Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh: Andri Prakarsa NIM. 106032201086
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
meningkatnya angka anak jalanan saat ini, khususnya di wilayah Bekasi. Banyak anak jalanan dalam mencari kebutuhan ekonomi, menjadi seorang pengamen, pengemis, pemulung, pedagang asongan. Pemerintah memiliki regulasi terhadap nasib para pekerja anak, tetapi pemerintah belum sanggup menangani permasalahan anak jalanan. Oleh karena itu diperlukan sinergi antara pemerintah dan masyarakat maupun LSM dalam memecahkan permasalahan anak jalanan.
Melihat permasalahan anak jalanan yang semakin meningkat, untuk itu peran serta masyarakat dan LSM diharapkan dapat mereduksi angka anak jalanan melalui program-program pemberdayaan bagi anak jalanan, lalu bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur, apa saja program-program dalam pemberdayaan anak jalanan, bagaimana respons anak jalanan terhadap pemberdayaan, dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam program pemberdayaan.
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, di mana peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan, melihat, mengamati keadaan sosial masyarakat, anak-anak jalanan Komunitas Pinggir Kali Pasar Proyek, Bekasi Timur dan LSM HUMUS. Objek penelitian yang diteliti adalah LSM HUMUS, anak-anak jalanan dan masyarakat sekitar.
LSM HUMUS merupakan salah satu LSM yang konsen terhadap anak jalanan di wilayah Bekasi Timur, aktif dalam hal pemberdayaan dalam bidang pendidikan. Di dalam pemberdayaan LSM HUMUS menjalankan program-program pendidikan, seperti pendidikan anak usia dini (PAUD), bimbingan belajar, pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C, pendidikan keagamaan, beasiswa sekolah formal, konseling anak dan keluarga, dan kesenian.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, serta tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad Saw dan keluarganya serta para sahabatnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran LSM HUMUS Dalam
Pemberdayaan Anak Jalanan Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.” Skripsi ini tidak akan bisa rampung tanpa bantuan, bimbingan, arahan,
dukungan dan kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku Kepala Jurusan Program Studi Sosiologi dan
Ibu Dra. Joharotul Jamilah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran,
kritik dan saran-saran yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi
ini.
5. Bapak Muhammad Ismail, S.Ag yang telah memberi jalan dalam penulisan
iii
apabila berada di kediaman kita sendiri. Penulis sangat berterima kasih kepada
Bapak Suhandi dan Ibu Suyahmi atas segala kepercayaan, pendidikan,
semangat, kesabaran pengorbanan dan segala doa yang mereka panjatkan
untuk penulis, agar penulis sukses dan berhasil dalam penulisan skripsi ini
dengan nilai yang baik. Terimakasih untuk kakak dan adikku, Andhi Sastra
Wiguna, SE dan keluarga dan Muhammad Irsan Zani, yang telah mengisi
hari-hari dalam kebersamaan di dalam keluarga.
7. Sahabat-sahabatku M. Tri Panca yang telah memberikan warna dalam hidupku
sejak SMA sampai saat ini. Empat Serangkai Irvan Matondang, Muhammad
Ayub, Ghundar Muhammad al-Hasan, yang telah menjadi sahabat terbaik,
kebersamaan kita akan terus terkenang kawan. Teman-teman sosiologi 2006
lainnya Ovar yang selalu rela kosannya disinggahi, Nana, Erfan, Fina,
Azharina, Rahmi, Betty, Rizkiyah, Dijah, Budiman, Pebri, Hajuri, Fyan, Fajar,
Fuad, Hamidah, Syofah, Yandi, yang selalu memberikan kejengkelan dan
keceriaan di dalam maupun di luar kelas. Semua ini akan terkenang teman,
serta teman satu almamater sosiologi 2004, 2005, 2007.
8. Kakak-kakak pengurus LSM HUMUS, Ka Adi Hermawan, Ka Suci Utami,
Ka Ali, Ka Haryani, Ka arifin, Ka Doni, Eva dan Devi, yang telah menerima
iv
9. Semua pihak yang telah membentu dalam penyelesaiaan skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis sadari tidak ada sesuatu yang sempurna kecuali Allah Swt. Begitu
pula dengan skripsi ini, karena itu saran dan kritik dari para pembaca untuk
perbaikan di masa mendatang sangat penulis harapkan.
Bekasi, 12 Mei 2011
v
KATA PENGANTAR……… ii
DAFTAR ISI……… iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Tinjauan Pustaka ……….. ……… 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ….………..… 12
D. Pertanyaan Penelitian……… 12
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 13
F. Metodologi Penelitian ……… 14
1. Jenis Penelitian ………... 14
2. Teknik Pengumpulan Data ………. 15
3. Instrumen Pengumpulan Data ……… 16
4. Sumber Data ……… 16
5. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 17
6. Pengolahan dan Analisi Data ……….. 17
G. Sistematika Penulisan ………...………... 18
vi
1. Peranan Sosial ……… 19
2. Kedudukan (Status Sosial) ………. 23
3. Hubungan Peranan Sosial dan Status Sosial ………... 26
4. Jenis-Jenis Peranan Sosial ………... 27
B. Lembaga Swadaya Masyarakat Di Indonesia ... 29
C. Pemberdayaan ……….. 36
1. Pengertian Pemberdayaan ………. 36
2. Strategi Pemberdayaan ……….. 39
3. Prinsip Pemberdayaan ……… 40
G. Anak Jalanan ……… 42
1. Definisi Anak Jalanan ……….. 42
2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan ………….. 45
BAB III GAMBARAN UMUM LSM HUMUS A. Sejarah berdirinya………. 49
B. Visi, Misi dan Struktur Organisasi………. 52
C. Kondisi Sosial, Budaya, dan Ekonomi Anak Jalanan di Wilayah Pasar ProyekBekasi Timur ………... 60
BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN A. Peran dan Status Aktivis LSM HUMUS ……… 63
vii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 85
B. Saran-saran ………. 87
PUSTAKA RUJUKAN
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam UUD 1945 pasal 34 (ayat 1) yang diamanatkan oleh negara
berbunyi, “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” dan “negara mngembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakaan
masyarakaat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”
(ayat 2).1 Sesuai yang diamanatkan UUD 1945, bagaimana negara dapat menjamin hidup yang layak bagi setiap warga negaranya.
Negara berkewajiban dalam hal pemberdayaan bagi masyarakat miskin
dan anak-anak terlantar. Sebagai mana yang telah diamanatkan oleh konstitusi
negara, yang mana telah kita ketahui angka kemiskinan masyarakat Indonesia
yang sangat tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
penduduk miskin per maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33% dari
jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta. Pada tahun 2009, jumlah
penduduk miskin 32,53 juta atau 14,15% dari total jumlah penduduk 231,37 juta
orang.2
1Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen Dan Proses Amandemen Secara Lengkap: Pertama 1999-Keempat 2002, (Sinar Grafika, 2002), h. 26
2“
Memahami masalah kemiskinan seringkali memang menuntut adanya
upaya untuk melakukan pendefinisian dan pengukuran. Sehubungan dengan hal
ini, perlu disadari bahwa masalah kemiskinan telah di studi oleh berbagai
ilmuwan sosial yang berasal dari latar belakang disiplin yang berbeda. Oleh sebab
itu, wajar pula apabila kemudian dijumpai berbagai konsep dan cara pengukuran
tentang masalah kemiskinan ini. Dalam konsep ekonomi misalnya, studi masalah
kemiskinan akan segera terkait dengan konsep standar hidup, pendapatan dan
distribusi pendapatan. Sementara itu ilmuwan sosial yang lain tidak ingin berhenti
pada konsep-konsep tersebut, melainkan mengaitkannya dengan konsep kelas,
stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk diferensiasi sosial yang lain.
Hal yang sama juga dijumpai dalam usaha untuk melakukan pengukuran tingkat
kemiskinan. Konsep taraf hidup (level of living) misalnya, tidak cukup dilihat
dari sudut pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat faktor pendidikan,
kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain.3
Kemiskinan bukanlah masalah yang sangat sederhana, yang mana tidak
terkait dengan masalah ekonomi semata, tetapi terkait dengan permasalahan yang
sangat kompleks. Kemiskinan itu sendiri akan berdampak kepada kehidupan
masyarakat yang menjadi menderita, entah secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Faktor kemiskinan atau ekonomi yang rendah pada masyarakat merupakan
salah satu faktor banyaknya anak-anak yang berjuang mencari kebutuhan
ekonomi untuk dirinya maupun keluarganya dijalanan. Walaupun ada beberapa
3
3
faktor penyebab maraknya anak jalanan, seperti perceraian orang tua, tidak
harmonisnya suatu keluarga, pergaulan, akan tetapi faktor ekonomi yang sangat
kuat sehingga anak-anak mencari uang dijalanan. Banyak anak-anak yang berada
di jalan untuk mencari uang, entah sebagai pengamen, pemulung ataupun
pengemis. Masa kanak-kanak seharusnya menjadi masa yang indah bagi anak itu
sendiri, dimana anak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, mendapatkan
pendidikan yang baik dan kehidupan yang layak. Masa dimana anak-anak
bermain dengan teman sebayanya, tanpa harus memikirkan untuk mencari uang
guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal seperti ini tidak dimiliki oleh
anak-anak jalanan, anak-anak-anak-anak jalanan harus berjuang melawan keadaan yang saat ini
tidak didapatkannya, seperti pendidikan, rasa kasih sayang, kehidupan yang layak.
Anak-anak jalanan harus tetap survive dengan pekerjaannya, entah menjadi
pengamen, pemulung ataupun pengemis di jalan.
Anak jalanan adalah anak yang berada di jalan untuk mencari uang demi
kebutuhan hidup bagi dirinya maupun membantu ekonomi keluarganya.
Anak-anak jalanan mencari uang entah sebagai pengamen, pengemis, maupun berjualan
asongan. Panasnya matahari yang menyinari tubuhnya dan membakar telapak
kaki , dinginnya udara yang dirasakan, dan asap polusi kendaraan yang
dihirupnya seakan telah menjadi hal yang sudah biasa yang dialaminya.
Bellamy mengatakan bahwa anak-anak yang bekerja di usia dini, yang
biasanya berasal dari keluarga miskin, dengan pendidikan yang terabaikan,
menjadi seorang dewasa yang terjebak dalam pekerjaan yang tak terlatih, dan
dengan upah yang sangat buruk. Hal senada dikemukakan oleh Thapa, Chetry dan
Aryal, bahwa membiarkan anak-anak bekerja sebagai pengganti sekolah dapat
membuat ‘lingkaran setan’ (vicious circle) awalnya, bekerja menimbulkan dampak buruk bagi sekolah, selanjutnya berpendidikan rendah atau tidak
berpendidikan sama sekali dapat mengakibatkan berlanjutnya pekerja anak.4 Dalam hal ini banyak anak jalanan yang berhenti dalam berpendidikan di
sekolah-sekolah formal, bahkan yang lebih tragis lagi anak jalanan tidak sama
sekali mendapatkan pendidikan dibangku sekolah, dikarenakan anak jalanan harus
mencukupi hidupnya sendiri maupun untuk keluarganya dalam kehidupan
sehari-hari. Orang tua yang tidak mampu dalam hal ekonomi, terpaksa membiarkan
anaknya untuk bekerja, entah sebagai pengemis, pemulung maupun sebagai
pengamen di jalan.
Diskriminasi dan kekerasan yang dialami oleh anak menjadi sering kita
saksikan di jalan, maupun di dalam suatu keluarga. Anak dituntut untuk mencari
kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya, yang membuat anak tidak
mendapatkan akses-akses pendidikan, pelayanan, kesehatan, dan rasa kasih
sayang. Hal ini akan mengganggu perkembangan anak itu sendiri apabila sudah
dewasa nanti.
4
5
Peran orang tua yang seharusnya dapat memberikan penghidupan yang
layak bagi anak-anaknya tidak dapat terwujud. Karena faktor ekonomi yang
rendah itu pula yang mendorong orang tua untuk membiarkan anaknya bekerja.
Orang tua tidak peduli akan situasi dan kondisi anak, yang mana baginya
anak-anaknya dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga dan dapat menjalankan
kehidupan sehari-hari.
Jumlah anak Indonesia (0-18 tahun) menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
pada tahun 2006 mencapai 79,8 juta anak. Mereka yang masuk kategori telantar
dan hampir telantar mencapai 17,6 juta atau 22,14%. Anak jalanan menurut
Kementerian Sosial termasuk anak telantar. Akan tetapi, peningkatan angka anak
jalanan ternyata tidak sejalan dengan angka kemiskinan versi BPS yang justru
terus berkurang. Pada tahun 2007, menurut BPS, jumlah orang miskin 37 juta,
turun menjadi 34,9 juta (2008), lalu 32 juta orang (2009).5
Ini menjadi sebuah problematika yang harus diselesaikan oleh pemerintah,
yang mana anak-anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi
pemimpin dari bangsa ini. Bagaimana bangsa ini akan maju kedepan apabila
generasi mudanya atau anak-anak Indonesia harus selalu dieksploitasi secara
sosial-ekonomi dengan bekerja di usia dini. Anak yang seharusnya berada
5
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. “Jumlah Anak Jalanan Kian Meningkat.”
dibangku sekolah, ironisnya anak harus bekerja dan berada dijalan untuk
mengamen, mengemis, ataupun ikut bersama orang tuanya untuk meminta-minta.
Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi sangatlah diharapkan oleh
masyarakat, yang memiliki suatu kebijakan-kebijakan akan permasalahan ini,
akan tetapi sesuatu hal yang tidak mungkin apabila permasalahan ini hanya
menjadi fokus pemerintah saja yang mengambil peranan dalam menangani
permasalahan anak jalanan ini. Melihat angka anak-anak jalanan yang semakin
meningkat pesat pertahunnya. Permasalahan ini menjadi fokus kajian seluruh
elemen bangsa. Masyarakat dan peran LSM, sebagai lembaga yang
non-pemerintah diharapkan bisa membantu permasalahan ini dan mereduksi
permasalahan bangsa, melalui pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan.
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
7
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.6 Keberadaan LSM yang menangani permasalahan anak-anak jalanan.
Dalam hal pemberdayaan secara sosial dan keagamaan dapat membantu
memecahkan permasalahan anak-anak jalanan yang ada saat ini. Peranan LSM
yang notabennya adalah lembaga non-pemerintah sangatlah diharapkan oleh
masyarakat untuk permasalahan anak jalanan.
Dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap anak-anak jalanan,
diharapkan anak-anak jalanan menjadi kreatif dan trampil dalam kehidupannya,
serta tidak lagi menjadi pengemis, pengamen dijalanan, juga memiliki perilaku
yang baik dalam berkehidupan di masyarakat.
Dari latar belakang masalah di atas dilakukan penelitian dengan
mengambil judul: Peran LSM HUMUS Dalam Pemberdayaan Anak Jalanan
Di Wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur.
B. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dicari, ada beberapa
skripsi yang membahas terkait dari penelitian ini. Diantaranya adalah:
Pertama, penelitian yang berjudul “Manajemen Rumah Singgah Dalam
Membina Anak Jalanan (Studi Rumah Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta
Timur.”,Skripsi ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, mahasiswa Manajemen Pendidikan
6
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan, 2009. Berdasarkan kesimpulan menurut
penelitiannya, Rumah Singgah Akur Kurnia adalah sebuah lembaga yang
diselenggarakan untuk memberikan bantuan baik secara moril maupun materil
kepada anak-anak jalanan yang berada di sekitar rumah singgah Akur kurnia,
khususnya yang berada di sekitar pasar Induk Kramat Jati, dengan tujuan
anak-anak tersebut tidak lagi bekerja sebagai anak-anak jalanan. Rumah Singgah Akur
Kurnia memberi kesempatan kepada anak-anak jalanan agar dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Rumah Singgah ini merupakan salah satu program
yayasan Akur Kurnia dalam bidang pendidikan sosial. Dalam pelaksanaan
manajemen, Rumah Singgah Akur Kurnia menjalankan unsur-unsur perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan/motivasi, pembinaan, penilaian/evaluasi dan
pengembangan. Manajemen Rumah Singgah Akur Kurnia sudah berjalan cukup
baik, fungsi-fungsi yang ada sudah dapat terlaksana.
Kedua, penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Program Pemberdayaan
Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama
V Duren Sawit Jakarta Timur, 2008.” Skripsi ditulis oleh Roudhotunnajah,
mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
Berdasarkan kesimpulan dari penelitiannya, pelaksanaan program pemberdayaan
yang dilakukan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V sebagai lembaga sosial
pengganti orang tua dalam menjalankan programnya yaitu pelayanan sosial yang
meliputi pembinaan mental, pendidikan, dan pelatihan keterampilan dan
9
mandiri untuk memperoleh masa depan yang cerah dan berguna bagi dirinya,
masyarakat dan bangsa. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan anak jalanan,
panti memberikan program pemberdayaan salah satunya berupa pelatihan
ketrampilan di dalam pelaksanaannya meliputi, metode, proses serta hasil dari
pelaksanaan ketrampilan. Dengan program ketrampilan, anak-anak jalanan dapat
menyalurkan bakat dan kemampuan mereka melalui pelatihan-pelatihan, serta
mempunyai modal keilmuan di bidang keterampilan, dan mengubah untuk
memperoleh masa depan yang cerah, sehingga anak-anak terdorong untuk belajar
mandiri sesuai dengan kemampuannya.
Ketiga, penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan Life Skills Anak
Jalanan Melalui Pelatihan Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di
Social Development Centre (SDC) Bambu Apus Jakarta Timur, 2010.” Skripsi
ditulis oleh Ahmad Hary Deni, mahasisiwa Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan penelitiannya,
anak-anak jalanan di panti Social Development Center diberikan berbagai macam
pelayanan sosial meliputi pembinaan mental, fisik, pelatihan keterampilan, dan
bimbingan sosial. Upaya meningkatkan life skills anak jalanan melalui
keterampilan otomotif dapat merubah dan mengembangkan kemampuannya, juga
dapat menghasilkan suatu karya yang berguna dan bermanfaat untuk masa depan
anak jalanan.
Keempat, penelitian yang berjudul Metode Bimbingan Islam Dalam
Jakarta Selatan,2007.” Skripsi ditulis oleh Lisa Nurcahyani, mahasiswa Fakultas Dakwah Dan Komunikasi. Berdasarkan kesimpulan metode bimbingan islam
digunakan sebagai metode untuk mengembangkan kreativitas anak jalanan,
dengan menggunakan metode individual, ceramah, tanya jawab, dan
mengamalkan nilai-nilai agama sebagai metode untuk memotifasi perkembangan
kreativitas anak.
Melihat tinjauan literatur yang ada diatas, memang ada kesamaan pada
penelitian ini, akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada
penelitian ini. Penelitian yang ditulis oleh E. Sri Nurhilmi, membahas masalah
Manajemen Rumah Singgah Dalam Membina Anak Jalanan (Studi Rumah
Singgah Akur Kurnia Kramat Jati Jakarta Timur). Penelitian E.Sri Nurhilmi
mencoba melihat manajemen rumah singgah Akur Kurnia dengan menggunakan
analisis manajemen.
Penelitian yang ditulis oleh Roudhatunnajah, membahas masalah
Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Keterampilanan Di
Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama V Duren Sawit Jakarta Timur. Panti
sosial ini merupakan panti sosial yang dibuat oleh pemerintah Kementrian
Kesejahteraan Sosial bukan lembaga non-pemerintah atau LSM,
program-program dari panti ini memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi anak
jalanan.
Lalu penelitian yang ditulis oleh Ahmad Hary Deni, yang membahas
11
Keterampilan Otomotif Bagi Klien Anak Jalanan Di Social Development Center
(SDC) Bambu Apus Jakarta Timur. Social Development Center merupakan
lembaga yang dibuat pemerintah khususnya Kementerian Sosial bukan lembaga
non-pemerintah. Adapun program-program yang diberikan adalah pelatihan
keterampilan otomotif bagi anak jalanan.
Penelitian yang ditulis oleh Lisa Nurcahyani, membahas masalah Metode
Bimbingan Islam Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Jalanan Di Yayasan
Bina Anak Pertiwi, Jakarta Selatan. Metode bimbingan islam dijadikan motivasi
dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan.
Adapun persamaan dalam penelitian ini terletak pada objek kajian, yaitu
anak jalanan, tetapi ada beberapa perbedaan pada penelitian ini, penelitian yang
ditulis Roudhatunnajah dan Ahmad Hary Deni merupakan lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan, sedangkan studi-studi
diatas memiliki perbedaan dengan penelitian ini. Adapun perbedaannya penelitian
ini merupakan LSM lembaga non-pemerintah lembaga yang independent, suatu
hal yang menjadi perbedaan dalam penelitian sebelumnya.
Dalam penelitian E. Sri Nurhilmi mencoba melihat manajemen rumah
singgah Akur Kurnia dengan menggunakan analisis manajemen dalam menangani
anak jalanan. Lalu dalam penelitian Lisa Nurcahyani metode bimbingan islam
dijadikan motivasi dalam mengembangkan kretivitas anak jalanan. Sedangkan
dalam penelitian yang diteliti membahas pemberdayaan anak jalanan yang
pendidikan, pendidikan keagamaan, dan kesenian yang menjadikan perbedaan
dalam penelitian sebelumnya. Lalu kenapa LSM HUMUS perlu di angkat dalam
penelitian, karena LSM HUMUS dibentuk oleh alumni mahasisiwa Sosiologi
Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan para pengajarnya juga alumni
mahasisiwa Sosiologi Agama, yang berkontribusi penting bagi pemberdayaan
anak jalanan. Melihat keberadaan para alumni Sosiologi Agama, menjadi menarik
apabila dilakukan sebuah penelitian.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas agar mendapatkan pembahasan yang
spesifik, sistematis, dan jelas, oleh karena itu dicoba untuk membatasi masalah
dalam penelitian ini. Bagaimana peranan yang dilakukan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan melalui
program-program pendidikan seperti kegiatan belajar mengajar, pendidikan keagamaan,
dan kesenian.
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di
wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?
2. Apa sajakah program-program LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak
jalanan di wilayah pasar proyek Bekasi Timur ?
13
4. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam program
pemberdayaan anak jalanan di LSM HUMUS ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan peneliti ini adalah:
1. Untuk menjelaskan peran LSM HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan
di wilayah pasar proyek Bekasi Timur.
2. Untuk mengemukakan program-program yang di lakukan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) HUMUS dalam pemberdayaan anak jalanan di wilayah
Pasar Proyek Bekasi Timur.
3. Untuk mengetahui respons dari anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi
Timur dalam pemberdayaan.
4. Untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan
program pemberdayaan.
5. Peneliti juga ingin memberikan kontribusi berupa saran-saran yang dapat
membangun LSM HUMUS lebih baik kedepannya.
Manfaat penelitian ini adalah:
1. dapat memberikan gambaran kepada masyarakat, betapa pentingnya peranan
LSM, dalam membantu pemasalahan anak jalanan. Untuk itu bagaimana
pemerintah dan elemen masyarakat dapat bersinergi dalam meminimalisasi
terciptanya masyarakat yang adil serta tidak ada lagi ketimpangan sosial di
masyarakat.
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatatif, yaitu
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
peristiwanya.7 Dengan metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian
secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah
tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau
menerangkan saling hubungan dan menguji hipotesis.8 Adapun pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan studi kasus, yang
7
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi(Jakarta:PT Bumi Aksara, 2006), h. 92.
8
15
mana penelitian yang dilakukakan dilapangan dengan terjun langsung ke
objek penelitian guna mendapatkan data-data pokok dari informan.
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data lapangan, dalam penelitian ini menggunakan
metode sebagai berikut:
a. Observasi
Menurut S. Margono, observasi diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat
terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat
pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana, dan dapat
dilakukan tanpa menghabiskan biaya. Namun demikian, dalam melakukan
observasi peneliti dituntut memiliki keahlian dan penguasaan kompetensi
tertentu.9Dalam penelitian ini menggunakan observasi langsung yaitu dengan mengamati, meneliti, menyaksikan kejadian langsung bersama objek yang
akan diselidiki atau yang akan diamati.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal
dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam
kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana
9
keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka
masing-masing. Wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama
dari wawancara adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara
pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewe).10 Teknik wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian.
Wawancara (interview)dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan informasi (data) dari respondendengan cara bertanya lengsung
secara tatap muka (face to face)11. Jadi didalam penelitian ini peneliti menggunakan metode wawancara secara langsung dengan informan guna
mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara, alat-alat tulis, buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar
wawancara menjadi terarah dan tepat, serta alat-alat tulis dan buku catatan
digunakan untuk mencatat berbagai hal yang penting dalam penelitian ini.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini data dikategorikan kedalam dua jenis, yaitu: data
primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
10
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial Dan Pendidikan: Teori-Aplikasi,h. 179. 11
17
diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan dan observasi. Sampel
yang diambil yaitu, enam orang pengurus, tiga orang anak jalanan, dan tiga
orang masyarakat, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh
melalui kepustakaan, seperti buku-buku, koran, dan internet yang
berhubungan dengan penelitian ini.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2010 sampai dengan
bulan Januari 2011. Adapun tempat penelitian di LSM HUMUS di wilayah
Pasar Proyek Bekasi Timur.
6. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dengan cara mengumpulkan data-data dari hasil
observasi, wawancara langsung, yang direduksi membentuk suatu kesimpulan
atau penyajian data informasi dari data yang ada, diambil berdasarkan dari
hasil pemahaman dan pengertian, yang menghasilkan suatu interpretasi
gejala-gejala, fakta-fakta secara sistematis dan akurat, sehingga membentuk sebuah
G. Sistematika Penulisan
Bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang masalah,
tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua adalah kajian teori yang terdiri dari, teori peran dan status: peranan
sosial, kedudukan (status sosial), hubungan peranan sosial dan status sosial,
jenis-jenis peranan sosial, lembaga swadaya masyarakat di Indonesia, pemberdayaan:
pengertian pemberdayaan, strategi pemberdayaan, prinsip pemberdayaan, anak
jalanan: definisi anak jalanan, faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan.
Bab ketiga adalah gambaran umum LSM HUMUS yang terdiri dari, sejarah
berdiri, visi, misi, dan struktur organisasi, kondisi sosial, budaya, dan ekonomi
anak jalanan di wilayah Pasar Proyek Bekasi Timur. Bab keempat adalah temuan
hasil penelitian yang terdiri dari, Peran dan status aktivis LSM HUMUS,
kegiatan-kegiatan pemberdayaan anak jalanan, respons anak jalanan dan orang
tua terhadap program pemberdayaan LSM HUMUS, faktor pendukung dan
penghambat dalam program pemberdayaan LSM HUMUS. Bab kelima adalah
19 BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Peran dan Status
1. Peranan Sosial
William Shakespeare mengemukakan “All the world’s a stage, and all the man and women merely players, they have their exits and their entrances,
and one man in his time plays many parts (Seluruh dunia merupakan suatu
pentas, dan semua laki-laki dan perempuan hanyalah pemain, mereka keluar
masuk, dan pada gilirannya seseorang memainkan banyak peran).1 Gross, Mason dan McEachern mendefinisikan peranan sebagai seperangkat
harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial
tertentu.2
Di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu : 1.
Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban
dari pemegang peran. 2. Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang
1
James M. Henselin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jilid I, edisi ke 6 (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 95.
2
peran terhadap “masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.3
Arti penting sosiologis dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa
yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat
menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk
sesuatu yang dinamakan masyarakat.4
Istilah peranan merupakan istilah dalam persandiwaraan atau lakon
yang dimainkan oleh seseorang. Di dalam ilmu sosiologi peranan ini
dimasukkan ke dalam panggung masyarakat yang diberi isi dan fungsi baru,
yaitu peranan sosial. Istilah “peranan’ menunjukkan bahwa masyarakat
mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Masyarakat
adalah suatu lakon yang masih aktual, lakon yang besar, yang terdiri dari
bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota
masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi
peranan sosial adalah bagian dari fungsi sosial masyarakat.5
Peranan sosial dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial
masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu. Peranan
3
David Berry,Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, h. 101. 4
James M. Henselin,Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, h. 95. 5
21
sosial dijalankan untuk kepentingan bersama di masyarakat agar tercipta
tatanan kehidupan yang baik.6
Fungsi pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukkan
pengaruh khas dari satu bagian terhadap keseluruhan. Ini berarti bahwa
keseluruhan itu hanya dapat bekerja baik, apabila bagian-bagian berfungsi
dengan baik. Masyarakat sebagai keseluruhan kesatuan hidup bersama
mengemban tugas umum, ialah mencukupi kepentingan umum yang berupa
kesejahteraan spiritual dan material, tata tertib ketentraman dan keamanan.
Tugas umum ini hanya dapat terlaksana dengan baik jika anggota-anggotanya
dan bagian-bagiannya berfungsi baik. Adapun bagian-bagian masyarakat itu
tak lain adalah kelompok-kelompok sosial atau lembaga-lembaga sosial.
Lembaga-lembaga sosial inilah yang mengemban tugas bagian yang disebut
fungsi sosial. Dalam pengertian ini fungsi sosial mempunyai arti yang sama
dengan peranan sosial. Fungsi sosial ialah pengaruh khas yang diberikan
seseorang atau lembaga sosial terhadap seluruh masyarakat.7
Fungsi sosial yang dijalankan oleh seseorang maupun institusi-intitusi
sosial, merupakan tugas sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Di dalam peranan sosial terdapat kewajiban atau tanggung jawab
6
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 178. 7
yang harus dijalankan oleh seseorang maupun institusi sosial. Kewajiban dan
tanggung jawab ini disebut dengan jabatan atau tugas.8
Ditinjau dari orang atau institusi yang menerima jabatan, maka jabatan
dapat dipandang sebagai pelayanan kepada masyarakat. Jika ditinjau dari
instansi yang menyerahkan, jabatan dapat dipandang sebagai suatuwewenang.
Contoh, seorang disebut guru, karena ia menjalankan peranan guru, yaitu
mengajar. Peranan ini benar-benar peranan sosial, fungsi sosialnya tidak dapat
diragukan. Fungsi guru juga disebut jabatan guru atau tugas guru karena si
pemangku menerima tugas itu dari instansi yang berwenang melalui surat
(dan upacara) pengangkatan.9
Wewenang dimaksudkan sebagai suatu hak yang telah ditetapkan
dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan, menentukan
keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah penting, dan untuk
menyelesaikan pertentangan-pertentangan. Dengan kata lain, seseorang yang
mempunyai wewenang bertindak sebagai orang yang memimpin atau
membimbing orang banyak.10
Di dalam peranan sosial para pelaku peranan sosial diharapkan
memiliki penjiwaan yang sangat kuat dalam memainkan peranannya, suatu
gaya khas atau gaya fungsional. Seperti yang diungkapkan oleh Kingsley
8
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 179. 9
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 179. 10
23
Davis mendefinisikan peranan sosial sebagai suatu gaya seseorang dalam
melaksanakan kedudukannya secara nyata.11 Sebagai contoh seorang guru yang sedang berada di rumah bersama istri dan anaknya diharapkan
memainkan peranannya sebagai ayah yang menyenagkan, berbeda halnya
apabila dia sudah berada di sekolah dia harus menjadi guru yang mengajar
secara formal, tegas dan berwibawa.
2. Kedudukan (Status Sosial)
Kedudukan (status) seringkali dibedakan dengan kedudukan sosial
(social status).Kedudukanadalah sebagai tempat atau posisi seseorang dalam
suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang lain dalam kelompok
tersebut, atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan
kelompok-kelompok lain di dalam kelompok-kelompok yang lebih besar lagi.12
Sedangkan kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum
dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan
pergaulannya, prestisenya, hak-hak, dan kewajiban-kewajibannya. Dengan
demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan
kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, tapi
kedudukan sosial tersebut mempengaruhi kedudukan orang tadi dalam
kelompok sosial yang berbeda. Namun, untuk mendapatkan pengertian yang
11
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 181. 12
mudah kedua istilah tersebut akan digunakan dalam pengertian yang sama,
yaitu kedudukan (status).13
Kedudukan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Kedudukan Resmi (Formal Status)
Kedudukan resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam
satuan sosio-budaya yang resmi. Dengan kata lain, kedudukan itu diakui resmi
oleh lingkungan masyarakat itu.14
2) Kedudukan Tak Resmi (Informal Status)
Kedudukan tak resmi ialah kedudukan yang diambil seseorang dalam
lingkungan sosio-budaya yang tak resmi. Orang yang bersangkutan diterima
umum berdasarkan kaidah-kaidah serta nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
lingkungan kultural itu. Dalam penerimaan itu tidak ada upacara dan
pengangkatan resmi.15
Oleh karena itu kedudukan merupakan tempat orang berdiri di dalam
suatu kelompok masyarakat. Dalam hal ini seseorang telah mengikuti pola
kehidupan di masyarakat atau telah menjadi anggota kelompok masyarakat
13
J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,edisi ke 2, h. 156. 14
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 103-104. 15
25
tetentu. Sebagai contoh si A sebagai warga masyarakat, disamping itu si A
menjadi guru, suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya.16
Para ahli sosiologi juga membedakan status yang diperoleh atas usaha
sendiri dan status yang diperoleh karena faktor bawaan, yang pertama disebut
achieved status, dan yang kedua dinamakanascribed status.
Achived statusdiperoleh seseorang bukan secara kebetulan, melainkan
atas usaha sendiri. Misalnya si A seorang anak petani. Berkat ketekunan
dalam pelajaran di Sekolah Dasar sampai dengan perguruan tinggi ia berhasil
menjadi seorang insinyur. Pada pembentukan kabinet baru kepala negara
membutuhkan seorang insinyur untuk menduduki kursi kementerian. Insinyur
A tadi diangkat menjadi menteri; misalnya menteri pertambangan karena ia
memiliki diploma pertambangan. Dari pengamatan kasar mengenai sekian
banyak kedudukan sosial di tengah masyarakat dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar kedudukan diperoleh melalui perjuangan orang yang
bersangkutan, baik melewati kursus atau latihan untuk mengembangkan
bakat, maupun lewat sistem pendidikan, entah pendidikan formal, entah
informal.17
Ascribed status diperoleh orang tanpa usaha sendiri. Seorang sultan,
misalnya Hamengku Buana IX, dapat menduduki jabatan sultan bukan
16
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 103-104. 17
semata-mata karena usahanya sendiri, melainkan karena keturunan. Beliau
sebagai putra Hamengku Buana VIII adalah ahli waris yang berhak
menduduki kursi kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta.18
3. Hubungan Peranan Sosial Dan Status Sosial
Peranan sosial sebagai konsep menunjukkan apa yang dilakukan
seseorang, sedang status sosial sebagai konsep menjelaskan apa ada itu.
Dengan kata lain, peranan adalah suatu konsep fungsional yang menjelaskan
fungsi (tugas) seseorang, dan dibuat atas dasar tugas-tugas yang nyata
dilakukan seseorang. Status sosial sebagai konsep dibentuk oleh masyarakat
atas dasar sistem nilai budaya yang dimiliki masyarakat itu. Seseorang
“tempat untuk duduk” di masyarakat, yang tinggi rendahnya ditentukan oleh
masyarakat berdasarkan sejumlah kriteria nilai sosio-budaya.19
Walaupun peranan sosial bukan status sosial, ternyata peranan sosial
memberikan pengaruh dominan terhadap masyarakat dalam menentukan “di
mana” seseorang harus “didudukan” dalam tangga masyarakat. Dengan kata
lain, peranan turut menentukan status; peranan dapat mengubah status, lebih
tinggi maupun rendah. Peranan dijadikan pengukur keberhasilan seseorang
dalam status yang ditempatinya. Sebaliknya, status sosial juga memberikan
18
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 105. 19
27
pengaruh yang menetukan pada peranan sosial. Status tertentu memberikan
warna dan rasa tertentu pada peranan (tugas) yang dilaksanakan.20
4. Jenis-Jenis Peranan Sosial
Peranan sosial yang ada di dalam masyarakat dapat diklasifikasi
menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang
yang diambil. Dibawah ini akan ditampilkan sejumlah jenis peranan sosial.
a. Peranan yang Diharapkan (Expected Roles) dan Peranan yang Disesuaikan
(Actual Roles)
Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan
secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peranan jenis ini
antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.
Peranan-peranan ini merupakan peranan yang tidak dapat ditawar, harus
dilaksanakan seperti yang telah ditentukan. Disamping peranan tersebut,
terdapat peranan lain yang pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi tertentu, bahkan kadang-kadang harus
disesuaikan. Peranan ini disebut peranan yang disesuaikan.21
20
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 183. 21
b. Peranan Kunci (Key Roles)
Peranan kunci muncul dari kedudukan (status) kunci. Dengan
kata-kata nonteknis, peranan utama timbul dari kedudukan utama. Seseorang
yang menempati kedudukan utama akan memainkan peranan utama.
Dalam bahasa populis status kunci sering dikatakan kedudukan “penting”
dan peranan kunci dikatakan peranan “penting atau tugas “penting”, yang
dimaksud dengan kedudukan kunci ialah kedudukan yang sedemikian
rupa, sehingga kedudukan lain harus mengalah terhadapnya. Kalau
ditinjau dari orangnya, kedudukan kunci merupakan kedudukan yang
memainkan pengaruh terbesar atas pembentukan pribadi lahir dan batin
pemegang status.22
c. Peranan Golongan dan Peranan Bagian
Dari pengamatan di atas kita dapat membedakan dua macam
peranan, yaitu peranan kelompok dan peranan individual atau peranan
golongan dan peranan bagian. Peranan golongan mengandung arti yang
sama dengan peranan kelompok, juga dengan peranan kategorial, dan
peranan instansional, karena orang-orang yang mempunyai cirri yang
sama- dalam hal ini ialah peranan yang sama mewujudkan kategori sosial.
Misalnya seorang yang menjadi guru, sesungguhnya ia memasuki suatu
kategori warga masyarakat yang mengemban peranan pendidikan. Fungsi
22
29
pendidikan ini merupakan suatu cabang besar dari fungsi masyarakat
umum secara struktural dan fungsional sesungguhnya fungsi pendidikan
seorang guru bukanlah milik guru itu, melainkan milik satu golongan,
yakni golongan orang yang menempati status pendidikan. Peranan itulah
yang secara teknis disebutperanan golongan.23
Peranan pendidikan diakui oleh masyarakat sebagi milik suatu
kategori, atas suatu instansi. Peranan kategorial atau institusional itu terdiri
atas bagian-bagian, yang tidak sedikit jumlahnya. Individu yang bekerja
sebagai guru, dosen, rektor, dekan siswa, mahasiswa, tata usaha pegawai suatu
sekolah dan lain sebagainya, menjalankan peranan bagian (subrole), yakni
bagian dari peranan pendidikan, yang merupakan peranan kategorial atau
peranan instansional.24
B. Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia
Sebelum dikenal luas dengan nama LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat), jauh sebelum itu, telah dikenal istilah Ornop (Organisasi Non
Pemerintah). Istilah Ornop yang muncul sekitar awal 1970-an, digunakan sebagai
terjemahan NGO (Non Government Organization) dalam lingkungan
internasional.25
23
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 189. 24
Hendropuspito,Sosiologi Sistematika, h. 190. 25
Akan tetapi, ada kritik terhadap pengertian Ornop, ia dianggap terlalu luas
karena mencakup sektor swasta (bisnis) dan organisasi kemasyarakatan lain yang
tentunya juga bersifat non-pemerintah. Richard Holloway misalnya, menganggap
istilah NGO yang kemudian di Indonesia dikenal dengan Ornop terlalu luas dan
artinya bisa juga berlaku bagi organisasi lain yang bukan bagian dari pemerintah.
Demikian pula kategorisasinya mengenai pemerintah. Demikian pula
sub-kategorinya mengenai NGO yang sangat teknis. Meskipun Holloway benar,
bahwa NGO adalah salah satu bagian dari civil society. Namun demikian, istilah
Ornop dan NGO sudah dengan sendirinya menunjukan identitas yang berbeda.
Dia dibentuk oleh sejarah pada 1950-1960 hingga sekarang, sehingga agak sulit
menyamakannya dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain, organisasi
sosial/ karitatif (orsos), organisasi bisnis/swasta, ataupun organisasi keagamaan.26 Pada awal berdirinya sekitar tahun 1970-an , kebanyakan LSM yang
muncul merupakan bagian dari diskursus kritik terhadap developmentalisme
pemerintahan Orde Baru. Beberapa di antara mereka adalah, Bina Swadaya yang
didirikan oleh Bambang Ismawan dan kawan-kawan pada 1967; LBH (Lembaga
Bantuan Hukum, 1970) oleh Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan; LP3ES
(Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial,1971) oleh
Nono Anwar Makarim, Ismi Hadad, dan lain-lain; YLK (Yayasan Lembaga
Konsumen, 1973) oleh Permadi dan kawan-kawan; YIS (Yayasan Indonesia
Sejahtera, 1974) oleh Lukas Hendrata dan Soetrisno KH; Sekretariat Bina Desa
26
31
(1975) oleh Bambang Ismawan ,George J. Aditjondro dan lain-lain; LSP
(Lembaga Studi Pembangunan, 1976) oleh Adi Sasono dan kawan-kawan;
WALHI (1980) oleh Emil Salim, Erna Witoelar dan lain-lain. Kesemuanya
mencerminkan satu generasi awal kalangan aktivitas Ornop pasca Orde Lama,
yang banyak diantaranya justeru ikut melahirkan Orde Baru.27
Usaha-usaha untuk memadukan pembangunan ekonomi dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas sesungguhnya sudah mulai
dilakukan pada awal tahun 1970-an bersamaan dengan kemunculan
organisasi-organisasi non-pemerintah (Ornop) atau dikenal juga dengan nama Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Kalangan LSM ini, dalam beberapa segi, mengisi
salah satu aspek pembangunan yang kurang memperoleh perhatian dari
pemerintah, yakni pembangunan ekonomi yang berorientasi pemerataan dan
dalam skala mikro untuk masyarakat pedesaan dan kelompok masyarakat
miskin.28
Keberadaan LSM yang sifatnya lembaga non-pemerintah sangat
membantu untuk menciptakan pembangunan nasional, agar terciptanya
kesejahteraan sosial di masyarakat, yang mana pada era Orde Baru banyak sekali
ketimpangan-ketimpangan sosial di masyarakat yang terjadi. Kehadiran dari LSM
menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat yang mengalami kesakitan atau
masyarakat yang termajinalkan oleh sistem pemerintah. LSM yang hadir di
27
Rusmin Tumanggor, dkk., Potret LSM Di Jakarta, h. 24. 28
tengah masyarakat memberikan advokasi, pendampingan sosial, maupun
pemberdayaan bagi masyarakat miskin, dalam berbagai aspek kehidupan seperti,
sosial, ekonomi, budaya, dan agama.
Lembaga-lembaga pemerintah yang ada, dianggap sudah tidak lagi pro
kepada masyarakat. Pada tahun 1990-an LSM dan gerakan mahasiswa saling
bersinergi untuk mengkritisi pemerintahan yang otoriter pada saat itu. Sehingga
muncul gerakan-gerakan mahasiswa yang dimotori para aktivis mahasiswa yang
bersinergi dengan para LSM. Pemerintahan yang pada dekade ini dinilai sangat
arogan, otoriter, dan terbungkamnya nilai-nilai demokrasi (democration values).
Pada dekade ini tercatat pula semakin menguatnya peranan LSM dalam
pembangunan dan pengembangan masyarakat, yang dapat berkontribusi guna
tumbuhnya akses pembangunan terhadap masyarakat miskin dan rakyat kecil,
yang merupakan isu dari LSM adalah untuk mengentasan kemiskinan, perbaikan
nasib buruh, dan kesejahteraan sosial.29
Pada masa reformasi tampak jelas antara LSM dan aktivis kampus yang
memperjuangkan nasib rakyat, sehingga tumbangnya rezim Orde Baru.
Tumbangnya rezim Orde Baru yang berganti masa reformasi, sehingga
menjamurnya atau tumbuh LSM-LSM dengan berbagai visi dan misi yang
beragam dalam perjuangan dan aktifitasnya. Dengan tema besar yang di usung
29
33
para LSM yaitu, pengentasan kemiskinan, nasib para buruh, nasib rakyat jelata,
agar terciptanya kesejahteraan sosial di negara Indonesia.30
Pada umumnya, LSM generasi terakhir ini bertujuan untuk melakukan
reorientasi dan rekonstruksi model dan arah bangsa yang dimulai dengan pemilu
pada tahun 1999 sebagai momentumnya. Menurut Arief Budiman kelahiran LSM
pada saat itu dapat dikatakan sebagai simbol bangkitnya kekuatan masyarakat atas
negara yang sedang melemah. Pada periode itu pula, jumlah dan aktifitas LSM
semakin tidak dapat terkontrol dan terdeteksi ditambah dengan banyaknya LSM
yang didirikan secara mendadak untuk sebuah proyek tertentu baik proyek yang
datangnya dari pemerintah, pengusaha ataupun bantuan asing.31
David Korten seorang aktivis dan pengamat LSM memberikan gambaran
perkembangan LSM menjadi empat generasi berdasarkan strategi yang
dipillihnya. Generasi pertama mengambil peran sebagai pelaku langsung dalam
mengatasi persoalan masyarakat. Pendekatannya adalah derma, dengan usaha
untuk memenuhi sesuatu yang kurang dalam masyarakat, misalnya kebutuhan
akan kesehatan, makanan, pendidikan, dan sebagainya. Generasi ini disebutnya
sebagai relief and welfare. LSM generasi ini memfokuskan kegiatannya pada
kegiatan amal untuk anggota masyarakat yang menyandang masalah sosial,
seperti anak yatim piatu, penderita cacat, orang lanjut usia dan sebagainya.32
30
Rusmin Tumanggor, dkk.,Potret LSM Di Jakarta, h. 31. 31
Rusmin Tumanggor, dkk.,Potret LSM Di Jakarta, h. 31. 32
Generasi kedua memusatkan perhatiannya pada upaya agar LSM dapat
mengembangkan kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri. Peran LSM di sini bukan sebagi pelaku langsung, tetapi sebagai
penggerak saja. Orientasi kegiatannya adalah pada proyek-proyek pengembangan
masyarakat. Generasi ini disebut sebagai small scale, self reliance local
development.33
Generasi ketiga memiliki pandangan yang lebih jauh lagi. Keadaan di
tingkat lokal dilihat sebagai akibat saja dari masalah regional atau nasional.
Masalah mikro dalam masyarakat tidak dipisahkan dengan masalah politik
pembangunan nasional. Karena itu penanggulangan mendasar dilihat hanya bisa
dimungkinkan kalau ada perubahan struktural. Kesadaran seperti itulah yang
tumbuh pada LSM generasi ini bersamaan dengan otokritiknya atas LSM generasi
sebelumnya sebagai pengrajin sosial. LSM generasi ini disebut sebagai
sustainable system development.34
Generasi keempat adalah LSM yang termasuk bagian dari gerakan
masyarakat, dan disebut sebagaipeople movement. Generasi ini berusaha agar ada
transformasi struktur sosial dalam masyarakat dan di setiap sektor pembangunan
yang mempengaruhi kehidupan. Visi dasarnya adalah cita-cita terciptanya dunia
33
Zaim Saidi,Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat, h. 6. 34
35
baru yang lebih baik. Karena itu dibutuhkan keterlibatan semua penduduk dunia.
Ciri gerakan ini dimotori oleh gagasan dan bukan organisasi yang terstuktur.35 Peranan LSM sebagai lembaga yang independent sangat membantu
menciptakan pembangunan sosial di masyarakat. Lembaga yang membantu
kinerja dari pemerintah, agar terciptanya kesejahteraan rakyat. Ini menjadi hal
positif yang harus didukung dari keberadaan-keberadaan LSM di Indonesia.
Dalam hal ini peranan LSM dalam hal pemberdayaan terhadap anak
jalanan. Anak jalanan yang kurang mampu sangatlah diharapkan untuk
diberdayakan, pada saat ini angka anak jalanan semakin meningkat pesat dan
sering terjadinya kekerasan, serta diskriminasi terhadap anak jalanan, akan
penting sekali apabila semua elemen bangsa bersinergi untuk menangani
permasalahan ini.
Keberadaan LSM yang konsen menangani masalah anak jalanan menjadi
sebuah solusi penting, ketika pemerintah belum mampu menyelesaikan
permasalahan anak jalanan ini. Permasalahan anak jalanan butuh sinergi dari
kelompok-kelompok dan setiap elemen-elemen yang ada di masyarakat di dalam
menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Pemerintah bersama-sama LSM dan
peran serta masyarakat diharapkan dapat menyelesaikan masalah anak jalanan.
LSM dengan program-program pemberdayaan (empowerment) terhadap
anak jalanan telah banyak membantu anak jalanan keluar dari ligkaran setan atau
mata rantai dari kemiskinan maupun kebodohan. Peranan dari LSM yang
35
memberikan pelatihan pendidikan, keterampilan diharapkan mampu memberikan
manfaat bagi anak jalanan agar mereka dapat tumbuh hidup menjadi manusia
yang berguna di masa depan.
C. Pemberdayaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan
mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya.36
Pemberdayaan artinya adalah penyediaan sumber daya, kesempatan,
pengetahuan dan keterampilan bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas
mereka sehingga mereka bisa menemukan masa depan mereka berpartisipasi
serta mempengaruhi kehidupan bermasyarakat.37
Menurut beberapa ahli pemberdayaan dapat diartikan. Sebagai contoh,
Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada
36
Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan SosiaL (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 58-59. 37
37
intinya, ditunjukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakuakan melalui peningkatan kemampuan dan
rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain transfer
daya dari lingkungannya.38
Shardlow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun
komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang
harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya.39
Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya memiliki kekuasaan
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
38
Isbandi Rukminto Adi,Pemikiran-Pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial(Jakarta: Fakultas Ekonomi-UI, 2002), h. 163.
39
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai
tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan
sebagai sebuah proses.40
Pemberdayaan bertujuan meningkatkan keberdayaan dari mereka yang
dirugikan (the disadvantaged).41 Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat lemah atau masyarakat miskin. Pemberdayaan diberikan kepada masyarakat
agar mereka dapat hidup lebih baik lagi. Menciptakan kesejahteraan sosial
pada tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat miskin perlu diberdayakan
agar mereka dapat aktif dalam kegiatan sosial dan dapat memenuhi
kehidupannya sendiri.
Dari berbagai konsep tentang pemberdayaan, jelas pemberdayaan
(empowerment) bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, penganguran,
kebodohan dan keterbelakangan pada masyarakat agar mereka berdaya dan
memiliki semangat dalam menjalankan hidup dalam kegiatan sosial di
masyarakat.
40
Edi Suharto,Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial,h. 59-60.
41
39
2. Strategi Pemberdayaan
Dalam hal melakukan pemberdayaan (empowerment) terdapat
beberapa strategi pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan
dengan baik dan tepat sasaran. Oleh karena itu dibutuhkan strategi-strategi
dalam pemberdayaan ini. Dalam konteks pekerja sosial, pemberdayan dapat
dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan (empowerment setting):
mikro, mezzo, dan makro.
a. Aras Mikro adalah pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu
melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention,
dengan tujuan utamanya, yaitu membimbing atau melatih klien dalam
menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Strategi ini sering disebut sebagai
pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
b. Aras Mezzo adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap sekelompok
klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai
media intervensi. Adapun pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok,
biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap klien agar memiliki
kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
c. Aras Makro adalah pendekatan yang disebut juga sebagai strategi sistem
besar (large system strategy), karena sasaran perubahannya diarahkan pada
perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial,lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. strategi sistem besar ini,
memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk
memahami situasi-situasi mereka sendiri, dan untuk memilih serta
menemukan strategi yang tepat untuk bertindak.42
Pemberdayaan yang diberikan diharapkan mampu membantu
permasalahan anak jalanan yang ada saat ini, melalui program-program
pemberdayan yang dilakukan LSM diharapkan dapat meminimalisasi angka
anak jalanan. Anak-anak jalanan harus mendapatkan pendidikan yang layak,
mendapatkan hak-haknya agar anak mendapatkan pengetahuan untuk di masa
depan. Meningkatkan kesadaran bagi anak-anak jalanan betapa pentingnya
pendidikan yang berguna untuk masa depan, serta dapat aktif dalam
kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat, dimana tidak lagi mencari uang guna memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarganya.
3. Prinsip Pemberdayaan
Di dalam pemberdayaan (empowerment) terdapat prinsip-prinsip
pemberdayaan, agar pemberdayaan yang dilakukan berjalan baik dan tepat
sasaran. Adapun prinsip pemberdayaan menurut pekerja sosial, sebagai
berikut:
a. Pemberdayaan merupakan proses kolaboratif, dimana pekerja sosial dan
42
41
masyarakat harus bekerja sama sebagai partner.
b. Di dalam proses pemberdayaan masyarakat menjadi aktor atau subjek yang
kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber, serta
kesempatan-kesempatan yang ada.
c. Masyarakat harus melihat dirinya sendiri sebagai agen penting yang dapat
mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat.
d. Kompetensi diperoleh dari pengalaman yang memberikan perasaan mampu
pada masyarakat.
e. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan
menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada
situasi masalah tersebut.
f. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang
penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta
kemampuan mengendalikan seseorang.
g. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaannya sendiri, yaitu:
tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri.
h. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena
pengetahuan dapat memobilisasi atau menggerakkan, agar terciptanya
sebuah perubahan sosial.
i. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan
untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif.
permasalahan selalu memiliki beragam solusi.
k. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan
ekonomi secara pararel.43
D. Anak Jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Memang definisi anak jalanan belum memiliki spesifikasi yang tepat.
Di dalam masyarakat kita anak jalanan di definisikan anak yang mencari
nafkah atau mencari ekonomi di jalan, entah sebagai pengamen, pengemis,
pemulung, pedagang asongan maupun lain-lain. Setiap negara memiliki
definisi yang berbeda tentang anak jalanan. Sehingga pembatasan definisi
anak jalanan belum ditetapkan.
Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui
definisi anak jalanan. Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari
nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities
before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street
life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah enam belas tahun
43
43
yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat
terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).44 Sedangkan menurut Tata Sudrajat, anak jalanan dapat dikelompokan
menjadi tiga kelompok berdasarkan hubungan dengan orang tuanya, yaitu :
Pertama,Anak yang putus hubungan dengan orang tuanya, tidak sekolah dan
tinggal di jalanan (anak yang hidup dijalanan / children the street). Kedua,
anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, tidak sekolah,
kembali ke orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau
tiga bulan sekali biasa disebut anak yang bekerja di jalanan (Children on the
street).Ketiga,anak yang masih sekolah atau sudah putus sekolah, kelompok
ini masuk kategori anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be
street children).45
Sementara itu menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, anak
jalanan dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Anak-anak yang tidak berhubungan lagi dengan orang tuanya
(children of the street). Anak jalanan tinggal 24 jam di jalanan dan
menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan
antar keluarganya sudah terputus, karena anak jalanan ini disebabkan oleh
44
ArmaiArief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan.” artikel diakses pada 7 Desember 2010 dari http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html.
45
faktor sosial psikologis keluarganya yang mengalami kekerasan, penolakan,
penyiksaan dan perceraian orang tua. Umumnya anak jalanan tidak mau
kembali ke rumah, kehidupan di jalan dan solidaritas sesama temannya telah
menjadi ikatan bersama.
b. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Anak
jalanan adalah anak yang bekerja di jalanan (children on the street), yang
seringkali diindentikan sebagai pekerja migran kota yang pulang tidak teratur
kepada orang tuanya di kampung. Pada umumnya anak jalanan ini bekerja
dari pagi hingg sore hari seperti menyemir sepatu, pengasong, pengamen,
tukang ojek payung, dan kuli panggul. Tempat tinggalnya di lingkungan
kumuh bersama dengan saudara atau teman-tema