• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN (Kasus: Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat)

FRISCA JOHAR I34070010

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN

(Kasus: Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

FRISCA JOHAR I34070010

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(3)

ABSTRACT

This research emerged from problems that occur in implementing the poverty alleviation program for women which launched by Indonesian government (SPP PNPM Mandiri Program). The study was conducted in Gunung Menyan village (West Java). There are 52 individual members of the group who followed the SPP PNPM Program become the respondents of this research. Loan misappropriation and arrears of installment payment are problems that occur in the SPP PNPM Mandiri Program implementation in Gunung Menyan Village. The behavior of program participants are influenced by how they understand the intent or purpose of the program, attitudes, perceptions, opinions, as well as their beliefs about the SPP PNPM Program implemented. These aspects are summarized in a social representations of the SPP PNPM Program. Based on these problems, research was done to investigate the social representations of SPP PNPM Program. The purpose of this study are: 1) identify the social representations of the SPP PNPM Program; 2) identify the correlation between the level of participant involvement with the realization of social representations SPP PNPM Program; and 3) identify the correlation between the social representations of SPP PNPM Program with behavior of program’s participants. Social representations SPP PNPM Program consists of four typologies, that are: 1) SPP PNPM as a loan, (2) SPP PNPM Program satisfactory, (3) loan fees of SPP PNPM worried, and (4) loan fees PNPM useful. Social representations of the SPP PNPM Program have no correlation with the level of involvement and intensity of communication participants in the program. In addition, social representations of the SPP PNPM Program related to the participants behavior in attending the program. Skills training, motivation, mental, and participatory control are advised to be implemented earnestly in order to increase economical independence of rural women.

Keywords: SPP PNPM Program, problems, and social representations.  

(4)

RINGKASAN

FRISCA JOHAR. REPRESENTASI SOSIAL TERHADAP PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN (Kasus: Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan NURMALA K.

PANDJAITAN

Salah satu masalah khusus yang sedang berkembang di Indonesia adalah kemiskinan. Kemiskinanyang dihadapi tidak hanya sebatas kemiskinan secara ekonomi, akan tetapi juga bersifat non ekonomi, seperti terbatasnya akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, produktivitas yang rendah, terbatasnya akses terhadap partisipasi dan pembangunan, dan lain sebagainya. Menyikapi hal tersebut, pemerintah mencanangkan program pengentasan kemiskinan yang salah satu diantaranya adalah Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Pedesaan yang berupa kegiatan pemberian pinjaman kepada kelompok perempuan sebagai tambahan modal usaha ekonomi. Pengimplementasian Program SPP PNPM tidak selalu berjalan mulus. Banyak terjadi permasalahan dalam pelaksanaan program SPP PNPM yaitu berupa kemacetan pengembalian pinjaman pada peserta program, penyalahgunaan pemanfaatan uang pinjaman, dan ketidaktepatan sasaran program.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi representasi Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan; 2) mengidentifikasi hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan; serta 3) mengidentifikasi hubungan representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap perilaku peserta program dalam memanfaatkan dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

Unit analisis yang digunakan adalah individu peserta program yang menerima dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan, dengan populasi yang terdiri dari masyarakat Desa Gunung Menyan yang menjadi peserta Program SPP PNPM. Responden berjumlah 52 orang yang dipilih secara acak dari tiga belas kelompok perempuan penerima pinjaman SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang terdapat di Desa Gunung Menyan. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data

(5)

primer dan data sekunder. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007

dan SPSS for windows 13.0 dengan uji korelasi Chi-Square (x2).

Representasi sosial Program SPP PNPM dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu: I) SPP PNPM adalah pinjaman, II) Program SPP PNPM memuaskan, III) pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan, dan IV) pinjaman SPP PNPM bermanfaat. Representasi sosial Program SPP PNPM yang terbentuk hanya secara umum atau representasi sosial komunitas, dan bukan secara khas dari setiap kelompok yang terlibat. Walaupun berada pada satu kelompok yang sama, representasi sosial program SPP PNPM yang terbentuk pada anggota kelompok berbeda-beda. Sebagian besar responden yang menjadi anggota kelompok peserta program merepresentasikan Program SPP PNPM sebagai pinjaman (65,45 persen). Representasi sosial “SPP PNPM sebagai pinjaman” tersebut masih dapat dibedakan lagi menjadi dua makna yang berbeda, yaitu makna “SPP PNPM sebagai Pinjaman” yang bermakna positif dan makna “SPP PNPM sebagai Pinjaman” yang bermakna negatif. Responden dengan representasi sosial “SPP PNPM sebagai Pinjaman” yang bermakna positif menganggap bahwa pinjaman harus dibayar secara teratur setiap bulannya, sedangkan responden pada representasi “SPP PNPM sebagai Pinjaman” yang bermakna negatif merasakan bahwa membayar pinjaman SPP sulit dan harus selalu memikirkan cara membayar cicilan karena mereka tidak memiliki uang.

Responden pada masing-masing tipe representasi sosial mengenai program SPP PNPM memiliki beberapa perbedaan karakteristik, yaitu pada aspek usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan sumber penghasilan keluarga. Selain itu responden juga memiliki perbedaan dari segi tingkat keterlibatan terhadap program (terdiri dari tingkat partisipasi dan intensitas komunikasi), serta perilaku dalam mengikuti program. Sebagian besar responden memiliki tingkat partisipasi yang sedang dan intensitas komunikasi yang tinggi. Pada aspek perilaku sebagian besar responden berperilaku tidak patuh dalam mengikuti program, yaitu menggunakan uang pinjaman tidak sepenuhnya untuk memodali usaha mereka, membayar pinjaman dengan tidak tepat waktu (menunggak), dan terkadang membayar pinjaman tidak sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.

(6)

Tingkat partisipasi tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial program SPP PNPM. Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara tingkat keterlibatan terhadap representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Hubungan antara tingkat partisipasi dan representasi sosial Program SPP PNPM tidak memiliki pola yang jelas. Selain itu, intensitas komunikasi responden, yang sebagian besar memiliki intensitas komunikasi tinggi, juga tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial yang responden miliki mengenai program SPP PNPM. Hal tersebut terjadi karena tingginya intensitas komunikasi yang dimiliki sebagian besar responden dari masing-masing tipe representasi bukan disebabkan oleh seringnya mereka berdiskusi mengenai program, tetapi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan sehingga mereka sering berinteraksi satu sama lain.

Meskipun tingkat partisipasi dan intensitas komunikasi tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial Program SPP PNPM, representasi sosial Program SPP PNPM memiliki hubungan dengan perilaku responden dalam mengikuti program. Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara representasi sosial program dengan perilaku responden dalam mengikuti program” diterima. Namun, faktor konteks nampaknya turut membentuk perilaku responden dalam mengikuti program. Kehidupan peserta program yang miskin mengakibatkan mereka sulit untuk tepat waktu dalam membayar pinjaman, meskipun mereka memahami bahwa dana SPP PNPM adalah pinjaman dan terdapat aturan-aturan dalam pengembaliannya.  

(7)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Frisca Johar

NRP : I34070010

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Representasi Sosial Program Simpan Pinjam untuk

Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Pedesaan (Kasus: Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA NIP. 19591114 198811 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(8)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PEDESAAN (KASUS: DESA GUNUNG MENYAN, KECAMATAN PAMIJAHAN, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

                             Bogor, 21Januari 2011 Frisca Johar I34070010

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Maret 1990 di Pekanbaru, Riau. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Ibu Hartini dan Bapak Jhonefri Rauf. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SDN 011 Langgini Bangkinang, Riau. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 2 Bangkinang dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Negeri 1 Bangkinang, Riau. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) dan pada tahun kedua penulis melanjutkan ke Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa penulis juga mengikuti beberapa kegiatan non

akademik. Penulis pernah menjadi anggota divisi Broadcasting Himasiera IPB

dan menjadi Sekretaris Jenderal pada organisasi mahasiswa daerah HIKAPEMAKA Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Sosiologi Umum pada tahun 2009 sampai 2010 dan menjadi asisten dosen pada mata kuliah Pengantar Ilmu Kependudukan pada tahun 2010.

Penulis

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Representasi Sosial Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Pedesaan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan

skripsi ini. Setiap waktu menjadi tempat mengadu dan tak henti-hentinya bersyukur kepada-Nya

2. Ibu Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA sebagai dosen pembimbing skripsi,

yang selalu sabar memberikan bimbingan, waktu, pemikiran, motivasi, serta sarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak Martua Sihaloho, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik, atas

bimbingannya selama penulis kuliah di IPB.

4. Mama, Papa, Kak Vania Farahgita, SE, Adik ku Annisa Bella Johar, serta

keluarga besar penulis yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, motivasi, dan doanya tanpa henti.

5. Rikky Arfrion yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, doa, dan

semangat kepada penulis dalam segala hal.

6. Bu Nafsiyah, Tim Koordinator Desa PNPM Mandiri Pedesaan Gunung

Menyan yang selalu memberikan bantuan kepada penulis saat penelitian.

7. Teman-teman kost Vivi, Emel, Fitri, Esy, Sarah yang selalu setia

mendengarkan keluhan dan memberikan semangat kepada penulis.

8. Teman-teman sepermainan Intan, Ririn, Nenda, Pipit, Dina, dan masih banyak

lagi yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu.

9. Teman-teman aksel seperjuangan Bio, Dina, Syifa, Lele, Nene, Mbak Yun,

Zuhe, Maya, Aci, dan teman lainnya yang selalu membakar semangat agar skripsinya segera diselesaikan.

(11)

10. Rizqi Humaira, Asih, dan teman-teman KPM 44 yang selalu heboh dan memberikan semangatnya.

11. Teman-teman seperjuangan KKP di Pamijahan Ami, Kiky, Aci, Tami, dan

Ima

12. Kak Nadra, Kak Ani, Kak Selly, dan kakak-kakak KPM 43 yang selalu

memberikan masukan dan sarannya kepada penulis

13. Teman-teman Omda Hikapemaka dan IKPMR yang selalu memberikan

kebahagian dan keceriaan kepada penulis

14. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, do’a, semangat, bantuan dan

kerjasamanya selama penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Bogor, Januari 2011

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1  Latar Belakang ... 1 

1.2  Perumusan Masalah ... 4 

1.3  Tujuan Penulisan ... 4 

1.4  Kegunaan Penelitian ... 5 

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ... 6

2.1  Tinjauan Pustaka ... 6 

2.1.1  Program Pengembangan Kecamatan (PPK) ... 6 

2.1.1.1Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) ... 7 

2.1.1.2Sosialisasi Program ... 10 

2.1.1.3Fasilitasi dan Pelatihan………... ... 11 

2.1.2  Representasi Sosial ... 11 

2.1.3  Permasalahan dan Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam Pengimplementasian Program Penanggulangan Kemiskinan ... 15 

2.1.4  Partisipasi Masyarakat terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan . 16  2.2  Kerangka Pemikiran ... 17 

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 24

3.1  Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24 

3.2  Teknik Pemilihan Responden ... 25 

3.3  Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 25 

3.4  Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 26 

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 28

4.1  Gambaran Umum Lokasi ... 28 

4.1.1 Letak dan Keadaan Fisik ... 28 

4.1.2  Keadaan Penduduk ... 30 

4.1.3  Mata Pencaharian dan Tingkat Pendidikan Penduduk ... 31 

4.2  Pelaksanaan Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP PNPM ) di Desa Gunung Menyan ... 33 

4.2.1  Gambaran Umum Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan ... 33 

(13)

4.2.2  KARAKTERISTIK RESPONDEN PESERTA PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK

KELOMPOK PEREMPUAN (SPP)PNPM DI DESA GUNUNG MENYAN ... 42 

4.2.2.1Jenis Kelamin Peserta Program SPP PNPM Di Desa Gunung Menyan...42 

4.2.2.2Tingkat Usia Peserta Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ... 43 

4.2.2.3Tingkat Pendidikan Peserta SPP PNPM Desa Gunung Menyan ... 44 

4.2.2.4Pekerjaan Peserta Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ... 45 

4.2.2.5Status Perkawinan dan Jumlah Tanggungan Peserta SPP PNPM… . ... 46 

4.3  Keikutsertaan Peserta dalam Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ... 47 

4.3.1  Jumlah Waktu Perguliran yang Diikuti oleh Responden Peserta SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ... 47 

4.3.2  Jumlah Dana Pinjaman yang Didapatkan oleh Responden Peserta SPP PNPM di Desa Gunung Menyan ... 48 

BAB V REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK KELOMPOK PEREMPUAN (SPP) PNPM .. ... 51

5.1  Elemen-Elemen Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ... 51 

5.1.1  Elemen Informasi (Information) Responden mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ... 51 

5.1.2  Elemen Keyakinan dan Pendapat Responden mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ... 54 

5.1.3  Elemen Sikap Responden terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ... 56 

5.2  Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ... 58 

5.2.1  Tipe I: SPP PNPM adalah Pinjaman ... 59 

5.2.2  Tipe II: Program SPP PNPM Memuaskan ... 63 

5.2.3  Tipe III: Pinjaman SPP PNPM Mengkhawatirkan ... 66 

5.2.4  Tipe IV: Pinjaman SPP PNPM Bermanfaat ... 69 

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KETERLIBATAN PESERTA DALAM PROGRAM SPP PNPM MANDIRI TERHADAP REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM MANDIRI DI DESA GUNUNG MENYAN ... 75

6.1  Partisipasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP PNPM ... 75 

6.1.1  Tingkat Partisipasi Responden terhadap Program SPP PNPM ... 75 

6.1.2  Hubungan Tingkat Partisipasi Responden terhadap Representasi Sosial Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM... 78 

6.2  Intensitas Komunikasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP PNPM ... 80 

(14)

6.2.2  Hubungan Intensitas komunikasi Responden terhadap Representasi Sosial

Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan ... 82 

BAB VII HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SPP PNPM TERHADAP PERILAKU RESPONDEN DALAM MENGIKUTI PROGRAM SPP PNPM ... 85

7.1   Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM yang Didapatkan oleh Responden di Desa Gunung Menyan ... 85 

7.2  Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan. ... 86 

7.3  Hubungan Antara Representasi Sosial Program SPP PNPM terhadap Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM ... 89 

BAB VIII PENUTUP ... 92

8.1  Kesimpulan ... 92 

8.2  Saran ... 93 

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Contoh Penggunaan Skala Perbedaan Semantik pada Penelitian

mengenai Representasi Sosial terhadap Pekerjaan Pertanian………

14

Tabel 2. Luas Lahan Desa Gunung Menyan berdasarkan Penggunaan…... 29

Tabel 3 Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur, Desa Gunung

Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, tahun 2009………...

31

Tabel 4. Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian, Desa Gunung

Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, tahun 2009.. 33

Tabel 5. Jumlah Kelompok Penerima Pinjaman SPP PNPM berdasarkan

Tahun (2004-2010) di Desa Gunung Menyan………... 34

Tabel 6. Persentase Keyakinan dan Opini Responden mengenai Program

SPP………. 56

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Tipe

Representasi Sosial tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan...

59

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi

Sosial tipe I berdasarkan Karakteristik Individu……… 62

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi

Sosial tipe II berdasarkan Karakteristik Individu..……… 64

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial tipe III berdasarkan Karakteristik Individu……….

68

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial tipe IV berdasarkan Karakteristik Individu……….

70

Tabel 12. Perbandingan Representasi Sosial Program SPP PNPM tipe I, II,

III, dan IV berdasarkan Karakteristik Dominan Responden…… 73

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kegiatan SPP PNPM Mandiri Pedesaan……… 9

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Representasi Sosial Program SPP PNPM… 18

Gambar 3. Jumlah Alokasi Dana SPP PNPM berdasar Tahun dan Kelompok

Penerima di Desa Gunung Menyan………...

36

Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat usia………….... 43

Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan……….. 44

Gambar 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan………... 45

Gambar 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan………. 46

Gambar 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan…... 47

Gambar 9. Karakteristik Responden Berdasarkan waktu Keterlibatan……… 48

Gambar 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pinjaman yang

Didapatkan………... 49

Gambar 11. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Program SPP PNPM

Mandiri Pedesaan……… 52

Gambar 12. Sikap Responden terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan... 57

Gambar 13. Tingkat Partisipasi Responden terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan………...

78

Gambar 14. Persentase Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden terhadap Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan………

79

Gambar 15. Intensitas Komunikasi Responden mengenai Program SPP

PNPM Mandiri Pedesaan………..……….. 81

Gambar 16. Persentase Hubungan antara Intensitas Komunikasi Responden terhadap Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan………

82

Gambar 17. Pemanfaatan Dana Pinjaman SPP PNPM Mandiri Pedesaan oleh Responden di Desa Gunung Menyan………..

85

Gambar 18. Perilaku Responden dalam Mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan………...

(17)

Gambar 19. Hubungan antara Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan dengan Perilaku Responden dalam mengikuti Program………..

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Asosiasi Kata Program SPP PNPM Mandiri………. 98

Lampiran 2. Tabel Tipe-Tipe Representasi Sosial Program SPP PNPM

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Problem kemiskinan merupakan satu hal yang tidak bisa terlepas dari

pembangunan suatu bangsa. Kemiskinan merupakan side effect dari laju

pembangunan nasional tanpa ada maksud untuk menciptakannya. Kemiskinan yang dialami penduduk Indonesia tidak hanya sebatas kemiskinan secara ekonomi, akan tetapi juga bersifat non ekonomi, seperti terbatasnya akses terhadap pengetahuan dan keterampilan, produktivitas yang rendah, terbatasnya akses terhadap partisipasi dan pembangunan, dan lain sebagainya. Menanggapi hal tersebut, terlihat bahwa pengentasan kemiskinan tidak hanya dilakukan secara finansial saja, akan tetapi juga harus mencakup pemberdayaan dari sisi masyarakat itu sendiri (Soraya, 2009).

Menurut BPS, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari. Sedangkan menurut BKKBN, kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan dua kali sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja, dan bepergian, bagian terluas rumah berlantai tanah, dan tidak mampu membawa anggota keluarga ke sarana kesehatan (Crescent, 2003).

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen) dengan sebagian penduduk miskin tersebut berada di daerah pedesaan (63,41 persen). Namun pada bulan Maret 2009, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan menjadi 32,53 juta (14,15 persen) dengan sebagian besar kemiskinan juga berada di daerah pedesaan, dan khususnya provinsi Jawa Barat, terdapat 4,98 juta (11,96 persen) penduduk miskin (BPS, 2009)1.

Sejak era reformasi pemerintah melalui kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) telah berupaya mengintroduksikan berbagai program/proyek

      

1 BPS. 2009. Data Penduduk Indonesia Per Provinsi Maret 2009. www.bps.go.id. Diakses

(20)

pengentasan kemiskinan. Beragam upaya tersebut tampaknya membuahkan sedikit hasil. Itu sebabnya dalam RPJMN 2004-2009, pemerintah telah menetapkan salah satu agenda prioritas pembangunan nasional, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang salah satu dari lima sasaran pokoknya adalah bahwa dengan dukungan stabilitas ekonomi yang tetap terjaga pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin diharapkan turun menjadi 8,2 persen.

Menyikapi hal tersebut, untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan pengangguran pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dimulai pada tahun 2007 lalu dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), yang sekarang disebut sebagai PNPM Mandiri Pedesaan, sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi, Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal pasca bencana dan konflik. PNPM Mandiri Pedesaan adalah program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan (PPK) dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek pada upaya penanggulangan kemiskinan

(www.pnpm-mandiri.org)2.

Daerah Provinsi Jawa Barat telah menerima alokasi dana PNPM-PPK

ditahun 2007 yaitu sebanyak 14 Kabupaten, 89 Kecamatan, dan 991 Desa3. Pada

Kabupaten Bogor secara khusus, PNPM Mandiri pedesaan pada tahun 2009 telah dilaksanakan pada 21 kecamatan dengan 224 desa, dan pada tahun 2010 bertambah lagi menjadi 23 kecamatan dengan jumlah 243 desa.

      

2 Anonim. 2009. PNPM Mandiri Pedesaan. http://id.wikipedia.org/wiki/PNPM Mandiri

Pedesaan. Diakses pada 21 Maret 2010

3 Anonim. 2010. Program Pengembangan Kecamatan. www.ppk.org. Diakses 21 Maret

2010

(21)

PNPM Mandiri pedesaan dibiayai oleh dana BLM (Bantuan Langsung Mandiri). Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dasar; kegiatan peningkatan bidang pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan; kegiatan peningkatan kapasitas kelompok usaha ekonomi; dan penambahan modal simpan pinjam untuk kelompok perempuan (SPP). Namun pada kenyataannya, tidak semua program PNPM Mandiri yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu contoh kasusnya adalah dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan diselewengkan oleh pihak-pihak yang terkait, baik dari pihak penyalur dana maupun dari masyarakat penerima bantuan PNPM Mandiri itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Soraya (2009), diketahui bahwa responden yang mengikuti Program SPP PNPM memperoleh dana sesuai dengan yang diajukan dalam usulan. Selanjutnya pemanfaatan dana diserahkan kepada masing-masing peserta selaku pengelola usaha mikro perorangan. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 42 persen responden menggunakan dana SPP PNPM untuk usaha dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan 34 persen menggunakan dana SPP PNPM hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan 24 persen menggunakan dana SPP PNPM sepenuhnya untuk modal usaha. Hal ini mengindikasikan adanya penyelewengan dana SPP PNPM yang diperuntukkan bagi kegiatan ekonomi produktif dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Selain itu, menurut Saripudin (2009), program PNPM tersebut tidak memberikan pengarahan terlebih dahulu tentang bagaimana seharusnya uang pinjaman dikelola atau dimanfaatkan, sehingga program-program tersebut terkendala dalam hal pengembalian pinjaman atau modal kepada pemerintah.

Penyelewengan terhadap dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan masih terus berlanjut. Kegagalan implementasi program ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh cara peserta memaknai Program SPP PNPM PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan.

Penelitian ini berupaya untuk mengkaji secara mendalam makna Program SPP PNPM Mandiri bagi peserta program. Pemaknaan peserta program terhadap Program SPP PNPM tersebut akan dilihat sebagai suatu representasi sosial.

(22)

Menurut Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) representasi sosial

adalah suatu proses sekaligus hasil untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok.

Representasi membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan pemaknaan dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang dilakukan individu. Representasi sosial dibentuk dari proses komunikasi dan interaksi yang terjadi antar individu dan dimiliki bersama secara kolektif. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Gunawan (2003), bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Maka dapat disimpulkan bahwa representasi sosial bukan hanya membentuk pemahaman mengenai suatu objek, tetapi juga mempengaruhi perilaku seseorang terhadap objek tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa

Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan?

2. Bagaimana hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam

program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?

3. Bagaimana hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap

perilaku peserta Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

2. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat keterlibatan peserta program dalam

program SPP PNPM terhadap bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

(23)

3. Mengidentifikasi hubungan antara representasi sosial Program SPP PNPM terhadap perilaku peserta dalam mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan informasi mengenai representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan ini juga bisa menjadi rujukan bagi pemerintah tentang program yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Selain itu, hasil penelitian ini bisa menjadi rekomendasi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan representasi sosial terhadap program-program yang dicanangkan oleh pemerintah.

(24)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah salah satu program yang dicanangkan mulai tahun 1998 oleh pemerintah pusat sebagai upaya penanggulangan kemiskinan (Crescent, 2003). Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan cikal bakal Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri untuk wilayah Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan). PPK adalah salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja

pemerintah daerah. Program ini mengusung sistem pembangunan bottom  up 

planning, program pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh

masyarakat. Melalui PNPM Mandiri Pedesaan (PPK) dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Tujuan utama dari pelaksanaan program PPK adalah pengurangan jumlah penduduk miskin melalui upaya meningkatkan keterpaduan proses pembangunan fisik sarana dan prasarana dengan pengembangan usaha produktif di wilayah pedesaan dengan menjadikan kecamatan sebagai area pelaksanaannya.

PPK menyediakan dana bantuan secara langsung bagi masyarakat (BLM). Besarnya SPP PNPM antara Rp500 juta - Rp1 miliar per kecamatan, tergantung

dari jumlah penduduk. Program yang mengusung sistem pembangunan bottom up

planning yang diusulkan langsung dan dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat

desa bersama-sama terlibat dalam proses perencanaan partisipatif dan

pengambilan keputusan penggunaan dana BLM. Penggunaan BLM dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas yang ditentukan bersama dalam forum musyawarah.

Pelaksanaan pembagian dana BLM PPK dilihat sebagai dana hibah yang diberikan kepada pemerintah kecamatan untuk digulirkan sebagai modal pengembangan wilayah kecamatan secara umum dan desa-desa dalam kecamatan secara khusus. Hibah yang dimaksudkan di sini adalah bahwa dana tersebut

(25)

diberikan kepada kecamatan dari pusat dan tidak perlu dikembalikan ke pusat, dan bukan dihibahkan kepada masyarakat kecamatan. Dana tersebut akan dibagikan kepada masyarakat sebagai modal usaha yang akan digulirkan dan harus dikembalikan kepada pemerintah kecamatan.

Program PNPM Mandiri Pedesaan memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum nya adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di pedesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Sementara itu, tujuan khusus dari PNPM Mandiri Pedesaan yaitu: 1) meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan; 2) melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya lokal; 3) mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif; 4) menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat; 5) melembagakan pengelolaan dana bergulir; 6) mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa; serta 7) mengembangkan kerjasama antar

pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan pedesaan4.

2.1.1.1Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP)

Menurut Pedoman Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Pedesaan,

kegiatan yang terdapat pada Program PNPM Mandiri Pedesaan terdiri dari Kegiatan Pembangunan Sarana Fisik Desa, Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kelompok Usaha Ekonomi Produktif (UEP), dan Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP). Program PNPM Mandiri Perdesaan dibiayai oleh dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang diperoleh dari pusat sebesar 80 persen dan dari APBD sebesar 20 persen. Sebesar 25 persen dari dana BLM digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan SPP PNPM.

Kegiatan Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM merupakan kegiatan pemberian permodalan untuk kelompok perempuan yang memiliki kegiatan simpan pinjam atau kegiatan usaha ekonomi. Sasaran Program

      

(26)

SPP PNPM adalah rumah tangga miskin produktif yang memerlukan pendanaan kegiatan usaha ataupun kebutuhan sosial dasar melalui kelompok simpan pinjam perempuan yang sudah ada di masyarakat. Adapun bentuk kegiatan SPP PNPM adalah memberikan dana pinjaman sebagai tambahan modal kerja bagi kelompok kaum perempuan yang mempunyai pengelolaan dana simpanan dan pengelolaan dana pinjaman.

Pelaksanaan Program SPP PNPM diawali dengan MAD (Musyawarah Antar Desa) Sosialisasi. Pada MAD Sosialisasi dilakukan sosialisasi ketentuan dan persyaratan untuk kegiatan SPP PNPM sehingga pelaku-pelaku di tingkat desa memahami adanya kegiatan SPP PNPM dan dapat dimanfaatkan. Setelah dilaksanakannya MAD Sosialisasi, dilaksanakan Musdes (Musyawarah desa) Sosialisasi agar pelaku di tingkat desa yang terdiri dari TPK (Tim Pengelola Kegiatan) dan TKD (Tim Koordinator Desa) melakukan persiapan untuk proses lanjutan. Kemudian, dilanjutkan dengan Musyawarah Dusun untuk mengidentifikasi kelompok peserta SPP PNPM, peta sosial dan rumah tangga miskin, serta mengidentifikasi kebutuhan pemanfaat.

Musyawarah Desa dan Musyawarah Khusus Perempuan (MKP) dilaksanakan setelah Musyawarah Dusun. Pada MKP akan dilakukan penetapan dan penulisan usulan yang didalamnya terdapat sekilas mengenai kondisi kelompok SPP PNPM, gambaran kegiatan dan rencana yang akan dilaksanakan, penulisan usulan, MKP serta daftar calon pemanfaat untuk dana yang diusulkan. Selain penetapan dan penulisan usulan, pada MKP juga dilaksanakan verifikasi formulir, penilaian pada kegiatan, dan penilaian kategorisasi kelompok oleh pihak kecamatan.

Penilaian pada kebutuhan anggota yang telah diusulkan dilakukan pada tahap MAD prioritas usulan. Tahapan ini merupakan tahapan evaluasi akhir dengan model prioritas kebutuhan yang mempertimbangkan hasil verifikasi. Prioritas penilaian ditekankan pada kelompok dengan lebih mengutamakan calon pemanfaat kategori rumah tangga miskin. Setelah MAD Prioritas Usulan, MAD Penetapan Usulan pun dilakukan. Melalui tahap ini diputuskan pendanaan yang mencakup penentuan pendanaan usulan dan kelompok yang memenuhi syarat

(27)

pemeringkatan dapat didanai oleh BLM. Alur ini akan terus berlanjut hingga

pengembalian SPP PNPM dan pengelolaan dana bergulir (Gambar 1)5.

 

Gambar 1.Alur Kegiatan SPP PNPM Mandiri Pedesaan

Sumber : Pedoman Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri

      

5

  Dikutip  dan  disimpulkan  dari  Petunjuk  Teknis  Operasional  Program  Nasional 

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, hal: 58‐65 (Penjelasan IV).  MAD Sosialisasi 

Musdes Sosialisasi 

Musyawarah Dusun 

Pengembalian SPP PNPM  dan 

Pengelolaan Dana Bergulir  Penggalian gagasan dan identifikasi kelompok SPP 

Musyawarah Desa  Musyawarah  Perempuan (seleksi  Kelompok)  Musdes  Pertanggungjawaban   Penetapan, penulisan  usulan, dan Paket Usulan  Desa 

 

Musdes Informasi 

Hasil MAD 

MAD Prioritas Usulan 

MAD Penetapan Usulan 

Penyempurnaan  Dokumen Usulan SPP  PNPM  yang akan  didanai  Verifikasi usulan Persiapan  penyaluran  RPD, pencairan,  pelaksanaan, LPD  kegiatan  Supervisi dan  monitoring 

(28)

2.1.1.2Sosialisasi Program

Menurut Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, sosialisasi dan penyebaran informasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan merupakan suatu upaya untuk memperkenalkan dan menyebarluaskan informasi mengenai program dan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat. Hal ini diharapkan menjadi media pembelajaran mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan kepada masyarakat luas. Hasil yang diharapkan dari proses sosialisasi ini dan penyebaran informasi tersebut adalah dimengerti dan dipahaminya mengenai konsep, prinsip, prosedur, kebijakan, tahapan pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan secara utuh, khususnya masyarakat di lokasi program sebagai pelaku sekaligus sasaran penerima program, masyarakat umum, instansi atau lembaga lainnya. Proses sosialisasi dan penyebaran informasi ini harus dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan oleh berbagai pihak.

Pelaku-pelaku sosialisasi PNPM Mandiri Pedesaan terdiri dari tim sosialisasi nasional, tim sosialisasi daerah dan pelaksana teknis sosialisasi lapangan. Tim sosialisasi nasional terdiri dari perwakilan tim koordinasi PNPM Mandiri Pedesaan nasional dan Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan, serta Konsultan Manajemen Nasional (KM-Nasional). Tim sosialisasi daerah terdiri dari Tim Sosialisasi Provinsi dan Tim Sosialisasi Kabupaten, dimana setiap tim terdiri dari unsur Tim Koordinasi Provinsi dan Kabupaten, Sekretariat PNPM Mandiri Pedesaan Provinsi dan Kabupaten, serta KM Nasional di provinsi dan Fasilitator Kabupaten. Selain itu, pelaksana teknis sosialisasi lapangan dapat terdiri dari unsur perangkat Kecamatan dan Desa, Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK), Fasilitator Kecamatan, Pendamping Lokal (PL), Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), Fasilitator Desa (FD) atau Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Tim Pengelola dan Pemelihara Prasarana (TP3), Tim Pemantau dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Pelaksana teknis sosialisasi di lapangan ini bertugas melaksanakan kegiatan sosialisasi dan

(29)

menyebarkan informasi kepada masyarakat langsung di kecamatan dan desa dengan didukung oleh Tim Sosialisasi Kabupaten6.

2.1.1.3Fasilitasi dan Pelatihan

Fasilitasi dalam PNPM Mandiri Pedesaan mengandung pengertian membantu dan menguatkan masyarakat agar dapat dan mampu mengembangkan diri untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Proses fasilitasi ini sering disebut sebagai fasilitator yang terdiri dari Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Kabupaten dan aparat berperan sebagai fasilitator dari luar masyarakat dipahami sebagai Pendamping. Sementara itu, Pendamping Lokal, Kader Pemberdayaan Masyarakat serta seluruh pelaku PNPM Mandiri Pedesaan yang berasal dari masyarakat setempat juga berperan sebagai fasilitator yang dipahami sebagai Kader Pemberdayaan.

Terdapat empat fungsi fasilitator di masyarakat, yaitu: sebagai narasumber (menyediakan segala informasi yang terkait dengan program), sebagai guru (membantu masyarakat dalam mempelajari dan memahami keterampilan atau pengetahuan baru dalam pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan program), dan sebagai mediator7.

2.1.2 Representasi Sosial

Representasi sosial pada awalnya dibentuk oleh kumpulan makna-makna yang dimiliki oleh tiap individu dan kemudian dimiliki secara bersama. Durkheim

dalam Jaspars dan Fraser (1984) menyatakan bahwa hal tersebut pada akhirnya

membentuk suatu pemahaman yang disepakati bersama. Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) mengatakan bahwa representasi sosial dibentuk pada pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki pada suatu realitas bersama. Hal tersebut juga sesuai dengan Durkheim dalam Jaspars

dan Fraser (1984) yang mengatakan bahwa representasi sosial ini bersifat kolektif, artinya bahwa representasi sosial tersebut dimiliki oleh banyak individu.

Istilah representasi sosial pada dasarnya mengacu kepada hasil dan proses

yang menjelaskan mengenai pikiran awam (common sense) (Jodelet, 2005 dalam

      

6

 Ibid., hal: 1‐19 (Penjelasan I).  7 Ibid., hal: 1‐2 (Penjelasan II) 

(30)

Putra et al, 2003). Sementara itu, Moscovici (1973) sebagaimana yang dikutip

oleh Purkhardt (1993) mendefinisikan representasi sosial sebagai:

‘suatu sistem nilai, ide, dan kebiasaan yang memiliki dua fungsi rangkap, pertama untuk membentuk suatu susunan yang akan memungkinkan individu untuk menyesuaikan pengalaman mereka dengan pengalaman duniawi, kedua untuk memfasilitasi komunikasi pada anggota dari suatu kelompok dengan memberikan mereka suatu kode untuk menetapkan dan mengklasifikasikan aspek-aspek penting dari dunia mereka, pribadi mereka, dan sejarah kelompok’

(Moscovici, 1973).

Moscovici (1973) dalam Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa

representasi sosial adalah suatu proses untuk memahami suatu obyek, orang dan peristiwa yang diperoleh dari ide-ide implisit, eksplisit dan simbol-simbol, kemudian mengkomunikasikannya kepada individu-individu lain yang ada dalam kelompok. Pada representasi sosial ada sebuah informasi yang disebarkan, kemudian pengetahuan ini menjadi sebuah pengetahuan sosial.

Tujuan utama dari proses representasi sosial adalah mengubah informasi

yang unfamiliar menjadi familiar. Sesuatu dikatakan unfamiliar ketika hal

tersebut tidak sesuai dengan harapan kita dan menghasilkan sesuatu yang tidak sempurna. Hal ini mungkin terjadi saat kita masuk ke dalam kelompok atau kebudayaan baru, atau ketika kita diperkenalkan kepada objek, peristiwa, dan

konsep baru. Unfamiliar ditransformasikan menjadi familiar dengan

memperkenalkan hal tersebut kembali di dalam konteks hubungan atau pemaknaan yang meliputi representasi sosial kita. Hal ini bisa terjadi melalui proses interaksi sosial dan komunikasi (Purkhardt, 1993).

Abric (1976) sebagaimana dikutip oleh Deaux dan Philogene (2001) menyatakan bahwa representasi sosial terdiri dari beberapa elemen yakni informasi, keyakinan, pendapat, dan sikap tentang suatu obyek. Elemen-elemen ini terorganisasi dan terstruktur kemudian membentuk suatu sistem sosial-kognitif seseorang.

Representasi sosial ini membentuk suatu pengetahuan yang akan menentukan persepsi dan pikiran seseorang tentang suatu kenyataan dan akan mempengaruhi tindakan yang individu lakukan, dimana representasi sosial ini dibentuk dari suatu proses komunikasi dan interaksi yang terjadi pada antara

(31)

individu dan dibagikan secara kolektif. Selain itu, Gunawan (2003) menyebutkan bahwa representasi sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa representasi sosial akan membentuk pemahaman dan perilaku seseorang terhadap suatu objek.

Proses pikiran umum atau representasi sosial dalam menangkap fenomena sebuah obyek terjadi melalui dua proses yang dikenal dengan nama anchoring dan objectification (Moscovici, 1984 dalam Deaux dan Philogene, 2001). Proses anchoring mengacu kepada proses pengenalan atau pengaitan (to anchor) suatu

obyek tertentu dalam pikiran individu. Pada proses anchoring, informasi baru

diintegrasikan kedalam sistem pemikiran dan sistem makna yang telah dimiliki individu. Obyek diterjemahkan dalam kategori dan gambar yang lebih sederhana

dalam konteks yang familiar bagi individu. Proses kedua, objectifications,

mengacu kepada penerjemahan ide yang abstrak dari suatu obyek ke dalam gambaran tertentu yang lebih konkrit atau dengan mengaitkan abstraksi tersebut dengan obyek-obyek yang konkrit. Proses ini dipengaruhi oleh kerangka sosial individu, misalnya norma, nilai, dan kode-kode yang merupakan bagian dari proses kognitif dan juga dipengaruhi oleh efek dari komunikasi dalam pemilihan dan penataan representasi mental atas obyek tersebut.

Jadi, secara umum representasi sosial adalah suatu sistem pemaknaan yang dibagikan secara bersama melalui proses komunikasi dan interaksi, dimana di dalamnya terdapat elemen informasi, keyakinan, opini, dan sikap terhadap suatu objek.

Metode Pengukuran Representasi Sosial

Mengukur representasi sosial terhadap suatu objek yang dibahas merupakan suatu kepentingan pada suatu penelitian mengenai representasi sosial. Pengukuran suatu representasi sosial dapat dilakukan melalui beberapa metode, diantaranya: percobaan, kuesioner, asosiasi kata, dan metode diferensiasi semantik. Wagner dan Hayes (2005) mengatakan bahwa pada percobaan, variabel yang digunakan adalah variabel terikat dan bukan variabel bebas. Percobaan pada proses representasi sosial mengungkapkan struktur, organisasi, dan komponen tindakan individu, serta tidak bersifat universal tergantung pada populasi yang digunakan. Selain itu, Wagner dan Hayes (2005) juga mengatakan bahwa pada asosiasi kata

(32)

representasi dilihat dari penghitungan kata-kata stimulus mengenai suatu objek yang dinyatakan oleh para subjek yang akan dinilai representasinya.

Melalui teknik asosiasi kata subjek akan memberikan secara spontan jawaban atau pandangan nya dari suatu objek yang diberikan dan mereka diminta untuk menuliskan lima kata yang terlintas di benak mereka ketika mereka membaca kata mengenai objek tersebut. Selanjutnya, kata-kata yang didapatkan dari subjek diurutkan mulai dari kata-kata yang paling menggambarkan objek sampai kata-kata yang kurang menggambarkan objek yang akan diukur representasinya (Nadra, 2010).

Metode diferensial semantik digunakan untuk mengetahui representasi sosial pada aspek afektif terhadap suatu objek, sehingga subjek diminta untuk menjawab atau memberikan penilaian terhadap suatu konsep atau objek tertentu yang memiliki rentangan skor 1-5 dengan cara memberi tanda (x) pada angka yang sesuai. Contoh :

Tabel 1. Contoh Penggunaan Skala Perbedaan Semantik pada penelitian

mengenai representasi sosial terhadap pekerjaan pertanian

Sumber: Nadra, 2010

Dua kutub yang ada pada Tabel 1 di atas, diberi skor nilai antara 1-5, dimana setiap responden harus memberikan penilaian dengan menggunakan rentangan skor tersebut. Jika skor yang diberikan semakin ke kanan mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat negatif, dan sebaliknya jika skor yang diberikan semakin ke kiri atau mendekati angka 5 maka dapat disimpulkan bahwa representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian dan lahan pertanian sangat positif (Nadra, 2010).

5 4 3 2 1

Baik X Buruk

Untung X Rugi

(33)

2.1.3 Permasalahan dan Hambatan-Hambatan yang Terjadi dalam Pengimplementasian Program Penanggulangan Kemiskinan

Pengimplementasian atau pelaksanaan suatu program, khususnya program penanggulangan kemiskinan, tidak selalu berjalan mulus dan sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai permasalahan timbul dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tersebut, baik permasalahan yang berasal dari luar (pihak pengelola program) maupun permasalahan yang berasal dari dalam (masyarakat penerima program).

Annisa (2008) menyatakan bahwa pada pelaksanaan program pengentasan kemiskinan masih terdapat masalah ketidakmerataan dan ketidaktepatan sasaran pada masyarakat penerima program. Ketidakmerataan dan ketidaktepatan sasaran yang dimaksudkan di sini lebih kepada di satu sisi masih terdapatnya masyarakat yang tidak terkena program walaupun sebenarnya mereka membutuhkan, dan di sisi lain adanya pihak-pihak yang sebenarnya tidak pantas untuk mendapatkan bantuan pada program tersebut, malah mendapatkan bantuan karena mereka memiliki akses dan kontrol dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, Jayanti (2007) dan Riswanto (2009) mengatakan bahwa pelaksanaan pembagian pinjaman bergulir yang mensyaratkan kepemilikan usaha ekonomi pada penerima bantuan mengakibatkan masyarakat miskin yang tidak memiliki usaha ekonomi tidak dapat diikutsertakan dalam program. Akibatnya, terjadi peminggiran pada masyarakat miskin yang seharusnya menerima bantuan tersebut. Annisa (2008) juga menjelaskan bahwa pembagian pinjaman bergulir masih kental dengan unsur nepotisme. Kedekatan dengan pihak yang berwenang atas program yang dilaksanakan akan semakin memudahkan dalam memperoleh bantuan pinjaman. Akibat dari hal tersebut adalah terjadinya ketidakadilan dalam mendapatkan bantuan pinjaman.

Kejadian yang biasa terjadi pada pelaksanaan pembagian pinjaman bergulir adalah dana yang seharusnya digunakan untuk penambahan modal suatu usaha ekonomi digunakan untuk keperluan mendesak seperti berobat ataupun untuk memenuhi keperluan rumah tangga lainnya, sehingga dana yang seharusnya digunakan sebagai modal usaha produktif tersebut tidak ada lagi. Hal ini berarti dana pinjaman yang diberikan tidak digulirkan sebagaimana mestinya. Akibatnya masyarakat tidak dapat membayar pinjaman pada saat jatuh tempo

(34)

pengembaliannya. Masalah ini menyebabkan timbulnya kredit yang macet. Kredit yang macet tersebut akan mengakibatkan tidak adanya perguliran dana pada bantuan pinjaman kredit tersebut, sehingga bantuan pinjaman kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan hanya dapat dilakukan satu tahap perguliran dana bantuan saja.

Goma (2004) menyatakan bahwa ketidakefektifan program dalam menjamin terciptanya usaha produktif yang berkelanjutan secara tidak langsung juga disebabkan oleh berkembangnya persepsi negatif di kalangan masyarakat karena kegagalan program-program sejenis di masa lalu serta tidak adanya sanksi yang tegas terhadap penunggakan yang dilakukan masyarakat. Selain itu, kegiatan usaha yang kurang berhasil tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan manajerial pengelolaan usaha, pemberian pinjaman yang tidak sesuai dengan ketentuan atau skala usaha, intensitas pembinaan dan pendampingan yang sangat kurang dan tidak berkelanjutan, dana yang dipinjamkan tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan usaha, serta beragamnya mekanisme perguliran antara instansi-instansi pemilik program.

Pihak pelaksana program cenderung lebih mementingkan program tersebut terlaksana dan kurang mementingkan hasil dari program kemiskinan yang dilaksanakan. Hal ini terbukti dari kurang pentingnya memperhatikan sasaran yang berhak menerima pinjaman bagi pihak pelaksana program. Akibatnya, partisipasi masyarakat menjadi semu, dimana mereka hanya bersemangat mengikuti program pada tahap awal saja, dan selanjutnya mulai terjadi penunggakan dalam pengembalian pinjaman. Kasus ini mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat bersifat semu dan tidak melembaga dalam diri masyarakat.

2.1.4 Partisipasi Masyarakat terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan

Partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi (Cohen dan Uphoff,

1977 dalam Febriana, 2008). Selain itu, menurut Adjid (1985) partisipasi

diartikan sebagai kemampuan dari masyarakat untuk bertindak dalam keberhasilan (keterpaduan) yang teratur untuk menanggapi kondisi lingkungan sehingga masyarakat tersebut bertindak sesuai dengan logika dari yang dikandung

(35)

oleh kondisi lingkungan tersebut. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengimplementasian program pengentasan kemiskinan, secara tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat sasaran program. Tidak berpartipasinya masyarakat akan membuat program yang dilaksanakan tersebut tidak dapat berjalan sebagai mana mestinya. Umumnya partisipasi masyarakat bersifat semu. Artinya, masyarakat bersemangat dan mengembalikan pinjaman dengan lancar hanya pada tahap awal saja. Setelah itu, mulai terjadi kemacetan pembayaran pinjaman dan penunggakan pembayaran oleh masyarakat (Jayanti, 2007).

Tingkat partisipasi masyarakat berhubungan positif dengan persepsi yang mereka miliki terhadap program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan. Persepsi yang positif pada masyarakat akan menghasilkan tingkat partisipasi yang tinggi pada pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan. Sebaliknya, persepsi negatif dari masyarakat terhadap suatu program, akan menghasilkan tingkat partisipasi yang rendah pada pelaksanaan program. Hal tersebut memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi berhubungan positif dengan persepsi yang dimiliki oleh masyarakat (Danudiredja, 1998).

2.2 Kerangka Pemikiran

Saat ini telah banyak program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan, tetapi yang dibahas lebih lanjut adalah program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM yang ditujukan kepada masyarakat miskin pedesaan, khususnya kelompok produktif perempuan, sebagai modal untuk mengembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif yang mereka miliki. Dana pinjaman SPP PNPM diberikan secara berkelompok kepada peserta program.

Permasalahan yang biasa terjadi pada pelaksanaan Program SPP PNPM yaitu banyak diantara peserta program yang melakukan penunggakan dan penyelewengan dalam pemanfaatan dana SPP PNPM yang diberikan oleh pemerintah. Perilaku peserta program dipengaruhi oleh cara mereka memahami maksud atau tujuan program, sikap, persepsi, pendapat, serta keyakinan mereka tentang Program SPP PNPM yang dilaksanakan. Aspek-aspek tersebut terangkum dalam suatu representasi sosial peserta terhadap Program SPP PNPM. Penjelasan mengenai kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

(36)

.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan

Keterangan :

= Hubungan mempengaruhi = Aspek Kajian

Pelaksanaan Program SPP PNPM yang diikuti peserta

secara berkelompok

Pemanfaatan Dana Jumlah Dana yang

Dikembalikan.

Waktu

Pengembalian Dana Tingkat Keterlibatan dalam Program SPP PNPM

Tingkat Partisipasi: 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Pemanfaatan 4. Evaluasi Intensitas Komunikasi : 1. Frekuensi Komunikasi 2. Isi Komunikasi

Representasi Sosial Program SPP PNPM 1. Informasi

2. Keyakinan 3. Opini 4. Sikap

(37)

Berdasarkan Gambar 2 di atas, terlihat bahwa representasi sosial terhadap program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan (SPP) PNPM berhubungan dengan tingkat keterlibatan peserta yang terdiri dari: (1) tingkat partisipasi dalam Program SPP PNPM. Diduga tingkat partisipasi peserta dalam program akan berhubungan dengan pembentukan representasi sosial terhadap program; dan (2) intensitas komunikasi. Diduga intensitas komunikasi peserta program akan berhubungan dengan representasi sosial yang mereka miliki tentang program.

Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri terdiri dari elemen-elemen informasi, keyakinan, pendapat (opini), dan sikap. Representasi sosial Program SPP diduga berhubungan dengan perilaku peserta dalam mengikuti program. Aspek perilaku tersebut terdiri dari pemanfaatan dana, jumlah dana yang dikembalikan, dan waktu pengembalian dana. Representasi sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang baik (sesuai dengan maksud dan tujuan program) akan menghasilkan perilaku yang diharapkan, yaitu pemanfaatan dana yang tepat serta pengembalian dana dengan jumlah dan waktu yang tepat. Sebaliknya, representasi sosial terhadap program yang tidak sesuai dengan harapan program akan menghasilkan penunggakan atau penyelewengan terhadap dana SPP PNPM yang diberikan.

Hipotesa Penelitian

1. Diduga bahwa tingkat keterlibatan peserta dalam Program SPP, yang terdiri

dari tingkat partisipasi dan intensitas komunikasi, berhubungan dengan bentuk-bentuk representasi sosial Program SPP PNPM yang dilaksanakan.

2. Diduga representasi sosial peserta program terhadap Program SPP PNPM

berhubungan dengan perilaku peserta dalam mengikuti Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

Definisi Operasional

1. Representasi sosial terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan adalah

sejumlah opini, penilaian, dan pemahaman kelompok terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Dalam representasi sosial ini terdapat empat elemen yang terdiri dari informasi, sikap, keyakinan, dan pendapat. Elemen-elemen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

(38)

A. Informasi adalah segala pengetahuan yang didapatkan anggota kelompok peserta program mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Informasi tersebut terdiri dari informasi mengenai prosedur pelaksanaan program, informasi mengenai syarat-syarat untuk menjadi peserta yang mengikuti program, informasi mengenai penggunaan dan pengembalian dana, serta informasi mengenai sanksi yang akan diberikan pada segala bentuk pelanggaran yang dilakukan. Kategori tingkat pengetahuan anggota mengenai Program SPP PNPM adalah:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan

informasi berada pada angka 0-40).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan

informasi berada pada angka 50-70).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek pengetahuan dan

informasi berada pada angka 80-100).

B. Sikap adalah perasaan suka atau tidak suka dari anggota kelompok peserta

program terhadap program yang dilaksanakan serta tindakan-tindakan yang mereka lakukan dalam pelaksanaan program tersebut. Kategori sikap peserta program mengenai Program SPP PNPM adalah:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada

angka 8-15).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada

angka 16-23).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek sikap berada pada

angka 24-32).

C. Keyakinan adalah suatu kepercayaan tertentu yang dimiliki oleh anggota

kelompok peserta program mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan. Hal tersebut juga termasuk pada keyakinan peserta terhadap dana SPP PNPM yang diberikan, baik sebagai pinjaman yang harus dikembalikan atau hanya sebagai hibah dari pemerintah kepada mereka. Pendapat adalah suatu hasil dari pemikiran peserta mengenai program yang dilaksanakan, yang berdasarkan pada informasi-informasi yang mereka dapatkan.

(39)

Untuk mengetahui informasi, keyakinan, dan pendapat tersebut dilakukan suatu wawancara mendalam sekaligus dengan menggunakan kuesioner terhadap individu yang menjadi anggota kelompok peserta Program SPP PNPM. Sementara sikap peserta terhadap program diukur dengan menggunakan teknik asosiasi kata dan metode diferensial semantik. Teknik asosiasi kata dilakukan dengan cara mengelompokkan kata-kata yang diucapkan responden mengenai Program SPP PNPM ke dalam beberapa kategori tertentu.

2. Tingkat keterlibatan anggota kelompok peserta program pada Program SPP

PNPM terdiri dari dua aspek yaitu: tingkat partisipasi terhadap program dan intensitas komunikasi peserta program. Penjelasan mengenai aspek-aspek tingkat keterlibatan peserta di dalam Program SPP PNPM adalah sebagai berikut:

A. Tingkat partisipasi terhadap program adalah tingkat keikutsertaan peserta

program di dalam Program SPP PNPM, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi. Partisipasi pada tahap perencanaan bisa berupa keterlibatan dalam merancang dan mengambil keputusan yang terkait dengan pelaksanaan program. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dilihat dari waktu keterlibatan peserta di dalam program, jumlah pinjaman yang didapatkan, serta pembayaran secara tepat waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan. Partisipasi pada tahap pemanfaatan dilihat dari pemanfaatan uang pinjaman SPP PNPM oleh peserta program. Sedangkan partisipasi pada tahap evaluasi berupa keterlibatan dalam melakukan penilaian tentang pencapaian tujuan program yang serta keikutsertaan peserta program dalam mengawasi pelaksanaan Program SPP PNPM. Tingkat partisipasi peserta terhadap program dapat dikelompokkan menjadi:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada

pada angka 14-25).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada pada angka 26-37).

(40)

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek partisipasi berada pada angka 38-48).

B. Intensitas komunikasi peserta program, yaitu baik komunikasi dengan

sesama peserta program (di dalam ataupun di luas kelompok) maupun dengan petugas pelaksana program. Intensitas komunikasi dengan petugas pelaksana program adalah banyaknya jumlah komunikasi yang terjadi antara kelompok dengan petugas pelaksana program, terutama mengenai program. Sementara itu, intensitas komunikasi dengan sesama peserta program adalah banyaknya jumlah komunikasi yang terjadi, baik antara sesama anggota satu kelompok maupun dengan kelompok lain, terutama yang berkaitan dengan program. Isi komunikasi yang dilakukan oleh peserta program juga menjadi pertimbangan pada aspek ini. Intensitas komunikasi peserta program dapat dikategorikan sebagai:

a. Rendah (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada

pada angka 4-6).

b. Sedang (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada

pada angka 7-9).

c. Tinggi (jika total skor pada pertanyaan aspek komunikasi berada

pada angka 10-12).

3. Perilaku anggota kelompok peserta program dalam mengembalikan dana SPP

PNPM Mandiri Pedesaan dilihat dari pemanfaatan dana, jumlah dana yang dikembalikan, dan waktu dalam mengembalikan dana SPP PNPM. Maksud dari kepatuhan tersebut adalah adanya kesadaran dan keinginan pada diri peserta program untuk mengembalikan dana SPP PNPM tersebut sesuai dengan prosedur yang telah disepakati. Kepatuhan peserta program dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Patuh (apabila peserta program menggunakan uang pinjaman untuk

memodali usaha mereka dan mengembalikan pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan).

b. Sedang (apabila peserta program menggunakan sebagian uang

(41)

membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang sesuai dengan ketetapan).

c. Tidak patuh (apabila peserta program menggunakan uang pinjaman

tersebut bukan untuk modal usaha dan membayar pinjaman dengan waktu dan jumlah yang tidak sesuai dengan ketetapan).

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan bentuk penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara cermat dan faktual. Metode deskriptif bukan hanya menjabarkan, tetapi juga memadukan.

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada bulan September-Oktober 2010. Lokasi tersebut dipilih karena Kecamatan Pamijahan, khususnya Desa Gunung Menyan, merupakan salah satu daerah yang terkena program PNPM Mandiri Pedesaan. Program PNPM Mandiri Pedesaan yang dilaksanakan di desa secara dominan berupa pemberian dana BLM (Bantuan Langsung Mandiri) pada bagian Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan yang memiliki usaha ekonomi produktif. Dana BLM SPP PNPM yang dibagikan kepada peserta secara berkelompok tersebut menjadi modal bagi peserta program untuk menjalankan usahanya, dengan catatan dana pinjaman harus dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan. Tetapi, dari informasi yang peneliti dapatkan dari dinas pemerintahan yang menangani program PNPM Mandiri Pedesaan di Kecamatan Pamijahan, pada Desa Gunung Menyan terjadi kemacetan pada pengembalian dana SPP PNPM yang dipinjamkan kepada kelompok yang telah dibentuk lebih kurang sebesar Rp. 37.550.993,-. Desa tersebut merupakan desa dengan jumlah penunggakan pinjaman SPP PNPM yang terbesar se- Kecamatan Pamijahan. Oleh karena itu, representasi sosial peserta dana SPP PNPM Mandiri di Desa Gunung Menyan, Kecamatan Pamijahan, perlu diidentifikasi guna mengetahui sebab-sebab terjadinya kemacetan atau penunggakan pada pengembalian dana SPP PNPM tersebut.

Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2010, sedangkan pengumpulan data primer dikumpulkan pada bulan September-Oktober 2010. Pengolahan data dan penulisan laporan dilakukan pada bulan November-Januari 2010.

(43)

3.2 Teknik Pemilihan Responden

Kerangka sampling pada penelitian ini adalah 119 orang masyarakat

perempuan Desa Gunung Menyan peserta Program SPP PNPM yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan dan tergabung dalam suatu kelompok perempuan yang menerima pinjaman SPP PNPM. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu yang tergabung dalam kelompok perempuan penerima dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan.

Kelompok perempuan yang menerima pinjaman SPP PNPM di Desa Gunung Menyan sebanyak tiga belas kelompok yang tiga diantaranya adalah kelompok unggulan. Semua peserta program SPP PNPM Desa Gunung Menyan yang secara rata-rata berjumlah sebelas orang setiap kelompoknya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden pada penelitian ini. Pada masing-masing kelompok tersebut akan dipilih empat orang secara acak untuk menjadi responden, sehingga responden pada penelitian ini berjumlah 52 orang. Informasi yang lebih lengkap diperoleh dengan cara memilih informan terkait yang terdiri dari Kepala Desa Gunung Menyan, pihak pelaksana program PNPM Mandiri Pedesaan Desa Gunung Menyan, pihak pelaksana Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan, UPK (Unit Pelaksana Kecamatan) Kecamatan Pamijahan, dan beberapa pihak pelaksana tingkat kabupaten yang terkait dengan pelaksana program PNPM Mandiri Pedesaan.

3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder didapatkan dari studi literatur yang terkait, sedangkan data primer didapatkan dari hasil pengambilan data secara langsung di lapangan. Proses penyusunan penelitian mengenai representasi sosial Program SPP PNPM PNPM Mandiri Pedesaan ini dilakukan melalui beberapa tahap. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari pertanyaan terbuka, pertanyaan tertutup, dan kombinasi antara pertanyaan terbuka dan tertutup. Kuesioner tersebut digunakan untuk

(44)

mengetahui tingkat partisipasi peserta terhadap program dan intensitas komunikasi peserta program. Penilaian mengenai sikap peserta terhadap Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan diukur melalui representasi sosial terhadap program. Pada kuesioner juga disertakan pertanyaan untuk mengukur representasi sosial dengan menggunakan teknik asosiasi kata dan metode diferensial semantik.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara ini digunakan untuk mengetahui bentuk dan prosedur pelaksanaan program serta sikap dan pandangan peserta terhadap program tersebut. Wawancara mendalam juga dilakukan kepada informan yang telah dipilih.

3. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan lokasi penelitian dan Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Data tersebut digunakan untuk menjadi acuan dalam penelitian.

3.4Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang didapatkan melalui kuesioner diolah menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan SPSS for windows 13.0, kemudian dianalis dengan

menggunakan tabel frekuensi, tabulasi silang, dan uji korelasi Chi-Square (x2).

Tabel frekuensi digunakan untuk menyusun dan menyajikan data yang telah dikumpulkan (Faisal, 2005), terkait dengan karakteristik kelompok atau peserta program yang diamati. Selain itu, tabel frekuensi juga digunakan untuk menyusun data mengenai representasi sosial tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Kategori-kategori representasi yang didapatkan dijadikan dasar dalam merumuskan tipe-tipe representasi sosial tentang Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan. Setelah itu, data-data kualitatif yang didapatkan saat wawancara menjadi informasi tambahan dan diintegrasikan dengan jawaban yang ada pada kuesioner untuk menarik suatu kesimpulan.

Tabulasi silang digunakan untuk menyajikan variabel yang akan dianalisis

hubungannya. Uji korelasi Chi-Square (x2) digunakan untuk mengetahui

Gambar

Gambar 1. Alur Kegiatan SPP PNPM Mandiri Pedesaan  Sumber : Pedoman Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri                                                              
Gambar 2.  Kerangka  Pemikiran  Representasi Sosial Program SPP PNPM  Mandiri Pedesaan di Desa Gunung Menyan
Tabel 2. Luas Lahan Desa Gunung Menyan berdasarkan Penggunaannya
Tabel 3.   Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur, Desa Gunung Menyan,  Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah evaluasi penyaluran dana PNPM Mandiri Perdesaan Simpan Pinjam untuk kelompok Perempuan (SPP)

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah evaluasi penyaluran dana PNPM Mandiri Perdesaan Simpan Pinjam untuk kelompok Perempuan (SPP)

Penulisan skripsi yang berjudul “Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd)

Pe nulisan skripsi yang berjudul “ Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-

Dimana dengan adanya pengelolaan yang baik terhadap dana Simpan Pinjam Perempuan ini di dalam kelompok, diharapkan program Simpan Pinjam Perempuan mampu menjadi

Penelitian ini ingin mengetahui implementasi PNPM pada kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) di desa Dukuhseti pada tahun 2015, dan bagaimana peran SPP

Pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan telah terlaksana di Kecamatan Siantan Kabupaten

Berdasarkan analisis korelasi maka hasil dari penelitian adalah sebagai berikut: 1 terdapat hubungan yang positif antara program dana PNPM Mandiri simpan pinjam bagi perempuan