MEKANISME PEMBIAYAAN HAJI DI BMT DAN KESESUAIAN AKADNYA DENGAN FATWA DSN MUI DAN MENURUT PMA NO.24 TAHUN 2016
(Studi Kasus di BMT Beringharjo KC.Bintaro)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Syafiyah Salamah 11170490000070
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2021 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
MEKANISME PEMBIAYAAN HAJI DI BMT DAN KESESUAIAN AKADNYA DENGAN FATWA DSN MUI DAN MENURUT PMA NO.24 TAHUN 2016
(Studi Kasus di BMT Beringharjo KC.Bintaro) Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Syafiyah Salamah 11170490000070
Pembimbing:
Dr. H. Hasanudin, M. Ag.
NIP. 196103041995031001
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2021 M
iii Dekan,
(………...)
………..
………..
(………...) LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Mekanisme Pembiayaan Haji di BMT dan Kesesuaian Akadnya dengan Fatwa DSN dan Menurut PMA NO.24 Tahun 2016 (Studi Kasus di BMT Beringharjo KC. Bintaro)”, yang ditulis oleh Syafiyah Salamah, NIM 11170490000070, telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada (Selasa, 18 Januari 2022). Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
Jakarta, 22 Januari 2022 Mengesahkan
Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. NIP. 19760807 200312 1 00 1
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
1. Ketua : AM. Hasan Ali, M.A.
NIP. 19751201 200501 1 005 (………...)
2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 ( .)
3. Pembimbing 1 : Dr. Hasanuddin, M.Ag.
NIP. 19610304 199503 1 001
4. Penguji 1 : Dr. Muh. Fudhail Rahman, Lc, M.A.
NIP. 19750810 200912 1 001 (………...)
5. Penguji 2 :Dra. Nurul Handayani, M.Pd NIP. 19710113 199903 2 001
iv ABSTRAK
SYAFIYAH SALAMAH, NIM 11170490000070, “MEKANISME PEMBIAYAAN HAJI DI BMT DAN KESESUAIAN AKADNYA DENGAN FATWA DSN MUI DAN MENURUT PMA NO.24 TAHUN 2016.” Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021 M, vii + 69 halaman 2 halaman lampiran.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami pelaksanaan pembiayaan dana talangan haji yang diterapkan di BMT Beringharjo KC.Bintaro yang berpedoman pada Fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002. Pembiayaan dana talangan haji menggunakan akad Ijarah Multijasa dengan prinsip Ijarah karena BMT Beringharjo KC.Bintaro memberikan layanan kepengurusan haji guna mendapatkan nomor porsi haji, kemudian nasabah akan membayar ujrah yang telah ditetapkan oleh bank.
Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan penelitian lapangan (field research).
Sumber data penelitian ini diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder.
Pengumpulan data penelitian menggunakan metode studi kepustakaan dan wawancara secara langsung yakni mengumpulkan data dengan cara mencatat hal yang menjadi sumber data dari hasil wawancara. Analisis data tersebut menggunakan cara berfikir induktif, yaitu bermula dari fakta-fakta yang khusus dan peristiwa-peristiwa yang konkrit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di BMT Beringharjo KC.Bintaro menerapkan akad ijarah multijasa atas layanan bank yang telah membantu nasabah untuk memberikan talangan haji dan pelayanan selama proses pendaftaran ibadah haji sehingga dalam pelaksanaannya BMT Beringharjo KC.Bintaro mengambil imbalan jasa dari pembiayaan dana talangan haji berdasarkan prinsip Ijarah karena akad yang digunakan ialah Ijarah Multijasa atas layanan bank yang telah membantu nasabah untuk memberikan talangan haji dan pelayanan selama proses pendaftaran ibadah haji.
Kata Kunci : Pembiayaan Haji, Fatwa DSN-MUI, PMA No.24 Tahun 2016 Dosen Pembimbing : Dr. Hasanudin, M. Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1992 s.d Tahun 2019
v
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat, rezeki dan taufik-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Mekanisme Pembiayan Haji di BMT dan Kesesuaian Akadnya dengan Fatwa DSN MUI dan Menurut PMA No.24 Tahun 2016” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Prodi Strata-1 Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan semoga kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti.
Semoga skripsi ini dapat digunakan dengan sebaiknya untuk para pembaca. Dalam proses menyelesaikan skripsi ini peneliti dibantu oleh berbagai pihak, baik berbentuk doa, semangat, ataupun hal lain yang tidak dapat disebutkan semua. Tanpa mengurangi rasa hormat, terimakasih banyak peneliti ucapkan atas bantuannya, kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang telah membantu dalam proses perkuliahan.
3. Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang tidak pernah lelah dalam membantu, memotivasi dan mengarahkan peneliti sejak awal perkuliahan hingga akhir.
4. Bapak Dr. Hasanudin, M. Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu mengarahkan, membimbing, dan memotivasi peneliti agar menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat waktu.
5. Kepada seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, seluruh pengurus akademik, dan seluruh civitas Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama perkuliahan.
6. Kepada pemimpin dan pengurus Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan. Khususnya
vi
Perpustakaan Nasional yang juga menyediakan berbagai macam literasi untuk penelitian ini.
7. Pihak BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro khususnya bapak Andi Isworo Adji Setyono selaku Manager Cabang Bintaro dan Mba Sekar selaku Teller yang telah membantu dalam penelitian ini. Skripsi tidak akan berjalan tanpa adanya data hasil wawancara dengan Pihak Manager.
8. Kedua Orang Tua tercinta, H.Agus Salim, S.E, M.Ak dan Sri Wahyuni atas kasih sayangnya yang tak usai dan telah membesarkan, mendidik serta selalu mendoakan peneliti hingga saat ini.
9. Kepada sepupu, paman dan bibi peneliti yang telah memberi tempat singgah untuk mengerjakan skripsi dengan tenang dan nyaman, sehingga peneliti dapat fokus mengerjakan skripsi ini.
10. Kepada yang terkasih, Akbar Sugiarto yang telah sabar dan setia kepada peneliti serta selalu mendukung dan memotivasi dalam keadaan apapun.
11. Kepada kawan-kawan baik peneliti selama perkuliahan, Arisha, Titin, Tepi, Ridho, Zainul, Nuril dan seluruh keluarga besar Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2017 yang memberikan arti sebuah keluarga dan kebahagiaan hingga saat ini dan senior jurusan yang membantu mengarahkan dan memotivasi. Semoga teman-teman selalu diberikan kesehatan dan kesuksesan bersama.
12. Kepada kawan-kawan alumni Gontor Identity di UIN Jakarta, keluarga Bimagont-TR yang selalu memberikan support kepada peneliti.
13. Kepada seluruh anggota organisasi baik internal maupun eksternal kampus yang peneliti ikuti, terima kasih atas pengalaman yang sangat berharga sehingga bisa belajar menjadi manusia yang bermanfaat bagi umat dan negara.
14. Kepada seluruh pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
vii
Peneliti mengucapkan terimakasih atas bantuannya selama ini. Semoga doa, dukungan, dan motivasi dari para pihak dapat menjadi pahala dan balasan dari Allah Subhannahu wa ta’ala. Aamiin. Peneliti sangat menyadari bahwa tulisan ini belum dapat dikatakan sempurna dan masih ada kekurangannya. Peneliti berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan digunakan dengan sebaik-baiknya. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan dan rahmat Allah Subhanahu wa ta’aala. Aamiin.
Tangerang, 11 Oktober 2021
viii DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 3
D. Rumusan Masalah ... 3
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 4
G. Kerangka Penelitian ... 6
H. Metode Penelitian ... 8
I. Jenis Penelitian ... 8
J. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ... 8
1. Teknik Pengumpulan ... 9
2. Analisis Data ... 10
K. Rancangan Sistematika Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN UMUM PEMBIAYAAN HAJI ... 12
A. Tinjauan tentang Pembiayaan Talangan Haji ... 12
B. Tinjauan tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) ... 20
C. Tinjauan Umum Ijarah dan Qardh ... 27
1. Ijarah a. Pengertian Ijarah ... 27
b. Dasar Hukum Ijarah ... 29
c. Rukun dan syarat Ijarah ... 29
2. Qardh a. Pengertian Qardh ... 30
b. Dasar Hukum Qardh ... 31
c. Rukun dan syarat Qardh ... 31
ix
D. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 57/DSN-MUI/V/2007 ... 33
a. Dasar Hukum ... 33
b. Ketentuan Umum ... 33
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI BMT BERINGHARJO ... 35
A. Tinjauan Umum BMT Beringharjo ... 35
1. Sejarah BMT Beringharjo ... 35
2. Visi dan Misi BMT Beringharjo ... 36
3. Keuntungan bermitra dengan BMT Beringharjo ... 36
4. Struktur Organisasi ... 38
5. Produk-produk BMT Beringharjo ... 39
B. Tinjauan Umum Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo ... 45
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji di BMT Beringharjo ... 45
2. Akad Pembiayaan Talangan Haji di BMT Beringharjo ... 46
BAB IV MEKANISME PEMBIAYAAN HAJI di BMT DAN KESESUAIAN AKADNYA DENGAN FATWA DSN MUI DAN MENURUT PERATURAN MENTERI AGAMA NO.24 TAHUN 2016 ... 47
A. Mekanisme Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo ... 47
B. Analisis Pelaksanaan Produk Pembiayaan Talangan Haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro ... 55
C. Pembiayaan Haji menurut Peraturan Menteri Agama No.24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
1. KESIMPULAN ... 60
2. SARAN ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN I ... 65
LAMPIRAN II ... 66
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan syariah mengeluarkan produk dana talangan haji. Ini berdasarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) yang mengeluarkan Fatwa Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 bahwasannya memberikan peluang Lembaga keuangan syariah (LKS) untuk memberikan dana talangan pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
Produk pembiayaan talangan haji merupakan salah satu solusi bagi sebagian umat muslim yang tidak dapat mencukupi biaya haji secara tunai dengan berdasarkan prinsip ijarah dan qardh sebagaimana termuat dalam fatwa DSN MUI Nomor 29/DSN- MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Keuangan Syariah
Berdasarkan PMA No. 30 tahun 2013, Menteri Agama membolehkan penggunaan dana talangan haji oleh bank syariah untuk menalangi nasabah yang ingin mendaftar haji.
Adanya pembiayaan produk dana talangan haji ini, menyebabkan meningkatknya permohonan dana talangan haji yang awalnya ditawarkan bank syariah. Hingga menimbulkan waiting list.
Ditinjau dari kasus tersebut, maka pada tahun 2016, Kementerian Agama mengeluarkan PMA No.24 tahun 2016 yang merubah beberapa pasal dalam PMA No.30 tahun 2013. Salah satunya ialah mencabut hak bank syariah untuk memberikan dana talangan haji. Adanya peraturan Menteri Agama ini mengakibatkan jarang bank yang menawarkan produk tersebut bahkan tidak ada lagi. Mereka mengalihkan dengan menawarkan produk Tabungan Haji. Contohnya yaitu pada Bank Syariah Mandiri yaitu produk Tabungan Haji Mabrur.
Melihat hal ini, beberapa perusahaan atau lembaga pembiayaan non bank menghadirkan produk pembiayaan haji. Beberapa lembaga non bank yaitu BMT, salah satu BMT yang masih menawarkan produk pembiayaan haji atau dana talangan haji ini ialah BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro. Dari beberapa BMT atau Koperasi Syariah yang telah peneliti survey tidak menawarkan produk tersebut kepada anggotanya. Ternyata salah satu BMT yang masih menawarkan produk dana talangan haji tersebut ialah BMT Beringharjo Kantor Cabang Bintaro. Tetapi produk ini disebut pembiayaan Haji.
2
Dari survey yang peneliti lakukan, dihasilkan bahwa peneliti menanyakan apakah BMT ini bekerja sama dengan bank Syariah atau tidak dan dari pihak sana menjelaskan bahwasannya tidak bekerja sama dengan bank manapun dalam pengelolaan produk- produknya. Sedangkan dalam langkah-langkah yang dilakukan untuk pendaftaran haji ini haruslah melakukan setoran ke bank syariah yang disebut Bank Penerima Setoran (BPS).
BMT Beringharjo merupakan lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana dari anggota kepada anggota yang dijamin sah menurut syariat dan tidak bertentangan dengan peraturan undang-undang. Dalam melakukan pembiayaan haji, BMTBeringharjo menggunakan akad Ijarah Multijasa. KSPPS BMT Mandiri Sejahtera Jawa Timur Kantor Pusat Karancangkring menyediakan dana pembiayaan haji sebesar Rp. 25.000.000,-. Jangka waktu pelunasan selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sampai 5 (lima) tahun, dengan barang jaminan porsi haji yang berupa lembaran bukti setoran BPIH (Biaya Penyelenggaraan Haji Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) yang tidak boleh ditukarkan sebelum lunas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mengajukan skripsi dengan judul “Mekanisme Pembiayaan Haji di BMT dan Kesesuaian Akadnya Dengan Fatwa DSN MUI dan Menurut PMA No.24 Tahun 2016 (Studi Kasus di BMT Beringharjo KC.Bintaro).”
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mekanisme produk pembiayaan haji di BMT menggunakan akad Ijarah Multijasa 2. Kesesuaian pembiayaan haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro dengan Fatwa DSN 3. Adanya gharar dalam akad yang digunakan
4. Ujrah yang ditetapkan tidak sesuai dengan ketetapan Fatwa DSN-MUI 5. Pembiayaan haji menurut PMA No.24 Tahun 2016 tentang BPS
C. PEMBATASAN MASALAH
Penelitian dalam skripsi ini dibatasi dalam dua permasalahan yang akan diteliti, agar terfokus dengan apa yang akan dibahas. Maka dari itu, peneliti membatasi permasalahannya dalam mekanisme pembiayaan haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro yang bekerja sama dengan Bank dan kesesuaiannya dengan Fatwa DSN-MUI dan PMA No.24 tahun 2016. Ini ditujukan agar penelitian lebih efisien dan terarah.
D. RUMUSAN MASALAH
Mengenai hal-hal yang menjadi objek kajian di atas, peneliti hanya membatasi dua permasalahan saja dalam tulisan ini yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme pembiayaan haji dan kesesuaian akadnya dengan Fatwa DSN MUI?
2. Bagaimana pembiayaan haji menurut PMA No.24 Tahun 2016 yang diterapkan di BMT Beringharjo KC.Bintaro?
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme dan kesesuaian akadnya apakah penerapannya sudah sesuai dengan fatwa ataukah belum.
2. Untuk mengetahui bagaimana pembiayaan haji menurut PMA No.24 Tahun 2016 yang diterapkan di BMT Beringharjo KC.Bintaro.
Tujuan analisa ini ingin mengetahui pelaksanaan pembiayaan haji pada salah satu BMT yaitu BMT Beringharjo KC. Bintaro, karena keabsahan akan kehalalan atau tidaknya produk ini berkaitan dengan kemabruran haji orang yang mendapatkan dana produk ini, karena dilihat bagaimana cara dana tersebut didapatkan. Juga agar nasabah tidak diberatkan dengan kesalahan pengelolaan pembiayaan yang tidak sesuai Fatwa yang terjadi di BMT. Analisa juga ditujukan untuk mengetahui bagaimana pembiayaan haji menurut PMA No.24 Tahun 2016.
4
Adapun manfaat dari penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademisi
Dapat memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa
tentang bagaimana pengelolaan Pembiayaan Haji di BMT dan mekanisme kerjasamanya denan Bank. Sehingga mahasiswa dan masyarakat kampus mengetahui bagaimana pengelolaan Dana Talangan Haji di BMT dan juga mengetahui kesesuaiannya dengan Fatwa DSN MUI.
2. Manfaat Masyarakat
Sebagai informasi dan wawasan mengenai pengelolaan produk Pembiayaan Haji dan juga sebagai sosialisasi bagi masyarakat khususnya bagi yang berniat berangkat haji dengan mengambil produk ini di BMT.
F. TINJAUAN TERDAHULU
Sutono1, Berdasarkan beberapa akad yang dijelaskan dalam jurnal ini yaitu akad transaksi yang berhukum boleh mengambil Fee/ ujroh dalam pembayaran dana talangan haji adalah akad kafalah. Berdasarkan pada pernyatan diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa para calon jamaah haji yang ikut serta program dana talangan haji yang diselenggarakan oleh perbankan berhukum boleh dengan ketentuan fee/ujroh tersebut harus disepakati oleh perbankan dengan calon jamaah haji.
Ardiansyah2, dalam skripsinya tentang Pembiayaan Kafalah Haji, akad yang digunakan ialah kafalah dan ijarah. Akad kafalah digunakan BMT untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan dana guna memenuhi biaya perjalanan ibadah haji dengan cara pemberian jaminan kepada nasabah. Selanjutnya akad ijarah, digunakan oleh pihak BMT sebagai representati ujrah yang diambil dari nasabah atas jasa BMT dalam pemberian jaminan kepada nasabah atas jasa BMT dalam pemberian jaminan dan pengurusan administrasi di Kementerian Agama.
1 Sutono, Ujroh Dana Talangan Haji, Jurnal Fikroh. Vol. 9 No. 1 Januari 2016.
2 Ardiansyah Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Produk Pembiayaan
Kafalah Haji di Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT-UGT Sidogiri Cabang Surabaya, 2015, Surabaya.
M.Mustakim3, dalam skripsinya pembiayaan haji amitra menggunakan akad Kafalah bil Ujrah. Amitra bertindak sebagai penanggung (Kafil) kewajiban calon jamaah (makful ‘anhu) untuk membayarkan biaya pengurusan porsi haji kepada Bank penerima setoran ibadah haji (BPIH) yang telah bekerja sama dengan Amitra (Makfuul Lahu). Adapun landasan hukum yang digunakan amitra antara lain Fatwa Dewan Syariah Nasional no.11 tahun 2000, POJK No 31/POJK.05/2014.
Arif Mulyadi4, Penerapan akad kafalah dalam pembiayaan jasa. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti dapat menganalisa aplikasi akad kafalah pada pembiayaan jasa sesuai. Fatwa DSN-MUI mengenai kafalah adalah fatwa DSN-MUI No. 11/DSN- MUI/IV/2000 tentang ketentuan kafalah. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
Febry Amalia5, Pembiayaan kafalah bi al-‘ujrah terdapat pembiayaan UGT PKH (Pembiayaan Kafalah Haji). Menurut hukum Islam praktik akad kafalah bil ujrah pada pembiayaan konsumtif di BMT UGT Sidogiri Capem Waru ini tidak sah dari segi syarat dan rukunnya, yakni, yang pertama, karena BMT tidak melibatkan pihak ketiga (makful lahu) pada saat terjadinya akad. Yang kedua, karena nasabah sebelumnya tidak ada ikatan utang piutang dengan pihak ketiga (makful lahu) sehingga belum dapat dikatakan utang yang lazim. Melihat mekanisme dan fakta yang terjadi di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa akad yang sebenarnya digunakan oleh BMT UGT Sidogiri Capem Waru lebih menyerupai akad rahn.
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian peneliti, bahwasannya penelitian terdahulu membahas tentang pembiayaan haji menurut hukum Islam dengan pandangan beberapa ulama dan kesesuaian akad yang digunakan dengan Fatwa DSN- MUI. Kajian terdahulu memfokuskan kepada hukum Islam mengenai pembiayaan talangan haji. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti hanya membahas tentang mekanisme pelaksanaan pembiayaan Haji di BMT dilihat kesesuaian akadnya berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002 dan menurut PMA No.24
3 M.Mustakim, Analisis Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Produk Pembiayaan
Haji Amitra FIF Group Cabang Semarang, 2019, Semarang.
4 Arif Mulyadi, Penerapan Akad Kafalah Pada Pembiayaan Jasa di KSPPS Tamzis Bina Utama Cabang
Wonosobo, 2018.
5 Febry Amalia Firdausi, Analisis Hukum Islam Dan Fatwa DSN No.57/DSN-MUI/V/2007 Terhadap Praktik
Akad Kafalah Bil Ujrah Pada Pembiayaan Konsumtif di BMT UGT Sidogiri Capem Waru. 2019.
6
Tahun 2016. Dimana penelitian terdahulu membahas pembiayaan Haji dengan menggunakan akad Kafalah bil Ujrah. Sedangkan penelitian yang peneliti bahas menggunakan Ijarah Multijasa yang akan disesuaikan dengan Fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002 dan pembahasannya menurut PMA No.24 Tahun 2016.
G. KERANGKA PENELITIAN
1. Teori
Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Pada konsep berfikir ini, peneliti dapat mendeskripsikan tentang lembaga keuangan koperasi secara mendasar tidak hanya dalam menjalankan fungsi bisnis seperti halnya mencari keuntungan semaksimal mungkin saja tetapi juga mempunyai kegiatan sosial sebagai bagian dari aktivitas ekonomi.
Teori adalah untuk menjelaskan mengapa gejala atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan mengedepankan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.6
Pada negara yang dalam keadaan transisi menuju negara demokrasi dan akan menganut prinsip hukum yang berlaku, itu mencerminkan bahwa adanya rasa keadilan masyarakat. Karena hukum-hukum belum seenuhnya dapat menyuarakan jugamencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat ini. Bahkan, terkadang dituduh sebagai suatu hukum yang mencerminkan kepentingan penguasa.
Sedangkan teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum hingga dasar- dasar filsafatnya yang paling dalam. Sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori- teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri berdasarkan Fatwa DSN Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, tidak secara tegas memberikan defenisi mengenai pembiayaan dana talangan haji.
6 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.
Hanya menyatakan bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pengurusan haji dan talangan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji, dan bahwa lembaga keuangan syariah perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya.7 Supaya pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syariah yang telah ditetapkan, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang pengurusan dan pembiayaan haji oleh LKS untuk dijadikan pedoman.
Kerangka Penelitian
v
7 Ahmad Ifham, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010. hal.18
Analisis Pengelolaan Pembiayaan Haji Dan Kesesuaian Akadnya Dengan Fatwa DSN MUI
dan PMA No.24 Tahun 2016
(Studi Kasus di BMT Bringharjo KC.Bintaro)
Bagaimana kesesuaian akad pembiayaan dengan Fatwa DSN MUI dan PMA No.24 Tahun 2016?
Bagaimana prinsip pengelolaan pembiayaan Haji yang dijalankan BMT Bringharjo?
Teori 1.Fatwa dan PMA 2. Talangan Haji BMT Bringharjo 3. Akad Ijarah dan Qardh
Fact Finding 1. Studi
Kepustakaan 2. Wawancara 3. Dokumentasi ANALISA
KESIMPULAN
SARAN
8
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah langkah peneliti untuk mendapatkan data-data dan informasi dan kemudian menginvestigasikannya. Ruang lingkup yang diambil ialah berbagai aspek dalam produk Pembiayaan Haji di bmt Beringharjo KC.Bintaro.
Metode sebagai cara dan atau teknis dalam suatau penelitian, penting diketahui bagi peneliti agar mengetahui metode apa yang tepat digunakan dalam mewujudkan rancangan penelitiannya tersebut.
I. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dengan menggunakan jenis kualitatif. Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.8 Penelitian kualitatif tidak menggunakan statistik, tapi dengan cara pengumpulan data, analisis, kemudian diinterpretasikan.
J. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data
Metode yang digunakan pada penelitian Dana Talangan Haji ini adalah dengan metode penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan peneliti dengan membaca buku, peraturan perundang-undangan, Fatwa dan sumber- sumber bacaan lain yang berkaitan dengan materi penelitian. Pengumpulan data sekunder terbagi menjadi:
1. Data primer
Sumber data primer merupakan tempat memperoleh informasi langsung dari narasumber yang terdiri dari:
a. Kepala Cabang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan operasional.
b. Admin Legal yang bertanggung jawab pada saat akad dilakukan antara pihak BMT Beringharjo.
c. Teller di BMT Beringahrjo KC.Bintaro.
8 Ruki, MetodePenelitian Kualitatif, Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar CendekiaIndonesia, hal.6.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti buku, jurnal, hasil-hasil penelitian dan dokumen lainnya terkait dengan objek penelitian mengenai pembiayaan dana talangan haji. Pada penelitian ini, yang akan menjadi sumber data sekunder ialah sebagai berikut:
a. Fatwa DSN MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah
b. Fatwa DSN MUI No.9/DSN-MUI/VI/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah c. Fatwa DSN MUI N0.19/DSN-MUI/VI/2001 Tentang Qardh
d. dan lain sebagainya.
3. Data Bahan hukum tertier
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab, serta kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah hukum, ekonomi, dan perbankan.9
1. Teknik pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta mengkaji Al-qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam, peraturan Menteri Agama, Fatwa DSN-MUI, hasil penelitian, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah yang memiliki relevansi dengan implementasi pembiayaan dana talangan haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro.
b. Wawancara
Terhadap data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview) atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) guna mencari jawaban atas pelaksanaan akad pembiayaan dana talangan haji pada BMT di Kota Tangerang. Wawancara dilakukan dengan narasumber yakni Kepala Cabang yang
9 Tim Penulis Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam, Dinamika Hukum dalam Paradigma Das Sollen dan Das Sein, Malang: Intelegensia Media, hal.336
10
bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan operasional yang bernama Bapak Andi Isworo Adji Setyono, Teller dan Admin Legal.
2. Analisis Data
Bahan yang telah diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan akan dianalisa secara kualitatif. Semua diolah dengan menggunakan metode deduktif pada data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif. Kemudian akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam pengelolaan pembiayaan haji pada BMT Beringharjo KC.Bintaro. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini kemudian dianalisa dengan cara kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data, setelah selesai pengolahan data maka ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
K. RANCANGAN SISTEMATIKA PENELITIAN
Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan dengan adanya rancangan sistematika penelitian yang akan dibahas. Ini dilakukan agar permasalahan yang dibahas lebih terarah dan jelas, maka skripsi dibagi menjadi lima bab, sebagaimana berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab pendahuluan ini mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Bab ini menjelaskan mengenai konsep yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu kesesuaian akadnya dengan fatwa DSN-MUI dan mengenai mekanisme pengelolaan Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro.
BAB III Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini memuat tentang latar belakang sejarah berdirinya, visi dan misi, Keuntungan bermitra dengan BMT Beringharjo, struktur organisasi dan produk-produk BMT Beringharjo.
BAB IV Hasil Penelitian dan Analisis
Pada bab ini membahas tentang bagaimana mekanisme pengelolaan produk Pembiayaan Haji, yaitu kesesuaian akadnya dengan fatwa DSN-MUI dan mengenai mekanisme pengelolaan Pembiayaan Haji di BMT Beringharjo KC.Bintaro.
BAB V Penutup
Bab ini berisi mengenai uraian pembahasan penelitian yang dilakukan sesuai dengan hasil analisa dan pembahasan masalah yang ada, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan dan saran peneliti.
12 BAB II
TINJAUAN UMUM PEMBIAYAAN HAJI
A. Tinjauan Tentang Pembiayaan Talangan Haji
Fiqh muamalat adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang sasaranya adalah harta benda atau mãl (Muslich, 2010: 3). Hubungan tersebut mempunyai cakupan yang sangat luas, namun terdapat prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan bermuamalat tersebut. Prinsip-prinsip muamalat tersebut adalah (Muslich, 2010: 3-12):
1. Muamalat adalah urusan duniawi
Muamalat adalah urusan duniawi yang berbeda dengan ibadah. Dalam ibadah, semua perbuatan yang dilarang kecuali yang diperintahkan. Maka semua perbuatan harus dikerjakan sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah. Namun sebaliknya, dalam muamalat, semua iperbolehkan kecuali yang dilarang. Karena muamalat merupakan hubungan antara manusia dengan manusia dibidang harta benda dan merupakan urusan duniawi, jadi dalam pengaturannya diserahkan kepada manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, semua bentuk akad maupun bentuk transaksi yang dibuat oleh manusia hukumnya sah atau diperbolehkan. Asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara’.
Alasan tersebut sesuai dengan kaidah :
َّل ُدَي ْنَأ َّلاا ُةَحاَبِلإا ِةَلَماَعُملا يِف ُلْصَلأ ا اَهِمْي ِرْحَت َىلَع ٌلْيِلَد
Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
2. Muamalat harus didasarkan kepada persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak Mengingat muamalat merupakan hubungan antara sesama manusia maka persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak dalam melakukan transaksi merupakan asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap akad.
3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum
Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum dalam masalah muamalat, dengan syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara’.
4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain
Mohammad Daud Ali (2004: 132-138) mengemukakan prinsip yang menjadi asas-asas hukum Islam di bidang perdata (muamalat). Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: asas kebolehan atau mubah, asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas menolak mudharat dan mengambil manfaat, asas kebajikan (kebaikan), dan asas adil dan berimbang.
Maka semakin modern peradaban manusia ini, semakin dituntut pula untuk melakukan inovasi-inovasi terutama dibidang keuangan syariah. Mengingat bahwa pembiayaan talangan haji juga merupakan kegiatan yang sifatnya muamalat, maka kegiatan pembiayaan talangan haji harus berpegang pada prinsip-prinsip muamalat.
Menurut Ahmad Azhar Basyir (2000: 16), prinsip-prinsip muamalat adalah sebagai berikut: Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur’an dan sunnah Rasul. Selain itu muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. Dan muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam hidup bermasyarakat. Serta muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Pembiayaan talangan haji yang merupakan produk dari perbankan syari’ah harus memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu (a) prinsip keadilan, (b) menghindari kegiatan yang dilarang, dan (c) memperhatikan aspek kemanfaatan (Ali, 2008: 20).
Dan diuraikan lebih rinci sebagai berikut:
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji
Pembiayaan talangan haji merupakan salah satu produk yang dikeluarkan oleh BMT Beringharjo. Produk tersebut ditujukan kepada nasabah guna memenuhi kebutuhan biaya setoran awal yaitu Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang besaranya ditentukan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia melalui Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT), untuk mendapatkan nomor seat porsi haji.
Pembiayaan Talangan Haji merupakan pinjaman dana talangan dari BMT kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 30 Tahun 2013 menjelaskan bahwa dana talangan haji adalah dana yang diberikan sebagai
14
bantuan sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH (Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) kepada calon jamaah haji. Dan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun.
2. Dasar Hukum Pembiayaan Talangan Haji
Dikeluarkannya produk tabungan haji BMT Beringharjo yang dapat mengajukan pembiayaan talangan haji memiliki tujuan untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada nasabah pembiayaan talangan haji dalam memperoleh porsi/seat haji. Sedangkan tujuan untuk pihak BMT adalah untuk menambah nasabah, mampu meningkatkan pembiayaan konsumtif dalam BMT Beringharjo.
Dasar dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada tanggal 06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah). Yang memuat ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001.
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al- Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
3. Akad Dalam Pembiayaan Talangan Haji
Dalam fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002 sudah jelas disebutkan bahwa dalam memberikan pembiayaan talangan haji haruslah menggunakan akad al- Ijarah dan al-Qardh. al-Ijarah menurut Muhammad Antonio Syafi’i sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 43) adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyah) atas barang itu sendiri.
1. Dasar hukum ijarah, adalah Firman Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Menurut Musthafa Dib Al-Bugha dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Transaksi Syariah (2010: 145) menjelaskan bahwa:
“Ijarah secara etimologis adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya. Untuk definisi ini digunakan istilah ajr, ujrah, dan ijarah. Kata ajara-hu digunakan apabila seseorang memberikan imbalan atas pekerjaan orang lain. Istilah ini hanya digunakan pada hal-hal yang positif, bukan hal-hal yang negatif.
Kata ajr (pahala) biasanya digunakan untuk balasan di akhirat, sedangkan ujrah (upah sewa) digunakan sebagai imbalan atau balasan di dunia. Secara terminologi, pengarang Mughni al-Muhtaj yang bermadzhab Syafi’i mengartikan bahwa ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga diketahui. Sementara, Al-Qaduri yang bermadzhab Hanafiyah mengartikan sebagai transaksi atas berbagai manfaat (sesuatu) dengan memberikan imbalan.”
2. Rukun ijarah menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul.10 Mayoritas ulama ada 4 yaitu :11
a. ‘Aqidain
Adalah dua pelaku kontrak ijarah yang meliputi mu’jir dan musta’jir. Mu’jir adalah pemilik jasa atau manfaat, sedangkan musta’jir adalah penyewa atau pengguna jasa atau manfaat barang sewaan.
b. Mauqut ‘alaih
Adalah jasa atau manfaat barang yang menjadi objek akad ijarah.
c. Ujrah
Adalah upah atas jasa atau manfaat barang yang disewa.
d. Shighah
10 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu..., 387.
11 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 279-286.
16
Dalam akad ijarah adalah bahasa transaksi berupa ijab dan qabul yang memuat perjanjian kontrak pemberi kepemilikan jasa atau manfaat dari pihak mu’jir kepada musta’jir dengan ganti berupa upah tertentu, baik secara eksplisit atau implisit, atau bahkan secara simbolis.
3. Syarat Ijarah
Sedangkan syarat ijarah sebagai sebuah transaksi umum, ijarah baru di anggap sah apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya, antara lain:
a. Syarat untuk ‘aqidain menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah adalah baligh dan berakal, oleh sebab itu apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut mereka tidak sah. Namun ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia balig, tetapi anak yang telah mumayyis pun boleh melakukan akad ijarah apabila disetujui oleh walinya.12
b. Syarat manfaat, secara umum syarat suatu manfaat suatu barang yang diijarahkan adalah setiap barang yang secara syar’i legal dimanfaatkan, memiliki nilai ekonomis, tanpa mengurangi fisik barang, diketahui, dan bisa diserah-terimakan. Sedangkan secara detail syarat jasa atau manfaat yang sah diijarahkan adalah mutaqawwim (memiliki kriteria yang berharga), berupa nilai kegunaan, mampu diserah-terimakan, manfaat kembali kepada musta’jir.13
c. Syarat ujrah dalam ijarah adalah upah harus jelas, berapa yang akan diberikan sesuai dengan transaksi yang telah dilakukan.14 Upah harus sejelas- jelasnya untuk menafikan kekaburan dan permusuhan sebagaimana maksud dibuatnya kontrak kerja. Sebelum memulai bekerja, di antara pekerja dan pengontrak kerja harus sudah terjadi kesepakatan tentang upah kerja, karena makruh mempekerjakan seseorang pekerja sebelum terjadi kesepakatan tentang upah dengan orang yang bersangkutan.15
12 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah.., 232.
13 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah...,279.
14 Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Klasik dan Kontemporer ..., 189.
15 M. Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor: Al-Azhar Press, 2009), 198.
d. Syarat shighah adalah kalimat itu harus mengandung arti izin kepada orang yang akan bekerja.
4. Jenis Ijarah
Selain itu macam-macam Ijarah menurut Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Perbankan Syariah Terdapat macam-macam bentuk Ijarah diantaranya sebagai berikut:
a. Ijarah‘Amal
Ijarah‘amal digunakan untuk memperoleh jasa dari seseorang dengan membayar upah atas jasa yang diperoleh. Pengguna jasa (employer) disebut musta’jir dan pekerja disebut mu’ajir, dan upah yang dibayarkan kepada mu’ajir disebut ujrah. Pada Ijarah‘amal yang menjadi objek perjanjian sewa- menyewa adalah jasa.
b. Ijarah‘ain
Ijarah‘ain adalah jenis Ijarah yang terkait dengan penyewaan aset dengan tujuan untuk mengambil manfaat dari aset itu tanpa harus memindahkan kepemilikan dari aset tersebut. Pada Ijarah’ain yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa adalah barang.
c. Ijarah Wa’Iqtina atau Ijarah Muntahiya bittamlik
Pada akhir masa perjanjian Ijarahwa iqtina kepemilikan atas barang tersebut dapat beralih pada penyewa (nasabah bank) apabila nasabah yang bersangkutan menggunakan hak opsinya, maka kepemilikan barang itu dapat menjadi milik nasabahnya.
d. Ijarah Musyarakah Muntanaqisah
Produk ini memungkinkan nasabah bank untuk memiliki suatu aset dengan cara mencicil. Metodenya sama dengan diminishing musyarakah.
Dalam hal ini terjadi adalah apabila nasabah hanya memiliki sebagian dari dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut. Untuk menutupi kekurangannya, nasabah mengharapkan bank menyediakan sisa dana untuk mencukupi seluruh dana yang diperlukan untuk membeli aset tersebut yaitu dengan cara membuat perjanjian musyarakah dengan bank.
e. Ijarah Multijasa
Ijarah multijasa adalah pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa, misalnya jasa berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan kepariwisataan.
18
Pelaksanaan pembiayaan Ijarah multijasa yang dijalankan oleh bank syariah dengan prosedur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan Ijarah multijasa dituangkan dalam akad Ijarah dengan objek manfaat atas suatu jasa,
2) Bank diperkenankan memperoleh imbalan jasa atau fee atas jasa yang diberikan.
3) Besarnya imbalan jasa atau fee disepakati di awal.16
Sedangkan al-Qardh adalah suatu pinjaman yang diberikan atas dasar kewajiban sosial (untuk membantu). Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 44) menjelaskan bahwa al-Qardh adalah meminjamkan harta kepada seseorang tanpa mengharap imbalan dan ia disebut juga aqad tathawwu’ atau saling membantu.
Namun. Nabi Muhammad Rasulullah saw. menggalakkan agar para sahabat memberikan profit sebagai terima kasih kepada oran yang telah meminjamkan.
1. Dasar hukum Qardh adalah firman Allah SWT. dalam Surah al-Hadid ayat 11, sebagai berikut:
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
2. Rukun dan syarat Qardh adalah sebagai berikut:
a. ‘Aqid, yaitu muqridh dan muqtaridh yang disyaratkan harus orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru’. Oleh karena itu Qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur tau orang gila.
b. Ma’qud ‘Alaih, yaitu uang atau barang. Yang menjadi objek akad dalam Qardh adalah barang-barang yang ditakar, ditimbang, dan yang halal.
c. Shighat, yaitu ijab dan qabul (Muslich, 2010: 278-279).
16 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah :Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya(Jakarta : Kencana, 2014), hlm. 271-276.
Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dijelaskan mengenai akad al-Qardh sebagai berikut:
a. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan.
b. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
c. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
d. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
e. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat:
1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Sedangkan dalam Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/MUI/IV/2000 dijelaskan mengenai akad al-ijarah sebagai berikut:
Pertama, menjelaskan mengenai rukun dan syarat al-Ijarah:
a. Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/ pengguna jasa.
c. Obyek akad ijarah adalah, manfaat barang dan sewa atau manfaat jasa dan upah.
Kedua, penjelasan mengenai obyek al-Ijarah:
a. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syar’ah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
20
g. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga jual beli dapat dijadikan sewa atau upah dalam ijarah.
h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga, kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah:
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
1) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
2) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
1) Membayar sewa tau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
2) Menanggung biaya pemeliaraan barang yang sifatnya ringan (tidak meteriil).
3) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
4) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak.
B. Tinjauan Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)
Menteri Agama Republik Indonesia dalam meningkatkan pengelolaan bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji mengeluarkan suatu peraturan yaitu Peraturan Menteri Agama No. 30 Tahun 2013 yang isinya sebagai berikut:
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013
TENTANG
BANK PENERIMA SETORAN BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
Menimbang: bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji secara profesional, akuntabel, amanah dan transparan perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penrtapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5061);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47
22
Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG BANK PENERIMA SETORAN BIAYA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang akan menunaikan Ibadah Haji.
2. Pengelolaan BPIH adalah kegiatan perencanaan, penerimaan, pengeluaran, pengembangan, akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban BPIH.
3. Bank Penerima Setoran BPIH yang selanjutnya disingkat BPS BPIH adalah bank syariah dan/atau bank umum nasional yang memiliki layanan syariah.
4. Dana talangan haji adalah dana yang diberikan sebagai bantuan sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH kepada calon jamaah haji.
5. Bank Koordinator BPS BPIH yang selanjutnya disebut Bank Koordinator adalah BPS BPIH yang merupakan Bank devisa yang ditugaskan melakukan pengendalian pengelolaan dan rekonsiliasi dana BPIH.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah.
Pasal 2
(1) Menteri menetapkan BPS BPIH
(2) BPS BPIH sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum Perseroan Terbatas;
b. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki layanan syari’ah;
c. Memiliki layanan bersifat nasional;
d. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi dengan sistem layanan haji Kementerian Agama;
e. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan peraturan lainnya;
f. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program penjamin LPS atas dana setoran awal; dan
g. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Pasal 3
(1) Penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun.
(2) Jangka waktu penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang.
24
(3) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja BPS BPIH.
Pasal 4
1) Bank yang akan mengajukan sebagai BPS BPIH menyampaikan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.
Pasal 5
(1) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 diverifikasi oleh Direktur Jenderal.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Verifikasi administrasi; dan b. Verifikasi dan visitasi lapangan.
Pasal 6
Bank yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil verifikasi dan visitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) diajukan kepada Menteri untuk ditetapkan sebagai BPS BPIH.
Pasal 7
(1) BPS BPIH yang akan melakukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlakunya penetapan BPS BPIH.
(3) Direktur Jenderal melakukan kajian terhadap permohonan tertulis perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar pertimbangan penetapan perpanjangan BPS BPIH oleh Menteri.
Pasal 8
(1) Bank yang telah ditetapkan menjadi BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 atau telah ditetapkan perpanjangan BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) wajib menandatangani perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban sebagai BPS BPIH; dan
b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 9
(1) Direktur Jenderal menetapkan Bank Koordinator yang bertugas untuk melakun rekonsiliasi data dan dana BPIH antara BPS BPIH dengan Kementerian Agama.
(2) Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3 (tiga) BPS BPIH.
(3) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
a. Memiliki pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun sebagai BPS BPIH;
b. Memiliki kualifikasi kesehatan keuangan terbaik berdasarkan data dan informasi dari Bank Indonesia atau OJK;
c. Memiliki infrastruktur dan jaringan yang mendukung pelaksanaan tugas sebagai Bank Koordinator; dan
d. Memiliki kemampuan mengelola risiko keuangan.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
(5) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential), terbuka, objektif, dan kompetitif.
(6) Penetapan BPS BPIH sebagai Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 4 (empat) tahun.
26
Pasal 10
(1) BPS BPIH yang telah ditetapkan sebagai Bank Koordinator sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib menandatangani perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban sebagai Bank Koordinator; dan
b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 11
(1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap BPS BPIH dan Bank Koordinator.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi aspek kinerja, laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundangan.
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri.
Pasal 12
Dengan beralakunya Peraturan Menteri Agama ini:
a. Bank umum nasional yang menjadi BPS BPIH dan tidak menyelenggarakan layanan syariah wajib menyesuaikan pada Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
b. Dalam hal bank umum nasional yang menjadi BPS BPIH tidak dapat menyesuaikan sesuai batas waktu paling lambat 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf a, bank tersebut dapat berfungsi sebagai BPS BPIH transito dan wajib mentransfer dana setoran awal BPIH ke rekening Mneteri Agama pada bank yang ditunjuk oleh Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 13
Peraturan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya delam Berita Negara Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Menteri Agama RI No.30 Tahun 2013 diatas, sudah dijelaskan bahwa BPS BPIH harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Berbadan hukum Perseroan Terbatas.
2. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki layanan syariah.
3. Memiliki layanan bersifat nasional.
4. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi dengan sistem layanan haji Kementrian Agama.
5. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan peraturan lainnya.
6. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program penjamin LPS atas dana setoran awal.
7. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
C. Tinjauan Umum Akad Ijarah dan Qardh 1. Ijarah
a. Pengertian Ijarah
Secara etimologi kata Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti iwadhu (pengganti). Dalam syariat Islam, Ijarahadalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi. Pihak pemilik yang menyewakan manfaat sesuatu disebut mu’ajjir. Adapun pihak yang menyewa disebut musta’jir, dan sesuatu yang
28
diambil manfaatnya disebut ma’jur, sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan atas manfaat tersebut disebut ujrah (upah).17
Menurut fatwa dari Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.18 Penyaluran dana dengan prinsip sewa ditunjukkan untuk mendapatkan jasa, dimana keuntungan ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang disewakan.19
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang sendiri. Transaksi Ijarah dilandasi oleh perpindahan manfaat, sehingga prinsip Ijarah sama dengan prinsip jual-beli. Perbedaannya terletak pada obyek transaksi:
bila pada jual-beli transaksinya barang maka pada Ijarah transaksinya adalah jasa.
Ijarah adalah perjanjian sewa-menyewa antara bank dan nasabah. setelah kontrak berakhir, penyewa mengembalikan barang tersebut kepada pemilik. Dalam dunia kerja usaha dikenal dengan financial lease. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakan kepada nasabah karena dalam perbankan Syariah dikenal Ijarah Muntahiyah Bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. Objek sewa harus bermanfaat dan dibenarkan oleh prinsip syariah dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau diukur.20
Dalam menyalurkan pembiayaan Ijarah, Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan akad Ijarahadalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.21
17 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm.203
18 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah
19 Ikit, Manajemen Dana Bank Syariah, (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2018), hlm. 146
20 Tri Hendro dkk, Bank &Institusi Keuangan Non Bank di Indonesia, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), hlm.194
21 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf f UU Perbankan Syariah
b. Dasar Hukum Ijarah
- Ayat Al Quran dalam potongan Q.S Al-Baqarah ayat 233
Artinya: “dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa dari ungkapan “apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut”. Menunjukkan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah secara patut, dalam hal ini termasuk didalamnya jasa penyewaan atau leasing (pembiayaan).22
c. Rukun dan Syarat Ijarah
Rukun Ijarah menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul, yaitu dengan lafal Ijarah, isti'jar, iktiraa' dan ikraa’ Sedangkan rukun Ijarah menurut mayoritas ulama ada empat, yaitu dua pelaku akad (pemilik sewa dan penyewa), sighah (ijab dan qabul), upah, dan manfaat barang.23
Berikut merupakan rukun dan syarat berdasarkan fatwa DSN MUI a. Pernyataan ijab dan kabul.
b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa atau mua’jjir (lessor, pemilik aset, LKS), dan penyewa atau musta’jir (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset, nasabah).
c. Objek kontrak atau ma’jur: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam Ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
22 Nurul Hak, Ekonomi Islam Hukum Syari’ah, (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011), hlm. 39
23 Wahbah zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilla Tuh, (Jakarta: Gema Insani Darul Fikir, 2011) hlm. 387