• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas Komunikasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KETERLIBATAN PESERTA

6.2   Intensitas Komunikasi Responden dan Representasi Sosial Program SPP

Bagian ini membahas tentang intensitas komunikasi responden serta hubungan antara intensitas komunikasi responden dengan representasi sosial Program SPP PNPM.

6.2.1 Intensitas Komunikasi Responden Peserta Program SPP PNPM

Komunikasi responden mengenai Program SPP PNPM dilihat dari frekuensi berkomunikasi, baik dengan sesama anggota dalam satu kelompok, dengan anggota kelompok yang lain, ataupun dengan petugas pelaksana program desa setempat. Selain itu juga dilihat dari isi pesan yang mereka pertukarkan saat berkomunikasi, terutama mengenai program.

Intensitas komunikasi responden yang menjadi anggota kelompok peserta program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan adalah tinggi. Berdasarkan data yang didapatkan dilapangan diketahui bahwa responden yang memiliki intensitas komunikasi yang tinggi berjumlah 33 orang responden (65,38 persen), responden yang memiliki intensitas komunikasi yang sedang berjumlah 15 orang (28,85 persen), dan tiga orang responden memiliki intensitas komunikasi yang rendah

(5,77 persen). Secara rinci, tingkat komunikasi dan interaksi responden mengenai Program SPP PNPM dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Intensitas Komunikasi Responden Mengenai Program SPP PNPM Mandiri Pedesaan (n=52)

Dapat disimpulkan bahwa rata-rata anggota peserta pinjaman tersebut memiliki komunikasi tinggi, baik kepada sesama peserta program maupun dengan petugas pelaksana program desa setempat. Responden yang memiliki tingkat komunikasi tinggi pada umumnya memiliki rumah yang berdekatan, sehingga mereka bertemu anggota yang lain setiap hari. Ketika peserta program tersebut bertemu satu sama lain, hal yang mereka bicarakan bermacam-macam, mulai dari percakapan sehari-hari tentang rumah tangga dan anak mereka sampai percakapan mengenai Program SPP PNPM. Jadi, mereka membicarakan Program SPP PNPM sambil “santai” atau tidak secara khusus. Bahkan, berdasarkan fakta yang ada di lapangan, dari tiga belas kelompok SPP PNPM di Desa Gunung Menyan, belum ada satu kelompok pun yang pernah mengadakan rapat setelah dana dicairkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh SLT, 28 tahun sebgai berikut:

‘kita ga pernah rapat teh.. paling kalopun ngomongin masalah SPP

PNPM yang ditanyain cuma “uda bayar atau belum” atau “buruan atuh bayar biar ga numpuk”. Itupun sambil gosip sore-sore sama ibu-ibu disini. Paling gitu aja teh. Yang namanya rapat gitu mah ga pernah’. (SLT, 28 tahun)

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan meskipun responden memiliki tingkat komunikasi dan interaksi yang tinggi, baik dengan sesama

0 20 40 60 80

Rendah Sedang Tinggi

5.77 28.85 65.38 Persentase  Intensitas   Komunikasi  (%) Intensitas Komunikasi Responden

peserta program maupun dengan petugas pelaksana program desa setempat, tetapi mereka memiliki komunikasi tentang Program SPP PNPM yang kurang baik. Hal tersebut terlihat dari tidak adanya diskusi atau rapat rutin mengenai pelaksanaan Program SPP PNPM setelah dana dicairkan.

6.2.2 Hubungan Intensitas komunikasi Responden terhadap Representasi Sosial Program Simpan Pinjam untuk Kelompok Perempuan

Hubungan intensitas komunikasi terhadap representasi sosial Program SPP PNPM dinilai dengan menggunakan uji chi square pada α=0,1. Penjelasan mengenai hubungan antara intensitas komunikasi terhadap representasi sosial mengenai Program SPP PNPM dapat dilihat pada Gambar 16.

*P-value x² = 0,533

Gambar 16. Persentase Hubungan antara Intensitas komunikasi Responden terhadap Representasi Sosial mengenai Program SPP PNPM (n=52) Berdasarkan Gambar 16 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi yang tinggi. Hal ini terlihat dari dominannya jumlah responden yang memiliki intensitas komunikasi yang tinggi pada representasi sosial program SPP PNPM tipe I, II, dan IV. Namun, pada representasi sosial tipe III jumlah antara responden yang memiliki tingkat komunikasi sedang dan rendah (55,55 persen) lebih tinggi daripada jumlah responden yang memiliki intensitas komunikasi tinggi (44,44 persen).

Hasil uji chi square pada Gambar 16 memperlihatkan bahwa hubungan antara intensitas komunikasi responden terhadap representasi sosial Program SPP PNPM memiliki p-value=0,533. Nilai tersebut menunjukkan p-value>0,1 yang

0 20 40 60 80 100

Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV 6.06 0 11.11 0 30.3 20 44.44 0 63.54 80 44.44 100 Persentase  Intensitas   Komunikasi  Responden  (%) Representasi Sosial Program SPP PNPM Intensitas Komunikasi  Rendah Intensitas Komunikasi  Sedang Intensitas Komunikasi  Tinggi

berarti bahwa tidak ada hubungan antara intensitas komunikasi responden terhadap representasi sosial Program SPP PNPM. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan “diduga bahwa ada hubungan antara intensitas komunikasi dengan representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Hal tersebut terlihat pada responden dari setiap tipe representasi sosial program SPP PNPM memiliki kecenderungan yang sama, yaitu cenderung memiliki intensitas komunikasi yang tinggi dan tidak memiliki pola hubungan yang jelas.

Menurut Purkhardt (1993), representasi sosial terhadap suatu objek dibentuk dari suatu proses komunikasi dengan orang lain. Namun, pada penelitian ini teori tersebut tidak berlaku. Proses komunikasi yang mereka jalani secara berkelompok tidak membentuk suatu pemaknaan bersama mengenai program SPP PNPM. Hal tersebut disebabkan oleh isi pesan yang mereka pertukarkan pada proses komunikasi tidak berkaitan dengan program. Ketika mereka berkomunikasi satu sama lain, hal yang mereka bicarakan adalah bukan mengenai Program SPP PNPM, melainkan tentang hal lain yang tidak ada kaitannya dengan program, seperti “bergosip”, menceritakan kehidupan mereka sehari-hari, bercerita mengenai kehidupan keluarga mereka masing-masing, dan hal lainnya yang tidak ada kaitan sama sekali mengenai program. Selain itu, tidak adanya hubungan antara intensitas komunikasi dengan pembentukan representasi sosial mengenai program juga disebabkan oleh intensitas komunikasi responden yang tinggi terjadi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan, dan bukan karena mereka sering mengadakan diskusi atau pertemuan yang membahas Program SPP PNPM secara khusus.

Ikhtisar

Hipotesa yang menyatakan “diduga ada hubungan antara tingkat keterlibatan terhadap representasi sosial Program SPP PNPM” ditolak. Tingkat pastisipasi responden dalam Program SPP PNPM tidak memiliki hubungan dengan representasi sosial mengenai Program SPP PNPM di Desa Gunung Menyan. Sebagian besar responden pada representasi sosial tipe I, II, III, dan IV memiliki tingkat partisipasi yang sedang mengenai program. Hubungan antara tingkat partisipasi dan representasi sosial Program SPP PNPM tidak memiliki pola yang jelas. Selain itu, intensitas komunikasi responden juga tidak memiliki

hubungan dengan representasi sosial yang responden miliki mengenai program SPP PNPM. Hal tersebut terjadi karena tingginya intensitas komunikasi yang dimiliki sebagian besar responden dari masing-masing tipe representasi bukan disebabkan oleh seringnya mereka berdisukusi mengenai program, tetapi karena pada umumnya tiap-tiap anggota pada satu kelompok memiliki rumah yang berdekatan sehingga mereka sering berinteraksi satu sama lain.