• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan anak jalanan melalui program sekolah otonom oleh sanggar anak akar di gudang seng Jakarta timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan anak jalanan melalui program sekolah otonom oleh sanggar anak akar di gudang seng Jakarta timur"

Copied!
262
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK AKAR DI GUDANG SENG JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Fenny Oktaviany

NIM: 106054002036

Di bawah bimbingan

Drs. Yusra Kilun, M.Pd

NIP. 19570605 199103 1 004

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ANAK AKAR DI GUDANG SENG JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Disusun Oleh:

Fenny Oktaviany

NIM: 106054002036

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul “Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng Jakarta Timur” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 02 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 02 September 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Studi Rizal LK, MA Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag NIP. 19640428 199301 3 002 NIP. 150 321 584

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Suparto, M.Ed Wati Nilamsari, M.Si NIP. 19710330 199803 1 004 NIP. 19710520 199903 2 002

Pembimbing

(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Agustus 2010

(5)

FENNY OKTAVIANY

Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar, Gudang Seng, Cipinang Melayu, Jakarta Timur.

Banyaknya anak-anak yang terlantar di jalan, baik itu sebagai pengamen, pedangang asongan, pengemis, dan lainnya adalah salah satu bukti masih buruknya kondisi sosial ekonomi bangsa kita. Kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk tidak mengenyam pendidikan, sementara pendidikan adalah kunci utama untuk memperbaiki kondisi penerus bangsa ini. Karena itu, Sanggar Anak Akar sebagai satu yayasan yang tergerak untuk mengembangkan pendidikan alternatif dalam bentuk Sekolah Otonom, sebagai upaya untuk memberdayakan anak jalanan.

Penelitian ini bermaksud mengetahui lebih jauh bagaimana proes pelaksanaan belajar-mengajar di Sanggar Anak Akar ini, apa saja faktor pendukung dan penghambatnya, serta hasil dari pelaksanaan program Sekolah Otonom tersebut.

Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan Sanggar Anak Akar yang terletak di Gudang Seng, Jakarta Timur. Terletak di pinggir kali malang. Masyarakatnya hidup dengan kondisi ekonomi kelas menengah ke bawah.

Proses pelaksanaan belajar-mengajar di Sanggar Anak Akar ini tidak terlalu jauh berbeda dengan sekolah formal yaitu belajar di kelas dan mata pelajarannya pun hampir sama, cuma ditambah dengan pelajaran musik dan keterampilan. Dengan begitu, mereka dapat meningkatkan kapasistas intelektualnya serta menyalurkan bakat dan keterampilan yang mereka miliki.

Beberapa faktor pendukung dalam proses belajar-mengajarnya adalah tersedianya sarana dan prasarana, luasnya kemitraan yang terjalin, serta adanya konsistensi dari para moderator dan anak didik. Faktor penghambatnya, hanya masalah keragaman latar belakang diantara mereka.

Hasil dari pelaksanaan program Sekolah Otonom ini pun dapat dilihat dari segi peningkatan kreatifitas dan keterampilan anak-anak. Meskipun Sekolah Otonom ini baru berjalan satu tahun akan tetapi perubahan anak-anak pun sudah dapat dilihat oleh para staf sanggar maupun dirasakan sendiri oleh anak-anak tersebut.

(6)

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat serta karunia yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik tanpa suatu kendala yang berarti. Sholawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul terakhir yang telah membimbing umatnya ke jalan yang benar yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.

Tujuan dari pada dibuatnya skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Strata I (SI). Adapun skripsi ini penulis beri judul

“Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Sekolah Otonom, Studi Kasus: Sanggar Anak Akar di Cipinang Melayu, Gudang Seng, Jakarta Timur.”

Penulis menyadari tanpa bimbingan, bantuan dan dukungan dari semua pihak skripsi tidaklah mungkin dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Papa dan Mama yang senantiasa memberikan kasih sayang yang tak terhingga serta dukungan moril dan materil yang tak pernah terputus. Adik-adikku Imam dan Ade Indah yang sangat kusayangi dan cintai. Tanpa adanya mereka aku bukanlah aku seperti sekarang ini. Dan segenap keluarga besarku yang selalu memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(7)

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Wati Nilamsari, M.Si dan M. Hudri, MA selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, yang telah banyak membantu dengan memberi masukan ataupun nasehat dan juga motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Drs. Yusra Kilun, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membantu dan memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta seluruh civitas akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan bimbingan selama penulis berada dalam perkuliahan.

6. Seluruh pengurus Perpustakaan Dakwah dan Perpustakaan Utama atas tersedianya buku-buku yang penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini. 7. Bapak Ibe Karyanto selaku pimpinan Sanggar Anak Akar, yang telah

mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di sanggar tersebut.

8. Mas Doge dan Mas Roger serta seluruh pengurus Sanggar Anak Akar yang turut membantu penulis dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Segenap Anak-anak dan keluarga besar Sanggar Anak Akar yang telah menyempatkan waktu dan memberikan bantuannya kepada penulis.

(8)

selalu bersama. Sedih, senang, dan marahan telah kita lalui, semoga waktu dan ruang tidak akan menghapus kebersamaan kita.

11.Teman-temanku seperjuangan di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam angkatan 2006, Siti Rohmah, Yanis Sarohmah, Iin Nurhayati, Lia Fitria Farhanah, Nurdiana Ratna Sari, Syarifuddin, Ari Kurniawan, Ahmad Rokhoul Alamin, Kurnia Aji, Aji Purnama Ismail, Fressha Rezkana, dll. semoga kita akan selalu kompak walaupun kita telah berpisah untuk berjuang di jalan kita masing-masing.

12.Sahabatku tersayang Wawa di Yogyakarta, yang selalu memberiku semangat dan motivasi walaupun dari jauh, persahabatan kita tak terhapus ruang dan waktu, dan semoga terus selalu seperti itu.

13.Teman-temanku, Khilda Kholishoh, Hilda Mardhotillah, Nanni, Sima, Evi, Iik, dan semua teman-teman ABA English Department BSI terima kasih atas motivasi kalian, yang selalu mendukung dan menyemangatiku menyelesaikan skripsi ini.

14.Dan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih tanpa memberikan apapun, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT. Amin.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis

(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

D. Metodologi Penelitian ...8

E. Tinjauan Pustaka ...16

F. Sistematika Penulisan ...17

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pemberdayaan ...19

1. Pengertian Pemberdayaan ...19

2. Tahap-tahap Pemberdayaan ...23

3. Proses Pemberdayaan...25

4. Strategi Pemberdayaan...29

B. Anak Jalanan ...31

1. Pengertian Anak Jalanan... 31

2. Penanganan Anak Jalanan ...33

(10)

1. Pengertian Sekolah Otonom ...36

BAB III GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR A. Profil Sanggar Anak Akar ...38

1. Sejarah Berdirinya ...38

2. Visi dan Misi...39

3. Kegiatan Harian Sanggar ...40

4. Struktur Organisasi Sanggar ...41

B. Program Sekolah Otonom ...43

1. Materi Pembelajaran ...44

2. Proses Pembelajaran ...45

3. Dukungan ...47

C. Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur ...48

BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN LAPANGAN A. Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom ...50

B. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Program Sekolah Otonom...72

Faktor Pendukung ...72

Faktor Penghambat ...75

C. Hasil Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak Jalanan ...77

(11)

B. Saran ...82 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

viii

Tabel 1 Rancangan Informan...12

Tabel 2 Keterangan Anak yang Mengikuti Sekolah Otonom ...43

Tabel 3 Jadwal Belajar Sekolah Otonom ...61

Table 4 Data Anak yang Mengikuti Sekolah Otonom ...63

(13)

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berpenduduk padat, pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, peningkatan penduduk Indonesia tidak diiringi dengan kemajuan dan peningkatan perekonomian bangsa. Seiring peningkatan jumlah penduduk, meningkat pula jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Seiring dengan itu, kualitas sumber daya manusia pun perlu ditingkatkan karena sangat menentukan kemajuan suatu bangsa. Sumber daya manusia yang berkualitas pada umumnya lahir melalui proses pendidikan yang baik dan bermutu. Akan tetapi, kemiskinan tetap menjadi faktor utama penghambat masyarakat memperoleh pendidikan yang layak.

Pemerintah telah berupaya mengentaskan kemiskinan dan juga meningkatkan mutu pendidikan. Salah satunya dengan memberikan Biaya Operasional Sekolah (BOS) pada sekolah-sekolah. Meski begitu, belum terlihat hasil yang signifikan, sehingga masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan layak karena faktor ekonomi salah satunya.

Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat dirumuskan ke dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah negara-bangsa (nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economy growth), perawatan masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human

(14)

development).1 Dalam hal ini perawatan masyarakat dan pengembangan manusia yang menjadi topik di penelitian ini, dengan demikian diperlukan adanya pemberdayaan terhadap masyarakat agar tercipta sumber daya manusia yang memadai, khususnya pemberdayaan di bidang pendidikan.

Tidak dapat diingkari, salah satu cara yang cukup penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Dalam hal ini upaya pengembangan sumber daya manusia menjangkau dimensi yang lebih luas dari sekedar membentuk manusia profesional dan terampil yang sesuai dengan kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kontribusinya di dalam proses pembangunan, tetapi lebih menekankan pentingnya kemampuan (empowerment) manusia, termasuk kemampuan untuk mengaktualisasikan segala potensinya sebagai manusia (Tjokrowinoto, 1996: 29).2

Pendidikan membawa perubahan yang sangat besar bagi ketercapaian bangsa yang ideal. Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunaan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas akan mampu mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang modern, maju dan sejahtera, mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Di Indonesia, prinsip tersebut ditulis dalam UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa “setiap warga Negara memiliki hak untuk memperoleh pengajaran”.3 Namun sampai detik ini permasalahan pendidikan tak kunjung selesai. Kenyatannya di lapangan menggambarkan bahwa, kesempatan

1

Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika Aditama), 2005, h. 5

2

Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006) h. 13

3

(15)

memperoleh pendidikan belum dirasakan oleh semua warga negara kita. Hal ini tercermin pada permasalahan anak jalanan yang sampai saat ini belum terselesaikan.

Anak jalanan masih menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan di Indonesia. Masih banyak kita lihat anak-anak tidak sekolah dan terlantar di jalanan, terminal, kolong jembatan dan seterusnya. Anak-anak jalanan usia sekolah masih berkeliaran khususnya di ibu kota Jakarta.

Keberadaan anak jalanan tak lain merupakan dampak dari krisis ekonomi bangsa ini. Anak-anak pada usia sekolah yang seharusnya mendapatkan pendidikan dan masa bermain justru membantu keluarga mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan cara mengamen, memulung, atau bahkan mengemis.

Jumlah anak yang turun ke jalan untuk mencari nafkah dari hari ke hari terus naik. Data dari Kementerian Sosial menunjukan, jumlah anak jalanan pada tahun 1997 masih sekitar 36.000 orang dan sekarang menjadi sekitar 232.894 orang. Jumlah anak Indonesia berusia 0-18 tahun menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 mencapai 79.8 juta anak. Mereka yang masuk kategori terlantar dan hampir terlantar mencapai 17.6 juta atau 22.14 persen. Anak jalanan menurut Kementerian Sosial termasuk anak terlantar.4

Jika hal itu terus dibiarkan berlangsung, maka Indonesia tidak akan melahirkan sumber daya manusia yang bisa diandalkan terlebih jika harus bersaing di era global ini. Sayangnya, pemerintah belum juga menjadikan

4

(16)

permasalahan anak jalanan sebagai masalah yang diprioritaskan. Kondisi ini hanya akan menambah jumlah orang-orang yang tidak berdaya dalam segala hal. Ketidaktahuan berarti ketidakberdayaan (powerless). Setiap hari, kita menyaksikan banyaknya anak kecil yang terpaksa harus mengemis di lampu merah, ibu-ibu yang meminta-minta, dan lain-lain.

Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan:

...

Artinya : “… Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”5

Dalam ayat tersebut disebutkan esensi sebuah pemberdayaan, bahwa Allah tidak akan merubah suatu kaum sampai kaum itu merubah dirinya sendiri. Disini tersirat makna pemberdayaan, bahwa pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol

5

(17)

kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.6

Pemberdayaan merupakan salah satu langkah menuju arah yang lebih baik dimana memberikan atau membuat suatu perubahan dari masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya dan mempunyai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya pemberdayaan, setidaknya dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan memberikan kekuasaan bagi setiap individu untuk dapat memilih sesuatu yang bermanfaat bagi hidupnya.

Dalam konteks pembangunan, istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah istilah baru melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa faktor manusia memegang peran penting dalam pembanguanan.7 Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan adanya pemberdayaan terhadap anak jalanan, dimana anak jalanan merupakan salah satu komunitas yang termarjinalkan yang memiliki banyak kekurangan, baik dari segi ekonomi maupun dari segi ilmu pengetahuan.

Keadaan di atas mendorong sejumlah Yayasan, Rumah Singgah dan Lembaga Swadaya Masyaraat (LSM) untuk mengambil alih peran pemerintah demi mewujudkan masyarakat yang berpendidikan.

Salah satu LSM yang konsen dalam pemberdayaan melalui pendidikan adalah Sanggar Anak Akar. Sanggar ini berada di Cipinang Melayu Gudang Seng, Jakarta Timur. Programnya begerak di bidang pendidikan. Salah satu programnya adalah program Sekolah Otonom untuk anak-anak yang kurang

6 Shardlow (1998: 32) dalam Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat,

(Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 3

7

(18)

beruntung dalam hal ekonomi, anak putus sekolah dan tidak pernah mendapatkan pendidikan di bangku sekolah.

Tidak mudah merekrut anak-anak jalanan dan memberikan pendidikan kepada mereka. Karena mereka sudah terbiasa dengan kehidupan jalanan dan mencari nafkah untuk keluarga, dan mereka juga tidak pernah mendapatkan masukan yang menyadarkan mereka bahwa pendidikan itu penting.

Oleh karena itu, penulis ingin melihat sejauh mana program sekolah otonom ini dapat membantu menyelesaikan persoalan Anak Jalanan dan juga sekaligus membantu pemerintah dalam mengurangi tingkat pengangguran dan kriminaltas, yang biasanya terjadi di kalangan antar anak jalanan.

Apakah program tersebut dapat memberdayakan anak-anak jalanan yang berada di lingkungan sekitar untuk mendapatkan pendidikan seperti anak lainnya. Keingintahuan penulis ini dituangkan dalam penelitian skripsi yang berjudul ”Pemberdayaan Anak Jalanan melalui Program Sekolah Otonom oleh Sanggar Anak Akar di Gudang Seng Jakarta Timur.”

B. Perumusan Dan Pembatasan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus dengan apa yang menjadi tujuan penulis, maka penulis memfokuskan dan membatasi masalah penelitian ini pada Proses Pemberdayaan Anak Jalanan, melalui Program Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar.

(19)

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan ini pada:

1. Bagaimana proses pelaksanaan program pemberdayaan melalui Sekolah Otonom di Sanggar Anak Akar?

2. Apa faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi dalam pelaksanaan program Sekolah Otonom?

3. Bagaimana hasil dari pelaksanaan program pemberdayaan melalui Sekolah Otonom tersebut?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan program pemberdayaan tersebut di Sanggar Anak Akar.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut.

3. Untuk mengetahui bagaimana hasil dari pelaksanaan program pemberdayaan melalui Sekolah Otonom tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari penelitian ini adalah:

(20)

1. Dapat dijadikan informasi dalam pengembangan mutu pembelajaran Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta.

2. Untuk menambah referensi baru dalam materi tentang pengembangan masyarat di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Untuk memenuhi syarat-syarat menyelesaikan gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi masyarakat umumnya, dan para pekerja sosial/pendamping masyarakat khususnya.

2. Dan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat luas agar menyadari pentingnya pendidikan dan juga masukan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan anak jalanan di Indonesia.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

(21)

Kirk dan Miller memberikan pengertian penelitian kualitatif sebagai tradisi penelitian yang tergantung pada pengamatan sesuai dengan orang-orang di sekitar objek penelitian dalam bahasa dan peristilahan sendiri.8

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.9

Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti melakukan penelitian dengan menguraikan fakta-fakta yang didapat di lapangan berdasarkan hasil dari penelitian lapangan (field research) yang kemudian diolah, dikaji dan dianalisis agar dapat menghasilkan suatu kesimpulan.

2. Macam dan Sumber Data

Adapun macam data pada penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

Data Primer diperoleh melalui proses penelitian langsung dari partisipan atau sasaran penelitian, yaitu data yang berasal dari anak-anak yang mengikuti program sekolah otonom di Sanggar Anak Akar, pengurus yayasan, dan pimpinan sanggar.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang terkait dengan penelitian dari lembaga yang diteliti ataupun referensi dan buku-buku dari perpustakaan.

8

Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), edisi revisi cet. Ke 26, h. 3

9

(22)

3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Sanggar Akar, Jl. Inspeksi Saluran Jatiluhur no. 30 Rt. 04/01, Cipinang Melayu Gudang Seng, Jakarta Timur. Penelitian ini dilakukan bulan Maret sampai pada Agustus 2010.

Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena tempat tersebut mudah diakses oleh peneliti, dan tempatnya pun strategis. Hal tersebut yang membuat penulis melakukan penelitian di lokasi tersebut.

4. Teknik Penggalian Data

Untuk mendapatkan data yang objektif, penulis melakukan observasi dan wawancara, berupa:

a. Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.10

Dalam proses observasi ini penulis melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan program pendidikan akademis, yaitu proses belajar mengajar dan kegiatan keseharian anak didik di Sekolah Otonom. Dalam melakukan observasi tersebut, keberadaan penulis diketahui oleh pengelola, tutor, dan anak didik.

10

(23)

b. Wawancara adalah salah satu upaya untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian sehingga dapat menemukan data atau keterangan mengenai program Sekolah Otonom. Dalam penelitian ini penulis mewawancarai pimpinan yayasan, tim pengajar dan anak jalanan yang mengikuti program Sekolah Otonom atau unsur-unsur yang berhubungan dengan penelitian atau berkaitan dengan permasalahan yang ingin digali.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dan pustaka sebagai bahan analisis dalam penelitian ini. Yang memfokuskan masalah mengenai program Sekolah Otonom.

5. Teknik Pemilihan Subjek Penelitian

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sample bertujuan (purpossive sample).11 Dalam menetukan subjek penelitian ini peneliti memilih para informan yang menurut peneliti dapat memberikan data yang dibutuhkan dalam penellitian ini.

Dalam mencari data peneliti mewawancarai Pimpinan dari SAA yaitu Ibe Karyanto, beberapa staf SAA yang juga merupakan moderator dari Sekolah Otonom seperti Abdurrahman staf sekaligus kepala sekolah dari Sekolah Otonom, Saneri, Andry Setiawan, dan Martin, peneliti juga mewawancarai

11

(24)

beberapa anak SAA yang mengikuti Sekolah Otonom, yaitu Hermawan, Muhammad Ghazzali, Zulaeman, Yuli Vega Ananda, Putri Oktafiani, Agus Supriyatna, Anggini, Marshandi, dan Wahyudi. Dengan pengklasifikasian latar belakang dengan rancangan informan sebagai berikut:

Tabel 1

Rancangan Informan

NO INFORMAN INFORMASI

YANG DICARI JUMLAH

METODE

(25)

6. Teknik Analisis Data

Analisis Data Kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.12

Di pihak lain, Analisis Data Kualitatif (Seiddel, 1998), prosesnya berjalan sebagai berikut:13

a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri,

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintensiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya,

c. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Berdasarkan hal tersebut maka metode analisa yang digunakan adalah metode deskripsi analisis yakni dengan cara mengumpulkan data kemudian menyusun, menyajikan, baru kemudian menganalisis untuk mengungkapkan arti data tersebut. Pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya.

12

Ibid. h. 248

(26)

Setelah itu peneliti menganalisa kategori-kategori yang nampak pada data tersebut.

7. Teknik Pemerikasaan Keabsahan Data

Data yang telah digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini diperlukan teknik pemeriksaan. Adapun teknik yang digunakan untuk menjaga keabsahan adalah sebagai berikut:

1. Kriterium Kredibilitas/Kepercayaan

Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.

Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua teknik pemeriksaan. a. Ketekunan Pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

(27)

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi).

b. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, hal tersebut dapat dicapai melalui jalan: a) membandingkan data hasil wawancara dengan pengamatan di lapangan, misalnya peneliti membandingkan hasil wawancara subyek penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan tentang program sekolah otonom di Sanggar Anak Akar . b) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain, misalnya peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh staf atau pengurus sanggar dengan jawaban wawancara dengan anak yang mengikuti sekolah otonom. c) membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.14

2. Kriterium Kepastian

Mengutip pendapat Scriven (dalam Lexy, 2007), yang menyatakan bahwa masih ada unsur ’kualitas’ yang melekat pada konsep objektifitas, hal ini dapat digali, dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, berarti dapat

14

(28)

dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Dari sini peneliti dapat membuktikan bahwa data ini terpercaya. Keterpercayaan ini didasarkan pada hasil data-data yang diperoleh dari hasil rekaman wawancara informan dan observasi terhadap subjek penelitian.

Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian auditor dalam hal ini ialah objektif atau tergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa orang barulah dapat dikatakan objektif.15

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa hasil penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan penulis jadikan bahan perbandingan. Pertama, Skripsi berjudul ”Upaya Pemberdayaan Pekerja Anak Usia Sekolah di Yayasan Nanda Dian Nusantara” 2006, yang disusun oleh Nurjamil. Skripsi berisi mengenai upaya yang dilakukan oleh Yayasan Nanda Dian Nusantara dalam membina dan memberdayakan pekerja (anak-anak pemulung) usia sekolah dalam bidang pendidikan, keagamaan, dan keterampilan.

Kedua, skripsi yang berjudul ”Program Pengembangan Usaha Mandiri Anak Jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi di Jakarta Selatan”, 2007, yang disusun oleh Farhanah. Skripsi ini berisi tentang program usaha mandiri yang dilakukan oleh anak jalanan di yayasan Bina Anak Pertiwi, dan tentang

15

(29)

bagaimana kemandirian anak jalanan yang membuka usaha agar dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Ketiga, Skripsi yang berjudul ”Peranan Rumah Singgah Setia Kawan Mandiri Dalam Membina Kemandirian Anak Jalanan” 2006, yang disusun oleh Sasti Himmah. Skripsi ini berisi tentang pembinaan kemandirian anak jalanan yang diterapkan oleh rumah singgah tersebut.

Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan oleh Sanggar Anak Akar melalui program Sekolah Otonom. Fokus program lembaga tersebut adalah memberikan pendidikan kepada anak jalanan melalui pembelajaran dialogis. Fokus penulis pada skripsi ini adalah pemberdayaan anak jalanan melalui program Sekolah Otonom yang ada di Sanggar Anak Akar.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun ke dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub bab tersendiri. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lainnya yang diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan penutup serta kesimpulan dan saran, adapun susunannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(30)

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Yang meliputi A) Pemberdayaan, 1. Pengertian Pemberdayaan, 2. Tahap-tahap Pemberdayaan, 3. Proses Pemberdayaan, 4. Strategi Pemberdayaan, B. Anak Jalanan, 1. Pengertian Anak Jalanan, 2. Penanganan Anak Jalanan, C. Pemberdayaan Anak Jalanan, D. Sekolah Otonom, 1. Pengertian Sekolah Otonom.

BAB III GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR

Yaitu meliputi A) Profil Sanggar Akar, 1. Sejarah Berdirinya, 2. Visi dan Misi, 3. Kegiatan Harian Sanggar, 4. Struktur Organisasi Sanggar Anak Akar, B) Program Sekolah Otonom, 1. Materi Pembelajaran, 2. Proses Pembelajaran, 3. Dukungan, C) Gambaran Umum Wilayah Gudang Seng Jakarta Timur

BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN

Yang meliputi A) Proses Pelaksanaan Program Sekolah Otonom, B) Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Program Sekolah Otonom. C) Hasil Program Sekolah Otonom dalam Pemberdayaan Anak Jalanan.

BAB V PENUTUP

Yang meliputi A) Kesimpulan, B) Saran-saran. DAFTAR PUSTAKA

(31)

A. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan

ber-menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Kata “berdaya” apabila diberi awalan pe- dengan mendapat sisipan –m- dan akhiran –an menjadi “pembedayaan” artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau kekuatan.1

Istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah asing yaitu

empowerment. Secara teknis istilah pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah pengembangan, dan istilah ini dalam batasan-batasan tertentu dapat dipertukarkan.2 Dalam pengertian lain, pemberdayaan atau pengembangan – atau tepatnya pengembangan sumber daya manusia – adalah upaya memperluas horizon pilihan bagi masyarakat. Ini berarti masyarakat diberdayakan agar memiliki dan memilih sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan demikian, proses pengembangan dan pemberdayaan akan menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat yang memiliki kualitas.3

1

Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 1

2

Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’I, Pengembangan MAsyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi, (Bnadung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 41-42

3

Ibid. h. 42

(32)

Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan dalam mencapai penguatan diri guna meraih keinginan yang dicapai. Pemberdayaan akan melahirkan kemandirian, baik kemandirian berfikir, sikap, tindakan yang bermuara pada pencapaian harapan hidup yang lebih baik.4

Menurut T. Hani Handoko, pemberdayaan adalah suatu usaha jangka panjang untuk memperbaiki proses pemecahan masalah dan melakukan pembaharuan.5

Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik dari tidak berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan terkait dengan upaya meningkatkan taraf hidup ke tingkat yang lebih baik.6

Carlzon & Macauley, sebagaimana dikutip oleh Wasistiono (1998: 46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah sebagai berikut:

“Membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusan-keputusannya dan tindakan-tondakannya.”7

Sementara Shardlow (1998: 32) mengatakan pada intinya:

“Pemberdayaan membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.”8

4

Rofiq A. dkk., Pemberdayaan Pesantren: Menuju Kemandirian dan Profesionalisme Santri dengan Metode Daurah Kebudayaan, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h. 33

5

T. Hani Handoko, Manajemen, edisi II, (Yogyakarta, 1997) cet. Ke-XI, h. 337

6

Diana, Perencanaan Sosial Negara Berkembang, (Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1999), h. 15

7

Roesmidi dan Riza Risyanti, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), h. 2

(33)

Payne sebagaimana dikutip Adi (2003) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah:

“To help client gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal block to exercising power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”

(Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan social dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya)9

Syahrin Harahap mendefinisikan pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan, yang dalam konteks ini adalah bagi mereka yang fakir, miskin, dan anak yatim.10

Kata pemberdayaan juga menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka

9

Isbandi Adi Rukminto, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 77-78.

10

(34)

perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam pembangunan dan keputusan yang mempengaruhi mereka.11

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.12 Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.13

Istilah pemberdayaan lahir sebagai sebuah konsep dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian kepustakaan pranarka, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan di antaranya:

a. Kecenderungan primer, yaitu pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kakuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. b. Kecenderungan sekunder, yaitu pemberdayaan yang menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.14

11 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2005), h. 58

(35)

Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan bahwa masyarakat diberi kuasa, dalam upaya untuk menyebarkan kekuasaan, melalui pemberdayaan masyarakat, organisasi agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya untuk semua aspek kehidupan politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pengelolaan lingkungan dan sebagainya.15

Menurut definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah usaha mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dengan memberikan kuasa atau kemampuan kepada individu atau komunitas untuk dapat menentukan jalan hidup mereka sendiri dan juga dapat bertanggung jawab atas apa yang mereka pilih tanpa adanya ketergantungan.

2. Tahap-tahap Pemberdayaan Masyarakat

Dalam pemberdayaan tidak langsung terbentuk atau terjadi secara langsung maupun tiba-tiba, tetapi melalui beberapa proses tahapan yakni:16

1. Tahap persiapan

Tahapan ini meliputi penyiapan petugas (community development), dimana tujuan utama ini adalah untuk menyamakan persepsi antar anggota agen perubah (agent of change) mengenai pendekatan apa yang dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat. Sedangkan pada tahap penyiapan lapangan, petugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan

15

Dr. K. Suhendra, SH., M.Si., Peranan Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabeta, 2006), h. 75

16

(36)

dijadikan sasaran. Pada tahap inilah terjadi kontak dan kontrak awal dengan kelompok sasaran.

2. Tahap Assessment

Proses assessment yang dilakukan disini adalah dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya manusia yang dimiliki klien. Dalam proses penilaian ini dapat pula digunakan teknik SWOT, dengan melihat kekutan, kelemahan, kesempatan dan ancaman.

3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini agen perubah (agent of change) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya.

4. Tahap Pemformulasikan Rencana Aksi

Pada tahap ini agen membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

5. Tahap Pelaksanaan (implementasi) Program

Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antar warga.

6. Tahap Evaluasi

(37)

7. Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat sudah dianggap mandiri, tetapi tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan.

3. Proses Pemberdayaan

Merujuk kepada apa yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika membangun masyarakat setidaknya harus ditempuh tiga tahap atau proses pemberdayaan masyarakat, sebagai berikut:

1. Proses Takwin, yaitu tahap pembentukan masyarakat. Kegiatan pokok pada tahap ini adalah proses sosialisasi dari unit terkecil dan terdekat sampai kepada perwujudan-perwujudan kesepakatan.

2. Proses Tanzim, yaitu tahap pembinaan dan penataan masyarakat. Pada fase ini internalisasi dan eksternalisasi isu-isu muncul dalam bentuk institusionalisasi secara komprehensif dalam realitas social.

3. Proses Taudi’, yaitu tahap keterlepasan dan kemandirian. Pada tahap ini masyarakat telah siap menjadi masyarakat mandiri terutama secara manajerial.17

17

(38)

Pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dapat dicapai melalui penerapan pendekatan pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu:

a. Pemungkinan; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang secara optimal.

b. Penguatan; memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

c. Perlindungan; melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan tidak seimbang dan mencegah eksploitasi terhadap kelompok lemah.

d. Penyokongan; memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya.

e. Pemeliharaan; memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masayarakat.18

Dari sumber lain, proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga tahap:19

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi seseorang atau masyarakat berkembang.

18

Edi Suharto, h. 67-68

19

(39)

2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat diri menjadi makin berdaya memanfaatkan peluang.

3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Pemberdayaan secara pasti dapat diwujudkan, tetapi perjalanan tersebut tidaklah berlaku bagi mereka yang lemah semangat. Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah. Contohnya dengan memberikan dorongan dan semangat untuk berubah.

Proses pemberdayaan yang dikembangkan oleh Prijono, dan dikutip oleh Rajuminropa, mengandung dua kecenderungan yaitu:

1. Kecenderungan primer, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Proses ini dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.

2. Kecenderungan sekunder, proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau berdaya untuk menentukan pilihan hidupnya melalui proses dialog.20

20 Rajuminropa, Pemberdayaan Anak dari Keluarga Miskin, (Universitas Indonesia Jurusan

(40)

Selanjutnya menurut Rubin (1992) “central to empowerment is willingness to challenge formal authority and to escape dependency on yhose in power.” Yang dikutip oleh Rajuminropa bahwa pendapat Rubin diartikan bahwa pemberdayaan sebagai proses ataupun sebagai tujuan pada dasarnya akan memunculkan keberanian pada individu atau kelompok. Kondisi semula yang cenderung hanya menerima keadaan, selanjutnya kan lebih berani bertindak untuk merubah keadaan. Bentuk keberanian itu juga dapat merupakan kekuatan formal guna menghapus ketergantungannya.21

Hogon seperti dikutip oleh Adi menggambarkan proses pemberdayaan yang kesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahap utama yaitu:

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan (recall dopowering/empowering experience).

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan pentidakberdayaan (discuss reason for depowerment/empowerment)

3. Mengidentifikasi suatu masalah ataupun proyek (identify useful power bases), dan

4. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikan (develop and implement action plans).

Dari pernyataan di atas tergambar mengapa Hogon meyakini bahwa proses pemberdayaan yang terjadi pada tingkat individu tidak berhenti pada suatu titik tertentu. Tetapi lebih merupakan sebagai upaya berkesinambungan untuk meningkatkan daya yang ada. Meskipun Hogon memfokuskan tulisannya

21

(41)

pada pemberdayaan individu, tetapi model pemberdayaan yang bersifat on-going process tersebut bukan berarti tidak dapat diterapkan pada level komunikasi.22

Dengan demikian, penulis menyimpulkan bahwa proses pemberdayaan merupakan sebuah tindakan ataupun penerapan dari suatu pemberdayaan. Maka dari itu, tindakan tersebut sejatinya memberikan kekuasaan atau kemampuan kepada masayarakat untuk dapat melakukan perubahan pada diri mereka sendiri agar dapat menetukan jalan hidup yang terbaik bagi mereka dan juga dapat bertanggung jawab atas apa yang menjadi pilihan hidup mereka.

4. Strategi Pemberdayaan

Startegi dalam memberdayakan masyarakat bisa dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan asumsi bahwa community worker (pengembang masarakat) tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Dalam pendekatan ini, peran community worker sangat dominan dalam menentukan upaya pemberdayaan masyarakat.

b. Pendekatan Non Direktif, yakni pendekatan yang berlandaskan bahwa masayrakat tahu apa yang sebenarnya mereka butuhkan dan apa yang baik untuk mereka. Pemeran utama dalam pendekatan ini adalah masyarakat itu

22

(42)

sendiri, community worker hanya bersifat menggali dan mengambangkan potensi masyarakat.23

Netting (1993) mengemukakan bahwa dalam pengembangan masyarakat istilah intervensi yang sering digunakan adalah Intervensi Makro atau Intervensi Komunitas. Intervensi Komunitas (Makro) merupakan bentuk intervensi langsung yang dirancang dalam rangka dalam rangka melakukan perubahan secara terencana pada tingkat organisasi dan komunitas.24

Royhman dan Tropman (1987) mengemukakan tiga model intervensi komunitas, yaitu:

a. Pengembangan Masyarakat Lokal. Tujuan dari pengembangan masyarakat lokal lebih menekankan pada process goal (tujuan yang berorientasi pada proses), dimana masyarakat dicoba untuk diintegrasikan serta dikembangkan kapasitasnya dalam upaya memecahkan masalah mereka berdasarkan kemauan dan kemampuan sendiri.

b. Perencanaan Sosial. Tujuannya lebih kepada task goal (tujuan yang berorientasi pada penyelesaian tugas), yang biasanya berhubungan dengan masalah-masalah social yang kongkrit.

c. Aksi Sosial. Pendekatan Aksi Sosial mengarah pada kedua tujuan tersebut (baik task goal maupun process goal). Biasanya tujuan ini

23

Isbandi Rukminto Adi, h. 228

24

(43)

mengakibatkan adanya modifikasi kebijakan organisasi-organisasi formal.25

Menurut teori di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa strategi masyarakat merupakan sebuah rencana dalam menjalankan pemberdayaan masayrakat dan mencapai tujannya.

B. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Konsep “anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk juga anak yang masih dalam kandungan.26

Menurut Soedijar, anak jalanan adalah “Anak usia tujuh sampai dengan tujuh belas tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain dan membahayakan bagi dirinya sendiri”.27

Menurut Departemen Sosial dan United National Development Program (UNDP) telah membatasi anak jalanan sebagai berikut: “Anak jalanan sebagai

25

Ibid. h. 69

26

Lembar Info LBH APIK Jakarta, Berharap pada UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Sebagai Upaya Penghapusan Tindak Kekerasann Atas Anak, 2004 dalam Skripsi Muhammad Hafidzudin, Pelatihan Keterampilan Menjahit Bagi Anak Jalanan Di Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Jalanan Social Development Center For Street Children (SDC), (Jakarta: FDK, 2009) h. 22.

27

(44)

anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya”.28

Menurut Panji Putranto, anak jalanan adalah mereka yang berusia 6 – 16 tahun yang tidak bersekolah dan tinggal tidak bersama orangtua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan, dan tempat-tempat umum dan tinggal di Jakarta.29

Secara umum anak jalanan terbagi dua jenis, yakni:30

1. Children of the Street, adalah anak-anak yang tumbuh dari jalanan dan seluruh waktunya dihabiskan di jalanan. Ciri dari anak-anak ini biasanya tinggal dan bekerja di jalanan (living and working on the street), tidak mempunyai rumah (homeless), dan jarang atau bahkan tidak pernah kontak dengan keluarganya. Mereka umumnya dari keluarga yang berkonflik. Mereka lebih mobile, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, karena mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Jumlah mereka lebih sedikit dibandingkan kelompok anak jalanan lainnya, diperkirakan hanya 10-15% dari seluruh populasi anak jalanan. 2. Children on the Street, adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian

besar waktunya di jalanan atau di tempat-tempat umum lainnya untuk bekerja dan penghasilannya digunakan untuk membantu keluarganya. Anak-anak tersebut mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak) di jalan dan masih berhubungan kuat dengan orang tua mereka. Sebagian

28

Tata Sudrajat, Hasil Lokakarya Nasional Anak Jalanan, (Jakarta: YKAI, 1995), h. 34

29

DIA/YKAI dan Childhope, Penelitian Anak Jalanan; Kasus di Wilayah Senen Jakarta Pusat, (Jakarta: 1990)

(45)

penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orangtuanya. Mereka terbagi dua kelompok. Kelompok pertama adalah anak-anak dari luar kota yang mengontrak rumah bersama-sama di satu lingkungan yang dihuni oleh orang-orang dari satu daerah. Mereka tidak sekolah lagi dan ikut ke kota karena ajakan teman-teman dan orang yang lebih dewasa. Motivasi mereka adalah ekonomi, jarang yang sifatnya konflik. Kelompok kedua adalah anak-anak dari dalam kota sendiri yang tinggal bersama orangtuanya.

2. Penanganan Anak Jalanan

Dengan adanya ragam atau macam-macam anak jalanan dalam penanganannya pun selalu berbeda yakni disesuaikan dengan kondisi anak jalanan tersebut. Menurut Sudrajat (1997, h. 4), ada tiga model penanganan anak jalanan yaitu:31

1. Community Based, adalah model penanganan yang berpusat pada masyarakat dengan menitik beratkan pada fungsi-fungsi keluarga dan potensi seluruh masyarakat. Mencakup partisipasi masyarakat dalam semua fase perencanaan, pelaksanaan, monitoring terhadap kemampuan membangun dan penguatan masyarakat. Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak-anak turun ke jalan. Tujuan akhir adalah anak tidak menjadi anak jalanan atau sekalipun di jalanan, mereka tetap berada di lingkungan keluarga. Kegiatannya biasanya meliputi: peningkatan

31

(46)

pendapatan keluarga, penyuluhan dan bimbingan pengasuhan anak, kesempatan anak untuk memperoleh pendidikan dan kegiatan waktu luang dan sebagainya.

2. Street Based, adalah kegiatan di jalan, tempat dimana anak-anak jalanan beroperasi. Penanganan yang berbasiskan jalanan adalah program dan kegiatan yang dirancang untuk menjangkau dan melayani anak di lingkungan mereka sendiri yaitu di jalanan. Pekerja sosial datang mengunjungi, menciptakan perkawanan, mendampingi dan menjadi sahabat untuk keluh kesah mereka. Anak-anak yang sudah tidak teratur berhubungan dengan keluarga, mereka memperoleh kakak atau orang tua pengganti dengan adanya pekerja sosial.

3. Center Based, adalah kegiatan dipanti, untuk anak-anak yang sudah putus dengan keluarga. Panti menjadi lembaga pengganti keluarga untuk anak dan memenuhi kebutuhan anak seperti kesehatan, pendidikan, keterampilan, waktu luang, makan, tempat tinggal, pekerjaan, dan sebagainya.

(47)

C. Pemberdayaan Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak yang terkategori tak berdaya. Mereka merupakan korban berbagai penyimpangan dari oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Untuk itu, mereka perlu diberdayakan melalui demokratisasi, pembangkitan ekonomi kerakyatan, keadilan dan penegakan hukum, partisipasi politik, serta pendidikan luar sekolah.

Khusus untuk anak jalanan, menurut Ishaq (2000), pendidikan luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah “rumah singgah” dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), yaitu: anak jalanan dilayani rumah singgah, sedangkan anak rentan ke jalan dan orang dewasa dilayani dalam wadah PKBM.32

Dengan pengertian pemberdayaan dan anak jalanan yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan anak berarti upaya untuk mengembangkan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan begitu pemberdayaan anak jalanan adalah memberikan kuasa kepada anak jalanan dengan meningkatkan rasa kepercayaan diri mereka agar dapat menentukan arah dan memutuskan kehidupan mereka dengan menggunakan daya yang mereka miliki agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan terarah.

Upaya pemberdayaan kepada anak-anak jalanan seyogyanya terus digalakkan melalui berbagai program pendidikan luar sekolah khususnya.

32

(48)

Pemberdayaan anak jalanan merupakan upaya untuk memandirikan anak jalanan melalui perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.

D. Sekolah Otonom

1. Pengertian Sekolah Otonom

Pengertian Sekolah dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran, waktu dimana murid-murid diberi pelajaran.33 Sedangkan pengertian otonom adalah pemerintahan sendiri, mengatur urusan dan kepentingan daerah sendiri.34

Dengan demikian secara terminology, sekolah otonom adalah tempat pendidikan atau belajar yang didirikan oleh Sanggar Anak Akar tanpa bantuan dari pemerintah dengan tujuan memberikan pendidikan dan keterampilan pada anak-anak jalanan yang tidak mampu agar menjadi berdaya dari segi pendidikan.

Menurut Sanggar Anak Akar sendiri Sekolah Otonom adalah ruang bagi anak-anak, dari berbagai latar belakang menempa diri untuk menjadi lebih berarti bagi diri dan lingkungannya.35

Istilah otonom menunjuk pada azas pendidikan yang menghormati anak sebagai mahkluk yang memiliki kesadaran akan kebebasannya sekaligus keterbatasannya. Praksis pendidikan otonom bertumpu pada cara pembelajaran yang menempatkan anak sebagai subyek yang sedang tumbuh dan berkembang bersama dengan lingkungannya. Istilah otonom juga menunjuk pada keberadaan

33

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani, ), h. 398

34

Ibid. h. 278

35

(49)

Sanggar Anak Akar sebagai sebuah organisasi nir-laba yang dikelola secara independen oleh anggota masyarakat yang berniat untuk memberikan kontribusi dalam pengembangan pendidikan.36

Dinamika hidup harian mulai dari bangun pagi, masak dan merawat lingkungan sekolah yang sekaligus menjadi tempat tinggal bersama merupakan bagian yang dirancang bersama untuk membantu proses pengembangan kemampuan anak. Sedangkan intensitas proses pembelajaran bersama dilakukan melalui kelas akademik dan kelas kreatif yang diselenggarakan secara reguler. Di samping itu disediakan ruang, waktu dan fasilitasi bagi setiap anak yang berminat untuk melakukan eksplorasi pengembangan kemampuan pribadi.37

36 Ibid.

(50)

A. Profil Sanggar Anak Akar1 1. Sejarah Berdirinya

Filosofi akar diambil dari "akar” adalah bagian dari tumbuhan yang tidak

kelihatan di permukaan (rendah hati) namun paling menentukan ketahanan (kualitas) pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan. Setiap pelaku pendidikan di Sekolah Otonom, baik anak-anak, moderator dan pengurus sekalipun, adalah

subyek yang sedang belajar untuk mencapai perkembangan kualitas

kemanusiaannya dan kemampuannya yang terbaik.

Cikal bakal Sanggar Anak akar adalah program open house untuk anak-anak jalanan yang dikembangkan oleh Institut Sosial Jakarta (ISJ) pada tahun

1989. Sejalan dengan concernnya pada pembelaan hak anak, maka kegiatan untuk mendampingi anak pun meluas ke komunitas anak-anak urban yag

tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Mereka adalah anak-anak pemulung sampah,

anak-anak urban pekerja kota, dan anak-anak pengasong yang tinggal di

pemukiman yang tidak kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pada awalnya ISJ membuat program pendampingan anak jalanan,

dengan mengadakan pendidikan alternatif bagi anak-anak jalanan. Para aktivis

ISJ datang ke terminal-terminal untuk memberikan pendidikan dan pengajaran

terhadap anak-anak jalanan.

1

Website Sanggar Anak Akar, www.sanggaranakakar.org, diakses pada tanggal 30 April 2010.

(51)

Kenyataan hidup anak-anak menggerakkan niat kami untuk menawarkan

gagasan program ruang aman dan nyaman bagi mereka. Gagasan pun

diwujudkan dengan mendirikan Sanggar Anak Akar pada tahun 1994.

Tujuannya saat itu adalah menciptakan rasa aman dan nyaman supaya

anak-anak dari berbagai kelompok berani berinteraksi satu sama lain.

Dalam perkembangannya, pada tahun 2000 Sanggar Anak Akar

melepaskan diri dari ISJ bergerak independent dan mengelola manajemen

sendiri. Pada saat itu pun tempat Sanggar Anak Akar masih berpindah-pindah

dan belum menetap, hingga pada akhirnya pada tahun 2004 menemukan tempat

yang cocok hingga sekarang Sanggar menetap di alamat Jl. Inspeksi Saluran

Jatiluhur No. 30 Rt. 04/01, Cipinang Melayu, Gudang Seng, Jakarta Timur.

Meskipun kegiatannya masih banyak bersifat kolektif dan sederhana

namun anak-anak cukup antusias mengikuti dinamika bermain dan belajar.

Sejalan dengan antusiasme dan kebutuhan anak-anak untuk berkembang

kegiatan pun mulai beragam. Setiap kegiatan baru adalah hasil dialog bersama

antara para pengurus Sanggar Anak akar dengan anak-anak yang diwakili oleh

Dewan Koordinasi Anak (Dekan). Dekan adalah dewan perwakilan anak yang

posisinya dipiih secara demokratis oleh anggota komuntas Sanggar Anak Akar.

2. Visi dan Misi Visi

Sanggar Anak Akar Sebagai Model Praksis Pendidikan Humanistik Untuk

Menguatkan Gerakan Budaya Yang Menghormati Hak Dan Martabat Anak

(52)

Misi

1. Menjadikan Sekolah Otonom sebagai ruang pendidikan berkualitas untuk

mengembangkan kemampuan anak dalam menghadapi tuntutan hidup dan

tantangan dunia di sekitarnya.

2. Memperkuat sistem pendidikan Sekolah Otonom sebagai model praksis

pendidikan humanistik.

3. Memperluas pengaruh nilai-nilai humanistik dan ide-ide

kreatif-transformatif untuk memperkuat arus perubahan menuju gerakan budaya

yang menghormati martabat anak sebagai manusia.

3. Kegiatan Harian Sanggar

Dalam kesehariannya Sanggar Anak Akar menyusun kegiatan rutin yang

harus dikerjakan oleh anak-anak yang ada di sanggar, yaitu:

1. Dinamika harian proses belajar dimulai dengan kegiatan bersama pagi

hari untuk membersihkan lingkungan Sanggar dan memasak untuk

kebutuhan makan pagi dan makan siang.

2. Pukul 08.00 waktu efektif belajar kelas/kelompok bersama dengan

moderator sampai pukul 12.00.

3. Mulai pukul 12.00 sampai pukul 15.00 terbuka kesempatan bagi

anak-anak untuk memanfaatkan waktu senggang atau menggunakan fasilitas

lab computer yang disediakan.

4. Selama 1 jam dari pukul 15.00 merupakan jam kebersamaan dimana

semua anggota Sanggar secara bersama-sama membereskan ruang,

(53)

5. Pukul 16.00 adalah waktu eksploratif yang bisa dipergunakan untuk

praktek pengembangan keterampilan yang dilakukan secara kelompok.

6. Malam hari mulai pukul 19.30 disepakati sebagai waktu tenang (quite

time) untuk mendukung usaha setiap anak secara pribadi belajar

mengembangkan kemampuannya.

7. Kecuali ada kegiatan komuniter yang disepakati, hari Sabtu dan Minggu

merupakan waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk belajar atau

memenuhi kebutuhan ekspresi pribadi maupun kelompok.2

Diluar dinamika rutin harian juga diselenggarakan kegiatan lain yang

mendukung proses belajar anak-anak. Di samping itu, diskusi tematis dan

apresiasi seni budaya juga merupakan kegiatan berkala untuk memberikan

kesempatan bagi anak-anak melatih kemampuan analisis dan mengembangkan

sikap kritis dalam memberikan apresiasi.

4. Struktur Organisasi Sanggar Anak Akar Pembina

Ketua : Dolorosa Sinaga

Anggota : P. Danuwinata SJ.

: Bambang Widjoyanto, SH

: Ayi Bunyamin

: Bernadette Themas

: Hilmar Farid

2

(54)

: Ivonne Therik, SH

: Nur Amalia, SH

Pengurus

Ketua : Suesilo Adinegoro

Ari

Intan Febriani

Pengawas : Andy K. Yowono

Dewan Akademik : P. Danuwinata SJ.

Prof. Dr. Melani Budianta

Bambang Wisudo

Lody Paat

Fransiska

Pimpinan dan Pengurus Sanggar

Rektor : Ibe Karyanto

Sekretariat dan Administrasi Umum : Rogger M. Paat

Keuangan : Ag. Ardi Praseto

Ketua Akademik dan Pamong : Doge Abdurrahman

(55)

Tabel 2

Keterangan Anak-anak yang Mengikuti Sekolah Otonom

Sumber: Dokumentasi SAA3

Latar Belakang

No Nama Anak Usia

Anak Jalanan Ekonomi

1 Muhammad Ghazali √

Setelah enam tahun belajar dari pasang surut proses pengembangan

maka pada tahun 2000 Sanggar Anak Akar melepaskan diri dari organisasi

induk untuk menjadi organisasi mandiri. Sejak saat itu perhatian Sanggar Anak

Akar terpusat pada upaya pencarian model pendidikan alternatif yang relevan

dengan kebutuhan pengembangan kemampuan anak.

Pada awal berdirinya, Nopember 1994, Sanggar Anak Akar adalah

sebuah program ruang aman dan nyaman untuk anak-anak yang dikembangkan

oleh sebuah organisasi non pemerintah. Di samping memfasilitasi ruang aman

dan nyaman untuk belajar dan bermain, Sanggar Anak Akar juga

3

Dokumentasi Sanggar Anak Akar

4

(56)

menyelenggarakan kegiatan belajar dan bermain bersama anak-anak yang

tersebar di beberapa komunitas pinggiran.

Pertengahan tahun 2009 Sanggar Anak Akar menetapkan

keberadaannya sebagai Sekolah Otonom untuk anak-anak setara sekolah

menengah. Di tempat ini anak-anak akan belajar mengembangkan

kemampuannya bersama dengan para pengurus, volunteer profesional di

berbagai bidang yang bertindak sebagai moderator kelas.

Secara umum materi pembelajaran ditekankan pada nilai relevansinya

dengan kebutuhan perkembangan anak sebagai bagian dari lingkungan social

(ekonomi, politik, budaya) maupun lingkungan alam perkotaan.

Tujuan dari Sekolah Otonom adalah:

1. Berkembangnya keterampilan serta kemampuan kreatif anak untuk

hidup dan menghadapi tantangan perkembangan di sekitarnya.

2. Berkembangnya kesadaran anak sebagai manusia otonom, proibadi

yang memaknai kebebasannya sekaligus keterbatasannya.

3. Berkembangnya kemampuan analiasa kritis dan kepedulian terhadap

perkembangan lingkungan di sekitar baik sosial maupun semesta.

1. Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran dikelompokkan ke dalam dua kategori yang

ditentukan berdasarkan sifat pendekatannya dan tujuannya yaitu reflektif dan

eksploratif. Pendekatan reflektif yang dimaksud adalah pendekatan yang lebih

menekankan pada pengembangan kemampuan penalaran dan analisa kritis.

(57)

menekankan kemampuan mengejawantahkan penghayatan nilai dan teori ke

dalam tindakan nyata dan penciptaan karya.

a. Pendekatan Reflektif

1) Analisis untuk menemukan konteks dan penalaran/logika yang

mendasari sebuah teori/pengetahuan yang diterima sebagai

kebenaran.

2) Studi referensi untuk memahami kenyataan sebagai horison

pengetahuan.

b. Pendekatan Eksploratif

1) Praktek pengembangan keterampilan dan menguji kemampuan

kreatif dengan menghasilkan karya obyektif.

2) Praktek pengujian teori, usaha pengembangan (inovasi) dan

upaya penemuan baru (discovery)

2. Proses Pembelajaran

Untuk menjamin intensitas proses pembelajaran, maka Sekolah Otonom

mengambil bentuk sekolah komunitas (boaring & school); anak-anak tinggal

dan belajar di satu rumah yang sama.

Dalam proses pembelajaran berlaku dua prinsip. Pertama, setiap pribadi

adalah subjek yang mempunyai kemampuannya khas dalam cara memahami

kenyataan sebagai pengetahuan. Kedua, luas dan dalamnya pengetahuan seluas

dan sedalam kemauan dan kemampuan subyek didik dalam memaknai setiap

(58)

Dengan prinsip itu maka pada dasarnya subyek didik dalam sekolah

otonom adalah semua individu baik anak-anak maupun fasilitator yang terlibat

dalam proses pembelajaran bersama, meskipun anak tetap menjadi yang utama

karena sekolah otonom diselenggarakan untuk membantu anak-anak

mengupayakan pengembangan kemampuannya.

Prinsip Metode Belajar di Sekolah Otonom adalah:

1) Partisipatif

Metode partisipatif membuka ruang dialog untuk melakukan uji

kebenaran, dimana setiap subjek didik adalah partner yang saling

melengkapi dalam upaya mendapatkan pengetahuan.

2) Disiplin Kreatif

Disiplin kreatif adalah kemampuan subjek pendidikan untuk

melakukan tindakan berdasarkan kesadarannya atas makna atau nilai

yang diperjuangkan baik sebagai individu maupun sebagai bagian

dari komunitas. Disipllin kreatif juga menjadi tujuan yang harus

dicapai dan nilai yang harus diperjuangkan.

3) Repetisi

Metode pengulangan untuk menguatkan pemahaman atas segala

materi yang telah dipelajari. Moderator berperan untuk membantu

memperkenalkan metode repetisi yang efektif untuk membantu

berkembangnya kemampuan anak.

Selanjutnya adalah metode evaluasi dalam pembelajaran di Sekolah

(59)

perkembangan kemampuan anak berdasarkan bukti obyektif yang sudah

teklarifikasi.

1) Educational Record

Catatan perkembangan pendidikan anak yang dibuat berdasarkan

report moderator dan pengenalan obyektif.

2) Refleksi Pribadi

Penilaian subyektif anak terhadap perkembangan diri dan pemaknaan

pengalaman hidup bersama.

3) Penulisan Berkala

Paper/ekspresi kreatif dalam bentuk karya tulis

4) Hasil Karya

Karya seni kreatif maupun karya ilmiah perorangan maupun

bersama.

3. Dukungan

Penyelenggaraan dan pengembangan Sekolah Otonom Sanggar Anak

Akar tidak lepas dari prinsip kemitraan dan kerelawanan yang memungkinkan

setiap pihak baik individu maupun kelompok atau organisasi ikut ambil bagian,

memberikan kontribusi nyata. Keterlibatan atau kontribusi diberikan dalam

berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan Sanggar Anak Akar dan kesediaan

para relawan baik individu maupun kelompok.

Pendidikan Sekolah Otonom diselenggarakan untuk memfasilitasi

Gambar

Tabel 2 Keterangan Anak yang Mengikuti Sekolah Otonom..................43
Tabel 1 Rancangan Informan
GAMBARAN UMUM SANGGAR ANAK AKAR
Tabel 2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Saran-saran yang dapat menjadi panduan bagi pihak-pihak terkait untuk merealisasikan KLJ bagi anak jalanan adalah sebagai berikut: (1) bagi rumah singgah

Sebagai usaha preventif untuk menangkal sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Pendidikan agama di berikan pada

Skripsi yang penulis bahas adalah mengenai upaya pemberdayaan anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan Bina Insan Mandiri melalui program pelatihan keterampilan

Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara staf rehabilitas sosial, anak binaan dan orang tua binaan, misalnya untuk mengetahui strategi pemberdayaan

Dari pengrekrutan yah, masalah penerimaan, penerimaan anak asuh yang kita sebut sekarang kalo udah masuk panti namanya WBS (Warga Binaan Sosial), eh..ni kita ada

Namun dengan adanya Kampoeng BATARA sebagai alternatif dari sekolah formal mampu “fill the gap” dalam penyediaan pendidikan untuk anak-anak yang tidak terdaftar dalam

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pembinaan anak jalanan melalui rumah singgah yayasan nurma di Kabupaten Sidoarjo..

Pemberdayaan berbasis komunitas dalam hal ini adalah melalui sanggar anak sungai Deli, dengan alasan bahwa sasude dapat menjadi wadah bagi sekelompok anak untuk dapat mengembangkan