xvii
ABSTRAK
PENGARUH ELEMEN-ELEMEN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA KINERJA KEUANGAN SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA
Agam Sujatmiko
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh elemen-elemen dalam penerapan good corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan di Indonesia. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan sampel adalah perusahaan perbankan selama periode 2004-2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengkajian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda.
Dari hasil pengujian hipotesis, penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh good corporate governance yang diproksi dengan kepemilikan institusional dan dewan komisaris tidak mempengaruhi kinerja, sedangkan dewan direksi dan komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan perbankan di Indonesia sudah mulai menerapkan good corporate governance dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan dan membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional.
xviii ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE ELEMENTS OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE TOWARD THE FINANCIAL PERFORMANCE ON THE
BANKING SECTORS IN INDONESIA
Agam Sujatmiko
Sanata Dharma University
Yogyakarta, 2013
The research aims to understand the influence of the elements in the implementation of the good corporate governance on the performance of banking companies in Indonesia. The population employed in the research is the companies listed in Indonesia Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia, BEI), while the samples are the banking companies in the period of 2004-2009. The samples were taken by employing purposive sampling technique. Data were analyzed using multiple linear regression analysis.
From the results of hypothetical testing, result show that the influence of good corporate governance proxied by the institutional ownership and the board of commissioners did not influence performance; on the other hand, the board of directors and the committee of audit had a positive influence on performance. In general, the results of the research show that the banking companies in Indonesia have started to implement the good corporate governance in an effort to improve the company performance and to build
people’s and international’s trust.
PENGARUH ELEMEN-ELEMEN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PADA KINERJA KEUANGAN SEKTOR
PERBANKAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
Agam Sujatmiko
NIM : 082214112
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH ELEMEN-ELEMEN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE PADA KINERJA KEUANGAN SEKTOR
PERBANKAN DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
Agam Sujatmiko
NIM : 082214112
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Motto :
Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan
orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan
keberhasilan saat mereka menyerah.
(Thomas Alva Edison)
Today is today, tomorrow is today.
(Penulis)
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Mamakku tercinta,Atas curahan segala cinta dan perhatiannya.
Kakak-kakakku,
Mas Agus dan Mbak Wit,
Pringgati PS, S.T.,
Atas segala perhatian dan semangat hidup.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Elemen-elemen Good Corporate Governance pada Kinerja Keuangan
Sektor Perbankan di Indonesia“. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan dan bimbingan
dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui
kesempatan ini penulis ingin secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Rama Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J. selaku Rektor Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Herry Maridjo M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma.
3. Bapak Dr. Lukas Purwoto M.Si. selaku Kaprodi Manajemen Universitas
Sanata Dharma.
4. Ibu Ike Janita Dewi S.E., M.B.A., Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang
telah begitu baik bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
viii
berharga, dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Bapak A. Yudi Yuniarto S.E., M.B.A. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
begitu baik bersedia meluangkan waktu tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan, masukan dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Segenap Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ekonomi Program Studi
Manajemen Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan kepada saya.
7. Pringgati PS, S.T. yang telah memberikan inspirasi, diskusi, masukan dan
kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga atas
bantuannya dan menjadikanku lebih sadar akan semuanya.
8. Bapak dan Mamakku tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, dan
nasehat. Terima kasih juga telah banyak memberikan dukungan dan
pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi dengan baik.
9. Mas Agus dan Mbak Wiwit atas dukungannya.
10.Saudara-saudaraku atas dukungan dan bantuannya.
11.Pojok BEI Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
12.Teman-teman Manajemen Angkatan 2008 Universitas Sanata Dharma
13.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menjadi
bahan masukan bagi rekan-rekan dalam menyusun skripsi.
Yogyakarta, 02 Maret 2013
Penulis
Agam Sujatmiko
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... x
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xiii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiv
HALAMAN DAFTAR GRAFIK ... xv
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
HALAMAN ABSTRAK ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
xi
BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN HIPOTESIS ... 9
A. Landasan Teori... 9
1. Pengertian dan Konsep Dasar Good Corporate Governance ... 9
2. Pengertian Bank dan Elemen Corporate Governance ... 18
3. Teori Agensi... 25
4. Kinerja Keuangan ... 28
B. Penelitian Terdahulu ... 29
C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
F. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 38
G. Populasi dan Sampel ... 39
2. Uji Multikolinieritas... 61
3. Uji Heteroskedastisitas... 63
4. Uji Autokorelasi ... 64
xii
1. Uji Koefisien Determinasi ... 67
2. Hasil Uji Pengaruh Simultan (Uji Statistik F) ... 68
3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ... 69
D. Pembahasan... 74
BAB VI KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ... 81
A. Kesimpulan ... 81
B. Implikasi untuk Penelitian Lanjutan ... 82
C. Implikasi Manajerial ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1 Sampel Perusahaan ... 40
4.1 Rangking by Total Asset ... 52
4.2 Rangking by Net Profit/Loss ... 53
5.1 Sampel Perusahaan ... 54
5.2 Statistik Deskriptif ... 56
5.3 Uji Kolmograv-Smirnov ... 61
5.4 Uji Multikolonieritas ... 62
5.5 Pengambilan Keputusan Ada Tidaknya Autokorelasi ... 65
5.6 Uji Durbin-Watson ... 65
5.7 Uji Durbin-Watson Setelah Diobati ... 66
5.8 Koefisien Determinasi ... 68
5.9 Uji Statistik F ... 69
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran Hipotesis ... 34
4.1 Rekapitulasi Institusi Perbankan Indonesia ... 51
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Halaman
5.1 Grafik Histogram ... 59
5.2 Grafik Normal Probability Plot... 60
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Sampel... 88
Lampiran 2 Data Peelitian ... 89
Lampiran 3 Perhitungan CFROA ... 93
Lampiran 4 Hasil Statistik Deskriptif dan Asumsi Klasik ... 97
xvii
ABSTRAK
PENGARUH ELEMEN-ELEMEN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA KINERJA KEUANGAN SEKTOR PERBANKAN DI INDONESIA
Agam Sujatmiko
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh elemen-elemen dalam penerapan good corporate governance terhadap kinerja perusahaan perbankan di Indonesia. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan sampel adalah perusahaan perbankan selama periode 2004-2009. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengkajian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda.
Dari hasil pengujian hipotesis, penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh good corporate governance yang diproksi dengan kepemilikan institusional dan dewan komisaris tidak mempengaruhi kinerja, sedangkan dewan direksi dan komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan perbankan di Indonesia sudah mulai menerapkan good corporate governance dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan dan membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional.
xviii ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE ELEMENTS OF GOOD CORPORATE GOVERNANCE TOWARD THE FINANCIAL PERFORMANCE ON THE
BANKING SECTORS IN INDONESIA
Agam Sujatmiko
Sanata Dharma University
Yogyakarta, 2013
The research aims to understand the influence of the elements in the implementation of the good corporate governance on the performance of banking companies in Indonesia. The population employed in the research is the companies listed in Indonesia Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia, BEI), while the samples are the banking companies in the period of 2004-2009. The samples were taken by employing purposive sampling technique. Data were analyzed using multiple linear regression analysis.
From the results of hypothetical testing, result show that the influence of good corporate governance proxied by the institutional ownership and the board of commissioners did not influence performance; on the other hand, the board of directors and the committee of audit had a positive influence on performance. In general, the results of the research show that the banking companies in Indonesia have started to implement the good corporate governance in an effort to improve the company performance and to build
people’s and international’s trust.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis finansial Asia yang terjadi pada tahun 1997-1998 di Negara
Thailand, Jepang, Korea, Indonesia, Malaysia, Hongkong dan Singapura,
dipandang sebagai akibat lemahnya praktik Good Corporate Governance (The
World Bank, 1998 dalam Djalil 2000). Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari
minimnya pelaporan kinerja keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan,
kurangnya pengawasan atas aktivitas manajemen oleh komisaris dan auditor.
Kelemahan Good Corporate Governance juga disebabkan adanya kondisi-kondisi
obyektif yang relatif sarna di Negara-negara tersebut, antara lain adanya
hubungan yang erat antara pemerintah dan pelaku bisnis, konglomerasi dan
monopoli, proteksi, dan intervensi pasar sehingga membuat negara-negara
tersebut tidak siap memasuki era globalisasi dan pasar bebas.
Isu tata kelola sudah lama dikenal di Negara-negara Eropa dan Amerika
dengan adanya konsep pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian
perusahaan. Pemisahan ini akan menimbulkan masalah karena adanya perbedaan
kepentingan antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan pihak manajemen
Karakteristik lemahnya praktik corporate governance (CG) di Asia
Tenggara khususnya Indonesia adalah (1) adanya konsentrasi kepemilikan dan
kekuatan insider shareholders (termasuk pemerintah dan pihak-pihak yang
berhubungan dengan pusat kekuatan), (2) lemahnya governance sektor keuangan,
dan (3) ketidakefektifan internal rules dan tidak adanya lingkungan hukum bagi
pemegang saham mayoritas dan manajer, menurut Pangestu dan Hariyanto dalam
pidato guru besar UNDIP, yaitu Arifin (2005).
Good Corporate Governance (GCG) akhirnya menjadi isu penting,
terutama di Indonesia yang merasakan paling parah akibat krisis tersebut dan
banyak kasus pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan emiten di pasar modal
yang ditangani Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Misalnya pada tahun
2001 adanya dugaan insider trading atas saham PT Bank Central Asia. Insider
trading adalah salah satu perilaku buruk yang dilakukan orang dalam PT. BCA
pada proses transaksi saham. Ini terlihat bentuk gejolak di dalam transaksi dan
pergerakan harga saham bank tersebut menjelang rencana divestasi. Hal ini diduga
berhubungan dengan adanya pihak manajemen yang mengetahui serta
memanfaatkan momentum penjualan saham kepada investor strategis untuk
memperoleh keuntungan dengan memanipulasi informasi. Praktik perdagangan
dengan menggunakan hak akses informasi orang dalam (inside information) ini
merupakan bentuk pelanggaran terhadap salah satu prinsip GCG, yaitu kewajaran
Djalil (2000) menyebutkan runtuhnya perekonomian di Indonesia
disebabkan oleh tidak adanya Good Corporate Governance di dalam pengelolaan
perusahaan. Kajian Booz Allen & Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
indeks Good Corporate Governance Indonesia adalah yang paling rendah di Asia
Tenggara (2,88) dibandingkan dengan Malaysia (7,72), Thailand (4,89),
Singapura (8,93). Hal tersebut diperparah oleh inefisiensi hukum dan peradilan.
Dalam studi yang sama ditemukan bahwa indeks efisiensi hukum dan peradilan di
Indonesia hanya 2,5, jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia (9,0), Thailand
(3,25), Singapura (10,0).
Skandal keuangan juga terjadi di negara maju, seperti di Amerika Serikat
dengan adanya kasus Enron (Arifin, 2005). Enron adalah sebuah perusahaan yang
mapan dengan pertumbuhan finansial yang pesat sehingga Enron menjadi salah
satu dari 10 perusahaan terbesar di Amerika Serikat. Skandal mulai terungkap
awal tahun 2002, perhitungan atas total revenue Enron di tahun 2000 yang
dinyatakan berjumlah 100,8 miliar US dolar (USD), setelah dihitung kembali oleh
Petroleum Finance Company (PFC) menjadi hanya 9 miliar USD. Skandal
finansial “megadolar” yang disebabkan adanya misleading financial statement
membawa dampak yang luar biasa, antara lain: Enron pailit, kurangnya
kepercayaan atas informasi keuangan, rusaknya citra profesi akuntan di Amerika,
dan hilangnya ratusan juta dolar uang yang diinvestasikan di Enron serta
hilangnya pekerjaan atas ribuan karyawan Enron.
Corporate Governance merupakan salah satu cara untuk menjamin bahwa
good corporate governance menuntut adanya perlindungan yang kuat terhadap
hak-hak pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Prinsip-prinsip
atau pedoman pelaksanaan corporate governance menunjukkan adanya
perlindungan tersebut, tidak hanya kepada pemegang saham, tetapi meliputi
seluruh pihak yang terlibat dalam perusahaan termasuk masyarakat. Good
Corporate Governance membantu terciptanya hubungan yang kondisif dan
terintegrasi diantara elemen-elemen kunci dalam perusahaan, yaitu Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Komite-komite di perusahaan (Komite Audit,
Kebijakan Resiko, Kebijakan Governance), dan para pemegang saham dalam
peningkatan kinerja perusahaan.
Hampir semua sektor penggerak ekonomi berusaha mengimplementasikan
GCG dalam menjalankan perusahaannya. Salah satu dari sektor-sektor tersebut
adalah sektor perbankan, dimana sektor ini sangatlah penting dan krusial bagi
setiap negara di dunia. Menurut Macey dan O’Hara (2003), institusi keuangan
perbankan memiliki sifat usaha spesifik (nature of the firm) yang membedakannya
dari institusi non-keuangan. Sektor keuangan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara karena sektor ini adalah penyalur kredit bagi
masyarakat. Kajian yang dibuat oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa lemahnya
implementasi corporate governance, terutama sistem perbankan dan keuangan,
merupakan faktor yang menentukan parahnya krisis di Asia. Kelemahan tersebut
terlihat dari minimnya pelaporan kinerja keuangan dan kewajiban-kewajiban
auditor, serta kurangnya insentif eksternal untuk mendorong terciptanya efisiensi
di perusahaan melalui mekanisme persaingan yang fair (Djalil, 2000).
Tandelilin dkk. (2007) menegaskan bahwa pemerintah memperhatikan
sektor perbankan lebih daripada yang lain karena beberapa hal, yaitu:
1. Aset yang dimiliki bank tidak diketahui dengan jelas, dan transparansinya
kurang sehingga masalah keagenan berpotensi muncul;
2. Ketidakstabilan bank akan menyebabkan potensi penyebaran masalah
(contagion effect) sehingga akan berpengaruh pada sistem finansial dan
ekonomi;
3. Bank memiliki posisi yang dominan pada pengembangan ekonomi dan
sistem keuangan negara.
Menurut Nasution dalam Maulana (2009), ada lima alasan pentingnya
kesehatan perbankan dan keuangan sehingga diperlukannya penerapan GCG yang
berkesinambungan. Pertama, keunikan karakteristik perbankan yang rentan
terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank rush)
sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank. Kedua, penyebaran
kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect sehingga
berpotensi menimbulkan system problem. Yang ketiga adalah proses penyelesaian
bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit.
Keempat, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai
lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan
berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak
efektifnya transmisi kebijakan moneter.
Penelitian ini bertujuan menguji variabel corporate governance yang telah
disesuaikan dengan kondisi lingkungan bisnis di Indonesia. Pengukuran dalam
penelitian ini menggunakan Cash flow return on assets (CFROA) sebagai proksi
dari kinerja keuangan perbankan sehingga penelitian ini mengambil judul tentang
”Pengaruh Elemen-elemen Good Corporate Governance pada Kinerja Keuangan
Sektor Perbankan di Indonesia ”.
B. Rumusan Masalah
Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efisiensi ekonomis, dimana meliputi serangkaian hubungan antar
stakeholders agar sektor keuangan di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat, efektif, dan efisien. Maka rumusan masalah yang ingin diteliti dalam
penelitian ini adalah apakah elemen-elemen good corporate governance yang
terdiri dari kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan direksi, dan
komite audit berpengaruh pada kinerja keuangan perbankan yang diukur
C. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini meneliti pengaruh
Good Corporate Governance pada Kinerja Keuangan sektor perbankan yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2004-2009.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menguji pengaruh good corporate governance yang terdiri dari kepemilikan
institusional, dewan komisaris, ukuran dewan direksi dan komite audit pada
kinerja keuangan perbankan di Indonesia yang diukur menggunakan Cash flow
return on assets (CFROA).
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat digunakan oleh
berbagai pihak yang berkepentingan :
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk lebih memahami
peranan praktik Corporate Governance terhadap manajemen laba yang
dilakukan perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan dan
memberikan masukan kepada para pemakai laporan keuangan dan praktisi
penyelenggara perusahaan dalam memahami mekanisme Corporate
2. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk
mengetahui perusahaan apa dan bagaimana yang akan dijadikan sebagai
9
BAB II
TINJAUAN LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Prinsip Good Corporate Governance (GCG) sangatlah penting dalam
pengelolaan suatu perusahaan. GCG menjadi landasan agar tercipta suatu
hubungan harmonis, terintegrasi, dan kondusif diantara elemen elemen kunci
dalam perusahaan, yaitu Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Komite-komite di
perusahaan dengan stakeholder-stakeholder lain dalam suatu perusahaan demi
peningkatan dan perbaikan kinerja perusahaan.
A. Landasan Teori
1. Pengertian dan Konsep Dasar Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) memiliki banyak definisi. Centre for
European Policy Studies mendefinisikan corporate governance sebagai seluruh
sistem dari hak-hak (rights), proses, dan pengendalian yang dibentuk didalam dan
diluar manajemen secara menyeluruh dengan tujuan untuk melindungi
kepentingan stakeholder. Hak-hak adalah wewenang yang dimiliki oleh
stakeholder untuk mempengaruhi manajemen. Proses merupakan mekanisme dari
implementasi hak-hak tersebut. Sedangkan pengendalian merupakan mekanisme
yang memungkinkan stakeholder untuk mendapatkan informasi mengenai
Good Corporate Governance menurut The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG, 2009) didefinisikan sebagai struktur, sistem, dan
proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk
memberikan nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka
panjang, dengan tetap memperhatikan stakeholders lainnya, berlandaskan
peraturan perundangan dan norma yang berlaku.
a. Baik (Good) adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya
yang memenuhi persyaratan, menunjukkan kepatuhan, dan keteraturan
operasional perusahaan sesuai dengan konsep CG
b. Sistem adalah prosedur formal dan informal yang mendukung struktur
dan strategi operasional dalam suatu perusahaan.
c. Proses adalah kegiatan mengarahkan dan mengelola bisnis yang
direncanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan,
menyelaraskan perilaku perusahaan dengan ekspektasi dari
masyarakat, serta mempertahankan akuntabilitas perusahaan kepada
pemegang saham.
d. Struktur adalah (1) susunan atau rangka dasar manajemen perusahaan
yang didasarkan pada pendistribusian hak-hak dan tanggung jawab di
antara organ perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan
RUPS/pemegang saham) dan stakeholders lainnya, dan (2)
aturan-aturan maupun prosedur-prosedur untuk pengambilan keputusan dalam
Forum For Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan
corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan
antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan. Di kalangan pebisnis, secara umum, GCG diartikan
sebagai tata kelola perusahaan.
Masalah corporate governance menjadi semakin menarik perhatian di
beberapa negara Asia yang terkena krisis finansial (yang dimulai pada tahun
1997), ketika banyak para ahli yang berpendapat bahwa kelemahan di dalam
corporate governance merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi
yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara tersebut pada
tahun 1997 dan 1998. Maka oleh sebab itu Good Corporate Governance memang
sangat dibutuhkan untuk menjadikan tata kelola perusahaan semakin baik.
Indonesia mulai menerapkan prinsip GCG sejak menandatangani letter of
intent (Lol) dengan International Monetery Fund (IMF) yang salah satu bagian
pentingnya adalah pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan
(Corporate Governance) di Indonesia. Sejalan dengan langkah tersebut, pada
tahun 1999 pemerintah melalui Kep-10/M.EKUIN/08/1999 membentuk suatu
lembaga yaitu Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Komite ini
bertugas untuk merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional
Selanjutnya komite ini secara berkesinambungan bertugas memantau perbaikan di
bidang CG di Indonesia.
Ada beberapa produk hukum dan peraturan-peraturan dari
lembaga-lembaga terkait (BEI, BAPEPAMLK, dll) yang mengatur pelaksanaan GCG di
Indonesia. Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 diantaranya
telah memperhatikan perkembangan dunia usaha dan juga memperhatikan praktik
GCG sebagai nilai dan konsep yang terkandung dalam undang-undang tersebut.
Pada sektor perbankan, Bank Indonesia telah mempunyai peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance
di Bank Umum, serta peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/2006 tentang
perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006. Salah satu bentuk
implementasi dari peraturan tersebut Bank Indonesia telah melaksanakan rating
dan assessment pelaksanaan GCG (self assessment) di seluruh bank yang berada
dibawah pengawasannya pada tahun 2007 (IICG, 2009).
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance berdasarkan Keputusan
Menteri (KepMen) Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-117/M-MBU/2002
Tentang Penerapan Praktek Good Governance pada Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) meliputi:
a. Transparansi, keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
b. Kemandirian, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinip-prinsip korporasi yang sehat;
c. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung
jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif;
d. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian didalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
perusahaan yang sehat;
e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip pokok Corporate Governance menurut Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya
praktik good corporate governance pada perbankan (KNKG, 2004) adalah:
a. Transparansi (transparency)
Kepercayaan investor dan efisiensi pasar sangat tergantung dari
pengungkapan kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Agar
bernilai di pasar modal global, informasi tersebut haruslah jelas, konsisten,
dan dapat diperbandingkan serta menggunakan standar akuntansi yang
yang berkepentingan dengan perusahaan dapat memperhitungkan dampak
resiko bertransaksi dengan perusahaan.
1) Bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu,
memadai, jelas, akurat, dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh stakeholders sesuai dengan haknya.
2) Informasi yang diungkapkan tidak terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan,
kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang
saham pengendali, pejabat eksekutif, pengelolaan resiko (risk
management), sistem pengawasan dan pengendalian intern, sistem
dan pelaksanaan GCG serta kejadian penting yang dapat
mempengaruhi kondisi bank
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh bank tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan rahasia bank sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, rahasia jabatan, dan
hak-hak pribadi.
4) Kebijakan bank harus tertulis dan dikomunikasikan kepada pihak
yang berkepentingan (stakeholder) dan yang berhak memperoleh
b. Akuntabilitas (accountability)
Akuntabilitas merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah
agency problem antara Direksi dan pemegang saham. Akuntabilitas
didasarkan pada sistem internal checks and balances yang mencakup
praktik audit yang sehat. Akuntabilitas juga dapat dicapai melalui
pengawasan efektif yang didasarkan pada keseimbangan kewenangan
antara pemegang saham, Komisaris, dan Direksi. Praktik audit yang sehat
dan independen mutlak diperlukan untuk menunjang akuntabilitas
perusahaan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengefektifkan
Komite Audit.
1) Bank harus menetapkan tanggung jawab yang jelas dari
masing-masing organ organisasi yang selaras dengan visi, misi, sasaran
usaha, dan strategi perusahaan.
2) Bank harus meyakini bahwa semua organ organisasi bank
mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggung jawabnya dan
memahami perannya dalam pelaksanaan GCG.
3) Bank harus memastikan terdapatnya check and balance system
dalam pengelolaan bank.
4) Bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank
berdasarkan ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai
perusahaan, sasaran usaha, dan strategi bank serta memiliki
c. Kewajaran (fairness)
Fairness meliputi kejelasan hak-hak pemegang saham untuk melindungi
kepentingan pemegang saham, termasuk perlindungan terhadap pemegang
saham mayoritas, dari kecurangan seperti praktek insider yang merugikan
atau dari keputusan direksi atau pemegang saham mayoritas yang
merugikan kepentingan pemegang saham secara keseluruhan.
1) Bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran.
2) Bank harus memberikan kesempatan kepada seluruh stakeholders
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi
kepentingan bank serta mempunyai akses terhadap informasi sesuai
dengan prinsip keterbukaan.
d. Independensi (Independency)
Perusahaan harus dikelola secara indipenden sehingga masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak diintervensi oleh pihak
lain.
1) Bank harus menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh
stakeholders manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan
sepihak serta bebas dari benturan kepentingan.
2) Bank dalam mengambil keputusan harus obyektif dan bebas dari
e. Responsibilitas (responsibility)
Perusahaan yang responsible mempunyai tanggung jawab untuk mematuhi
hukum dan perundang-undangan yang berlaku termasuk ketentuan yang
mengatur masalah lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan,
ketenagakerjaan, larangan monopoli dan praktik persaingan yang tidak
sehat, kesehatan dan keselamatan kerja, dan peraturan lainnya yang
mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha.
1) Untuk menjaga kelangsungan usahanya, bank harus berpegang
pada prinsip kehati-hatian (prudential banking practice) dan
menjamin dilaksanakannya ketentuan yang berlaku.
2) Bank harus bertindak sebagai good corporate citizen (perusahaan
yang baik) termasuk peduli terhadap lingkungan dan melaksanakan
tanggung jawab sosial.
Pelaksanaan good corporate governance sangat diperlukan untuk
membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat
mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat.
Dari berbagai definisi yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa
corporate governance merupakan :
a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan yang harmonis tentang peran
b. Suatu sistem Check and balance mencakup perimbangan kewenangan atas
pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang :
pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan;
c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian dan pengukuran kinerjanya.
2. Pengertian Bank dan Elemen-elemen Corporate Governance
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak”.
Adapun kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini adalah:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan
dan deposito.
b. Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit investasi, kredit
modal kerja maupun kredit perdagangan.
c. Memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Industri perbankan mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan
dengan industri lain, misalnya suatu bank harus memenuhi kriteria CAR
penentuan status suatu bank (apakah bank tersebut merupakan bank yang sehat
atau tidak). Oleh karena itu, manajer mempunyai insentif untuk melakukan
manajemen laba supaya perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria yang
disyaratkan oleh Bank Indonesia.
Setiawati dan Na’im (2001) dalam Sam’ani (2008) berpendapat bahwa
laporan keuangan yang telah direkayasa oleh manajemen dapat mengakibatkan
distorsi dalam alokasi dana. Selain itu, industri perbankan merupakan industri
“kepercayaan”. Jika investor berkurang kepercayaannya karena laporan keuangan
yang bias, maka mereka akan melakukan penarikan dana secara bersama-sama
yang dapat mengakibatkan rush. Oleh karena itu, perlu suatu mekanisme untuk
mengatur dan mengoptimalkan kinerja perusahaan perbankan. Salah satu
mekanisme yang dapat digunakan adalah praktek corporate governance.
Menurut Berghe dan Ridder (1999) dalam Sam’ani (2008), mereka
menghubungkan kinerja perusahaan dengan good corporate governance. Hal ini
tidak mudah dilakukan. Young (2003) dalam Sam’ani (2008) menganalisis
beberapa penelitian yang menghubungkan corporate governance dengan kinerja
perusahaan. Berghe dan Ridder menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai
poor perfomance disebabkan oleh poor governance. Walaupun
penelitian-penelitian tentang hubungan corporate governance dengan kinerja perusahaan
menunjukkan hasil yang berbeda, namun semuanya menyatakan bahwa corporate
governance mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap kinerja perusahaan.
Serikat, dengan objek penelitian pada industri perbankan di Indonesia. Konsep
indikator mekanisme corporate governance terdiri dari; ukuran dewan komisaris,
dewan direksi, kepemilikan institusional, dan komite audit.
Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki
hasil yang beragam. makin banyaknya personel yang menjadi dewan komisaris
dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan.
Berkaitan dengan ukuran dewan direksi, beberapa peneliti menemukan hasil yang
berbeda. Dalton dkk. (1999) dalam Sam’ani (2008) menyatakan adanya
hubungan positif antara ukuran dewan direksi dengan kinerja perusahaan.
Sedangkan Eisenberg dkk. (1998) dalam Sam’ani (2008) menyatakan bahwa ada
hubungan yang negatif antara ukuran dewan dengan kinerja perusahaan.
Adanya perbedaan-perbedaan hasil penelitian tersebut membuat peneliti
tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh mekanisme corporate governance
yang terdiri atas ukuran dewan komisaris, dewan direksi, kepemilikan
institusional, dan komite audit terhadap kinerja keuangan pada bank di Indonesia.
a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan
yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi,
bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Investor
institusional merupakan pemegang saham yang memiliki
pengaruh besar terhadap perusahaan karena kepemilikan sahamnya
institusional diyakini memiliki kemampuan yang ooptimal untuk
memonitor tindakan manajemen lebih baik daripada investor individual.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi
konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham.
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme
monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh
manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam
pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap
tindakan manipulasi laba.
b. Dewan Komisaris
Tugas utama dari dewan komisaris adalah mengawasi kebijakan
dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh direksi dalam menjalankan
perusahaan serta memberi nasehat kepada direksi. Rincian dari tugas
tersebut, biasanya dapat ditemukan pada anggaran dasar perusahaan.
Kebijakan yang menjadi perhatian dewan komisaris adalah yang bersifat
strategis dan penting. Tugas komisaris sering disebut sebagai business
oversight karena menyangkut pemantauan terhadap kemampuan
perusahaan untuk bertahan hidup, melakukan kegiatan bisnis, dan
tumbuh/berkembang.
Ukuran dewan komisaris dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain :
Jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh terhadap
ukuran dewan direksi karena apabila jumlah anggota dewan
komisaris lebih sedikit dari jumlah anggota dewan direksi dalam
proses diskusi dan negosiasi rapat penting antara dewan komisaris
dan dewan direksi, akan ada kemungkinan dewan komisaris
mengalami tekanan psikologis. Untuk memperkecil kemungkinan
tersebut, sebaiknya jumlah anggota dewan komisaris paling tidak
sama dengan jumlah anggota dewan direksi.
2) Industri dan jenis keahlian yang dibutuhkan
Jumlah anggota komisaris tergantung kepada industri
dimana perusahaan berada karena akan turut menentukan jenis
kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh dewan komisaris secara
keseluruhan. Walaupun dewan komisaris dapat memanfaatkan jasa
ahli dari luar perusahaan, kemampuan dewan komisaris untuk
mendeteksi adanya masalah secara lebih dini akan jauh lebih tajam
apabila ada anggota komisaris yang memang ahli dalam bidang
terkait dengan masalah tersebut.
3) Overall risk yang dihadapi
Ukuran dewan komisaris ditentukan oleh resiko
menyeluruh yang dihadapi perusahaan. Semakin banyak yang
memikirkan dan memantau berbagai resiko yang dihadapi
mengatasi ancaman yang dibawa oleh resiko tersebut, walaupun
tentunya dengan mempertimbangkan kendala yang ada dan
kemampuan perusahaan.
4) Komite yang ada
Dalam menjalankan GCG, tugas komisaris dilakukan
melalui komite-komite yang ada. Setiap komite terdiri dari seorang
atau lebih anggota komisaris dan anggota yang bukan komisaris.
Oleh karena itu semakin banyak komite yang ada dalam struktur
governance di suatu perusahaan, semakin banyak anggota
komisaris yang dibutuhkan.
Ukuran dan komposisi dewan komisaris dapat membantu
keefektifan kerja dewan komisaris. Ukuran yang tidak seimbang dengan
jumlah direksi lebih banyak akan menyebabkan komisaris menghadapi
kesulitan ketika bernegosiasi dengan dewan direksi. Komposisi keahlian
dewan komisaris juga akan mempengaruhi ketajaman dan keluasan
analisis untuk dapat melakukan pengambilan keputusan yang baik dan
tepat waktu.
c. Ukuran Dewan Direksi
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perusahaan serta
mewakili perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Cara
pengangkatan, hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang bertalian dengan
Dalam melaksanakan fungsinya, dewan direksi memiliki tugas dan
tanggungjawab sebagai berikut :
1) Menetapkan visi, misi serta tujuan jangka penjang perusahaan
2) Mengelola dan mengendalikan sumber daya perusahaan secara
efektif dan efisien
3) Membuat rencana keuangan dan pengembangan perusahaan
4) Memantau praktik akuntansi dan kinerja keuangan perusahaan,
serta ketaatan terhadap peraturan yang berlaku
5) Memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan para
pemangku kepentingan
6) Memastikan bahwa mayoritas anggota dewan bersifat independen
7) Menyelenggarakan RUPS dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Interaksi antara komisaris dengan direksi dengan menjaga
keterbukaan informasi dan komunikasi sehingga rencana, pengelolaan
manajerial, dan masalah yang dihadapi direksi dalam menjalankan usaha
dapat segera diketahui oleh anggota dewan komisaris.
d. Komite Audit
Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dan anggotanya terdiri dari
dewan komisaris serta pihak luar yang independen dan memiliki keahlian,
pengalaman, dan kualitas lain yang diperlukan. Komite audit dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan tata tertib dan prosedur operasional
baku yang ditentukan bersama dengan dewan komisaris dan bertugas
1) Struktur pengendalian internal bank telah cukup untuk menjaga
agar manajemen siap menjalankan praktek perbankan yang sehat
sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
2) Pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal telah
dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku.
3) Tindak lanjut temuan hasil audit telah dilaksanakan oleh
manajemen dengan baik.
3. Teori Agensi
Adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan
dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problems), yaitu ketidaksejajaran
kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manager).
Principal dan agent merupakan pemaksimum kesejahteraan, sehingga ada
kemungkinan besar bahwa agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik
dari principal sehingga memicu biaya keagenan (agency cost).
Menurut Eishenhard (1989) dalam Arifin (2005), teori keagenan dilandasi
oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu :
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia
memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas, dan tidak menyukai resiko.
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antara anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas, dan adanya Asymmetric
Information (AI) antara prinsipal dan agen.
c. Asumsi tentang informasi
Asumsi Informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik
(pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi
perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Laporan keuangan
tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok
ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya
Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu timbulnya suatu
kondisi yang disebut Asymmetric Information (AI), yaitu informasi yang tidak
seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama
antara prinsipal dan agen. Akibat adanya informasi yang tidak seimbang
menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal
untuk memonitor dan melakukan control terhadap tindakan agen. Jensen dan
Meckling (1976) dalam Arifin (2005) menyatakan permasalah tersebut :
a. Moral Hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai
sebuah kelalaian dalam tugas.
Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat
memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba
(earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham)
mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Konflik ini juga tidak terlepas dari
kecenderungan manager untuk mencari keuntungan sendiri (moral hazard)
dengan mengorbankan kepentingan pihak lain, karena walaupun manager
memperoleh kompensasi dari pekerjaannya, namun pada kenyataannya perubahan
kemakmuran menager sangat kecil dibandingkan perubahan kemakmuran
pemilik/pemegang saham.
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan
kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan. Investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan
bagi mereka dan tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital
yang telah ditanamkan oleh investor. Dengan kata lain corporate governance
diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan
4. Kinerja Keuangan
Kinerja Keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatau perusahaan dalam menghasilkan laba. Dalam
mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan
pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui
besarnya tanggung jawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja
keuangan. Adapun informasi yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan
adalah informasi keuangan (financial information), yaitu informasi akuntansi
manajemen dan informasi akuntansi keuangan seperti laba sebelum pajak, tingkat
pengembalian investasi, dan sebagainya.
Cornett et al. (2006) menjelaskan bahwa Cash Flow Return On Assets
(CFROA) merupakan salah satu pengukuran kinerja keuangan perusahaan yang
menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi.
CFROA lebih memfokuskan pada pengukuran kinerja perusahaan saat ini dan
tidak terikat dengan harga saham.
Cornett et al. (2006) menemukan adanya pengaruh mekanisme corporate
governance dan berhubungan positif dengan CFROA. Hasil ini diinterpretasikan
sebagai indikasi bahwa CFROA merupakan fungsi positif dari indikator
mekanisme corporate governance. Mekanisme corporate governance dapat
mengurangi dorongan manajer melakukan earnings management, sehingga
B. Penelitian Terdahulu
Good Corporate Governance menjadi satu tolak ukur yang sangat penting
bagi perusahaan dalam mengetahui kinerja yang dimilikinya. Penelitian mengenai
GCG telah dilakukan beberapa ahli/pakar dalam ekonomi. Penelitian CG pada
perbankan diawali oleh Ciancanelli dan Gonzales (2000) yang meneliti dan
membuat kerangka mengenai CG di sektor perbankan. Tandelilin dkk. (2007)
meneliti mengenai CG, manajemen risiko, dan performansi perbankan di
Indonesia. Penelitian ini menunjukkan bahwa CG tidak berhubungan dengan
manajemen risiko yang diproksikan dengan VaR, dan CG juga tidak berhubungan
dengan performansi bank yang diproksikan dengan CAR. CG secara global di
Indonesia dijelaskan oleh buku yang ditulis oleh Warsono, dkk. (2009). Dalam
bukunya, mereka menjelaskan mengenai CG di Indonesia dan model penerapan
CG di UGM sebagai salah satu badan hukum pendidikan terbaik di Indonesia.
Untuk penelitian mengenai CG di negara lain, salah satunya dilakukan
oleh Othman, dkk (2007). Mereka meneliti mengenai CG di Malaysia. Hasil
penelitian adalah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap CG rating, namun
variablel-variabel kinerja perusahaan, yaitu Net Profit Margin, Leverage, Growth,
Total Sales, Market Capitalization tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
CG.
Penelitian utama yang mendasari penelitian ini adalah penelitian Cornett
dkk. (2006). Mereka meneliti mengenai manajemen laba, CG, dan performansi
keuangan. Hasil penelitian adalah manajemen laba bernilai rendah ketika
pengambilan keputusan, seperti kepemilikan saham oleh institusional lain di luar
perusahaan. Manajemen laba meningkat ketika ada respon mengenai kompensasi
CEO.Hasil lainnya adalah mekanisme corporate governance berpengaruh
terhadap penurunan discretionary accruals sebagai ukuran dari manajemen laba.
C. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Relasi antar variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Relasi antara kepemilikan institusional dan kinerja keuangan
Kepemilikan institusional adalah mekanisme corporate
governance utama yang membantu mengendalikan massalah keagenan
(Jensen dan Meckling dalam Sam'ani 2008). Oleh sebab itu kepemilikan
institusional dapat mengurangi biaya keagenan (agency cost). Adanya
kepemilikan institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain maka akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1 : Persentase kepemilikan institusional berpengaruh positif pada kinerja
2. Relasi antara dewan komisaris dan kinerja keuangan
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung
jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen
untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya
kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris
diperbolehkan untuk memiliki akses pada informasi perusahaan. Pengaruh
ukuran dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan memiliki hasil yang
beragam. Salah satu argumen menyatakan bahwa makin banyaknya
personel yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin
buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan (Yermack, 1996). Adanya
kesulitan dalam perusahaan dengan anggota dewan komisaris yang banyak
ini membuat sulitnya menjalankan tugas pengawasan terhadap manajemen
perusahaan yang nantinya berdampak pula pada kinerja perusahaan yang
semakin menurun (Yermack, 1996). Berdasarkan uraian tersebut, maka
hipotesis yang diajukan adalah:
H2 : Jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh negatif pada kinerja
keuangan
3. Relasi antara ukuran dewan direksi dan kinerja keuangan
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan
yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek
dewan komisaris) tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan baru,
berapa banyak dewan yang dibutuhkan perusahaan? Apakah dengan
semakin banyak dewan berarti perusahaan dapat meminimilisasi
permasalahan agensi antara pemegang saham dengan direksi? Penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran dewan
yang besar tidak bisa melakukan koordinasi, komunikasi, dan pengambilan
keputusan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
dewan yang kecil sehingga nilai perusahaan yang memiliki dewan yang
banyak lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
direksi lebih sedikit (Yermack, 1996). Berdasarkan argumen tersebut,
maka penelitian ini mengajukan rumusan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Jumlah anggota dewan direksi berpengaruh negatif pada kinerja
keuangan
4. Relasi antara komite audit dan kinerja keuangan
Komite audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan
keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian
internal (termasuk audit internal) dapat mengurangi sifat opportunistic
manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management)
dengan cara mengawasi laporan keuangan dan melakukan pengawasan
pada audit eksternal. Komite audit meningkatkan integritas dan kredibilitas
pelaporan keuangan melalui: (a) pengawasan atas proses pelaporan
berterima umum, dan (b) mengawasi proses audit secara keseluruhan.
Hasilnya mengindikasikan bahwa adanya komite audit memiliki
konsekuensi pada laporan keuangan yaitu: (1) berkurangnya pengukuran
akuntansi yang tidak tepat, (2) berkurangnya pengungkapan akuntansi
yang tidak tepat dan (3) berkurangnya tindakan kecurangan manajemen
dan tindakan illegal. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management yang
selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan yang salah
satunya adalah kualitas laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis
yang diajukan adalah:
H4 : Jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada kinerja
Berdasarkan hipotesis-hipotesis di atas, kerangka pemikirannya adalah sebagai
berikut:
Elemen GCG
H1 (+)
H2 (-)
H3 (-)
H4 (+)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hipotesis Kepemilikan Institusional
Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Direksi
Komite Audit
Kinerja Keuangan
Cash flow return on assets
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif karena memandang
positifisme dari realitas hasil penelitian. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian
ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta
hubungan-hubungannya.
B. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini meneliti mekanisme good corporate governance dan laporan
keuangan perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada
tahun 2004-2009.
C. Sumber Data
Penelitian ini meneliti ICMD dan laporan keuangan perusahaan pada tahun
D. Variabel Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan menggunakan dua variabel yaitu variabel
terikat (dependent) dan variabel bebas (independent). Variabel dependent merupakan
variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi pleh variabel independent. Variabel terikat
(dependent) pada penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diukur dengan CFROA.
Sedangkan, variabel bebas (independent) dalam penelitian ini meliputi mekanisme
good corporate governance yaitu kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan
direksi dan komite audit.
E. Definisi Operasional
1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan
invesment banking. Kepemilikan institusional diperoleh dari penjumlahan atas
persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan lain, baik yang
berada di dalam maupun luar negeri dan saham pemerintah dalam maupun
luar negeri.
2. Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris diperoleh dari jumlah dewan komisaris pada
Keterangan:
CFROA= Cash flow return on assets
EBIT= Laba sebelum bunga dan pajak
Depresiasi= Depresiasi perusahaan
Total Assets = Total aktiva
F. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder. Data ini
diperoleh dari laporan keuangan tahunan subsektor perbankan dan Indonesian Capital
Market Directory pada tahun 2004-2009.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui penelusuran data
sekunder dengan kepustakaan dan manual. Data yang digunakan dalam penelitian
dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Dokumentasi merupakan proses
perolehan dokumen dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen dan
data-data yang diperlukan. Dokumen yang dimaksud adalah laporan keuangan dan
G. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perusahaan
perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan sampel
merupakan bagian dari populasi yang dianggap bisa mewakili populasi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, dimana
sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Kriterianya adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan adalah perusahaan perbankan go public yang terdaftar di BEI dan
mempublikasikan laporan keuangan selama periode 2004-2009;
2. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan secara lengkap selama periode
penelitian. Alasannya, kriteria ini untuk kelengkapan data yang berkaitan
dengan data yang digunakan sesuai dengan model penelitian ini;
3. Akhir periode laporan tahunan keuangan perusahaan tersebut adalah pada 31
Desember.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, terdapat 19 perusahaan yang memenuhi
Tabel 3.1
Sampel Perusahaan
No Nama Perusahaan Ticker symbol
1 Bank ICB Bumi Putera BABP
2 Bank Central Asia BBCA
3. Bank Negara Indonesia BBNI
4 Bank Nusantara Parahyangan BBNP
5 Bank Rakyat Indonesia BBRI
6 Bank Danamon BDMN
7 Bank Pundi Indonesia BEKS
8 Bank Kesawan BKSW
9 Bank Mandiri BMRI
10 Bank CIMB Niaga BNGA
11 Bank Internasional Indonesia BNII
12 Bank Permata BNLI
13 Bank Swadesi BSWD
14 Bank Victoria Internasional BVIC
15 Bank Artha Graha Internasional INPC
16 Bank Mayapada MAYA
17 Bank Mega MEGA
18 Bank OCBC NISP NISP
19 Bank Panin PNBN
H. Teknik Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Memberikan gambaran analisis statistik deskriptif mengenai
variabel-variabel penelitian, yaitu kepemilikan institusional, dewan komisaris, dewan
direksi, komite audit, dan kinerja keuangan. Deskripsi variabel tersebut
hasilnya disajikan dalam bentuk rata-rata, median, maksimum, minimum, dan
standar deviasi.
2. Regresi Linear Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara beberapa variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Persamaan
regresi sederhana dalam penelitian ini untuk mengetahui nilai koefisien
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Persamaan umumnya
adalah:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + …. + bn Xn+ e.
CFROA = a + b1 INS_OWN + b2 KOM + b3 DIR + b4 AUD + e
Keterangan :
CFROA : Cash flow return on assets
INS_OWN : Kepemilikan institusioanal
KOM : Dewan Komisaris
AUD : Komite Audit
a : Konstanta
b1 – b4 : Koefisien Regresi
e : Error
3. Uji Asumsi Klasik
Setelah mendapatkan model regresi, maka intepretasi terhadap hasil
yang diperoleh tidak bisa langsung melakukan. Hal ini disebabkan karena
model regresi harus diuji terlebih dahulu apakah sudah memenuhi asumsi
klasik. Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik
jika model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang dikemudian disebut
dengan asumsi klasik. Apabila ada satu syarat saja yang tidak terpenuhi, maka
hasil analisis regresi tidak dapat dikatakan bersifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator). Uji asumsi klasik mencangkup hal sebagai berikut
(Ghozali, 2006)
a. Uji Normalitas
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya
data sampel. Untuk mengetahui apakah residual berdistribusi normal
atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji satatistik (Ghozali,
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas adalah untuk melihat ada atau tidaknya
korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model
regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara
variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas
terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Alat statistik yang
sering dipergunakan untuk menguji gangguan multikolinearitas adalah
dengan variance inflation factor (VIF).
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui terjadinya
varian tidak satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Pengujian untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik scatterplot antar
nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya
SRESID (Ghozali, 2006). Apabila pada grafik scatterplot titik
menyebar di atas maupun dibawah nilai nol pada sumbu Y, maka
dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya