• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi perempuan dalam kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) (kasus PNPM Mandiri perdesaan di salah satu desa di kabupaten Banyumas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi perempuan dalam kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) (kasus PNPM Mandiri perdesaan di salah satu desa di kabupaten Banyumas)"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM

KELOMPOK PEREMPUAN (SPP)

(Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas)

Oleh: Ripna Tri Cahyani

I34070006

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Loan: A Case of PNPM Independent Rural Areas in a Village in Banyumas Regency (Supervised by SUMARDJO)

Population of poor in Indonesia is not significantly decreasing. In consequence, Government perform strategies to overcome the problem. One of them is by launching the National Program for Community Empowerment (PNPM) Independent Rural Areas. There are three activities suggested in PNPM Independent Rural Areas, they are Women group Savings and Loans (SPP), Facilities and Infrastructure Developments and the Life Quality Improvements. This research focuses on the activities in the SPP and is expected to contribute women in improving their welfare. The purposes of this research are to analyze the internal and external factors which are closely related to the level of women participation in the Women Group Savings and Loans and to analyze the relationship between the women participation with the success rate of SPP activity. Meanwhile, the determination of the respondents number is set by non-proportional method. This research operated survey method with quantitative which is supported by qualitative approach. Quantitative data obtained by interviewing the women of SPP members based on planned questionnaire guide. While, the qualitative data is obtained by interviewing the parties who were involved in the activities. The results showed that age was the only internal factor in the activities of SPP which is closely linked to women participation. However, external factors did not closely linked with women participation level dan participation level with the sucsess rate of the SPP activity.

(3)

RINGKASAN

RIPNA TRI CAHYANI. Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas (Di bawah bimbingan SUMARDJO)

Masalah kemiskinan di Indonesia belum teratasi secara tuntas. Jumlah penduduk miskin setiap tahunnya tidak mengalami perubahan secara nyata. Penduduk miskin terbanyak terdapat di daerah perdesaan. Pembangunan desa dibutuhkan untuk penanggulangan masalah kemiskinan di perdesaan. Strategi penangggulangan kemiskinan tidak hanya dari segi material saja, namun juga harus didukung dari segi pemberdayaan.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan pada PNPM Mandiri Perdesaan yaitu Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang dimaksudkan untuk membuka atau mengembangkan usaha. Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menjadi fokus penelitian ini, diharapkan memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan para perempuan.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP); dan (2) menganalisis hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perempuan yang mengikuti kegiatan SPP. Penentuan sampel menggunaan metode stratified random sampling dengan strata pengurus kelompok dan anggota biasa. Sedangkan, penentuan jumlah responden ditetapkan secara non proporsional, sehingga analisis ini lebih menekankan hubungan antar faktor (variabel) dan bukan dimaksudkan untuk representasi populasi.

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan informasi kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang diisi dengan melakukan wawancara kepada responden. Sedangkan, pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner dilakukan pengkodean sebelum dianalisis menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows versi 17.0 dan selanjutnya dianalis dengan analisis deskriptif dan inferensia.

(4)

Perdesaan tingkat desa maupun Pemerintahan Desa. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan SPP. Tampaknya ketepatan dalam penggunaan pinjaman dan pengalaman usaha lebih menentukan peningkatan pendapatan perempuan anggota SPP.

Pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di desa penelitian kurang menyentuh aspek pemberdayaan. Akibatnya kurang tampak perubahan kekuasaan secara nyata pada perempuan Rumah Tangga Miskin (RTM) setelah bergabung dengan kegiatan SPP. Golongan RTM yang berstatus sebagai anggota relatif kurang aktif. Tidak adanya pendampingan dalam penggunaan pinjaman, mengakibatkan banyak perempuan anggota SPP yang menggunakan pinjaman tidak sesuai dengan tujuan kegiatan SPP. Kenyataan menunjukkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan hanya untuk menyalurkan bantuan dana kurang disertai upaya pemberdayaan.

(5)

PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM

KELOMPOK PEREMPUAN (SPP)

(Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas)

Oleh:

RIPNA TRI CAHYANI I34070006

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama : Ripna Tri Cahyani

NRP : I34070006

Judul : Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS NIP. 19580225 198503 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KEGIATAN SIMPAN PINJAM

KELOMPOK PEREMPUAN (SPP): KASUS PNPM MANDIRI PERDESAAN

DI SALAH SATU DESA DI KABUPATEN BANYUMAS” BELUM PERNAH

DIAJUKAN DAN DITULIS PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA.

Bogor, Juli 2011

(8)

Penulis bernama Ripna Tri Cahyani yang dilahirkan pada tanggal 1 Mei 1989 di Banyumas, Jawa Tengah. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dengan ayah bernama Yuripno, S.Pd dan Ibu bernama Sulastri, S.Pd. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 02 Petir, Kalibagor, Banyumas. Setelah tamat, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Semarang. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di SMA Muhammadiyah 1 Purwokerto, Jawa Tengah.

Setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas, penulis mengikuti tes Ujian Seleksi Mahasiswa (USMI) dan alhamdulillah berkat rahmat Allah penulis lulus seleksi. Singkat kata, dengan lulus tes tersebut penulis diberi kesempatan untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2007. Penulis mengambil studi Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan Supporting Course dari Mata Kuliah Fakultas lainnya.

Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif menjadi pengurus dalam organisasi kemahasiswaan IPB, diantaranya terlibat dalam kepengurusan Desa Mitra Fakultas Ekologi Manusia (Samisaena) pada tahun 2008-2009, yang merupakan organisasi di bawah BEM FEMA yang bergerak dalam pengabdian kepada masyarakat. Selain aktif di kepengurusan, penulis juga aktif dalam kepanitian kegiatan kemahasiswaan di IPB, diantaranya dalam Masa Perkenalan Departemen (MPD) tahun 2009, dan dalam kepanitiaan

Seminar Nasional 2nd Let’s CSR tahun 2010 di bawah BEM FEMA. Selain itu, Penulis pernah mendapatkan juara 2 pada “Kompetisi Pemberdayaan Masyarakat

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga

dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul “Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP): Kasus PNPM Mandiri Perdesaan di Salah Satu Desa di Kabupaten Banyumas” ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai tingkat partisipasi perempuan anggota SPP dan tingkat keberhasilannya dalam kegiatan SPP.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi program pembangunan perdesaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bogor, Juli 2011

(10)

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan KaruniaNya dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Prof Dr.Ir.Sumardjo, MS sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan bimbingan, arahan, dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ir.Yatri Indah Kusumastuti, M.Si selaku penguji utama dan Heru Purwandari, SP, M.Si selaku penguji perwakilan Departemen SKPM yang telah memberi masukan dan saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS yang selama ini telah memberikan saran dan kritik serta semangat.

4. Ir. Nuraini. W. Prasodjo, MS selaku dosen penguji petik yang telah menjadi kolektor yang teliti.

5. Dosen-dosen SKPM yang telah membimbing penulis selama studi di Departemen SKPM.

6. Ayahanda tercinta Yuripno, S.Pd yang telah mendoakan, memberikan semangat, dan bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan penulis.

7. Ibunda tercinta Sulastri, S.Pd yang tak pernah berhenti mendoakan, memberi semangat dan kasih sayang kepada penulis selama studi di IPB, termasuk dalam penyelesaian tulisan ini.

8. Kakak-kakak tersayang Dessi Ikka Kusuma Dhewi dan Faridha Dwi Rasawati S.Pd yang selalu memberi dukungan, saran, perhatian, dan kasih sayang yang luar biasa.

(11)

10. Pemerintahan Desa, pejabat Desa, dan pengurus PNPM Mandiri Perdesaan di salah satu di Kabupaten Banyumas yang telah memberikan kemudahan penulis untuk melakukan penelitian.

11. Andra D.N, Aminia Novriani, Karlina Khaerunisa, Turasih, Risma Junita, Siti Nurjannah, Sri Lindawati, Zessy Ardinal. Sahabat yang telah memberi dukungan dan berjuang bersama selama belajar di SKPM.

12. Sahabat-sahabat SKPM 44 tercinta. Sahabat yang selalu memberi semangat dan keceriaan selama studi di SKPM.

13. Niken Ayu, Niken Laraswati, Randy, Ivan Akmal, Lutvi Dwi, Kukuh Nugroho, Feri. Sahabat-sahabat sepermaian yang telah memberikan semangat, kebersamaan, dan keceriaan.

14. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasama selama pengerjaan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Bogor, Juli 2011

(12)

DAFTAR ISI... xi

1.4 Kegunaan Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 6

2.1 Tinjauan Pustaka... 6

2.1.1 Partisipasi Masyarakat... 6

2.1.1.1 Konsep Partisipasi... 6

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi... 7

2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat... 9

2.1.2.1 Konsep dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat... 9

2.1.3 Kewirausahaan... 11

2.1.3.1 Konsep Kewirausahaan... 11

2.1.4 Gambaran PNPM Mandiri Pedesaan... 12

2.1.4.1 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan... 12

2.1.4.2 Sasaran PNPM Mandiri Pedesaan... 13

2.1.4.3 Pelaku PNPM Mandiri Pedesaan... 13

2.1.4.4 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Pedesaan... 16

2.1.4.5 Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan... 17

2.1.4.6 Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan ... 17

2.2 Kerangka Pemikiran... 18

2.3 Hipotesis... 21

2.4 Definisi Operasional... 21

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1 Lokasi dan Waktu... 25

3.2 Teknik Pengumpulan Data... 25

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data... 27

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 28

4.1 Letak dan Keadaan Fisik... 28

4.2 Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Mata Pencaharian... 29

4.3 Sarana dan Prasarana Desa... 31

4.4 Kelembagaan Desa... 33

4.5 Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan... 34

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN... 39

5.1 Faktor Internal... 39

5.1.1 Umur... 39

5.1.2 Tingkat Pendidikan... 40

5.1.3 Jenis Pekerjaan... 40

(13)

xii

5.2 Faktor Eksternal... 44

5.2.1 Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD)... 44

5.2.2 Tim Pengelola Kegiatan (TPK)... 45

5.2.3 Kepala Desa... 46

5.2.4 Badan Permusyawarahan Desa (BPD)... 47

5.3 Tingkat Partisipasi Perempuan... 48

5.3.1 Tahap Perencanaan... 48

5.3.2 Tahap Pelaksanaan... 49

5.3.3 Tahap Menikmati Hasil... 51

5.3.4 Tahap Evaluasi... 52

5.4 Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP... 53

5.5 Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan ... 54

5.6 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan... 58

BAB V1 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP... 61

6.1 Tingkat Keberhasilam Kegiatan SPP... 61

6.1.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman... 61

6.1.2 Peningkatan Pendapatan... 62

6.2 Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP... 64

6.3 Hubungan Tingkat Partisipasi Perempuan dengan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP... 65

6.4 Analisis Pemberdayaan pada Kegiatan SPP... 66

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 69

7.1 Kesimpulan... 69

7.2 Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 71

(14)

Tabel 1 Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan... 29 Tabel 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur... 29 Tabel 3 Sarana dan Prasarana Pendidikan... 32 Tabel 4 Nama, Jumlah Anggota, dan Pinjaman Kelompok dalam

Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)... 37 Tabel 5 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Umur Tahun 2011... 39 Tabel 6 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011... 40 Tabel 7 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tahun 2011... 41 Tabel 8 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Jenis Usaha Tahun 2011... 42 Tabel 9 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Modal Usaha Tahun 2011... 42 Tabel 10 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Pemasaran Produk Usaha Tahun 2011... 43 Tabel 11 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tahun 2011... 44 Tabel 12 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Pengaruh Peran KPMD Tahun 2011... 45 Tabel 13 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Pengaruh Peran TPK Tahun 2011... 46 Tabel 14 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Pengaruh Peran Kepala Desa Tahun 2011... 47 Tabel 15 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Pengaruh Peran BPD Tahun 2011... 48 Tabel 16 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tahap Perencanaan Tahun 2011... 49 Tabel 17 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tahap Pelaksanaan Tahun 2011... 50 Tabel 18 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tahap Menikmati Hasil Tahun 2011... 51 Tabel 19 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Tahap Evaluasi Tahun 2011... 52 Tabel 20 Hubungan Faktor Internal dalam Kegiatan SPP PNPM

(15)

xiv

Tabel 21 Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri

Perdesaan Tahun 2011 ... 56 Tabel 22 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi

Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri

Perdesaan Tahun 2011 ... 58 Tabel 23 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi

Perempuan dalam Kegiatan SPP PNPM Mandiri

Perdesaan Tahun 2011... 59 Tabel 24 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Ketepaan Penggunaan Pinjaman

Tahun 2011... 61 Tabel 25 Sebaran Anggota SPP PNPM Mandiri Perdesaan

Berdasarkan Peningkatan Pendapatan Petir

Tahun 2011... 65 Tabel 26 Hubungan Tingkat Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM

Mandiri Perdesaan Tahun 2011... 64 Tabel 27 Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat

Keberhasilan Kegiatan SPP PNPM Mandiri

(16)

Nomor Halaman Gambar 1 Kerangka Pemikiran... 20

Gambar 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 30

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Denah Lokasi Penelitian... 74

Lampiran 2 Hasil Uji Hubungan... 75

Lampiran 3 Kerangka Sampling... 79

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut mempunyai asumsi yang berbeda tentang cara penanganan kemiskinan. Strategi penanganan kemiskinan tidak hanya mempunyai nuansa material saja namun juga ada makna perubahan kultural (Huraerah 2008). Jadi penanganan kemiskinan tidak hanya menggunakan strategi untuk penambahan material semata, namum diiringi juga pemberdayaan masyarakatnya.

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta orang (14,15 persen). Sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, pada bulan Maret 2010 menyebutkan bahwa penduduk miskin sebesar 31,02 juta (13,33 persen) dan 64,23 persen berada di daerah perdesaan.1 Pembangunan desa dibutuhkan untuk penanggulangan masalah kemiskinan di perdesaan.

Pemerintah telah banyak melaksanakan program untuk menangani masalah kemiskinan. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Latar belakang adanya PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini dinilai berhasil. Pada tahun 2008 di Provinsi Jawa Tengah, alokasi dana bantuan PNPM Mandiri Perdesaan digunakan untuk mendanai 29 kabupaten, 224 kecamatan, dan

1

Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret 2010. www.bps.go.id. Diakses 14 Februari

(19)

2

dikompetisikan di 3.536 desa yang bertingkat partisipasi. Program ini memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan dalam setiap kegiatan yang diusulkan pada musyawarah. Hal tersebut dimaksudkan agar memperkuat pola pembangunan yang partisipatif, sehingga masyarakat merasa memiliki kegiatan pembangunan yang ada di desanya. Swadaya dari masyarakat sangat diharapkan untuk kelancaran kegiatan yang dilaksanakan.2

PNPM Mandiri Perdesaan didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Terdapat beberapa usulan kegiatan yang dilaksanakan pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu pembangunan sarana untuk masyarakat, Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) untuk membuka atau mengembangkan usaha, peningkatan kualitas hidup masyarakat dengan dilaksanakannya pengembangan keterampilan masyarakat, pelayanan dalam bidang kesehatan dan pendidikan.3

Sejauh ini masih banyak program pembangunan desa dari pemerintah yang bersifat top down, pembangunan yang dilaksanakan di perdesaan belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, sehingga masih banyak program pembangunan desa yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat semestinya tidak hanya dalam tahap pelaksanaan, namum pada tahap perencanaan dan evaluasi. Pada tahap perencanaan, tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan sangat dibutuhkan untuk menggali kebutuhan masyarakat. Sedangkan tahap evaluasi bermanfaat untuk mengetahui masalah-masalah yang terjadi pada tahap pelaksanaan kegiatan sehingga ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan untuk memaksimalkan kegiatan. Selain itu, kolaborasi antara pihak pengelola dan masyarakat yang baik juga akan menimbulkan peluang yang besar dalam tingkat keberhasilan pembangunan di perdesaan. Menurut Kartasasmita (1997) dalam Fadli (2010) menyebutkan bahwa kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran karena kurangnya

2

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Jawa Tengah. http://www.pnpmjateng.blogspot.com.

Diakses 16 Februari 2011

3

http://www.pnpmperdesaan.or.id/downloads/Penjelasan_PTO09.pdf. Petunjuk Teknis Operasional

(20)

tingkat partisipasi masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menentang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: (1) Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi ekstrem dirasakan merugikan; (2) Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut; (3) Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut; dan (4) Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan.

Pada beberapa kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, khususnya kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) pun terjadi beberapa masalah yang timbul, antara lain: ketidaktepatan sasaran kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), sebagian masyarakat tidak menggunakan dana pinjaman untuk modal usaha, bahkan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan penelitian Soraya (2009) terdapat ketidaktepatan penggunaan dana pinjaman yang dilakukan anggota kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kelompok yang tergabung dalam Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) memperoleh dana sesuai dengan yang diajukan dalam usulan, kemudian pemanfaatan dana diserahkan pada masing-masing peserta selaku pengelola usaha mikro perorangan. Berdasarkan penelitian, responden yang menggunakan dana pinjaman untuk usaha dan memenuhi kebutuhan rumah tangga sebesar 42 persen, responden yang menggunakan dana SPP hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah sebesar 32 persen, sedangkan 24 persen sepenuhnya menggunanakan dana pinjaman untuk modal usaha. Hal tersebut dapat terlihat bahwa terjadi ketidakmaksimalan dalam penggunaan dana pinjaman yang seharusnya digunakan untuk modal usaha, namun banyak anggota Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) yang menggunakan dana pinjaman tersebut untuk keperluan lain.

(21)

4

pembangunan desa sangat menentukan tingkat keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu, analisis mengenai partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana partisipasi perempuan menentukan tingkat keberhasilan kegiatan SPP dan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan besarnya partisipasi perempuan pada kegiatan SPP.

1.2 Masalah Penelitian

Pemerintah telah banyak menjalankan program-program untuk daerah perdesaan. Tujuan utama program-program yang dikeluarkan oleh pemerintah yaitu untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk menangani hal tersebut adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Salah satu kegiatannya adalah Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kegiatan SPP adalah kegiatan dana bergulir untuk kelompok perempuan yang digunakan untuk usaha. Partisipasi perempuan pada kegiatan SPP diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan kegiatan SPP.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan dan diuraikan, disusun permasalahan-permasalahan penelitian untuk dikaji, sebagai berikut: (1) Faktor-faktor internal dan eksternal mana sajakah yang berhubungan erat

dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)?

(2) Sejauhmana hubungan tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP)?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah-masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah:

(1) Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang berhubungan erat dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).

(22)

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), dan hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat berbagai pihak, antara lain:

(1) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai pentingnya tingkat partisipasi perempuan dalam tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

(2) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi awal dalam menerapkan program pemerintah di daerah perdesaan. (3) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dalam

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Partisipasi Masyarakat 2.1.1.1 Konsep Partisipasi

Menurut Sumardjo (2008) dan Chozin et al. (2009) dalam Chozin et al. (2010) dijelaskan bahwa partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan subtansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.

Partisipasi dibedakan dalam empat tahapan, yaitu: (1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan; (3) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan; dan (4) partisipasi pada tahap evaluasi. Semua tahapan partisipasi merupakan kesatuan integritas dari aktivitas pengembangan perdesaan, meskipun sebuah siklus konsisten dari kegiatan partisipatoris mungkin dinilai belum biasa (Cohen dan Uphoff 1979).

Menurut Chozin et al. (2010) sisi positif dari partisipasi adalah program yang dijalankan akan lebih responsif terhadap kebutuhan dasar yang sesungguhnya. Partisipasi masyarakat merupakan suatu cara yang penting untuk menjamin keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu mengidentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat, serta meringankan beban pusat baik dari sisi dana, tenaga, maupun material. Sedangkan, sisi negatif partisipasi adalah partisipasi akan melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian pula pelaksanaannya, dan bentuk program juga berbeda-beda karena masyarakat yang beragam.

(24)

umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan, dan kondisi daerah yang tanpa keberdayaannya akan tidak terungkap; (4) Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; (5) Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan; (6) Memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat; (7) Partisipasi menopang pembangunan; (8) Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; (9) Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; (10) Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Sulaiman (1985) dalam Huraerah (2008) bentuk-bentuk partisipasi sosial sebagai berikut: (1) Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka; (2) Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang dalam kegiatan partisipasi, dana, dan sarana sebaiknya datang dari dalam masyarakat sendiri; (3) Partisipasi dalam bentuk dukungan; (4) Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; dan (5) Partisipasi representatif dengan memberikan kepercayaan dan mandat kepada wakil-wakil yang duduk dalam organisasi atau panitia.

Ife dan Tesoriero (2008) menjelaskan kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi: (1) Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting; (2) Orang harus merasa bahwa aksi-aksi mereka akan membuat perubahan; (3) Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai; (4) Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya; (5) Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.

2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008) sebagai berikut:

(1) Faktor internal, yaitu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok.

(25)

8

dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegitan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut.

Menurut penelitian Kurniantara dan Pratikno (2005) efektivitas partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

(1) Basis informasi yang kuat. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi yang memadai pada suatu daerah akan menunjang masyarakat dalam memperoleh informasi tentang pembangunan yang dilaksanakan di desanya. Sumber informasi dan fasilitas komunikasi telah ada sejak jaman pemerintahan sentralisasi, tetapi perkembangan tajam terjadi pasca krisis atau di masa otonomi desa. Penguasaan informasi memungkinkan masyarakat bersikap kritis, mampu berinisiatif, berkreasi, dan dinamis serta mampu mengikuti proses perubahan yang terjadi.

(2) Kepemimpinan Kepala Desa. Kepemimpinan Kepala Desa memberikan pengaruh yang besar terhadap ketersediaan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Kepala Desa akan menentukan tipe dan pola kepemimpinan yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan.

(3) Peranan organisasi lokal. Peranan organisasi lokal juga berpengaruh dalam pembangunan desa. Lembaga Kemusyawaratan Desa (LKMD) sebagai lembaga korporatis ternyata tidak hanya sebagai lembaga yang mendukung kebijakan pemerintah tetapi juga mampu menyalurkan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingan-kepentingan warga masyarakat. Lembaga LKMD jauh lebih berperan dalam pembangunan desa dibandingkan lembaga LKMD pada masa pemerintahan yang sentralistik.

(26)

masyarakat kepada pemerintah supra desa, serta menyerap dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.

Menurut Sahidu (1998) dalam Lugiarti (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif, harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Sedangkan faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki.

2.1.2 Pemberdayaan Masyarakat

2.1.2.1 Konsep dan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah membantu komunitas dengan sumber daya, kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas (Sumardjo 2008; Chozin et al. 2009; Suharto 2005; dalam Chozin et al. 2010). Menurut Suharto (2005) pemberdayaan adalah sebuah tujuan dan proses. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perusahaan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

(27)

10

(Swift dan Levin 1987); (4) Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkauasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984).

Saraswati (1997) dalam Huraerah (2008) pemberdayaan mencakup enam hal sebagai berikut:

(1) Learning by doing. Pemberdayaan adalah sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan-tindakan konkrit yang terus menerus yang dampaknya dapat dilihat.

(2) Problem solving. Pemberdayaan harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.

(3) Self-evaluation. Pemberdayaan harus mampu mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.

(4) Self-development and coordination. Pemberdayaan dapat mendorong agar mampu malakukan pengembangan diri dan melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas.

(5) Self-selection. Suatu kumpulan yang tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah-langkah ke depan. (6) Self-decisim. Dalam memilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki

kepercayaan diri (self-confidence) dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (self-decisim).

(28)

penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang; (7) Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri; (8) Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan; (9) Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif; (10) Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif: permasalahan selalu memiliki beragam solusi; dan (11) Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara paralel.

2.1.3 Kewirausahaan

2.1.3.1Konsep Kewirausahaan

Peter F. Drucker (1994) dalam Kasmir (2006) kewirahusaan adalah kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Zimmerer (1996) dalam Kasmir (2006) kewirausahaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu kemampuan dalam hal menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi yang terus-menerus untuk menemukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada sebelumnya. Widodo (2005) wirausaha adalah usaha yang dilaksanakan dengan sifat-sifat kewiraan yaitu berani, percaya diri, siap menanggung resiko, dan berorientasi masa depan dengan memanfaatkan dan mengelola peluang usaha yang ada.

(29)

12

pengelola atau menejemennya dipegang seorang diri; (2) Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra. Menyetor modal dan pengelolaan ditangani oleh pihak mitra, berarti si pengusaha hanya menyetor sejumlah modal (uang) kepada mitranya. Kemudian modal tersebut dikonversikan ke dalam sejumlah saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Manajemen untuk menjalankan usahanya diserahkan kepada pihak lain; dan (3) Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham sebagai bukti kepemilikan usaha. Menyerahkan tenaga, artinya pengusaha tersebut hanya menyumbangkan tenaga atau keahlian sebagai modal. Keahliannya dalam mengelola usaha dikonversikan ke dalam jumlah saham. Kepemilikan usaha dibagi dua, yaitu mereka yang memiliki keahlian dan yang memiliki uang.

2.1.4 Gambaran PNPM Mandiri Perdesaan

Pada tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. PNPM Mandiri pada hakikatnya adalah program nasional yang dijalankan oleh semua kalangan untuk menanggulagi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja melalui upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian dalam tujuan peningkatan kualitas hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Program ini terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. PNPM Mandiri Perdesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Pendekatan PNPM Mandiri Perdesaan merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang selama ini dinilai berhasil. Beberapa keberhasilan PPK adalah penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan efektivitas kegiatan, serta berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.

2.1.4.1 Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan

Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan adalah:

(30)

(2) Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal.

(3) Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif.

(4) Menyediakan prasarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat.

(5) Melembagakan pengelolaan dana bergulir.

(6) Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD).

(7) Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.

2.1.4.2 Sasaran PNPM Mandiri Perdesaan

Kelompok sasaran PNPM Mandiri Perdesaan adalah: (1) Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan.

(2) Kelembagaan masyarakat di perdesaan. (3) Kelembagaan pemerintahan lokal.

2.1.4.3 Pelaku PNPM Mandiri Perdesaan

Pelaku-pelaku yang berkedudukan dan berperan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan pada tingkat desa meliputi:

(1) Kepala Desa (Kades)

Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di desa. Bersama Badan Permusyawarahan Desa (BPD), Kepala Desa menyusun peraturan desa yang relevan dan mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM Mandiri Perdesaan sebagai pola pembangunan partisipatif, serta pengembangan dan pelestarian aset PNPM Mandiri Perdesaan yang telah ada di desa. Kepala Desa juga berperan mewakili desanya dalam pembentukan forum musyawarah atau badan kerja sama antar desa.

(2) Badan Permusyawarahan Desa (BPD atau sebutan lainnya)

(31)

14

sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian di desa. Selain itu juga berperan dalam melegalisasi atau mengesahkan peraturan desa yang berkaitan dengan pelembagaan dan pelestarian PNPM Mandiri Perdesaan di desa. BPD juga bertugas mewakili masyarakat bersama Kepala Desadalam membuat persetujuan pembentukan badan kerja sama antar desa.

(3) Tim Pengelola Kegiatan (TPK)

Tim Pengelola Kegiatan (TPK) terdiri dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa yang mempunyai fungsi dan peran untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan di desa dan mengelola administrasi, serta keuangan PNPM Mandiri Perdesaan. TPK sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Bendahara, dan Sekretaris.

(4) Tim Penulis Usulan (TPU)

Tim Penulis Usulan (TPU) berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Peran Tim Penulis Usulan adalah menyiapkan dan menyusun gagasan-gagasan kegiatan yang telah ditetapkan dalam musyawarah desa dan musyawarah khusus perempuan, serta dokumen-dokumen yang diperlukan untuk musrenbang reguler, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa), dan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDes). Anggota TPU dipilih oleh masyarakat berdasarkan keahlian dan ketrampilan yang sesuai dengan jenis kegiatan yang diajukan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, TPU bekerja sama dengan kader-kader desa yang ada. (5) Tim Pemantau

Tim Pemantau menjalankan fungsi pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan yang ada di desa. Keanggotaannya berasal dari anggota masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa. Jumlah anggota tim pemantau sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan saat musyawarah. Hasil pemantauan kegiatan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan).

(6) Tim Pemelihara

(32)

kesepakatan saat musyawarah. Hasil laporan pemeliharaan disampaikan saat musyawarah desa dan antar desa (jika diperlukan). Dalam menjalankan fungsinya, tim pemelihara didukung dengan dana yang telah dikumpulkan atau yang berasal dari swadaya masyarakat setempat.

(7) Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K)

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan (KPMD/K) adalah warga desa terpilih yang memfasilitasi atau memandu masyarakat dalam mengikuti atau melaksanakan tahapan PNPM Mandiri Perdesaan di desa dan kelompok masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun pemeliharaan. Sebagai kader masyarakat berperan membantu pengelolaan pembangunan di desa, diharapkan tidak terikat oleh waktu. Jumlah KPMD/K disesuaikan dengan kebutuhan desa dengan mempertimbangkan keterlibatan atau peran serta kaum perempuan, kemampuan teknik, serta kualifikasi pendampingan kelompok ekonomi dan sebagainya. Namun jumlahnya sekurang-kurangnya dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan.

(8) Kelompok Masyarakat (Pokmas)

Kelompok Masyarakat (Pokmas) adalah kelompok masyarakat yang terlibat dan mendukung kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, baik kelompok sosial, kelompok ekonomi maupun kelompok perempuan. Termasuk sebagai kelompok masyarakat misalnya kelompok arisan, pengajian, kelompok ibu-ibu PKK, kelompok Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), kelompok usaha ekonomi, kelompok pengelola air, kelompok pengelola pasar desa, dsb.

2.1.4.4 Prinsip Dasar PNPM Mandiri Perdesaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan PNPM Mandiri Perdesaan. Prinsip-prinsip itu meliputi:

(33)

16

(2) Otonomi. Prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab tanpa intervensi negatif dari luar.

(3) Desentralisasi. Prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat.

(4) Berorientasi pada masyarakat miskin. Prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.

(5) Partisipasi. Prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materiil.

(6) Kesetaraan dan keadilan gender. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik.

(7) Demokratis. Prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat.

(8) Transparansi dan Akuntabel. Prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.

(9) Prioritas. Prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.

(34)

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.

2.1.4.5 Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan

Partisipasi Perempuan dalam PNPM Mandiri Perdesaan yaitu:

(1) Ikut serta dalam musyawarah yang diselenggarakan di tingkat desa maupun antar desa.

(2) Ikut serta dalam musyawarah khusus perempuan yang diselenggarakan di tingkat desa untuk membahas gagasan-gagasan yang berasal dari kelompok perempuan.

2.1.4.6 Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan

Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) merupakan penyaluran dana pinjaman bergulir bagi kelompok perempuan dalam skala mikro (mikro finance). Dana yang dialokasikan untuk kegiatan SPP yaitu 25 persen dari total dana Bantuan Langsung Tunai (BLM) per kecamatan. Secara umum kegiatan SPP bertujuan untuk mengembangkan potensi kegiatan simpan pinjam perdesaan, kemudahan akses pendanaan usaha skala mikro, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar, dan memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong pengurangan rumah tangga miskin dan menciptakan lapangan kerja. Tujuan khusus kegiatan SPP: (1) Mempercepat proses pemenuhan kebutuhan pendanaan usaha/sosial dasar; (2) Memberikan kesempatan kaum perempuan meningkatkan ekonomi rumah tangga melalui pendanaan modal usaha; (3) Mendorong penguatan kelembagaan simpan pinjam kaum perempuan. Sasaran kegiatan SPP yaitu Rumah Tangga Miskin (RTM) yang produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha/kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada dimasyarakat. Bentuk kegiatan SPP adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.

(35)

18

Mempunyai modal dan simpanan dari anggota sebagai sumber dana pinjaman yang diberikan kepada anggota; (4) Kegiatan pinjaman pada kelompok masih berlangsung dengan baik; (5) Mempunyai organisasi kelompok dan administrasi secara sederhana. Tahapan seleksi di tingkat desa untuk memilih kelompok SPP: (1) Penentuan usulan desa untuk kegiatan SPP melalui keputusan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP). Hasil keputusan dalam MKP merupakan usulan desa untuk kegiatan SPP; (2) Hasil keputusan diajukan berdasarkan seluruh kelompok yang diusulkan dalam paket usulan desa; (3) Penulisan usulan kelompok adalah tahapan yang menghasilkan proposal kelompok yang akan dikompetisikan di tingkat kecamatan. Sedangkan, syarat penulisan usulan SPP harus memuat beberapa hal sebagai berikut: (1) Mendeskripsikan kondisi kelompok SPP; (2) Gambaran kegiatan dan rencana yang menjelaskan kondisi anggota, kondisi permodalan, kualitas pinjaman, kondisi operasional, rencana usaha dalam satu tahun yang akan datang, dan perhitungan rencana kebutuhan dana; (3) Daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan dilengkapi dengan peta sosial dan peta rumah tangga miskin.

Kelompok wanita harus mengajukan proposal yang ditetapkan melalui jalur Musyawarah Khusus untuk Perempuan (MKP). Penetapan persyaratan pinjaman yang tertuang dalam perjanjian pinjaman paling tidak mencakup hal-hal: (1) Penentuan jasa pinjaman dengan ketentuan: besar jasa pinjaman ditentukan berdasarkan bunga pasar untuk pinjaman pada lembaga keuangan pada wilayah masing-masing. Sistem perhitungan pinjaman menurun atau tetap; (2) Jangka waktu pinjaman sumber dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) maksimal 12 bulan; (3) Jadwal angsuran dana BLM paling tidak diangsur tiga kali angsuran dalam 12 bulan dengan memperlihatkan siklus usaha baik pada tingkat pemanfaat maupun tingkat kelompok; (4) Angsuran langsung dari kelompok ke Unit Pengelola Kegiatan (UPK).

2.2 Kerangka Pemikiran

(36)

masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Kegiatan yang dilakukan meliputi pembangunan sarana desa untuk masyarakat, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan kegiatan dana bergulir. Pada kegiatan dana bergulir dibagi menjadi dua kegiatan yaitu Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Fokus penelitian ini yaitu kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan. Kegiatan ini merupakan peminjaman dana yang dikhususkan untuk para perempuan yang tergolong Rumah Tangga Miskin (RTM). Kegiatan SPP didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM).

Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) ini mendorong anggota untuk aktif terlibat pada setiap tahapan kegiatan. Tingkat partisipasi dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: (1) Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan (perencanaan); (2) Partisipasi dalam tahap pelaksanaan; dan (3) Partisipasi pada menikmati hasil kegiatan; dan (4) Partisipasi dalam tahap evaluasi. Partisipasi perempuan diduga berhubungan dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dibagi menjadi empat, yaitu: (1) Umur anggota; (2) Pekerjaan; (3) Tingkat pendapatan; dan (4) Tingkat pendidikan. Diduga faktor internal mempengaruhi hubungan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh peran Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), Kepala Desa, dan Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Diduga faktor eksternal berhubungan dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan SPP.

(37)

20

Secara sederhana penjelasan dapat digambarkan seperti tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

KPMD : Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa

X1.2 Tingkat pendidikan X1.3 Jenis Pekerjaan X1.4 Tingkat pendapatan

X2. Faktor eksternal :

Y1. Tingkat Partisipasi pada Tahapan:

Y1.1 Perencanaan kegiatan Y1.2 Pelaksanaan kegiatan Y1.3 Menikmati hasil/manfaat Y1.4 Evaluasi kegiatan

Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman

Dana

(38)

2.3 Hipotesis

(1) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor internal (umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).

(2) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor eksternal (pengaruh peran: KPMD, TPK, Kepala Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa) dengan tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).

(3) Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara tingkat partisipasi perempuan dengan tingkat keberhasilan kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP).

2.4 Definisi Operasional

Setiap variabel dikategorisasi menjadi skala ordinal berdasarkan simpangan baku dari angka yang diperoleh dan kriteria yang menggunakan rentang kelas dengan rumus sebagai berikut:

Rentang kelas = nilai maksimum- nilai minimum Jumlah Kelas

X1. Faktor internal adalah karakteristik yang dimiliki perempuan yang dapat mempengaruhi partisipasinya dalam suatu kegiatan. Faktor internal terdiri dari:

X1.1 Umur

Umur adalah selisih antara tahun perempuan dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi dua kategori:

(39)

22

X1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti perempuan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Rendah (tamat atau tidak tamat SD/ sederajatnya )

- Sedang (tamat SMP/ sederajat)

- Tinggi (tamat SMA/ sederajat atau pernah mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi)

X1.3 Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan adalah profesi yang dijalankan perempuan untuk menopang kebutuhan hidupnya. Pengukuran dengan skala nominal yang dikategorikan menjadi dua kategori: berdagang dan bukan berdagang.

X1.4 Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah besar penghasilan yang diterima perempuan dinyatakan dalam rupiah. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Tidak berpenghasilan = tidak mendapatkan penghasilan

- Penghasilan rendah = Rp 300.000,00 – Rp 1.350.000,00

- Penghasilan tinggi = Rp 1.351.000,00 – Rp 2.400.000,00 X2. Faktor eksternal adalah pihak lain yang dapat mempengaruhi perempuan

terhadap partisipasinya dalam suatu kegiatan.

Pengaruh peran KPMD, TPK, Kepala Desa, dan BPD adalah perubahan dalam diri perempuan (sikap dan pengetahuan) yang terjadi karena pengaruh pihak-pihak tertentu. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori: rendah, sedang, dan tinggi.

Y1. Tingkat Partisipasi

(40)

Y1.1 Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam proses pengambilan keputusan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Pada tahap perencanaan yang dinilai yaitu kehadiran, keterlibatan dalam berpendapat, dan keterlibatan dalam pembuatan aturan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Rendah = 6,00 - 8,00

- Sedang = 8,01 - 10,01

- Tinggi = 10,02 - 12,00 Y1.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan perempuan dalam mengikuti kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari peminjaman dana, ketepatan dalam penggunaan dana, akses dan kontrol terhadap kegiatan, serta ketepatan dalam pengangsuran dana pinjaman. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Rendah = 7,00 - 9,33

- Sedang = 9,34 - 11,67

- Tinggi = 11,68 - 14,00 Y1.3 Menikmati Hasil

Menikmati hasil adalah keterlibatan perempuan dalam memanfaatkan kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari kemudahan akses peminjaman dana. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Rendah = 4,00 - 5,33

- Sedang = 5,34 - 6,67

(41)

24

Y1.4 Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah keikutsertaan perempuan dalam menilai kegiatan SPP PNPM Mandiri Perdesaan. Partisipasi perempuan dilihat dari keterlibatan dalam mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan, terlibatnya responden dalam pelaporan kegitan, dan keterlibatan dalam solusi permasalahan kegiatan. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Rendah = 4,00 - 5,33 - Sedang = 5,34 - 6,67 - Tinggi = 6,68 - 8,00

Y2. Tingkat Keberhasilan Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Tingkat keberhasilan kegiatan SPP adalah perubahan positif yang dialami perempuan setelah mengikuti kegiatan SPP.

Y2.1 Ketepatan Penggunaan Pinjaman

Ketepatan penggunaan pinjaman adalah kesesuaian pemanfaatan pinjaman SPP. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Tidak Tepat = semua pinjaman tidak digunakan untuk usaha - Kurang Tepat = sebagian pinjaman digunakan untuk usaha - Tepat = semua pinjaman digunakan untuk usaha Y2.2 Peningkatan Pendapatan

Peningkatan pendapatan adalah selisih pertambahan penghasilan perempuan sebelum dan setelah mengikuti kegiatan SPP pada bulan terakhir. Pengukuran dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi tiga kategori:

- Tidak Meningkat = tidak terjadi penambahan

- Sedikit Meningkat = Rp 100.000,00 – Rp 525.000,00

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Lokasi penelitian dipilih karena desa ini merupakan salah satu desa yang terkena program pemerintah yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di desa ini mulai tahun 2009 sampai sekarang. Salah satu kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP). Kegiatan ini didanai oleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Kegiatan ini membantu para perempuan yang tergabung dalam kelompok untuk menambah modal usaha dan setiap kelompok wajib mengembalikan pinjaman dana tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh semua anggota kelompok.

Pemilihan tempat penelitian ini diharapkan relevan dengan data yang ingin diperoleh dan tujuan penelitian. Pengumpulan data primer dan sekunder dilakukan pada bulan April 2011 dan dilanjutkan dengan pengolahan data serta penulisan laporan yang dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian mengenai partisipasi perempuan dalam kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan termasuk penelitian explanatory (penjelasan) yang dilakukan melalui pendekatan kuantitatif didukung pendekatan kualitatif. Tipe penelitian explanatory adalah menganalisis data dengan cara menjelaskan hubungan kausal antar variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survai yaitu penelitian yang memperoleh data dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi 1989).

(43)

26

mengetahui pengaruh faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi perempuan pada kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP), serta mengetahui hubungan tingkat partisipasi perempuan dalam tingkat keberhasilan kegiatan SPP. Sedangkan data kualitatif digunakan untuk memberikan penjelasan dari data kuantitatif. Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari pengumpulan data di lapangan dengan panduan kuesioner dan panduan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder didapatkan dari dokumentasi lembaga yang terkait dan studi literatur yang berhubungan dengan penelitian.

(44)

3.3 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(45)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Keadaan Fisik

Desa penelitian ini merupakan salah satu desa di Kabupaten Banyumas. Luas wilayah desa ini sebesar 155,125 ha didominasi oleh hamparan sawah sekitar 99,101 ha sebagai komoditas utama pertanian. Desa ini terdiri dari tiga Kepala Dusun (Kadus), empat Rukun Warga (RW) dan 17 Rukun Tetangga (RT). Dusun satu dibagi menjadi dua RW yaitu RW satu yang terdiri dari lima RT, dan RW dua terdiri dari tiga RT. Dusun dua hanya terdiri satu RW yaitu RW tiga yang dibagi menjadi tiga RT, dan Dusun tiga juga terdiri dari satu RW yaitu RW empat yang dibagi menjadi enam RT.

Batas-batas wilayah dari desa penelitian yang digunakan untuk pemukinan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalicupak, sebelah selatan berbatasan wilayah dengan Desa Pajerukan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kedung Benda, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Sokaraja Wetan.

Jarak pusat Pemerintah Desa dengan Kecamatan yaitu lima km, sedangkan jarak Pemerintah Desa dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas sembilan km. Akses lalu lintas kendaraan umum menuju desa dapat dijangkau menggunakan ojek atau becak. Desa ini dilalui jalan beraspal yang merupakan jalan Kabupaten Purbalingga. Adapun jalan antar dusun, antar RW, dan RT masih ada yang berbatu.

(46)

Tabel 1. Luas Wilayah Berdasarkan Penggunaan Lahan

No Penggunaan lahan Luas (ha)

1 Sawah irigasi ½ teknis 99,101

2 Tegal/lading 6,750

3 Pemukiman 43,482

4 Perkantoran pemerintahan 0,042

5 Lapangan 1,000

6 Kas desa 3,330

7 Prasarana umum lainnya 1,420

Jumlah 155,125

Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa 2009

Berdasarkan Tabel 1. terlihat bahwa sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk persawahan irigasi ½ teknis karena sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani. Selain dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, lahan di desa tersebut juga banyak dimanfaatkan untuk pemukinan.

4.2 Keadaan Penduduk, Pendidikan, dan Mata Pencaharian

Jumlah penduduk desa penelitian pada tahun 2009 yaitu 3223 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1636 jiwa (50,8 persen) dan perempuan 1587 jiwa (49,2 persen). Pada dasarnya di desa ini terdapat berbagai macam karakteristik jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Karekteristik jumlah penduduk tampak pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur

Golongan Umur Laki-Laki Perempuan

0-9 263 227

Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa 2009

(47)

30

Menurut Rusli (1995) menjelaskan bahwa usia produktif yaitu usia 15-64 tahun, sedangkan usia non produktif adalah 0-14 tahun dan lebih dari 65 tahun. Pada penelitian ini, usia produktif penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki yaitu perempuan sebanyak 1195 jiwa dan laki-laki sebanyak 1187 jiwa. Data yang diperoleh pada usia kurang dari 14 tahun dan lebih dari 60 tahun tidak dijabarkan secara rinci. Oleh karena itu, usia produktif dihitung dari usia 10-59 tahun, sedangkan usia 0-9 dan lebih dari 60 tahun termasuk usia non produktif.

Masyarakat di desa ini memiliki pendidikan yang beragam, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memperoleh pendidikan sampai pada jenjang yang tinggi. Data mengenai jumlah penduduk desa berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : Data Kependudukan Desa Tahun 2009

Pendidikan masyarakat desa ini tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat hanya menamatkan pendidikan pada tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat yaitu 1249 jiwa. Kesadaran masyarakat akan pendidikan masih rendah. Banyak masyarakat yang mampu membayar sekolah namun enggan untuk menyekolahkan anaknya ke tingkat yang tinggi. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas, biasanya pemuda-pemudi lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan sekolah.

(48)

buruh tani jumlahnya lebih besar yaitu 261 jiwa, dibandingkan dengan petani yang mempunyai lahan yaitu 176 jiwa. Data selengkapnya mengenai mata pencaharian penduduk desa tampak pada Gambar 3.

197

Gambar 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber : Data Kependudukan Desa Tahun 2009

Pada Gambar 3. tampak bahwa sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor informal dibandingkan sektor formal. Tingkat pendidikan yang rendah menjadi kendala masyarakat desa untuk bekerja di sektor formal. Hal tersebut menyebabkan mereka lebih memilih bekerja di sektor informal. Pekerjaan buruh pabrik adalah salah satu pekerjaan yang paling diminati masyarakat. Selain bekerja menjadi buruh pabrik, bekerja sebagai buruh tani pun banyak dipilih oleh masyarakat. Jika dilihat dari kepemilikan lahan pertanian, semakin sedikit masyarakat yang memiliki lahan persawahan. Akibatnya masyarakat hanya dapat bekerja sebagai penggarap atau menyewa lahan persawahan. Susahnya mendapatkan irigasi untuk lahan persawahan menjadi salah satu alasan para petani menjual lahan persawahannya.

4.3 Sarana dan Prasarana Desa

(49)

32

masyarakat untuk bepergian. Semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor roda dua menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk memilih kendaraan umum sebagai alat transportasi. Kondisi jalan desa maupun antar desa sudah cukup baik karena jalan antar desa sudah beraspal. Namun, masih terdapat jalan antar dusun yang belum beraspal. Selain itu, jembatan yang menghubungkan antar desa maupun antar dusun sudah terbuat dari beton.

Sarana danprasarana komunikasi yang ada di desa adalah wartel (warung telepon), radio, dan televisi. Semakin bertambahnya telepon genggam yang dimiliki oleh masyarakat mengakibatkan pengguna warung telepon semakin berkurang. Minat masyarakat pada media elektronik radio sebagai alat komunikasi juga mengalami penurunan akibat bertambahnya jumlah televisi yang dimiliki masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat menilai bahwa penyampaikan pesan melalui media televisi lebih menarik.

Sarana dan prasarana kesehatan yang dimanfaatkan masyarakat untuk menunjang kesehatan masyarakat adalah posyandu dan tenaga kesehatan yaitu bidan desa serta paramedis. Belum tersedianya fasilitas puskesmas, sehingga banyak masyarakat yang mengunjungi puskesmas Kecamatan Sokaraja karena letaknya yang lebih dekat dengan desa dibandingkan puskesmas Kecamatan Kalibagor. Letak puskesmas Kecamatan Kalibagor yang jauh dengan desa, menyebabkan diadakannya pelayanan Puskesmas Keliling (Pusling) setiap hari rabu untuk memberikan kemudahan berobat pada masyarakat.

Sarana dan prasana pendidikan yang tersedia di desa untuk memudahkan masyarakat memperoleh pendidikan antara lain terdapat TK (Taman Kanak-kanak), SD (Sekolah Dasar), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Data selengkapnya mengenai sarana dan prasaran pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sarana dan Prasarana Pendidikan

No Jenis Sarana dan Prasarana Pendidikan Unit

1 Taman Kanak-Kanak 1

2 Sekolah Dasar 2

3 Sekolah Menengah Pertama 1

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran....................................................................
Gambar 1.
Tabel 4.  Nama, Jumlah Anggota dan Pinjaman Kelompok dalam Kegiatan
Gambar 1.
+2

Referensi

Dokumen terkait

1) Untuk menganalisis tingkat pemerataan pemberian modal usaha Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. 2)

Menyikapi hal tersebut, pemerintah mencanangkan program pengentasan kemiskinan yang salah satu diantaranya adalah Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM

Menyikapi hal tersebut, pemerintah mencanangkan program pengentasan kemiskinan yang salah satu diantaranya adalah Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM

Berdasarkan pada analisis kuantitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif antara Kredit SPP (Simpan-Pinjam Kelompok Perempuan)

1) Untuk menganalisis tingkat pemerataan pemberian modal usaha Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. 2) Untuk

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dan pembahasan yang telah dilakukan tentang pemberdayaan perempuan melalui kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) di

Peran Ekonomi Perempuan Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (Studi Kasus Penerima Simpan Pinjam Khusus Perempuan Desa

Dalam melakukan penulisan mengenai Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan pada Simpan Pinjam Perempuan, penulis menggunakan