• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran LSM humus dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran LSM humus dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh: Andri Prakarsa NIM. 106032201086

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

meningkatnya angka anak jalanan saat ini, khususnya di wilayah Bekasi. Banyak anak jalanan dalam mencari kebutuhan ekonomi, menjadi seorang pengamen, pengemis, pemulung, pedagang asongan. Pemerintah memiliki regulasi terhadap nasib para pekerja anak, tetapi pemerintah belum sanggup menangani permasalahan anak jalanan. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat maupun LSM dalam memecahkan permasalahan anak jalanan.

Melihat permasalahan anak jalanan yang semakin meningkat, untuk itu peran serta masyarakat dan LSM diharapkan dapat mereduksi angka anak jalanan melalui program-program pemberdayaan bagi anak jalanan, lalu bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur, apa saja program-program dalam pemberdayaan anak jalanan, bagaimana respons anak jalanan terhadap pemberdayaan, dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam program pemberdayaan.

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, di mana peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, melihat, mengamati keadaan sosial masyarakat, anak-anak jalanan Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur dan LSM HUMUS. Objek penelitian yang diteliti adalah LSM HUMUS, anak-anak jalanan dan masyarakat sekitar.

LSM HUMUS merupakan salah satu LSM yang konsen terhadap anak jalanan di wilayah Bekasi Timur, aktif dalam hal pemberdayaan dalam bidang pendidikan. Di dalam pemberdayaan LSM HUMUS menjalankan program-program pendidikan, seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C, pendidikan keagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anak dan keluarga, dan kesenian.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad Saw dan keluarganya serta para sahabatnya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran LSM HUMUS Dalam

Pemberdayaan Anak Jalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.” Skripsi ini tidak akan bisa rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan,

dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku Kepala Jurusan Program Studi Sosiologi dan

Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi

Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,

kritik dan saran-saran yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi

ini.

5. Bapak Muhammad Ismail, S.Ag yang telah memberi jalan dalam penulisan

(7)

iii

apabila berada di kediaman kita sendiri. Penulis sangat berterima kasih kepada

Bapak Suhandi dan Ibu Suyahmi atas segala kepercayaan, pendidikan,

semangat, kesabaran pengorbanan dan segala doa yang mereka panjatkan

untuk penulis, agar penulis sukses dan berhasil dalam penulisan skripsi ini

dengan nilai yang baik. Terimakasih untuk kakak dan adikku, Andhi Sastra

Wiguna, SE dan keluarga dan Muhammad Irsan Zani, yang telah mengisi

hari-hari dalam kebersamaan di dalam keluarga.

7. Sahabat-sahabatku M. Tri Panca yang telah memberikan warna dalam hidupku

sejak SMA sampai saat ini. Empat Serangkai Irvan Matondang, Muhammad

Ayub, Ghundar Muhammad al-Hasan, yang telah menjadi sahabat terbaik,

kebersamaan kita akan terus terkenang kawan. Teman-teman sosiologi 2006

lainnya Ovar yang selalu rela kosannya disinggahi, Nana, Erfan, Fina,

Azharina, Rahmi, Betty, Rizkiyah, Dijah, Budiman, Pebri, Hajuri, Fyan, Fajar,

Fuad, Hamidah, Syofah, Yandi, yang selalu memberikan kejengkelan dan

keceriaan di dalam maupun di luar kelas. Semua ini akan terkenang teman,

serta teman satu almamater sosiologi 2004, 2005, 2007.

8. Kakak-kakak pengurus LSM HUMUS, Ka Adi Hermawan, Ka Suci Utami,

Ka Ali, Ka Haryani, Ka arifin, Ka Doni, Eva dan Devi, yang telah menerima

(8)

iv

9. Semua pihak yang telah membentu dalam penyelesaiaan skripsi ini, yang tidak

dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis sadari tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah Swt. Begitu

pula dengan skripsi ini, karena itu saran dan kritik dari para pembaca untuk

perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.

Bekasi, 12 Mei 2011

(9)

v

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI……… iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Tinjauan Pustaka ……….. ……… 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………..… 12

D. Pertanyaan Penelitian……… 12

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 13

F. Metodologi Penelitian ……… 14

1. Jenis Penelitian ………... 14

2. Teknik Pengumpulan Data ………. 15

3. Instrumen Pengumpulan Data ……… 16

4. Sumber Data ……… 16

5. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 17

6. Pengolahan dan Analisi Data ……….. 17

G. Sistematika Penulisan ………...………... 18

(10)

vi

1. Peranan Sosial ……… 19

2. Kedudukan (Status Sosial) ………. 23

3. Hubungan Peranan Sosial dan Status Sosial ………... 26

4. Jenis-Jenis Peranan Sosial ………... 27

B. Lembaga Swadaya Masyarakat Di Indonesia ... 29

C. Pemberdayaan ……….. 36

1. Pengertian Pemberdayaan ………. 36

2. Strategi Pemberdayaan ……….. 39

3. Prinsip Pemberdayaan ……… 40

G. Anak Jalanan ……… 42

1. Definisi Anak Jalanan ……….. 42

2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan ………….. 45

BAB III GAMBARAN UMUM LSM HUMUS A. Sejarah berdirinya………. 49

B. Visi, Misi dan Struktur Organisasi………. 52

C. Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah Pasar ProyekBekasi Timur ………... 60

BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS ……… 63

(11)

vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 85

B. Saran-saran ………. 87

PUSTAKA RUJUKAN

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam UUD 1945 pasal 34 (ayat 1) yang diamanatkan oleh negara

berbunyi, “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” dan “negara mngembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakaan

masyarakaat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”

(ayat 2).1 Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, bagaimana negara dapat menjamin hidup yang layak bagi setiap warga negaranya.

Negara berkewajiban dalam hal pemberdayaan bagi masyarakat miskin

dan anak-anak terlantar. Sebagai mana yang telah diamanatkan oleh konstitusi

negara, yang mana telah kita ketahui angka kemiskinan masyarakat Indonesia

yang sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah

penduduk miskin per maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33% dari

jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta. Pada tahun 2009, jumlah

penduduk miskin 32,53 juta atau 14,15% dari total jumlah penduduk 231,37 juta

orang.2

1Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Dan Proses Amandemen Secara Lengkap: Pertama 1999-Keempat 2002, (Sinar Grafika, 2002), h. 26

2

(13)

Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya

upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal

ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah di studi oleh berbagai

ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab

itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran

tentang masalah kemiskinan ini. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah

kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan dan

distribusi pendapatan. Sementara itu ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti

pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengaitkannya dengan konsep kelas,

stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain.

Hal yang sama juga dijumpai dalam usaha untuk melakukan pengukuran tingkat

kemiskinan. Konsep taraf hidup (level of living) misalnya, tidak cukup dilihat

dari sudut pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan,

kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain.3

Kemiskinan bukanlah masalah yang sangat sederhana, yang mana tidak

terkait dengan masalah ekonomi semata, tetapi terkait dengan permasalahan yang

sangat kompleks. Kemiskinan itu sendiri akan berdampak kepada kehidupan

masyarakat yang menjadi menderita, entah secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Faktor kemiskinan atau ekonomi yang rendah pada masyarakat merupakan

salah satu faktor banyaknya anak-anak yang berjuang mencari kebutuhan

ekonomi untuk dirinya maupun keluarganya dijalanan. Walaupun ada beberapa

3

(14)

3

faktor penyebab maraknya anak jalanan, seperti perceraian orang tua, tidak

harmonisnya suatu keluarga, pergaulan, akan tetapi faktor ekonomi yang sangat

kuat sehingga anak-anak mencari uang dijalanan. Banyak anak-anak yang berada

di jalan untuk mencari uang, entah sebagai pengamen, pemulung ataupun

pengemis. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang indah bagi anak itu

sendiri, dimana anak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, mendapatkan

pendidikan yang baik dan kehidupan yang layak. Masa dimana anak-anak

bermain dengan teman sebayanya, tanpa harus memikirkan untuk mencari uang

guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal seperti ini tidak dimiliki oleh

anak-anak jalanan, anak-anak-anak-anak jalanan harus berjuang melawan keadaan yang saat ini

tidak didapatkannya, seperti pendidikan, rasa kasih sayang, kehidupan yang layak.

Anak-anak jalanan harus tetap survive dengan pekerjaannya, entah menjadi

pengamen, pemulung ataupun pengemis di jalan.

Anak jalanan adalah anak yang berada di jalan untuk mencari uang demi

kebutuhan hidup bagi dirinya maupun membantu ekonomi keluarganya.

Anak-anak jalanan mencari uang entah sebagai pengamen, pengemis, maupun berjualan

asongan. Panasnya matahari yang menyinari tubuhnya dan membakar telapak

kaki , dinginnya udara yang dirasakan, dan asap polusi kendaraan yang

dihirupnya seakan telah menjadi hal yang sudah biasa yang dialaminya.

Bellamy mengatakan bahwa anak-anak yang bekerja di usia dini, yang

biasanya berasal dari keluarga miskin, dengan pendidikan yang terabaikan,

(15)

menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dan

dengan upah yang sangat buruk. Hal senada dikemukakan oleh Thapa, Chetry dan

Aryal, bahwa membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah dapat

membuat ‘lingkaran setan’ (vicious circle) awalnya, bekerja menimbulkan dampak buruk bagi sekolah, selanjutnya berpendidikan rendah atau tidak

berpendidikan sama sekali dapat mengakibatkan berlanjutnya pekerja anak.4 Dalam hal ini banyak anak jalanan yang berhenti dalam berpendidikan di

sekolah-sekolah formal, bahkan yang lebih tragis lagi anak jalanan tidak sama

sekali mendapatkan pendidikan dibangku sekolah, dikarenakan anak jalanan harus

mencukupi hidupnya sendiri maupun untuk keluarganya dalam kehidupan

sehari-hari. Orang tua yang tidak mampu dalam hal ekonomi, terpaksa membiarkan

anaknya untuk bekerja, entah sebagai pengemis, pemulung maupun sebagai

pengamen di jalan.

Diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh anak menjadi sering kita

saksikan di jalan, maupun di dalam suatu keluarga. Anak dituntut untuk mencari

kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang membuat anak tidak

mendapatkan akses-akses pendidikan, pelayanan, kesehatan, dan rasa kasih

sayang. Hal ini akan mengganggu perkembangan anak itu sendiri apabila sudah

dewasa nanti.

4

(16)

5

Peran orang tua yang seharusnya dapat memberikan penghidupan yang

layak bagi anak-anaknya tidak dapat terwujud. Karena faktor ekonomi yang

rendah itu pula yang mendorong orang tua untuk membiarkan anaknya bekerja.

Orang tua tidak peduli akan situasi dan kondisi anak, yang mana baginya

anak-anaknya dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga dan dapat menjalankan

kehidupan sehari-hari.

Jumlah anak Indonesia (0-18 tahun) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

pada tahun 2006 mencapai 79,8 juta anak. Mereka yang masuk kategori telantar

dan hampir telantar mencapai 17,6 juta atau 22,14%. Anak jalanan menurut

Kementerian Sosial termasuk anak telantar. Akan tetapi, peningkatan angka anak

jalanan ternyata tidak sejalan dengan angka kemiskinan versi BPS yang justru

terus berkurang. Pada tahun 2007, menurut BPS, jumlah orang miskin 37 juta,

turun menjadi 34,9 juta (2008), lalu 32 juta orang (2009).5

Ini menjadi sebuah problematika yang harus diselesaikan oleh pemerintah,

yang mana anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi

pemimpin dari bangsa ini. Bagaimana bangsa ini akan maju kedepan apabila

generasi mudanya atau anak-anak Indonesia harus selalu dieksploitasi secara

sosial-ekonomi dengan bekerja di usia dini. Anak yang seharusnya berada

5

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. “Jumlah Anak Jalanan Kian Meningkat.”

(17)

dibangku sekolah, ironisnya anak harus bekerja dan berada dijalan untuk

mengamen, mengemis, ataupun ikut bersama orang tuanya untuk meminta-minta.

Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi sangatlah diharapkan oleh

masyarakat, yang memiliki suatu kebijakan-kebijakan akan permasalahan ini,

akan tetapi sesuatu hal yang tidak mungkin apabila permasalahan ini hanya

menjadi fokus pemerintah saja yang mengambil peranan dalam menangani

permasalahan anak jalanan ini. Melihat angka anak-anak jalanan yang semakin

meningkat pesat pertahunnya. Permasalahan ini menjadi fokus kajian seluruh

elemen bangsa. Masyarakat dan peran LSM, sebagai lembaga yang

non-pemerintah diharapkan bisa membantu permasalahan ini dan mereduksi

permasalahan bangsa, melalui pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu

yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayan

menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan

sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan atau mempunyai

pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang

(18)

7

menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.6 Keberadaan LSM yang menangani permasalahan anak-anak jalanan.

Dalam hal pemberdayaan secara sosial dan keagamaan dapat membantu

memecahkan permasalahan anak-anak jalanan yang ada saat ini. Peranan LSM

yang notabennya adalah lembaga non-pemerintah sangatlah diharapkan oleh

masyarakat untuk permasalahan anak jalanan.

Dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan,

diharapkan anak-anak jalanan menjadi kreatif dan trampil dalam kehidupannya,

serta tidak lagi menjadi pengemis, pengamen dijalanan, juga memiliki perilaku

yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.

Dari latar belakang masalah di atas dilakukan penelitian dengan

mengambil judul: Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan

Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.

B. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dicari, ada beberapa

skripsi yang membahas terkait dari penelitian ini. Diantaranya adalah:

Pertama, penelitian yang berjudul Manajemen Rumah Singgah Dalam

Membina Anak Jalanan (Studi Rumah Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta

Timur.”,Skripsi ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, mahasiswa Manajemen Pendidikan

6

(19)

Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 2009. Berdasarkan kesimpulan menurut

penelitiannya, Rumah Singgah Akur Kurnia adalah sebuah lembaga yang

diselenggarakan untuk memberikan bantuan baik secara moril maupun materil

kepada anak-anak jalanan yang berada di sekitar rumah singgah Akur kurnia,

khususnya yang berada di sekitar pasar Induk Kramat Jati, dengan tujuan

anak-anak tersebut tidak lagi bekerja sebagai anak-anak jalanan. Rumah Singgah Akur

Kurnia memberi kesempatan kepada anak-anak jalanan agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan baik. Rumah Singgah ini merupakan salah satu program

yayasan Akur Kurnia dalam bidang pendidikan sosial. Dalam pelaksanaan

manajemen, Rumah Singgah Akur Kurnia menjalankan unsur-unsur perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan/motivasi, pembinaan, penilaian/evaluasi dan

pengembangan. Manajemen Rumah Singgah Akur Kurnia sudah berjalan cukup

baik, fungsi-fungsi yang ada sudah dapat terlaksana.

Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Program Pemberdayaan

Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama

V Duren Sawit Jakarta Timur, 2008. Skripsi ditulis oleh Roudhotunnajah,

mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.

Berdasarkan kesimpulan dari penelitiannya, pelaksanaan program pemberdayaan

yang dilakukan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V sebagai lembaga sosial

pengganti orang tua dalam menjalankan programnya yaitu pelayanan sosial yang

meliputi pembinaan mental, pendidikan, dan pelatihan keterampilan dan

(20)

9

mandiri untuk memperoleh masa depan yang cerah dan berguna bagi dirinya,

masyarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan anak jalanan,

panti memberikan program pemberdayaan salah satunya berupa pelatihan

ketrampilan di dalam pelaksanaannya meliputi, metode, proses serta hasil dari

pelaksanaan ketrampilan. Dengan program ketrampilan, anak-anak jalanan dapat

menyalurkan bakat dan kemampuan mereka melalui pelatihan-pelatihan, serta

mempunyai modal keilmuan di bidang keterampilan, dan mengubah untuk

memperoleh masa depan yang cerah, sehingga anak-anak terdorong untuk belajar

mandiri sesuai dengan kemampuannya.

Ketiga, penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak

Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di

Social Development Centre (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur, 2010. Skripsi

ditulis oleh Ahmad Hary Deni, mahasisiwa Pengembangan Masyarakat Islam

Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan penelitiannya,

anak-anak jalanan di panti Social Development Center diberikan berbagai macam

pelayanan sosial meliputi pembinaan mental, fisik, pelatihan keterampilan, dan

bimbingan sosial. Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui

keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuannya, juga

dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan

anak jalanan.

Keempat, penelitian yang berjudul Metode Bimbingan Islam Dalam

(21)

Jakarta Selatan,2007.” Skripsi ditulis oleh Lisa Nurcahyani, mahasiswa Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan metode bimbingan islam

digunakan sebagai metode untuk mengembangkan kreativitas anak jalanan,

dengan menggunakan metode individual, ceramah, tanya jawab, dan

mengamalkan nilai-nilai agama sebagai metode untuk memotifasi perkembangan

kreativitas anak.

Melihat tinjauan literatur yang ada diatas, memang ada kesamaan pada

penelitian ini, akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada

penelitian ini. Penelitian yang ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, membahas masalah

Manajemen Rumah Singgah Dalam Membina Anak Jalanan (Studi Rumah

Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta Timur). Penelitian E.Sri Nurhilmi

mencoba melihat manajemen rumah singgah Akur Kurnia dengan menggunakan

analisis manajemen.

Penelitian yang ditulis oleh Roudhatunnajah, membahas masalah

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di

Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V Duren Sawit Jakarta Timur. Panti

sosial ini merupakan panti sosial yang dibuat oleh pemerintah Kementrian

Kesejahteraan Sosial bukan lembaga non-pemerintah atau LSM,

program-program dari panti ini memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi anak

jalanan.

Lalu penelitian yang ditulis oleh Ahmad Hary Deni, yang membahas

(22)

11

Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center

(SDC) Bambu Apus Jakarta Timur. Social Development Center merupakan

lembaga yang dibuat pemerintah khususnya Kementerian Sosial bukan lembaga

non-pemerintah. Adapun program-program yang diberikan adalah pelatihan

keterampilan otomotif bagi anak jalanan.

Penelitian yang ditulis oleh Lisa Nurcahyani, membahas masalah Metode

Bimbingan Islam Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan

Bina Anak Pertiwi, Jakarta Selatan. Metode bimbingan islam dijadikan motivasi

dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan.

Adapun persamaan dalam penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu

anak jalanan, tetapi ada beberapa perbedaan pada penelitian ini, penelitian yang

ditulis Roudhatunnajah dan Ahmad Hary Deni merupakan lembaga yang dibentuk

oleh pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan, sedangkan studi-studi

diatas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Adapun perbedaannya penelitian

ini merupakan LSM lembaga non-pemerintah lembaga yang independent, suatu

hal yang menjadi perbedaan dalam penelitian sebelumnya.

Dalam penelitian E. Sri Nurhilmi mencoba melihat manajemen rumah

singgah Akur Kurnia dengan menggunakan analisis manajemen dalam menangani

anak jalanan. Lalu dalam penelitian Lisa Nurcahyani metode bimbingan islam

dijadikan motivasi dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan. Sedangkan

dalam penelitian yang diteliti membahas pemberdayaan anak jalanan yang

(23)

pendidikan, pendidikan keagamaan, dan kesenian yang menjadikan perbedaan

dalam penelitian sebelumnya. Lalu kenapa LSM HUMUS perlu di angkat dalam

penelitian, karena LSM HUMUS dibentuk oleh alumni mahasisiwa Sosiologi

Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para pengajarnya juga alumni

mahasisiwa Sosiologi Agama, yang berkontribusi penting bagi pemberdayaan

anak jalanan. Melihat keberadaan para alumni Sosiologi Agama, menjadi menarik

apabila dilakukan sebuah penelitian.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas agar mendapatkan pembahasan yang

spesifik, sistematis, dan jelas, oleh karena itu dicoba untuk membatasi masalah

dalam penelitian ini. Bagaimana peranan yang dilakukan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan melalui

program-program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, pendidikan keagamaan,

dan kesenian.

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di

wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?

2. Apa sajakah program-program LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak

jalanan di wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?

(24)

13

4. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam program

pemberdayaan anak jalanan di LSM HUMUS ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan peneliti ini adalah:

1. Untuk menjelaskan peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan

di wilayah pasar proyek Bekasi Timur.

2. Untuk mengemukakan program-program yang di lakukan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah

Pasar Proyek Bekasi Timur.

3. Untuk mengetahui respons dari anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi

Timur dalam pemberdayaan.

4. Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan

program pemberdayaan.

5. Peneliti juga ingin memberikan kontribusi berupa saran-saran yang dapat

membangun LSM HUMUS lebih baik kedepannya.

Manfaat penelitian ini adalah:

1. dapat memberikan gambaran kepada masyarakat, betapa pentingnya peranan

LSM, dalam membantu pemasalahan anak jalanan. Untuk itu bagaimana

pemerintah dan elemen masyarakat dapat bersinergi dalam meminimalisasi

(25)

terciptanya masyarakat yang adil serta tidak ada lagi ketimpangan sosial di

masyarakat.

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif, yaitu

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif

adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental

bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri

dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

peristiwanya.7 Dengan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian

secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah

tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau

menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.8 Adapun pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus, yang

7

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi(Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006), h. 92.

8

(26)

15

mana penelitian yang dilakukakan dilapangan dengan terjun langsung ke

objek penelitian guna mendapatkan data-data pokok dari informan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data lapangan, dalam penelitian ini menggunakan

metode sebagai berikut:

a. Observasi

Menurut S. Margono, observasi diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat

terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat

pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana, dan dapat

dilakukan tanpa menghabiskan biaya. Namun demikian, dalam melakukan

observasi peneliti dituntut memiliki keahlian dan penguasaan kompetensi

tertentu.9Dalam penelitian ini menggunakan observasi langsung yaitu dengan mengamati, meneliti, menyaksikan kejadian langsung bersama objek yang

akan diselidiki atau yang akan diamati.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal

dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam

kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana

9

(27)

keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka

masing-masing. Wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama

dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewe).10 Teknik wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian.

Wawancara (interview)dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk

mendapatkan informasi (data) dari respondendengan cara bertanya lengsung

secara tatap muka (face to face)11. Jadi didalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara secara langsung dengan informan guna

mendapatkan informasi yang dibutuhkan.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman

wawancara, alat-alat tulis, buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar

wawancara menjadi terarah dan tepat, serta alat-alat tulis dan buku catatan

digunakan untuk mencatat berbagai hal yang penting dalam penelitian ini.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini data dikategorikan kedalam dua jenis, yaitu: data

primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang

10

Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi,h. 179. 11

(28)

17

diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan dan observasi. Sampel

yang diambil yaitu, enam orang pengurus, tiga orang anak jalanan, dan tiga

orang masyarakat, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh

melalui kepustakaan, seperti buku-buku, koran, dan internet yang

berhubungan dengan penelitian ini.

5. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2010 sampai dengan

bulan Januari 2011. Adapun tempat penelitian di LSM HUMUS di wilayah

Pasar Proyek Bekasi Timur.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dengan cara mengumpulkan data-data dari hasil

observasi, wawancara langsung, yang direduksi membentuk suatu kesimpulan

atau penyajian data informasi dari data yang ada, diambil berdasarkan dari

hasil pemahaman dan pengertian, yang menghasilkan suatu interpretasi

gejala-gejala, fakta-fakta secara sistematis dan akurat, sehingga membentuk sebuah

(29)

G. Sistematika Penulisan

Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah,

tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian,

tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah kajian teori yang terdiri dari, teori peran dan status: peranan

sosial, kedudukan (status sosial), hubungan peranan sosial dan status sosial,

jenis-jenis peranan sosial, lembaga swadaya masyarakat di Indonesia, pemberdayaan:

pengertian pemberdayaan, strategi pemberdayaan, prinsip pemberdayaan, anak

jalanan: definisi anak jalanan, faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan.

Bab ketiga adalah gambaran umum LSM HUMUS yang terdiri dari, sejarah

berdiri, visi, misi, dan struktur organisasi, kondisi sosial, budaya, dan ekonomi

anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Bab keempat adalah temuan

hasil penelitian yang terdiri dari, Peran dan status aktivis LSM HUMUS,

kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan, respons anak jalanan dan orang

tua terhadap program pemberdayaan LSM HUMUS, faktor pendukung dan

penghambat dalam program pemberdayaan LSM HUMUS. Bab kelima adalah

(30)

19 BAB II KAJIAN TEORI

A. Teori Peran dan Status

1. Peranan Sosial

William Shakespeare mengemukakan “All the world’s a stage, and all the man and women merely players, they have their exits and their entrances,

and one man in his time plays many parts (Seluruh dunia merupakan suatu

pentas, dan semua laki-laki dan perempuan hanyalah pemain, mereka keluar

masuk, dan pada gilirannya seseorang memainkan banyak peran).1 Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat

harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial

tertentu.2

Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1.

Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban

dari pemegang peran. 2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang

1

James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 95.

2

(31)

peran terhadap “masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.3

Arti penting sosiologis dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa

yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat

menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk

sesuatu yang dinamakan masyarakat.4

Istilah peranan merupakan istilah dalam persandiwaraan atau lakon

yang dimainkan oleh seseorang. Di dalam ilmu sosiologi peranan ini

dimasukkan ke dalam panggung masyarakat yang diberi isi dan fungsi baru,

yaitu peranan sosial. Istilah “peranan’ menunjukkan bahwa masyarakat

mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat

adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari

bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota

masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi

peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.5

Peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial

masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu. Peranan

3

David Berry,Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101. 4

James M. Henselin,Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, h. 95. 5

(32)

21

sosial dijalankan untuk kepentingan bersama di masyarakat agar tercipta

tatanan kehidupan yang baik.6

Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan

pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Ini berarti bahwa

keseluruhan itu hanya dapat bekerja baik, apabila bagian-bagian berfungsi

dengan baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama

mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa

kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.

Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya

dan bagian-bagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu

tak lain adalah kelompok-kelompok sosial atau lembaga-lembaga sosial.

Lembaga-lembaga sosial inilah yang mengemban tugas bagian yang disebut

fungsi sosial. Dalam pengertian ini fungsi sosial mempunyai arti yang sama

dengan peranan sosial. Fungsi sosial ialah pengaruh khas yang diberikan

seseorang atau lembaga sosial terhadap seluruh masyarakat.7

Fungsi sosial yang dijalankan oleh seseorang maupun institusi-intitusi

sosial, merupakan tugas sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Di dalam peranan sosial terdapat kewajiban atau tanggung jawab

6

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 178. 7

(33)

yang harus dijalankan oleh seseorang maupun institusi sosial. Kewajiban dan

tanggung jawab ini disebut dengan jabatan atau tugas.8

Ditinjau dari orang atau institusi yang menerima jabatan, maka jabatan

dapat dipandang sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jika ditinjau dari

instansi yang menyerahkan, jabatan dapat dipandang sebagai suatuwewenang.

Contoh, seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu

mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat

diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si

pemangku menerima tugas itu dari instansi yang berwenang melalui surat

(dan upacara) pengangkatan.9

Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan

dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan

keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk

menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang

mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau

membimbing orang banyak.10

Di dalam peranan sosial para pelaku peranan sosial diharapkan

memiliki penjiwaan yang sangat kuat dalam memainkan peranannya, suatu

gaya khas atau gaya fungsional. Seperti yang diungkapkan oleh Kingsley

8

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 179. 9

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 179. 10

(34)

23

Davis mendefinisikan peranan sosial sebagai suatu gaya seseorang dalam

melaksanakan kedudukannya secara nyata.11 Sebagai contoh seorang guru yang sedang berada di rumah bersama istri dan anaknya diharapkan

memainkan peranannya sebagai ayah yang menyenagkan, berbeda halnya

apabila dia sudah berada di sekolah dia harus menjadi guru yang mengajar

secara formal, tegas dan berwibawa.

2. Kedudukan (Status Sosial)

Kedudukan (status) seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial

(social status).Kedudukanadalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam

suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok

tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan

kelompok-kelompok lain di dalam kelompok-kelompok yang lebih besar lagi.12

Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum

dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan

pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Dengan

demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan

kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tapi

kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang tadi dalam

kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan pengertian yang

11

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 181. 12

(35)

mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam pengertian yang sama,

yaitu kedudukan (status).13

Kedudukan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Kedudukan Resmi (Formal Status)

Kedudukan resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

satuan sosio-budaya yang resmi. Dengan kata lain, kedudukan itu diakui resmi

oleh lingkungan masyarakat itu.14

2) Kedudukan Tak Resmi (Informal Status)

Kedudukan tak resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam

lingkungan sosio-budaya yang tak resmi. Orang yang bersangkutan diterima

umum berdasarkan kaidah-kaidah serta nilai-nilai sosial yang berlaku dalam

lingkungan kultural itu. Dalam penerimaan itu tidak ada upacara dan

pengangkatan resmi.15

Oleh karena itu kedudukan merupakan tempat orang berdiri di dalam

suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini seseorang telah mengikuti pola

kehidupan di masyarakat atau telah menjadi anggota kelompok masyarakat

13

J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,edisi ke 2, h. 156. 14

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 103-104. 15

(36)

25

tetentu. Sebagai contoh si A sebagai warga masyarakat, disamping itu si A

menjadi guru, suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya.16

Para ahli sosiologi juga membedakan status yang diperoleh atas usaha

sendiri dan status yang diperoleh karena faktor bawaan, yang pertama disebut

achieved status, dan yang kedua dinamakanascribed status.

Achived statusdiperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan

atas usaha sendiri. Misalnya si A seorang anak petani. Berkat ketekunan

dalam pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi ia berhasil

menjadi seorang insinyur. Pada pembentukan kabinet baru kepala negara

membutuhkan seorang insinyur untuk menduduki kursi kementerian. Insinyur

A tadi diangkat menjadi menteri; misalnya menteri pertambangan karena ia

memiliki diploma pertambangan. Dari pengamatan kasar mengenai sekian

banyak kedudukan sosial di tengah masyarakat dapat disimpulkan bahwa

sebagian besar kedudukan diperoleh melalui perjuangan orang yang

bersangkutan, baik melewati kursus atau latihan untuk mengembangkan

bakat, maupun lewat sistem pendidikan, entah pendidikan formal, entah

informal.17

Ascribed status diperoleh orang tanpa usaha sendiri. Seorang sultan,

misalnya Hamengku Buana IX, dapat menduduki jabatan sultan bukan

16

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 103-104. 17

(37)

semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan. Beliau

sebagai putra Hamengku Buana VIII adalah ahli waris yang berhak

menduduki kursi kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.18

3. Hubungan Peranan Sosial Dan Status Sosial

Peranan sosial sebagai konsep menunjukkan apa yang dilakukan

seseorang, sedang status sosial sebagai konsep menjelaskan apa ada itu.

Dengan kata lain, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan

fungsi (tugas) seseorang, dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata

dilakukan seseorang. Status sosial sebagai konsep dibentuk oleh masyarakat

atas dasar sistem nilai budaya yang dimiliki masyarakat itu. Seseorang

“tempat untuk duduk” di masyarakat, yang tinggi rendahnya ditentukan oleh

masyarakat berdasarkan sejumlah kriteria nilai sosio-budaya.19

Walaupun peranan sosial bukan status sosial, ternyata peranan sosial

memberikan pengaruh dominan terhadap masyarakat dalam menentukan “di

mana” seseorang harus “didudukan” dalam tangga masyarakat. Dengan kata

lain, peranan turut menentukan status; peranan dapat mengubah status, lebih

tinggi maupun rendah. Peranan dijadikan pengukur keberhasilan seseorang

dalam status yang ditempatinya. Sebaliknya, status sosial juga memberikan

18

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 105. 19

(38)

27

pengaruh yang menetukan pada peranan sosial. Status tertentu memberikan

warna dan rasa tertentu pada peranan (tugas) yang dilaksanakan.20

4. Jenis-Jenis Peranan Sosial

Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi

menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang

yang diambil. Dibawah ini akan ditampilkan sejumlah jenis peranan sosial.

a. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang Disesuaikan

(Actual Roles)

Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan

secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini

antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.

Peranan-peranan ini merupakan peranan yang tidak dapat ditawar, harus

dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Disamping peranan tersebut,

terdapat peranan lain yang pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan

dengan situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus

disesuaikan. Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan.21

20

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 183. 21

(39)

b. Peranan Kunci (Key Roles)

Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Dengan

kata-kata nonteknis, peranan utama timbul dari kedudukan utama. Seseorang

yang menempati kedudukan utama akan memainkan peranan utama.

Dalam bahasa populis status kunci sering dikatakan kedudukan “penting”

dan peranan kunci dikatakan peranan “penting atau tugas “penting”, yang

dimaksud dengan kedudukan kunci ialah kedudukan yang sedemikian

rupa, sehingga kedudukan lain harus mengalah terhadapnya. Kalau

ditinjau dari orangnya, kedudukan kunci merupakan kedudukan yang

memainkan pengaruh terbesar atas pembentukan pribadi lahir dan batin

pemegang status.22

c. Peranan Golongan dan Peranan Bagian

Dari pengamatan di atas kita dapat membedakan dua macam

peranan, yaitu peranan kelompok dan peranan individual atau peranan

golongan dan peranan bagian. Peranan golongan mengandung arti yang

sama dengan peranan kelompok, juga dengan peranan kategorial, dan

peranan instansional, karena orang-orang yang mempunyai cirri yang

sama- dalam hal ini ialah peranan yang sama mewujudkan kategori sosial.

Misalnya seorang yang menjadi guru, sesungguhnya ia memasuki suatu

kategori warga masyarakat yang mengemban peranan pendidikan. Fungsi

22

(40)

29

pendidikan ini merupakan suatu cabang besar dari fungsi masyarakat

umum secara struktural dan fungsional sesungguhnya fungsi pendidikan

seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan milik satu golongan,

yakni golongan orang yang menempati status pendidikan. Peranan itulah

yang secara teknis disebutperanan golongan.23

Peranan pendidikan diakui oleh masyarakat sebagi milik suatu

kategori, atas suatu instansi. Peranan kategorial atau institusional itu terdiri

atas bagian-bagian, yang tidak sedikit jumlahnya. Individu yang bekerja

sebagai guru, dosen, rektor, dekan siswa, mahasiswa, tata usaha pegawai suatu

sekolah dan lain sebagainya, menjalankan peranan bagian (subrole), yakni

bagian dari peranan pendidikan, yang merupakan peranan kategorial atau

peranan instansional.24

B. Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia

Sebelum dikenal luas dengan nama LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat), jauh sebelum itu, telah dikenal istilah Ornop (Organisasi Non

Pemerintah). Istilah Ornop yang muncul sekitar awal 1970-an, digunakan sebagai

terjemahan NGO (Non Government Organization) dalam lingkungan

internasional.25

23

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 189. 24

Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 190. 25

(41)

Akan tetapi, ada kritik terhadap pengertian Ornop, ia dianggap terlalu luas

karena mencakup sektor swasta (bisnis) dan organisasi kemasyarakatan lain yang

tentunya juga bersifat non-pemerintah. Richard Holloway misalnya, menganggap

istilah NGO yang kemudian di Indonesia dikenal dengan Ornop terlalu luas dan

artinya bisa juga berlaku bagi organisasi lain yang bukan bagian dari pemerintah.

Demikian pula kategorisasinya mengenai pemerintah. Demikian pula

sub-kategorinya mengenai NGO yang sangat teknis. Meskipun Holloway benar,

bahwa NGO adalah salah satu bagian dari civil society. Namun demikian, istilah

Ornop dan NGO sudah dengan sendirinya menunjukan identitas yang berbeda.

Dia dibentuk oleh sejarah pada 1950-1960 hingga sekarang, sehingga agak sulit

menyamakannya dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain, organisasi

sosial/ karitatif (orsos), organisasi bisnis/swasta, ataupun organisasi keagamaan.26 Pada awal berdirinya sekitar tahun 1970-an , kebanyakan LSM yang

muncul merupakan bagian dari diskursus kritik terhadap developmentalisme

pemerintahan Orde Baru. Beberapa di antara mereka adalah, Bina Swadaya yang

didirikan oleh Bambang Ismawan dan kawan-kawan pada 1967; LBH (Lembaga

Bantuan Hukum, 1970) oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan; LP3ES

(Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,1971) oleh

Nono Anwar Makarim, Ismi Hadad, dan lain-lain; YLK (Yayasan Lembaga

Konsumen, 1973) oleh Permadi dan kawan-kawan; YIS (Yayasan Indonesia

Sejahtera, 1974) oleh Lukas Hendrata dan Soetrisno KH; Sekretariat Bina Desa

26

(42)

31

(1975) oleh Bambang Ismawan ,George J. Aditjondro dan lain-lain; LSP

(Lembaga Studi Pembangunan, 1976) oleh Adi Sasono dan kawan-kawan;

WALHI (1980) oleh Emil Salim, Erna Witoelar dan lain-lain. Kesemuanya

mencerminkan satu generasi awal kalangan aktivitas Ornop pasca Orde Lama,

yang banyak diantaranya justeru ikut melahirkan Orde Baru.27

Usaha-usaha untuk memadukan pembangunan ekonomi dengan

peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas sesungguhnya sudah mulai

dilakukan pada awal tahun 1970-an bersamaan dengan kemunculan

organisasi-organisasi non-pemerintah (Ornop) atau dikenal juga dengan nama Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Kalangan LSM ini, dalam beberapa segi, mengisi

salah satu aspek pembangunan yang kurang memperoleh perhatian dari

pemerintah, yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pemerataan dan

dalam skala mikro untuk masyarakat pedesaan dan kelompok masyarakat

miskin.28

Keberadaan LSM yang sifatnya lembaga non-pemerintah sangat

membantu untuk menciptakan pembangunan nasional, agar terciptanya

kesejahteraan sosial di masyarakat, yang mana pada era Orde Baru banyak sekali

ketimpangan-ketimpangan sosial di masyarakat yang terjadi. Kehadiran dari LSM

menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang mengalami kesakitan atau

masyarakat yang termajinalkan oleh sistem pemerintah. LSM yang hadir di

27

Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 24. 28

(43)

tengah masyarakat memberikan advokasi, pendampingan sosial, maupun

pemberdayaan bagi masyarakat miskin, dalam berbagai aspek kehidupan seperti,

sosial, ekonomi, budaya, dan agama.

Lembaga-lembaga pemerintah yang ada, dianggap sudah tidak lagi pro

kepada masyarakat. Pada tahun 1990-an LSM dan gerakan mahasiswa saling

bersinergi untuk mengkritisi pemerintahan yang otoriter pada saat itu. Sehingga

muncul gerakan-gerakan mahasiswa yang dimotori para aktivis mahasiswa yang

bersinergi dengan para LSM. Pemerintahan yang pada dekade ini dinilai sangat

arogan, otoriter, dan terbungkamnya nilai-nilai demokrasi (democration values).

Pada dekade ini tercatat pula semakin menguatnya peranan LSM dalam

pembangunan dan pengembangan masyarakat, yang dapat berkontribusi guna

tumbuhnya akses pembangunan terhadap masyarakat miskin dan rakyat kecil,

yang merupakan isu dari LSM adalah untuk mengentasan kemiskinan, perbaikan

nasib buruh, dan kesejahteraan sosial.29

Pada masa reformasi tampak jelas antara LSM dan aktivis kampus yang

memperjuangkan nasib rakyat, sehingga tumbangnya rezim Orde Baru.

Tumbangnya rezim Orde Baru yang berganti masa reformasi, sehingga

menjamurnya atau tumbuh LSM-LSM dengan berbagai visi dan misi yang

beragam dalam perjuangan dan aktifitasnya. Dengan tema besar yang di usung

29

(44)

33

para LSM yaitu, pengentasan kemiskinan, nasib para buruh, nasib rakyat jelata,

agar terciptanya kesejahteraan sosial di negara Indonesia.30

Pada umumnya, LSM generasi terakhir ini bertujuan untuk melakukan

reorientasi dan rekonstruksi model dan arah bangsa yang dimulai dengan pemilu

pada tahun 1999 sebagai momentumnya. Menurut Arief Budiman kelahiran LSM

pada saat itu dapat dikatakan sebagai simbol bangkitnya kekuatan masyarakat atas

negara yang sedang melemah. Pada periode itu pula, jumlah dan aktifitas LSM

semakin tidak dapat terkontrol dan terdeteksi ditambah dengan banyaknya LSM

yang didirikan secara mendadak untuk sebuah proyek tertentu baik proyek yang

datangnya dari pemerintah, pengusaha ataupun bantuan asing.31

David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran

perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang

dipillihnya. Generasi pertama mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam

mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha

untuk memenuhi sesuatu yang kurang dalam masyarakat, misalnya kebutuhan

akan kesehatan, makanan, pendidikan, dan sebagainya. Generasi ini disebutnya

sebagai relief and welfare. LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada

kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial,

seperti anak yatim piatu, penderita cacat, orang lanjut usia dan sebagainya.32

30

Rusmin Tumanggor, dkk.,Potret LSM Di Jakarta, h. 31. 31

Rusmin Tumanggor, dkk.,Potret LSM Di Jakarta, h. 31. 32

(45)

Generasi kedua memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat

mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka

sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku langsung, tetapi sebagai

penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada proyek-proyek pengembangan

masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small scale, self reliance local

development.33

Generasi ketiga memiliki pandangan yang lebih jauh lagi. Keadaan di

tingkat lokal dilihat sebagai akibat saja dari masalah regional atau nasional.

Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik

pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa

dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yang

tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dengan otokritiknya atas LSM generasi

sebelumnya sebagai pengrajin sosial. LSM generasi ini disebut sebagai

sustainable system development.34

Generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari gerakan

masyarakat, dan disebut sebagaipeople movement. Generasi ini berusaha agar ada

transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan

yang mempengaruhi kehidupan. Visi dasarnya adalah cita-cita terciptanya dunia

33

Zaim Saidi,Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6. 34

(46)

35

baru yang lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan semua penduduk dunia.

Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstuktur.35 Peranan LSM sebagai lembaga yang independent sangat membantu

menciptakan pembangunan sosial di masyarakat. Lembaga yang membantu

kinerja dari pemerintah, agar terciptanya kesejahteraan rakyat. Ini menjadi hal

positif yang harus didukung dari keberadaan-keberadaan LSM di Indonesia.

Dalam hal ini peranan LSM dalam hal pemberdayaan terhadap anak

jalanan. Anak jalanan yang kurang mampu sangatlah diharapkan untuk

diberdayakan, pada saat ini angka anak jalanan semakin meningkat pesat dan

sering terjadinya kekerasan, serta diskriminasi terhadap anak jalanan, akan

penting sekali apabila semua elemen bangsa bersinergi untuk menangani

permasalahan ini.

Keberadaan LSM yang konsen menangani masalah anak jalanan menjadi

sebuah solusi penting, ketika pemerintah belum mampu menyelesaikan

permasalahan anak jalanan ini. Permasalahan anak jalanan butuh sinergi dari

kelompok-kelompok dan setiap elemen-elemen yang ada di masyarakat di dalam

menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Pemerintah bersama-sama LSM dan

peran serta masyarakat diharapkan dapat menyelesaikan masalah anak jalanan.

LSM dengan program-program pemberdayaan (empowerment) terhadap

anak jalanan telah banyak membantu anak jalanan keluar dari ligkaran setan atau

mata rantai dari kemiskinan maupun kebodohan. Peranan dari LSM yang

35

(47)

memberikan pelatihan pendidikan, keterampilan diharapkan mampu memberikan

manfaat bagi anak jalanan agar mereka dapat tumbuh hidup menjadi manusia

yang berguna di masa depan.

C. Pemberdayaan

1. Pengertian Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi

cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan

mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang

mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya.36

Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan,

pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas

mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi

serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.37

Menurut beberapa ahli pemberdayaan dapat diartikan. Sebagai contoh,

Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada

36

Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 58-59. 37

(48)

37

intinya, ditunjukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil

keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan

diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam

melakukan tindakan. Hal ini dilakuakan melalui peningkatan kemampuan dan

rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer

daya dari lingkungannya.38

Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai

pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun

komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang

harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia

hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam

membentuk hari depannya.39

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.

Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat

kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk

individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh

sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan

atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan

38

Isbandi Rukminto Adi,Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial(Jakarta: Fakultas Ekonomi-UI, 2002), h. 163.

39

(49)

hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki

kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata

pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam

melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai

tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan

sebagai sebuah proses.40

Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang

dirugikan (the disadvantaged).41 Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat lemah atau masyarakat miskin. Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat

agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Menciptakan kesejahteraan sosial

pada tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat miskin perlu diberdayakan

agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat memenuhi

kehidupannya sendiri.

Dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan

(empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran,

kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan

memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di

masyarakat.

40

Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,h. 59-60.

41

(50)

39

2. Strategi Pemberdayaan

Dalam hal melakukan pemberdayaan (empowerment) terdapat

beberapa strategi pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan

dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi

dalam pemberdayaan ini. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayan dapat

dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):

mikro, mezzo, dan makro.

a. Aras Mikro adalah pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu

melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention,

dengan tujuan utamanya, yaitu membimbing atau melatih klien dalam

menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Strategi ini sering disebut sebagai

pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).

b. Aras Mezzo adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok

klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai

media intervensi. Adapun pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,

biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki

kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

c. Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem

besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada

(51)

perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,lobbying,

pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. strategi sistem besar ini,

memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk

memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta

menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.42

Pemberdayaan yang diberikan diharapkan mampu membantu

permasalahan anak jalanan yang ada saat ini, melalui program-program

pemberdayan yang dilakukan LSM diharapkan dapat meminimalisasi angka

anak jalanan. Anak-anak jalanan harus mendapatkan pendidikan yang layak,

mendapatkan hak-haknya agar anak mendapatkan pengetahuan untuk di masa

depan. Meningkatkan kesadaran bagi anak-anak jalanan betapa pentingnya

pendidikan yang berguna untuk masa depan, serta dapat aktif dalam

kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat, dimana tidak lagi mencari uang guna memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarganya.

3. Prinsip Pemberdayaan

Di dalam pemberdayaan (empowerment) terdapat prinsip-prinsip

pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan baik dan tepat

sasaran. Adapun prinsip pemberdayaan menurut pekerja sosial, sebagai

berikut:

a. Pemberdayaan merupakan proses kolaboratif, dimana pekerja sosial dan

42

(52)

41

masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.

b. Di dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi aktor atau subjek yang

kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber, serta

kesempatan-kesempatan yang ada.

c. Masyarakat harus melihat dirinya sendiri sebagai agen penting yang dapat

mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.

d. Kompetensi diperoleh dari pengalaman yang memberikan perasaan mampu

pada masyarakat.

e. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan

menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada

situasi masalah tersebut.

f. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang

penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta

kemampuan mengendalikan seseorang.

g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaannya sendiri, yaitu:

tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.

h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena

pengetahuan dapat memobilisasi atau menggerakkan, agar terciptanya

sebuah perubahan sosial.

i. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan

untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.

(53)

permasalahan selalu memiliki beragam solusi.

k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan

ekonomi secara pararel.43

D. Anak Jalanan

1. Definisi Anak Jalanan

Memang definisi anak jalanan belum memiliki spesifikasi yang tepat.

Di dalam masyarakat kita anak jalanan di definisikan anak yang mencari

nafkah atau mencari ekonomi di jalan, entah sebagai pengamen, pengemis,

pemulung, pedagang asongan maupun lain-lain. Setiap negara memiliki

definisi yang berbeda tentang anak jalanan. Sehingga pembatasan definisi

anak jalanan belum ditetapkan.

Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui

definisi anak jalanan. Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan

adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari

nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are

those who have abandoned their homes, school and immediate communities

before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street

life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah enam belas tahun

43

(54)

43

yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat

terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).44 Sedangkan menurut Tata Sudrajat, anak jalanan dapat dikelompokan

menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :

Pertama,Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan

tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,

anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,

kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau

tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the

street).Ketiga,anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok

ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be

street children).45

Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak

jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya

(children of the street). Anak jalanan tinggal 24 jam di jalanan dan

menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan

antar keluarganya sudah terputus, karena anak jalanan ini disebabkan oleh

44

ArmaiArief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 dari http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.

45

(55)

faktor sosial psikologis keluarganya yang mengalami kekerasan, penolakan,

penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak jalanan tidak mau

kembali ke rumah, kehidupan di jalan dan solidaritas sesama temannya telah

menjadi ikatan bersama.

b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Anak

jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street), yang

seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur

kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya anak jalanan ini bekerja

dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,

tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggalnya di lingkungan

kumuh bersama dengan saudara atau teman-tema

Gambar

GAMBARAN UMUM LSM HUMUS

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya terdapat hubungan yang sangat signifikan (p<0,01) antara komunikator, pesan, saluran dengan pemberdayaan masyarakat dan citra perusahaan.. Published by Pusat

Adanya pengaruh internet memberikan dampak yang positif bagi masyarakat Desa Jamprong, namun disisi lain adanya internet juga membawa banyak penyimpangan sosial pada

Penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2009) mengenai Kebijakan Tax Planning untuk menyesuaikan Pendapatan dan Beban Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT Sofara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendistribusian laba pada perusahaan yang menerapkan akuntansi syariah telah mendistribusikan labanya tidak hanya kepada pemilik modal saja,

Data yang dibutuhkan menguji hipotesis 2 untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi penawaran keranjang anyaman bambu di Kelurahan Jati Utomo adalah harga beli

Dari hasil pengujian hipotesis, penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh good corporate governance yang diproksi dengan kepemilikan institusional dan dewan

Dari sudut pandang akuntansi hal ini cukup melihat penghasilan berdasarkan laporan laba-rugi secara konvensional, disisi lain, untuk mencerminkan penghasilan ekonomi,

Advá Mendes Silva –