• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

1. Pengertian Pemberdayaan

Jalanan, 1. Pengertian Anak Jalanan, 2. Penanganan Anak Jalanan, C. Pemberdayaan Anak Jalanan, D. Sekolah Otonom, 1. Pengertian Sekolah Otonom.

BAB III GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR

Yaitu meliputi A) Profil Sanggar Akar, 1. Sejarah Berdirinya, 2. Visi dan Misi, 3. Kegiatan Harian Sanggar, 4. Struktur Organisasi Sanggar Anak Akar, B) Program Sekolah Otonom, 1. Materi Pembelajaran, 2. Proses Pembelajaran, 3. Dukungan, C) Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur

BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN

Yang meliputi A) Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom, B) Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Sekolah Otonom. C) Hasil Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak Jalanan.

BAB V PENUTUP

Yang meliputi A) Kesimpulan, B) Saran-saran. DAFTAR PUSTAKA

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan

ber-menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –an menjadi “pembedayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau kekuatan.1

Istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu

empowerment. Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah pengembangan, dan istilah ini dalam batasan-batasan tertentu dapat dipertukarkan.2 Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan – atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia – adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan agar memiliki dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan demikian, proses pengembangan dan pemberdayaan akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat yang memiliki kualitas.3

1

Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 1

2

Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’I, Pengembangan MAsyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41-42

3

Ibid. h. 42

20

Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam mencapai penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan akan melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, tindakan yang bermuara pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.4

Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.5

Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan upaya meningkatkan taraf hidup ke tingkat yang lebih baik.6

Carlzon & Macauley, sebagaimana dikutip oleh Wasistiono (1998: 46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagai berikut:

“Membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakan-tondakannya.”7

Sementara Shardlow (1998: 32) mengatakan pada intinya:

“Pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.”8

4

Rofiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 33

5

T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997) cet. Ke-XI, h. 337

6

Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1999), h. 15

7

Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 2

Payne sebagaimana dikutip Adi (2003) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah:

“To help client gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal block to exercising power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”

(Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya)9

Syahrin Harahap mendefinisikan pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan, yang dalam konteks ini adalah bagi mereka yang fakir, miskin, dan anak yatim.10

Kata pemberdayaan juga menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka

9

Isbandi Adi Rukminto, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 77-78.

10

Syahrin Harahap, Islam: Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999), h. 87

22

perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka.11

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.12 Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.13

Istilah pemberdayaan lahir sebagai sebuah konsep dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian kepustakaan pranarka, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan di antaranya:

a. Kecenderungan primer, yaitu pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kakuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. b. Kecenderungan sekunder, yaitu pemberdayaan yang menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.14

11 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), h. 58 12 Ibid. h. 59 13 Ibid. h. 60 14

Bambang Sutrisno, dkk, Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Dalam Akses Peran Serta Masyarakat, Lebih Jauh Memahami Community Development, (Jakarta: ICSD, 2003), h. 133

Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat diberi kuasa, dalam upaya untuk menyebarkan kekuasaan, melalui pemberdayaan masyarakat, organisasi agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya untuk semua aspek kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan dan sebagainya.15

Menurut definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah usaha mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dengan memberikan kuasa atau kemampuan kepada individu atau komunitas untuk dapat menentukan jalan hidup mereka sendiri dan juga dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka pilih tanpa adanya ketergantungan.

Dokumen terkait