• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V REPRESENTASI SOSIAL PROGRAM SIMPAN PINJAM UNTUK

5.2   Representasi Sosial Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan

5.2.1   Tipe I: SPP PNPM adalah Pinjaman

Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar responden merepresentasikan SPP PNPM sebagai pinjaman (63,45 persen). Selain tipe I, representasi yang juga lebih banyak dipilih responden adalah representasi sosial tipe III (pinjaman SPP PNPM mengkhawatirkan) sebanyak sembilan orang (17,31 persen) yang berisi tentang perasaan-perasaan khawatir dari responden yang menjadi peserta program dalam mendapatkan dan menggunakan pinjaman SPP PNPM. Kemudian, terdapat juga representasi sosial tipe II dan tipe IV dengan jumlah responden yang memilih sebanyak masing-masing lima orang (9,62 persen). Penjelasan mengenai tipe-tipe representasi sosial terhadap Program SPP PNPM tersebut, akan dijelaskan secara rinci di bawah ini.

5.2.1 Tipe I: SPP PNPM adalah Pinjaman

Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, sebanyak 33 orang responden (63,45 persen) yang mendapatkan pinjaman SPP PNPM memiliki anggapan yang sesuai dengan program, yaitu mereka menganggap bahwa

Program SPP PNPM itu adalah program yang membagi-bagikan uang pinjaman yang harus dikembalikan dan bukan sebagai dana hibah yang tidak perlu dibayar.

Representasi sosial “pinjaman” pada peserta Program SPP PNPM ini berbeda dengan representasi sosial “pinjaman” pada individu yang meminjam uang di bank. Responden anggota kelompok yang menggunakan pinjaman SPP PNPM akan memaknai pinjaman sebagai sesuatu kewajiban yang apabila tidak dilunasi akan menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok. Sedangkan pada individu yang menggunakan pinjaman dari bank, akan memaknai pinjaman sebagai kewajiban yang hanya akan ditanggung oleh dirinya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa pinjaman yang dimaksudkan pada Program SPP PNPM merupakan suatu kewajiban bersama bagi kelompok yang mendapatkannya. Hal ini menyebabkan masing-masing anggota kelompok kurang bertanggung jawab dan menganggap segala bentuk pelanggaran yang dilakukan salah satu anggota adalah tanggung jawab semua kelompok.

Kata-kata yang diucapkan responden dengan representasi sosial tipe I (SPP PNPM adalah pinjaman) mengenai Program SPP PNPM adalah kata-kata yang berkaitan dengan pinjaman, seperti bayaran, uang, setoran, angsuran, penagihan, cicilan, waktu penagihan, keinginan untuk membayar, dan sebagainya (lihat Lampiran 1). Mereka meyakini bahwa jika mereka mendapatkan uang SPP PNPM, maka mereka memiliki kewajiban untuk membayar dan melunasi pinjaman tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah seorang responden, sebagai berikut:

‘untuk apapun digunakan pinjaman tersebut, yang penting adalah

harus dibayar. Kan kita sudah ditolong oleh pemerintah’. (IP, 37

tahun)

Melihat karakteristik responden pada Tabel 7, diketahui bahwa responden yang memiliki representasi sosial tipe I secara umum memiliki usia yang beragam, dengan sebagian besar responden berada pada usia lebih dari 36 tahun (66,68 persen). Usia tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki kematangan untuk mengikuti Program SPP dengan harapan bahwa mereka bisa mengikuti peraturan program dengan baik. Selain itu, tingkat pendidikan responden yang memiliki representasi sosial tipe I tersebut sebagian

besar adalah SD atau sederajat. Hal ini memperlihatkan bahwa responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Data mengenai tingkat pendidikan responden yang rendah pada penelitian ini sesuai dengan hasil temuan Tarigan (2004) dalam Nadra (2010), bahwa tingkat pendidikan di desa relatif masih rendah karena sebagian besar masyarakat hanya lulus SD atau tidak tamat SD/tidak sekolah. Penjelasan mengenai karakteristik responden yang memiliki representasi sosial tipe I “SPP PNPM adalah pinjaman”, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden yang Memiliki Representasi Sosial Tipe I berdasarkan Karakteristik Individu (n=33)

Karakteristik Individu Uraian Jumlah

N %

Usia <25 tahun 1 3,03

25-35 tahun 10 30,3

36-46 tahun 11 33,34

>46 tahun 11 33,34

Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD 2 6,06

SD atau sederajat 27 81,82

SMP atau sederajat 3 9,09

SMA atau sederajat 1 3,03

Status Perkawinan Kawin 31 93,94

Cerai 1 3,03

Janda 1 3,03

Sumber pendapatan Suami 16 48,48

Istri 3 9,09

Istri dan suami 12 36,36

Anak 2 6,06

Pendapatan istri Tidak memiliki pendapatan 18 54,55

<Rp. 300.000,- 6 18,18

Rp.300.000,- sampai Rp.600.000,- 5 15,15

>Rp.600.000,- 4 12,12

Pendapatan Suami Tidak memiliki pendapatan 5 15,15

<Rp. 500.000,- 3 3,03

Rp.500.000,- sampai Rp.1000.000,- 18 54,55

>Rp.1000.000,- 7 21,21

Jumlah Tanggungan Tidak memiliki tanggungan 4 12,12

1-3 orang 23 69,70

4-5 orang 6 18,18

Lebih dari 5 orang 0 0

Sebagian besar responden telah menikah (93,94 persen) dimana pendapatan keluarga umumnya berasal dari suami. Hal tersebut berarti bahwa sebagian dari responden tidak memiliki pekerjaan (48,48 persen) dan hanya mengharapkan uang

pemberian dari suami setiap bulannya. Banyaknya jumlah responden yang tidak memiliki pekerjaan berdampak pada banyaknya jumlah responden (istri) yang tidak memiliki penghasilan (54,55 persen). Sementara itu, pendapatan suami responden rata-rata hanya berjumlah Rp. 500.000,- hingga Rp. 1000.000,- setiap bulannya (54,55 persen), dimana pada umumnya setiap keluarga responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak satu sampai tiga orang (69,70 persen). Jika dihubungkan dengan pendapatan keluarga per bulannya, hal tersebut dirasakan responden tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu, tidak jarang responden menggunakan uang pinjaman SPP PNPM yang mereka dapatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga pada akhirnya berdampak pada kesulitan responden dalam membayar cicilan setiap bulannya.

Responden yang memiliki representasi sosial tipe I ini mengakui bahwa dana SPP PNPM adalah pinjaman yang harus dibayar, karena itu ketika mereka mendengar kata “Program SPP PNPM ” yang pertama kali mereka ingat adalah masalah pembayaran cicilannya. Responden tersebut menyatakan bahwa setiap bulannya mereka selalu memikirkan cara membayar pinjaman tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh beberapa responden sebagai berikut:

‘dari Program SPP PNPM yang paling ibu ingat adalah pinjaman

nya neng. Karena kita harus mengembalikan uang pinjaman tersebut dan merasa sudah ditolong. Jadi kadang suka kepikiran ketika akan bayar cicilan setiap bulan. Soalnya kadang merasa sulit untuk bayar cicilan’. (SM, 36 tahun)

‘Program SPP PNPM berarti kita dapat pinjaman. Kalau kita dapat

pinjaman uang SPP PNPM , kita harus mikiran cicilannya. Kalau ga bayar, saya takut kena tegur oleh petugas’. (NRS, 28 tahun)

‘saya selalu kepikiran dengan cicilannya teh. Kalau dapatin uang

pinjamannya mah enak. Bayarnya yang ga enak. Pokoknya setiap tanggal sepuluh otak mulai pusing, karena cicilannya jatuh tempo. Kadang juga nunggak, karena uangnya kepake buat macam-macam’. (NGS, 35 tahun)

Beberapa pernyataan dari responden di atas memperlihatkan bahwa mereka memiliki representasi sosial tipe I disebabkan oleh kesulitan mereka dalam membayar cicilan SPP PNPM setiap bulannya. Mereka harus selalu memikirkan

cara membayar cicilan sehingga representasi sosial yang terbentuk pada pikiran mereka adalah pembayaran cicilan pinjaman SPP PNPM. Kesulitan mereka dalam pembayaran pinjaman tersebut biasanya disebabkan oleh keterpurukan ekonomi keluarga, kegagalan usaha yang pernah mereka jalankan, ataupun uang yang seharusnya mereka gunakan untuk membayar cicilan terpaksa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lain. Mereka memahami “Program SPP PNPM adalah pinjaman” dari segi makna yang negatif. Oleh karena itu, kepada mereka dibutuhkan suatu pendampingan yang bisa memotivasi mereka agar lebih percaya diri untuk bisa berusaha dan menggunakan uang pinjaman tersebut sebagai modal. Namun, hal yang berbeda juga diungkapkan oleh beberapa responden sebagai berikut:

‘angsuran harus dibayar secara teratur, jangan sampai ada yang

double. Kalau didouble terus ntar kita susah bayarnya. Selain itu, waktu penagihan kita harus bayar tepat waktu’. (YY, 34 tahun)

‘jika mendapatkan pinjaman SPP PNPM yang penting setorannya

harus benar’. (MT, 80 tahun)

‘yang terpenting dalam mengikuti Program SPP PNPM adalah kita

harus bayar setoran tiap bulan sama ketua kelompok. Biar bayarnya mudah, uang nya harus dipake buat usaha sehingga uang pinjaman itu ada hasilnya’. (WJR, 60 tahun)

Pernyataan di atas berbeda dengan pernyataan responden yang sebelumnya. Responden tersebut sama-sama memiliki representasi sosial tipe I, tetapi mereka lebih mengarah kepada “Program SPP PNPM adalah pinjaman” yang bermakna positif. Mereka merasa memiliki kewajiban untuk membayar pinjaman mudah SPP PNPM secara tepat waktu karena uang pinjaman tersebut digunakan untuk usaha. Oleh karena itu, representasi sosial terhadap Program SPP PNPM tipe I ini memiliki dua makna yang berbeda, yaitu makna yang sifatnya positif dan makna yang bersifat negatif.