
berkah, Ibu Suryati bendahara kelompok anggrek, Ibu Ajizah bendahara
kelompok anggrek dan Ibu Erna anggota kelompok berkah. Alasan peneliti
memlilih informan tersebut merupakan hasil masukan dari UPK yang
diyakini memiliki kemampuan untuk memberikan informasi kepada
15
Nanang Martono, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder
peneliti dalam proses pelaksaanaan dan manfaat pelaksanaan PNPM.
Informan yang di pilih peneliti telah bergabung dengan PNPM lebih dari 5
tahun, dengan waktu yang cukup lama tersebut peneliti yakin bahwa
mereka mempunyai capability dalam memberikan informasi yang akurat
kepada penelitian ini.
Berikut ini tabel informan dan objek yang terpilih dalam pengumpulan
data yang diperlukan dalam penelitian.
Tabel 1.1 Rancangan Informan
No Informan Informasi Yang Dicari Jumlah
1 Kepala dan
Staff di UPK
PNPM Rajeg
Gambaran lembaga, latar belakang lembaga,
kegiatan lembaga, faktor penghambat
program dalam PNPM Kecamatan Rajeg.
Pelaksanaan program lembaga dan manfaat
yang dirasakan oleh peserta simpan pinjam
PNPM Kecamatan Rajeg.
Pelaksanaan program simpan pinjam
PNPM, dan pengawasan program simpan
pinjam PNPM Kecamatan Rajeg.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara
dalam pengumpulan data sebagai berikut :
a) Wawancara
Wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawaancara untuk memperoleh data yang dibutuhkan peneliti
dari yang diwawancarai. Sedangkan menurut W. Gulo wawancara
adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab
dalam hubungan tatap muka. Dengan wawancara, proses
wawancara data yang diperoleh dapat langsung diketahui
objektivitasnya karena dilaksanakan secara tatap muka.16
Dalam hal ini, peneliti menggunakan wawancara
terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaanya akan diajukan
telah ditetapkan oleh peneliti sendiri secara jelas dalam suatu
bentuk catatan.17
Wawancara yang dilakukan peneliti sebanyak sebelas kali
(11x) wawancara, satu kali (1x) wawancara dengan kepala UPK,
(1x) satu kali wawancara dengan pekerja UPK PNPM Kecamatan
Rajeg, dua kali (1x) wawancara dengan Badan Kerjasama Antar
Desa Kecamatan Rajeg dan delapan kali (8x) wawancara kepada
16
W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h.119.
17
para peserta simpan pinjam perempuan UPK PNPM Mandiri
Perdesaan Kecamatan Rajeg. Kegiatan wawancara ini dilakukan
pada 17 April sampai dengan 25 April 2016 yang bertempat di
UPK Kecamatan Rajeg dan rumah peserta simpan pinjam
perempuan UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Rajeg.
Waktu yang dilakukan oleh peneliti untuk wawancara pukul 10.00.
Wib sampai dengan pukul 16.00. Wib.
b) Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, lain
dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang penyelidik atau peneliti. Dokumentasi sudah lama
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam
banyak hal dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.18
7. Teknik Analisa Data
Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan
mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokkan data. Nasir
mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam
metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi arti dan
makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.19
18
Ibid,. h. 216.
19
Miles dan Hubermen sebagaimana yang dikutip oleh Lexy j
Moelong ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis
besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut:20
a) Reduksi data, yaitu dimana peneliti mencoba memilah data yang
relevan dengan proses pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan
oleh PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Rajeg.
b) Penyajian data, setelah data mengenai proses pelaksanaan
pemberdayaan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan
Kecamatan Rajeg diperoleh, maka data tersebut disusun dan
disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel,
dan lain sebagainya.
c) Penyimpulan data, pengambilan kesimpulan dengan
menghubungkan dari tema tersebut, sehingga memudahkan untuk
menarik kesimpulan.
8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi
dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan
kenyataan yang ada pada saat penelitian. Adapun Ketekunan Pengamatan,
yaitu mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam
kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Teknik ini sengaja
20
dipilih penulis karena sesuai dengan pendekatan penelitian yang
digunakan yaitu pendekatan penelitian kualitatif.
9. Teknik Penulisan
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, disertai).
Diterbitkan oleh ceQDA (Center For Quality Development an Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun
2007.21
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum peneliti mengkaji tulisan ini, ada beberapa tulisan yang
membahas tentang implementasi PNPM Mandiri dalam kegiatan Simpan
Pinjam, beberapa skripsi sebagai berikut:
a. Studi Implementasi Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) di Kelurahan
Pondok Labu. Oleh Ahmad Ghozali Kesejahteran Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2012).
b. Pemberdayaan Masyarakat melalui Simpan Pinjam (studi kasus
Program Simpan Pinjam di BMT Khairul Ummah Leuwi,
Liang-Bogor. Oleh Lia Fitria Farhana Pengembangan
Masyarakat Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (2009).
21
c. Pengaruh Pinjaman Modal Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok
Perempuan (SPP) Program PNPM Mandiri Perdesaan serta
Sikap Wirausaha Terhadap Perkembangan Usaha dan
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kec. Ambal Kabupaten
Kebumen. Oleh Riri Tri Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta (2014).
Penulis tidak menafikan diri bahwa dalam penulisan skripsi ini
banyak data-data yang diambil dari studi tersebut, meskipun hanya sebagai
data sekunder yang berfungsi sebagai pelengkap data primer.
Skripsi yang peneliti angkat ini merupakan komplikasi analisa dari
literatur-literatur yang ada untuk membahas tentang Implementasi
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan)
dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin di Kecamatan
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung
dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi
ini meliputi:
I. Bab I yaitu pendahuluan, pada bab ini berisikan latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
II. Bab II yaitu tinjauan pustaka, pada bab ini berisikan uraian dan
konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti,
berisi rangkaian teori yang menunjang objek penelitian.
III. Bab III yaitu metode penelitian, pada bab ini berisikan tipe
penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik
analisis data.
IV. Bab IV yaitu deskripsi lokasi penelitian, pada bab ini berisikan
sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data
lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.
V. Bab V yaitu analisis data, pada bab ini berisikan tentang uraian
data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan
analisisnya.
VI. Bab VI yaitu penutup, pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam praktik pekerjaan sosial, Pembangunan sosial dan pemberdayaan
masyarakat mempunyai kedekatan makna. Pembangunan sosial dan
pengembangan masyarakat saling terkait meskipun berbeda dalam praktiknya.
Dapat dikatakan bahwa Pengembangan masyarakat merupakan bentuk dari
pekerjaan komunitas yang berusaha menyelesaikan masalah kelompok lokal
secara bersama-sama sedangkan pembangunan sosial merupakan aplikasi dari
pengembangan masyarakat di negara berkembang sebagai keseluruhan aspek
pembangunan sosial dan ekonomi.22
Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable
development di mana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat
utama serta dapat di ibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat
menuju suatu kebijakan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
Lingkungan yang strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain
mencakup lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya
pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk
22
Lisma Diawati Fuaida dan Nafsiyah Ariefuzzaman, Belajar Teori Pekerjaan Sosial
memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal serta secara penuh
dalam mekanisme produksi, ekonomi, sosial dan ekologinya.23
1. Teori Pemberdayaan (Empowerment)
Teori pemberdayaan muncul dari kesulitan praktik ekonomi liberal.
Dalam praktik pekerjaan sosial, Pemberdayaan membantu individu dan
kelompok mendapatkan kekuatan dalam mengambil keputusan dan aksi
dengan cara meningkatkan kekuatan dalam mengambil keputusan dan aksi
dengan cara meningkatkan kepercayaan diri untuk menggunakan kekuasaan
serta mentransfer kekuatan dari kelompok dan individu.24
Menurut Wrihatnolo dan Riant istilah pemberdayaan diambil dari
bahasa asing, yaitu empowerment, yang juga dapat bermakna pemberian
kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga
kata daya tidak saja bermakna mampu, tetapi juga mempunyai kuasa.25
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasan (empowerment),
berasal dari kata dari kata „power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Secara
harfiah bisa diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau
23
Isbandi Rukminto, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial,
(Jakarta: Fakultas Ekonomi UI, 2002), h. 102.
24
Lisma Diawati Fuaida dan Nafsiyah Ariefuzzaman, Belajar Teori Pekerjaan Sosial
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 49.
25
peningkatan “ kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak
beruntung (disadvantage).26
Zastrow mendefinisikan konsep pemberdayaan (empowerment)
sebagai proses menolong individu, keluarga, kelompok dan komunitas untuk
meningkatkan kekuatan personal, interpersonal, sosial ekonomi, dan politik
dan pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas hidupnya.27
Beberapa ahli juga mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari
tujuan, proses, dan cara-cara pemberdayaan:
a. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan
orang-orang lemah atau tidak beruntung.28
b. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas dan
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga
yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan
bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan
yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan
orang lain yang menjadi perhatiannya.29
26
Abu Hurairah, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat (Bandung: Humaniora, 2008), h. 96.
27
Lisma Diawati Fuaida dan Nafsiyah Ariefuzzaman, Belajar Teori Pekerjaan Sosial
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 51.
28
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memerdayakan Rakyat (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 58.
29
c. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali
kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial.30
d. Pemberdayaan adalah suatu cara usaha pengalokasian kembali
kekuasaan diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas)
kehidupannya (Rapport).
Menurut Ife, pemberdayaan berarti “providing people with the
resources, opportunities,knowledges, and skills to increase their capacity to
determine their own future, and to participate in and affect the life of their
community.” Pemberdayaan masyarakat berarti menyiapkan kepada
masyarakat dengan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan
untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan masa
depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam
komunitas masyarakat itu sendiri. Selanjutnya menurut Sumodiningrat
pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian.31
Dengan demikian pemberdayaan dapat dilihat sebagai proses dan
tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan ialah Self-development and
coordination di mana pemberdayaan memberikan dorongan agar subjek
mampu melakukan pengembangan diri dan melakukan koordinasi dengan
pihak lain secara lebih luas. Dan sebagai tujuan, pemberdayaan mampu
membawa ekonomi, sosial dan ekologi ke gerbang yang dinamis, lingkungan
30
Soetama, Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pusataka Pelajar, Januari 2011), h. 36.
31
yang strategis dan masyarakat mampu untuk memanfaatkan sumber daya yang
dimilikinya.
2. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) adalah
perwujudan capita building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber
daya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan sistem
sosial ekonomi rakyat, sarana dan prasarana, serta pengembangan 3P,
yaitu:
1. Pendampingan, yang dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat,
2. Penyuluhan, yang dapat merespon dan memantau
ubahan-ubahan yang terjadi di masyarakat, dan
3. Pelayanan, yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketetapan
distribusi asset sumber daya fisik dan non fisik yang diperlukan
masyarakat.
Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang
diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan
dapat tercapai secara maksimal. Program yang mengikutsertakan
masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif
karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta
yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi.32
Dalam pemberdayaan, diperlukan suatu perencanaan yang
didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan, yaitu adanya
pihak-pihak yang memberdayakan (community worker) dan pihak yang
diberdayakan (masyarakat). Antara kedua pihak harus saling mendukung
sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan
hanya dijadikan objek, tetapi lebih diarahkan sebagai subjek (pelaksana).
Kartasasmita menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui 3 proses33, yaitu:
1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa
setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat tanpa
daya,
2. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat,
sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim
atau suasana,
3. memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi
32
Ginanjar Kartasasmita, Pemberdayaan Masyarakat: Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. (Jakarta: Bappenas, 1996), h. 249.
33
bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaannya dalam
menghadapi yang kuat.
Menurut Shardlow34 (Adi,2001:54-55), pemberdayaan pada
intinya membahas bagaimana kelompok atau individu komunitas
berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan
untuk membentuk masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka
sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan
masyarakat adalah;
1. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan.
3. Proses pelaksanaan pembangunan sudah berdasarkan hukum dan
peraturan yang berlaku.
4. Proses pembangunan terlebih dahulu disosialisasikan kepada
masyarakat.
5. Respon masyarakat terhadap kegiatan program
pembangunan tersebut sudah baik.
6. Telah melibatkan masyarakat dalam musyawarah peran
pembangunan.
7. Hasil pelaksanaan pembangunan dapat dinikmati masyarakat.
8. Pemerintah dapat mempertanggungjawabkan hasil
pemberdayaan pelaksanaan pembangunan.
34
9. Terlaksananya demokrasi dalam musyawarah perencanaan
pembangunan.
10.Sesuai dengan permintaan atau harapan masyarakat dengan
program pemerintah yang terlaksana.
Menurut Soegijoko, terdapat tiga pendekatan dalam
pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya
pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak pada orang
miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama
untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga,
pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan
penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu di dampingi oleh
pendamping yang profesional sebagai fasilisator, komentator dan
dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya
kemandirian.35
3. Tujuan Pemberdayaan
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok lemah dan rentan sehingga mereka memilki kekuatan atau
kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka
memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, dan bebas
35
dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan
mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang
dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.36
Dalam hal ini Kartasasmita mengemukakan bahwa upaya
memberdayakan masyarakat harus dilakukan melalui tiga cara yaitu:
a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang, kondisi ini didasarkan pada asumsi
bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Hakikat dari kemandirian dan keberdayaan rakyat
adalah keyakinan bahwa rakyat memiliki potensi untuk
mengorganisasi dirinya sendiri dan potensi kemandirian tiap
individu perlu di berdayakan.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan
menerapkan langkah-langkah nyata, menampung berbagai
masukan, menyediakan prasarana dan fasilitas yang dapat diakses
oleh lapisan masyarakat paling bawah.
c. Memberdayakan rakyat dalam arti melindungi dan membela
kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses pemberdayaan harus
dicegah jangan sampai yang bertambah lemah atau makin
terpinggirkan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
36
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar
sifatnya dalam konsep pemberdayaan rakyat, melindungi dan
membela harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak berimbang dan eksploitasi atas yang
lemah.37
Dari penjelasan di atas, peneliti memahami bahwa tujuan
pemberdayaan dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial dan hukum. Karena
dalam tujuan pemberdayaan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
basic needs (sandang, pangan dan papan), dapat memperoleh pelayanan sosial,
kesehatan dan pendidikan serta mampu berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi
masyarakat. Dan upaya dalam memberdayakan masyarakat dapat dilakukan
melalui empat dasar pendekatan, yaitu komunikasi, informasi, edukasi dan
advokasi. Melalui keempat dasar ini pemberdayaan dapat dijalankan dengan
baik.
4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan mencakup tiga indikator yang meliputi kompetensi
kerakyatan, kemampuan sosiopolitik, dan kompetensi partisipatif sebagai
berikut:38
a. Indikator Kompetensi Kerakyatan
37
Ken blanched, Pemberdayaan Bukan Perubahan Sekejap Ed 2 (Yogyakarta, Amara Books 2002) cet ke 1 h. 151.
38Miftakhul Yakin, Azfandi. “Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesa
an di
Indikator kompetensi kerakyatan dipengaruhi oleh
pemberdayaan yang berbasis sosial ekonomi kerakyatan kemudian
difokuskan pada upaya menciptakan akses bagi setiap rumah tangga
dalam proses produksi seperti akses informasi, pengetahuan, dan
ketrampilan, akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan
akses kepada sumber-sumber keuangan.
b. Indikator kemampuan sosiopolitik
Pemberdayaan sosiopolitik difokuskan pada upaya
menciptakan akses bagi setiap rumah tangga ke dalam proses
pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi masa depannya.
c. Kompetensi partisipatif
Pendekatan pembangunan dilakukan melalui pembangunan
dengan sistem partisipatif. Artinya, hasil pembangunan bukan lagi
bersifat given dan charity, tapi lebih menggunakan model
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat diperlakukan sebagai
subyek/pelaku pembangunan yang berperan aktif dalam upaya
menentukan bentuk program yang akan dilangsungkan. Atau dengan
kata lain pembangunan partisipatif adalah (1) pembangunan yang
memposisikan masyarakat sebagai subyek atas program pembangunan
yang diperuntukkan bagi kepentingan mereka sendiri; (2) Pelibatan
perencanaan-pelaksanaan-monitoring-evaluasi; dan (3) Pengerahan massa (baca: mobilisasi) diperlukan jika
program berupa padat karya.39
Untuk mencapai indikator keberdayaan tersebut diperlukan peran
pendamping bagi masyarakat miskin yang ingin di berdayakan tersebut, oleh
karenanya pekerjaan sebagai pendamping bukan merupakan suatu tugas yang
mudah. Pendampingan adalah suatu keahlian dapat dianggap sebagai suatu
misi.
Andres (1998) mengajukan tiga syarat sebagai suatu pendamping (fasilitator) pada pekerjaan pembangunan masyarakat desa, yaitu:
Pertama, pendamping harus memiliki kompetensi dan kapasitas kognitif serta pengetahuan yang dalam dan luas di bidangnya; kedua,
pendamping memiliki komitmen profesional, motivasi serta kematangan seperti yang ditujukan dalam pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan sebelumnya; dan ketiga, pendamping memiliki kemauan yang sangat kuat untuk membagi apa yang dianggapnya baik bagi sesamanya.40
Selain itu juga ada beberapa tugas sebagai pendamping yang berpusat
pada empat tugas, yakni: (1.) pemungkinan (enabling) atau fasilitasi, fungsi
ini berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat.
Beberapa tugas dalam fungsi ini melakukan mediasi, negosiasi, membangun
konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. (2.) penguatan
(empowering) fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna
memperkuat kapasitas masyarakat (capacity Building), pendamping berperan
aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif serta bertukar
39
Ibid,. h. 367.
40Ghozali, “ implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
gagasan. (3.) perlindungan (protecting), berkaitan dengan interaksi antara
pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi
kepentingan masyarakat dampingannya. (4.) pendukungan (supporting),
pendamping melakukan tugas dengan melakukan analisis sosial, mengelola
dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan
mencari serta mengatur sumber dana.41
5. Tahap-tahap Pemberdayaan
Tahap-tahap pemberdayaan dalam praktik pekerjaan social memiliki
beberapa tahapan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana yang
dikembangkan oleh Isbandi Rukminto, terdiri dari 7 tahapan, yakni tahap
pesiapan, tahap pengkajian (Assessment),tahap perencanaan alternatif program
atau kegiatan (designing), tahap pemformulasian rencana aksi, tahap
pelaksanaan program (implementasi), tahap monitoring evaluasi (monev) dan
tahap terminasi.
Tahapan tersebut bukanlah sebuah tahapan yang kaku dan hirarkis
antara satu tahap lainnya, melainkan tahapan yang fleksibel, sesuai dengan
panah yang ada disebelah kiri, yang menunjukan apabila satu tahapan telah
terlewati, masih membuka kemungkinan untuk kembali ke tahapan
sebelumnya, penjelasan tentang tahapan tersebut akan diuraikan sebagai
berikut :42
41
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Refika Aditama, 2008), h. 95-97.
42
Pertama: Tahap persiapan. Tahapan persiapan terdiri dari dua
hal, yakni:
a) Persiapan petugas (dalam hal ini tenaga community worker)
merupakan prasyarakat suksesnya suatu pemberdayaan masyarakat
dengan pendekatan Non-Directif. Penyiapan petugas ini diperlukan
untuk menyamakan persepsi mengenai konsep yang akan
dilaksanakan dalam program pemberdayaan masyarakat. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kesamaan pandangan diantara tenaga
pengubah (change agent), terutama apabila tim pengubah berasal
dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda. Misalnya saja, ada
petugas ada petugas yang berlatar belakang sarjana Agama, sarjana
Ilmu Kesejahteraan Sosial, sarjana Pendidikan dan sarjana Sastra.
Sehingga perlu dilakukan pelatihan awal untuk menyamakan
persepsi mengenai program pemberdayaan masyarakat yang akan
dikerjakan di daerah tersebut, serta bagaimana teknik-teknik yang
akan dilakukan dalam melakukan perubahan di masyarakat.
b) Sedangkan pada tahap persiapan lapangan, petugas (community
worker) akan melakukan penyiapan lapangan. Pada awalnya
dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan
dijadikan sasaran, baik dilakukan secara informal maupun formal.
Bila sudah ditemukan daerah yang ingin dikembangkan,
community worker harus mencoba menerobos jalur formal untuk
community worker juga tetap harus menjalin kontak dengan
tokoh-tokoh informal (informal leader) agar hubungan dengan
masyarakat dapat terjalin dengan baik. Pada tahap inilah terjadi
kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran. Komunikasi
yang baik pada tahap awal biasanya akan mempengaruhi
keterlibatan warga pada fase berikutnya. Fase ini juga dikenal
sebagai fase engagement dalam suatu proses pemberdayaan
masyarakat.43
Kedua: Tahap Assessment, yakni tahap pengkajian yang
dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang dirasakan kelompok
sasaran sehingga menemukan apa kebutuhan yang mereka rasakan (felt
needs) dan juga apa sumber daya yang mereka miliki. Dalam proses
Assessment ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka
dapat merasakan bahwa permasalahan permasalahan yang sedang
dibicarakan benar-benar permasalahan yang keluar dari pandangan
mereka sendiri. Di samping itu, pada tahap ini pelaku perubahan juga
memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang
akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan.
Assessment yang dilakukan pada suatu komunitas dapat
dilakukan secara individual (individual assessment) melalui
tokoh-tokoh masyarakat ataupun anggota masyarakat tertentu. Tetapi dapat
juga dilakukan secara berkelompok (group assessment). Pada tahap
43
ini, petugas sebagai pelaku perubahan berusaha mengidentifikasi
masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya yang
dimiliki klien.
Ketiga: Tahap perencanaan alternatif program. Pada tahap
ini change agent secara partisipatif melibatkan warga untuk
merumuskan masalah yang mereka hadapi serta solusi yang sebaiknya
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Penyusunan alternatif
program yang tepat, dengan mempertimbangkan sumber daya yang
ada, dapat dipikirkan sebagai solusi dari masalah yang dihadapi.44
Program dan kegiatan yang akan mereka kembangkan tentunya
harus disesuaikan dengan tujuan pemberian bantuan sehingga tidak
muncul program-program yang bersifat incidental (one shot
programme) ataupun charity (amal) yang kurang dapat dilihat
manfaatnya dalam jangka panjang. Dalam proses ini petugas bertindak
sebagai fasilitator yang membantu masyarakat berdiskusi dan
memikirkan program dan kegiatan apa saja yang tepat dilaksanakan
pada saat itu. Misalnya saja, dalam program kesehatan,
kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, begitu pula dalam kaitan
dengan program pendidikan, kira-kira kegiatan apa saja yang dapat
mereka lakukan dengan mempertimbangkan beberapa sumber daya
yang ada.
44
Keempat: Tahap pemformulasian rencana aksi. Yakni tahap
menuangkan gagasan yang telah dirumuskan dalam tahap perencanaan
alternatif program ke dalam pernyataan kegiatan (proposal) secara
tertulis. Peran change agent dalam tahap ini adalah membantu sasaran
menuliskan rumusan program mereka dalam format yang layak untuk
diajukan kepada penyandang dana. Dalam tahap pemformulasian
rencana aksi ini, diharapkan community worker dan masyarakat sudah
dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang
akan mereka capai dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.45
Kelima: Tahap pelaksanaan (implementasi) program. Tahap
pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial
(penting) dalam proses pengembangan masyarakat, keberhasilan dari
tahap ini tergantung dari kerja sama yang baik antara change agent
dengan warga masyarakat serta tokoh masyarakat setempat. Adanya
konflik diantara tiga komponen ini akan sangat mengganggu tahap
pelaksanaan program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Dalam upaya melaksanakan program pengembangan
masyarakat, peran masyarakat sebagai kader diharapkan dapat menjaga
keberlangsungan program yang telah dikembangkan. Kader ini
biasanya dipilih dari ibu-ibu rumah tangga ataupun pemudi yang masih
memiliki waktu luang dan mau melibatkan diri dalam kegiatan
tersebut.
45
Keenam: Tahap Monitoring dan evaluasi. Monitoring adalah
proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi
selama proses implementasi atau penerapan program dengan cara
memantau program yang sedang berjalan. 46 Sedangkan Evaluasi
adalah perbandingan dari actual project dengan perencanaan strategi
yang telah disepakati.47 Evaluasi dikenal sebagai proses pengawasan
dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan pada
pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan
warga. Karena dengan keterlibatan warga pada tahap ini diharapkan
akan terbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk melakukan
pengawasan secara internal. Sehingga dalam jangka panjang
diharapkan akan dapat membentuk suatu sistem dalam masyarakat
yang lebih „mandiri’ dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Akan tetapi, kadang kala dari hasil pemantauan dan evaluasi ternyata
hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Bila hal ini
terjadi maka evaluasi proses diharapkan akan dapat memberikan
umpan baik yang berguna bagi perbaikan suatu program ataupun
kegiatan. Sehingga apabila diperlukan dapat dilakukan kembali
assessment terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat ataupun
terhadap sumber daya yang tersedia. Karena pelaku perubahan juga
menyadari bahwa tolak ukur suatu masyarakat juga dapat berkembang
46
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 119.
47Ikosnomos, “Panduan Perencanaan, Monitoring, Evaluasi PNPM peduli,” artikel
sesuai dengan pemenuhan kebutuhan yang sudah terjadi. Evaluasi itu
sendiri dapat dilakukan pada input, proses dan hasil.48
Ketujuh: Tahap terminasi, yakni tahap “pemutusan” atau
pemberhentian program. Idealnya tahap ini dilakukan apabila
masyarakat atau komunitas sasaran benar-benar sudah “berdaya”.
Pemutusan hubungan dengan komunitas sasaran ini sebaiknya
dilakukan secara pelan-pelan, bertahap, tidak secara langsung
ditinggalkan begitu saja oleh change agent, sehingga dapat dipastikan
ketika agen perubah keluar dari komunitas tersebut, keadaan sudah
jauh berubah dan komunitas sasaran sudah kreatif mandiri. Meskipun
demikian, tidak jarang community worker tetap melakukan kontak
meskipun tidak secara rutin.49
6. Strategi dan intervensi Pemberdayaan
Pengembangan masyarakat lokal menurut Rothman (sebagaimana
diulas oleh Suharto, 2005:42) adalah pengembangan masyarakat yang
ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat
melalui partisipasi aktif dan inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota
masyarakat dipandang bukan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki
48
Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial (Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial dan Kajian Pembangunan) (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), h. 206.
49
potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.50
Strategi pada dasarnya memiliki tiga arah yaitu:51
a. Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat
b. Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam
pengelolaan pembangunan di daerah yang mengembangkan peran serta
masyarakat
c. Modernisasi melalui penajaman dan pemantapan arah perubahan
struktur sosial ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran
masyarakat lokal.
Dalam beberapa situasi strategi pemberdayaan dapat saja dilakukan
secara individual. Meskipun pada gilirannya strategi ini pun tetap berkaitan
dengan kolektivitas, dalam arti mengkaitkan klien dengan sumber atau sistem
di luar dirinya. Dalam konteks pekerja sosial pemberdayaan dapat dilakukan
melalui:
a. Intervensi Mikro, yaitu pemberdayaan yang dilakukan secara
individu melalui bimbingan, konseling, stress Management, crisiss
intervention,. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih
klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini
50
Asep Usman Ismail, (Ed) Dan Ismet Firdaus, Dkk, Pengalaman Al-Qur’an “Tentang
Pemberdayaan Dhua’fa (Jakarta: Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Dakwah Press, 2008) Cet. 1, h. 73.
51
Sumodiningrat Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat & Jaring Pengaman Sosial
sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat pada tugas (task
centered approach).
b. Intervensi Mezzo, yaitu pemberdayaan yang dilakukan terhadap
sekelompok klien. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan
kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan,
dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai strategi dalam
kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar
memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Intervensi Makro, pendekatan ini disebut sebagai sebagian strategi
sistem besar (large-system strategi) karena sasaran perubahan
diarahkan pada sistem lingkungan yang luas. Perumusan kebijakan,
perencanaan sosial, kampanye, lobying, pengorganisasian
masyarakat, manajemen konflik, adalah strategi dalam pendekatan
ini. Strategi sistem besar memandang klien sebagai orang yang
memiliki kompetensi untuk memahami situasi-situasi mereka sendiri,
dan untuk memilih serta menemukan strategi yang tepat untuk
bertindak.52
Intervensi makro mencakup berbagai metode profesional yang
digunakan untuk mengubah sistem sasaran yang lebih besar dari individu,
kelompok dan keluarga. Yaitu organisasi, komunitas baik setingkat lokal,
regional maupun nasional.53
52
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h. 66.
53
B. Feminisme dan Gender
1. Teori Feminisme
Teori feminisime adalah sebuah generalisasi dari berbagai sistem
gagasan mengenai kehidupan sosial dan pengalaman manusia yang
dikembangkan dari persfektif yang terpusat pada wanita. Feminisme lahir
untuk menunjukan bagaimana penilaian tentang suatu kondisi sosial dimana
perempuan menempuh kehidupan mereka membuka kesempatan untuk
merekonstruksi dunia mereka dan menawarkan prospek kebebasan di masa
depan. Teori feminisme dalam teori sosiologi digolongkan menjadi 3
golongan. Pertama, feminisme liberal, kedua, feminisme Marxis, dan ketiga,
feminisme radikal.54
Pertama, Feminisme liberal memandang prasangka gender sebagai
persoalan ketidak-acuhan. Oleh sebab itu, sikap tidak acuh itu dapat
dihilangkan dengan memberlakukan undang-undang anti diskriminasi
terhadap individu-individu yang terkait dengan mempromosikan sikap-sikap
anti seksis.
Kedua, feminisme Marxis menjelaskan bahwa subordinasi perempuan
melayani kebutuhan akan kapitalisme. Dalam hubungan ekonomi dan
karakteristik gagasan dari mode kapitalisme produksi yang seharusnya
mencari struktur ketidaksetaraan yang secara tidak adil menghambat
54
Lisma Diawati Fuaida dan Nafsiyah Ariefuzzaman, Belajar Teori Pekerjaan Sosial