• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI BMT BERINGHARJO

B. Tinjauan Umum Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo

2. Akad Pembiayaan Talangan Haji di BMT Beringharjo

Pembiayaan talangan haji di BMT Beringharjo menggunakan Pembiayaan Multijasa. Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan dimana BMT memberikan pembiayaan kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atau jasa. Dalam pembiayaan multijasa ini BMT berhak menerima imbalan jasa/ujrah atau fee. Besarnya uang ujrah/fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam prosentase.

BMT Beringharjo menggunakan akad Ijarah dalam pembiayaan multijasa ini. Akad Ijarah dalam BMT digunakan sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga diketahui. Akad sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada BMT sebagai pembayaran manfaat.

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang tersebut. Dalam pembiayaan talangan haji di BMT akad ijarah ini digunakan dalam proses administrasi dan jasa dari BMT untuk mengurus pendaftaran SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) serta pelayanan haji kepada nasabah. Jadi BMT Beringharjo dapat memperoleh ujrah dari akad ijarah ini. Dan dalam pelaksanaan akad ini BMT Beringharjo berdasarkan fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.

51 BAB IV

MEKANISME PEMBIAYAAN HAJI DI BMT DAN KESESUAIAN AKADNYA DENGAN FATWA DSN MUI DAN MENURUT PMA NO.24 TAHUN 2016

A. Mekanisme Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo

Dalam pembiayaan talangan haji yang menggunakan akad ijarah multijasa ini nasabah harus memberikan jaminan atas pinjaman dana yang diberikan oleh pihak BMT Beringharjo KC.Bintaro. jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada BMT Beringharjo KC.Bintaro ialah barang yang memiliki nilai ekonomis.

Dikarenakan pembiayaan ini bukan akad pembiayaan yang sifatnya modal usaha atau jual beli maka akad ini menjadi ijarah yaitu manfaat atas jasa dan karena manfaat jasa inilah nasabah diwajibkan untuk membayar ujrah.

Berikut prosedur pengajuan Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro:

BMT Beringharjo memberikan fasilitas pembiayaan dana talangan haji dan akan mengawal nasabah sampai endapatkan porsi haji dan berangkat ke tanah suci.

Bekerjasama dengan Bank Syariah Mandiri untuk kemudian didaftarkan ke Kementerian Agama.

a) Persyaratan

1) Syarat Umum dari BMT Beringharjo

a. Membawa Fotocopy KTP suami istri b. Membawa Fotocopy Kartu Keluarga (KK) c. Membawa Fotocopy Surat Nikah

d. Membawa Fotocopy Slip Gaji (Bagi Karyawan) e. Rekening Listrik, Telepon dan PAM

f. Membawa Fotocopy Mutasi Tabungan 6 Bulan Terakhir g. Pas Photo 4x6 (4 lembar)

h. Memiliki tabungan haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro 2) Syarat Pelengkap dari Bank Syariah Mandiri

a. Foto 3x4 (8 lembar) b. Materai (5 lembar)

3) Syarat pelengkap dari Departemen Agama

52

a. Foto 3x4 (8 lembar) b. Foto 4x6 (6 lembar)

c. Fotocopy KTP (12 lembar) d. Fotocopy Kartu Keluarga (2 lembar)

e. Fotocopy Akta Lahir/ Surat Nikah (2 lembar) Mekanisme Pengajuan Produk Dana Talangan Haji di BMT Beringharjo 1. Calon Jemaah Haji datang ke BMT Beringharjo KC.Bintaro

2. Calon jemaah haji membuka tabungan Haji di BMT Beringharjo

3. Calon jemaah haji akan dijelaskan mengenai pembiayaan ijarah multijasa

4. Setelah paham dan setuju maka calon jamaah haji mengisi formulir pendaftaran yang diantaranya adalah mengisi akad dana talangan haji, mengisi formulir pembukaan tabungan haji dan menandatangani surat persetujuan di atas materai oleh calon jamaah haji

5. Setelah BMT Beringharjo melakukan survey, nasabah dianalisa dibagian pembiayaan BMT Beringharjo apakah nasabah itu memenuhi syarat melakukan pembiayaan atau tidak.

Jika memenuhi syarat, maka akan ditindaklanjuti dan dibuatkan SP3 (Surat Persetujuan Pembiayaan Pengajuan) oleh bagian pembiayaan yang disetujui oleh komite pembiayaan setelah itu baru menyiapkan akad-akadnya yang sudah ditandatangani.

Jika nasabah tidak memenuhi syarat, maka BMT Beringharjo KC.Bintaro akan memberikan surat kepada nasabah bahwa tidak bisa melakukan pembiayaan karena suatu hal.

6. BMT Beringharjo menyiapkan akad untuk ditandatangani oleh nasabah. Setelah itu, sebelum penandatanganan akad BMT Beringharjo sudah berkomunikasi dengan Bank Syariah Mandiri.

7. Kemudian BMT Beringharjo mengirimkan persyaratan nasabah untuk pengajuan pembukaan rekening tabungan haji. Kemudian ditindak lanjuti untuk dibawa ke Kementerian Agama untuk mendaftarkan nama-nama calon jamaah haji. Setelah mendaftarkan nama-nama nasabah keluarlah SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji).

8. Setelah mendapatkan SPPH, selanjutnya petugas dari BMT membawanya ke Bank Syariah Mandiri lengkap beserta para calon jamaah haji.

BMT Beringharjo akan menyimpan nomor porsi haji atau dikenal dengan SPPH (Surat Pendaftaran Pergi Haji), surat inilah yang dijadikan jaminan oleh bank sebelum nasabah tersebut melunasi pinjaman yang dilakukan dengan besaran dan jangka waktu yang telah disepakati.

Dalam proses akad pembiayaan dana talangan haji nasabah diharuskan untuk melengkapi seluruh persyaratan yang terdapat dalam Pembiayaan Dana Talangan Haji guna untuk memperlancar proses akad yang akan dilakukan serta mempermudah proses pendaftaran calon jamaah haji pada kemenag.

Kemudian nasabah akan diminta untuk mengisi formulir pembiayaan guna untuk memastikan bahwa nasabah tersebut yang akan menjadi nasabah dalam produk Pembiayaan Dana Talangan Haji, setelah beberapa rangkaian kegiatan tersebut dilakukan maka pihak bank akan melakukan pengikatan atau akad dengan nasabah.

Produk pembiayaan talangan haji,BMT Beringharjo KC.Bintaro menggunakan akad Ijarah Multijasa, dikarenakan yang menalangi pembayaran BPIH sebesar Rp.25.000.000 dalam hal ini pendaftaran dilakukan pada Bank Syariah Mandiri.

Selama akad berlangsung pihak bank yang dalam hal ini ditanggungjawabkan kepada bagian legal dan admin pembiayaan akan menjelaskan beberapa ketentuan dalam Pembiayaan Talangan Haji serta biaya-biaya akan ditangguhkan kepada nasabah.

Selain itu, nasabah dalam melakukan pelunasan sebelum waktu jatuh tempo dengan syarat pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah telah berlangsung selama kelipatan satu tahun.

54

Skema Prosedur Pembiayaan Haji

B. Analisis Pelaksanaan Produk Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada BMT Beringharjo KC.Bintaro bahwa produk pembiayaan dana talangan haji yang diterapkan pada BMT Beringharjo KC.Bintaro berdasar pada hasil kesepakatan yang telah dipertimbangkan yang kemudian disetujui oleh DPS berdasarkan ketentuan fatwa DSN-MUI. Dalam pelaksanaannya BMT Beringharjo KC.Bintaro mengambil imbalan jasa dari pembiayaan dana talangan haji berdasarkan prinsip Ijarah karena akad yang digunakan ialah Al-Ijarah Multijasa atas layanan bank yang telah membantu nasabah untuk memberikan talangan haji dan pelayanan selama proses pendaftaran ibadah haji.

Ditinjau dari segi akad yang digunakan yaitu Al-Ijarah Multijasa meskipun setelah peneliti telaah dari kontrak perjanjian terdapat perbedaan antara nama kontrak dengan nama akad pada kontrak perjanjian dengan nasabah. Dimana di dalam kontrak perjanjian tersebut menyebutkan nama kontrak menggunakan Akad Ijarah Multijasa tetapi kemudian kedua belah pihak menyatakan sepakat menuangkan akad tersebut ke dalam Akad Pembiayaan Ijarah dan di dalam kontrak perjanjian tersebut tersirat bahwa dalam 1 kontrak perjanjian dan dalam 1 proses akad langsung mengikat untuk 2 nasabah (suami istri).

Meskipun Al-Ijarah dengan Al-Ijarah Multijasa adalah sama sama yang berprinsip pada akad sewa. Menurut teori dari Ahmad Wardi yang mengemukakan pengertian Ijarah ialah sewa-menyewa atas manfaat dengan imbalan32 yang dalam hal ini sewa menyewa dalam Ijarah dapat mengambil manfaat atas barang maupun jasa, tetapi dalam Ijarah Multijasa manfaat yang diambil lebih dikhususkan pada jasa.

Sebenarnya, tanpa menyebutkan secara spesifik Ijarah Multijasa, pembiayaan dana talangan haji dengan akad Ijarah saja sudah tepat.

Maka, Ijarah Multijasa hanya digunakan sebagai penyebut dalam nama kontrak, tetapi dalam uraian akadnya menyebutkan Ijarah. Begitu pula dengan ketentuan pertama dalam Fatwa DSN-MUI No. 29/DSNMUI/VI/2002 yang berbunyi

“Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip Al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-MUI Nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.”

32 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2017), h. 315

56

Selanjutnya, pada ketentuan kedua dalam Fatwa DSN-MUI No.

29/DSNMUI/VI/2002 yang berbunyi “Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip Al-Qardh sesuai Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.

Prinsip Al-Qardh tidak diterapkan dalam pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji sebab BMT Beringharjo KC.Bintaro tidak memberikan pinjaman kepada nasabah, tetapi biaya plafond sebesar Rp.25.000.000 itu diakui sebagai biaya porsi haji atau biaya pokok yang menjadi kewajiban untuk dikembalikan oleh nasabah.

Hal tersebut juga senada dengan teori menurut Ismail yang mengemukakan qard merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah dalam membantu pengusaha kecil. Pembiayaan qardh juga merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang dipinjamkan, tanpa adanya tambahan atau imbalan yang diminta oleh bank syariah.

Biaya porsi haji diakui BMT Beringharjo KC.Bintaro sebagai pemberian manfaat atas layanan jasa kepengurusan haji kepada nasabah. Sebab BMT Beringharjo KC.Bintaro tidak dapat bekerja sama secara langsung dengan Kementerian Agama, melainkan BMT Beringharjo KC.Bintaro bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri yang dalam hal ini Bank Syariah Mandiri merupakan Bank Umum Syariah yang bekerja sama dengan Kementerian Agama untuk mendaftarkan porsi haji nasabah.

Sehingga, efek yang muncul pada SPPH yang diterbitkan oleh Kementerian Agama adalah nama bank umum syariah yaitu Bank Syariah Mandiri yang menguruskan SISKOHAT atau Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu, tetapi bukan nama BMT Beringharjo KC.Bintaro.

Tertutupnya akses kerjasama BMT Beringharjo KC.Bintaro dengan Kementerian Agama yang dalam hal ini disebabkan oleh beberapa pernyataan Kementerian Agama RI yang menyatakan melarang program dana talangan haji karena beberapa hal sebagai berikut:

1. Meluapnya jumlah daftar tunggu calon jamaah haji,

2. Tidak diperbolehkan menerima tambahan atas pinjaman dana Qardh, sebab ujrah seharusnya hanya digunakan untuk layanan penyelenggara ibadah haji,

3. Dana talangan haji melanggar ketentuan syarat haji ialah mampu (istitha’ah),

4. Bank mengaitkan biaya ujrah layanan pengurusan seat haji dengan berdasarkan pada besarnya dana talangan haji dan waktu jatuh tempo.

Selain ketentuan pertama dan ketentuan kedua telah dijelaskan di atas yang dalam hal ini peneliti meninjau dari Fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah terdapat pula ketentuan umum lainnya yang telah ditetapkan dalam fatwa ini yaitu:

Dalam ketentuan ketiga yang berbunyi “Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.”

Maka LKS tidak diperkenankan untuk menawarkan pembiayaan dana talangan haji kepada nasabah yang belum mempunyai dana yang cukup untuk biaya melaksanakan ibadah haji dengan ketentuan bahwa pihak Bank Syariah yang akan mengurus pendaftaran haji dan meminta upah kepada nasabah. Sebab secara syariat tidak diperbolehkan adanya pinjaman yang disyaratkan dengan pembayaran jasa (Al-Ijarah).

Namun, pada pelaksanaan BMT Beringharjo KC.Bintaro menawarkan produk dana talangan haji kepada anggota ataupun kepada masyarakat sekitar. Dengan terlebih dahulu menetapkan imbalan jasa yang harus diberikan nasabah kepada BMT Beringharjo KC.Bintaro yang dinyatakan dalam bentuk prosentase bukan nominal.

Kemudian ketentuan terakhir atau ketentuan keempat dalam fatwa ini yang berbunyi “Besar imbalan jasa Al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan Al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.”

Maka dalam ketentuan ini menyatakan bahwa LKS dilarang untuk memperoleh imbalan jasa (ujrah) yang diperoleh berdasarkan jumlah besaran talangan haji dan waktu jatuh tempo yang diberikan LKS kepada nasabah dan kemudian dana talangan haji tersebut diberikan kepada penyelenggara ibadah haji guna untuk memperoleh nomor seat porsi haji. Hal ini tidak senada dengan pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji pada BMT Beringharjo KC.Bintaro, sebab imbalan yang diterima berdasar pada waktu jatuh tempo yang diberikan kepada nasabah, hal ini dapat terlihat ketika nasabah melakukan pelunasan sebelum waktu jatuh tempo dengan syarat pembiayaan telah berlangsung selama kelipatan satu tahun dan selain itu, terlihat pula pada besaran nilai ujrah.

58

Dari hasil wawancara dan penjelasan tentang ujrah dalam pembiayaan talangan haji dengan akad ijarah multijasa ini peneliti dapat meninjau bahwa BMT Beringharjo KC.Bintaro dalam penetapan ujrah ditetapkan dalam bentuk prosentase persen. Penetapan secara prosentase persen ini kurang sesuai dengan Fatwa DSN MUI 44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa karena penetapan ujrah harus dengan nominal bukan prosentase persen. Selain itu, dengan prosentase persen pada jumlah pembiayaan menjadikan besar atau rendahnya ujrah ditentukan tergantung pada jumlah nominal yang dipinjam.

C. Pembiayaan Haji menurut Peraturan Menteri Agama No.24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelanggaraan Ibadah Haji

Dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji serta menanggulangi banyaknya daftar tunggu haji (waiting list), Menteri Agama mengeluarkan peraturan mengenai pembiayaan talangan haji.

Menteri Agama Republik Indonesia memberlakukan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 yang mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 615) diubah. Salah satu perubahannya adalah ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf g dihapus. Didalam peraturan yang dihapus tersebut pada pasal 2 ayat 2 huruf g menjelaskan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun.

Dari hasil wawancara peneliti dengan pihak manager BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro, bahwa walaupun ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf g dihapus, dalam mekanisme pembiayaan haji di BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro memberikan layanan pembiayaan dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu) tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan

pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan dikenakan ujrah sebesar 21% dari jumlah talangan.

Selain itu, dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Pasal 6 huruf a menjelaskan bahwa BPS BPIH (Bank Penerima Setoran Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) dilarang memberikan layanan dana talangan haji baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam praktik, BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro masih menyediakan layanan dana talangan haji dengan bank Mandiri Syariah sebagai penerima setoran Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dengan adanya peraturan tersebut BMT justru sangat diuntungkan, karena dalam peraturan Menteri tersebut tidak disebutkan secara sepsifik bahwa peraturan berlaku pula bagi lembaga berbadan koperasi. Dalam peraturan tersebut hanya menjelaskan tentang larangan lembaga bank penerima setoran haji dan juga dalam peraturan pemerintah tersebut tidak dijelaskan secara detail penjabaran tentang larangan memberikan layanan dana talangan haji baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan wawancara kepada Andi Isworo Adji Setyono selaku manager BMT Beringharjo cabang Bintaro, BMT Beringharjo cabang Bintaro yang berbadan koperasi mendapatkan peluang dengan adanya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016. BMT tidak hanya akan mempertahankan produk talangan haji melainkan akan meningkatkan kualitas dari administrasi dan kinerja di bidang sumber daya manusia dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah calon anggota, untuk membantu masyarakat untuk mendapat porsi haji.

60 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Berdasarkan analisa pada BAB IV dengan mengacu pada rumusan masalah, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

BMT Beringharjo adalah perusahaan pembiayaan yang menyediakan pembiayaan haji melalui unit usaha BMT Beringharjo. Pembiayaan haji yang ada di BMT Beringharjo menggunakan akad Ijarah multijasa. Nasabah yang menginginkan pembiayaan Haji, harus membuka tabungan Haji terlebih dahulu.

Hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaannya BMT Beringharjo KC.Bintaro mengambil imbalan jasa dari pembiayaan dana talangan haji berdasarkan prinsip Ijarah karena akad yang digunakan ialah Ijarah Multijasa atas layanan bank yang telah membantu nasabah untuk memberikan talangan haji dan pelayanan selama proses pendaftaran ibadah haji. Ini sesuai dengan ketentuan pertama dalam fatwa.

Pada ketentuan kedua prinsip Al-Qardh tidak diterapkan dalam pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji sebab BMT Beringharjo KC.Bintaro tidak memberikan pinjaman kepada nasabah, tetapi biaya plafond sebesar Rp.25.000.000 itu diakui sebagai biaya porsi haji atau biaya pokok yang menjadi kewajiban untuk dikembalikan oleh nasabah.

Pada ketentuan ketiga, terdapat ketidaksesuaian karena pada pelaksanaan BMT Beringharjo KC.Bintaro menawarkan produk dana talangan haji kepada nasabah ataupun kepada masyarakat sekitar. Dengan terlebih dahulu telah menetapkan imbalan jasa yang harus diberikan nasabah kepada BMT Beringharjo KC.Bintaro yang dinyatakan dalam bentuk prosentase bukan nominal.

Pada ketentuan keempat, peneliti meninjau bahwa BMT Beringharjo KC.Bintaro dalam penetapan ujrah ditetapkan dalam bentuk prosentase persen. Penetapan secara prosentase persen ini kurang sesuai dengan Fatwa DSN MUI 44/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa karena penetapan ujrah harus dengan nominal bukan prosentase persen. Selain itu, dengan prosentase persen pada jumlah pembiayaan menjadikan besar atau rendahnya ujrah ditentukan dengan dana talangan yang diberikan.

Dalam pembiayaan talangan haji ini jika menggunakan ijarah yang dimaksud pemanfaatan yaitu pemanfaatan jasa oleh BMT. Pemanfaatan jasa ini ialah obyek dari Ijarah. Account officer dalam membantu proses administrasi di Bank Syariah dan membantu calon jamaah haji dalam pendaftaran ke SISKOHAT. Pembiayaan talangan haji menggunakan akad ijarah lebih baik untuk membantu nasabah atau calon jamaah haji yang ingin berhaji namun belum memiliki dana yang cukup maka dapat melakukan pembiayaan talangan haji menggunakan akad ijarah tersebut.

Jika menggunakan akad qardh, pada pembiayaan talangan haji dibolehkan namun BMT Beringharjo dalam penetapan ujrahnya tidak boleh didasarkan dengan besarnya jumlah talangan.

2. Produk Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo ini, tidak sama dengan di Perbankan Syariah.

Menurut Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggara Ibadah Haji. Dalam Pasal 6A memutuskan bahwa:

Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPS BPIH) dilarang memberikan layanan Dana Talangan Haji baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut peneliti, BMT Beringharjo tidak ada keterkaitannya dengan peraturan tersebut. Ini dikarenakan larangan talangan haji yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 24 Tahun 2016 tidak ditunjukan untuk lembaga berbadan hukum koperasi seperti, BMT Beringharjo. Juga karena BMT merupakan salah satu Lembaga Keuangan Syariah Non Bank.

B. SARAN

1. Kepada BMT Beringharjo

Saran peneliti untuk BMT seharusnya menyantumkan nama akad dengan jelas.

Menggunakan nominal dalam penentuan ujrahnya dan lebih disesuaikan kembali dengan Fatwa yang terkait.

62

2. Kepada Pemerintah

Seharusnya pemerintah dapat mensosialisasikan kembali terkait kepada masyarakat terutama kaum Muslim mengenai Pembiayaan Haji. Juga pemerintah harus menindaklanjuti mekanisme pembiayaan haji agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

3. Kepada Masyarakat

Peneliti menyarankan agar masyarakat lebih baik menabung terlebih dahulu hingga terkumpul dana untuk mendaftar haji. Masyarakat diminta agar lebih bersabar dan tidak perlu terburu-buru sehingga mengajukan pembiayaan haji.

Ini dikarenakan dapat menambah waiting list yang semakin panjang dan lama.

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rohman Ghazaly, Fiqih Muamalah, (Jakarta : kencana Premedia Group, 2010) hlm.

284

Ahmad Ifham, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010. hal.18

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2017), h. 315

Ardiansyah Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Produk Pembiayaan Kafalah Haji di Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya, 2015, Surabaya.

Arif Mulyadi, Penerapan Akad Kafalah Pada Pembiayaan Jasa di KSPPS Tamzis Bina Utama Cabang Wonosobo, 2018.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.101.

Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, (direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2008), hlm.B-16.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah Febry Amalia Firdausi, Analisis Hukum Islam Dan Fatwa DSN No.57/DSN-MUI/V/2007

Terhadap Praktik Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Pembiayaan Konsumtif di BMT UGT Sidogiri Capem Waru. 2019.

Hadi Syamsul dan Widyarini, Dana Talangan Haji, Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum Asy-Syir’ah, Vol. 45 No. II, Juli-Desember, 2011, Yogyakarta.

Ifham Ahmad, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, hal. 676 Ikit, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2018), hlm. 146 Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2011, hal.106.

Kamus Bahasa Indonesia, (Tim Reality Publisher), hal. 43

M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 42

M.Mustakim, Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Produk Pembiayaan Haji Amitra FIF Group Cabang Semarang, 2019, Semarang.

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), 333.

64

Mardhiyah Hayati, “Pembiayaan Ijarah Multijasa Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pendidikan (Kajian Terhadap Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/Dsn-Mui/Viii/2004 Tentang Pembiayaan Multijasa)”, Jurnal ASAS, (Lampung) Vol. 6 Nomer , 2014, hlm. 81.

Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII

Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII