• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Aulia Khairunisaa

11160490000049

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i Abstrak

Aulia Khairunisaa. NIM 11160490000049. KONSEP PEMUTUSAN PERJANJIAN SEPIHAK OLEH NASABAH PADA AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK NEGARA INDONESIA SYARIAH (Studi Pada Bank BNI Syariah Cabang Fatmawati). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2020 M.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui legalitas faktor penyebab pemutusan perjanjian sepihak, legalitas konsep klausul perjanjian mudharabah di BNI Syariah, dan legalitas langkah hukum yang ditempuh akibat dari pemutusan perjanjian sepihak oleh nasabah.

Penulisan karya tulis ini menggunakan metode normatif empiris dengan metode pendekatan perundang-undangan dan melihat kesesuaian mekanisme dan akibat hukum terhadap pemutusan perjanjian sepihak oleh nasabah pada akad pembiayaan akad Mudharabah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang dijadikan alasan sebagai pemutusan perjanjian oleh nasabah selama dapat dipertanggung jawabkan akibat hukumnya menjadi sah untuk pemutusan perjanjian tersebut. Nasabah harus bertanggung jawab mengembalikan yang menjadi hak BNI Syariah yang diakibatkan dari pemutusan perjanjian tersebut sesuai pada kontrak yang telah disepakati diperbolehkan sepanjang klausul dalam kontrak tidak dalam rangka menjerat nasabah yang membuatnya menjadi terbebani secara tidak proporsional. Kemudian langkah hukum yang dilakukan oleh BNI Syariah akibat pemutusan perjanjian dapat dipertanggung jawabkan baik oleh hukum positif maupun prinsip syariah.

Kata Kunci : Pemutusan Perjanjian, Akad Mudharabah Dosen Pembimbing : M. Nuzul Wibawa S.Ag., M.H.

(6)

ii

ِمْي ِحَّرلا ِنَمْحَّرلا ِالله ِمــــــــــــــــــْسِب KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“PEMUTUSAN PERJANJIAN SEPIHAK OLEH NASABAH PADA

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK NEGARA INDONESIA SYARIAH”. Sholawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan berkah.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat guna meraih gelar S.H di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kelancaran dan kemudahan yang telah Allah SWT berikan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.

3. Bapak M. Nuzul Wibawa S.Ag., M.H. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sangat berperan dalam memberikan bimbingan, arahan, koreksi, saran dan meluangkan waktu kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan kesehatan kepada bapak. Aamiin.

4. Bapak Drs. Hamid Farihi M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa meluangkan waktu dan tenaganya demi memberi dukungan dan

(7)

iii

kelancaran akademik selama penulis menjalankan masa perkuliahan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan kesehatan kepada bapak. Aamiin.

5. Kepada yang terhormat Orang tua penulis, Bapak Abdul Rozak dan Ibu Levita Anggraeni, beserta adik yang penulis sayangi, Akrim Shulhi dan Tante Venny Veranica yang senantiasa selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga pencapaian ini memberikan kebanggaan tersendiri dan keluarga.

6. Bapak Achmad Rivani Fauzi selaku Staff Unit Administration Financing di Bank BNI Syariah Kantor Cabang Fatmawati yang senantiasa sudah membantu peulis dalam melengkapi skripsi ini.

7. Kepada teman baik penulis Nahla, Nida, Salsa, Riski, Zeldhan, Abduh, Indra, Farhan, Tia, Nita, Melin, Nufus, Putri, Diah, Vera, Kemal, Annisa, Revy yang senantiasa selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Kepada teman-teman Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2016, teman-teman IYOIN Lc Tangerang, teman-teman GIBEI FSH UIN JKT beserta teman-teman KKN 90 Krieger Desa Sukamulya yang sudah memberikan pengalaman dan cerita yang berkesan.

9. Kepada seluruh pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, tanpa mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan atas segala yang telah kalian berikan. Aamiin.

Jakarta, September 2020

(8)

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metode Penelitian ... 6

1. Jenis Penelitian ... 6

2. Pendekatan Penelitian... 6

3. Sumber Data ... 6

4. Teknik Pengumpulan Data ... 7

5. Teknik Analisis Penelitian ... 8

6. Teknik Penulisan Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN AKAD MUDHARABAH ... 10

A. Kerangka Konseptual ... 10

B. Kerangka Teori ... 13

1. Teori Perjanjian ... 13

2. Teori Akad Mudharabah ... 17

3. Teori Pemutusan Perjanjian ... 24

4. Teori Pemutusan Akad ... 29

C. Review Penelitian Terdahulu ... 32

BAB III PROFIL PT. BANK BNI SYARIAH Tbk ... 40

A. Profil BNI Syariah ... 40

1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan ... 40

2. Visi dan Misi Perusahaan ... 41

3. Struktur Organisasi ... 42

(9)

4. Produk pada Perusahaan ... 42

B. Praktek Pelaksanaan Akad Mudharabah di BNI Syariah Cabang Fatmawati44 BAB IV PEMUTUSAN PERJANJIAN SEPIHAK OLEH NASABAH PADA AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH ... 48

A. LegalitasFaktor-Faktor Alasan Yang Membuat Nasabah (Mudharib) Memutuskan Akad Mudharabah Secara Sepihak ... 48

B. Legalitas Penerapan Ketentuan-Ketentuan dalam Akad Mudharabah yang Berkaitan dengan Pemutusan Perjanjian oleh Nasabah (Mudharib) ... 54

C. Legalitas Langkah Hukum Terkait Pemutusan Akad Mudharabah Secara Sepihak Oleh Pihak Nasabah (Mudharib) ... 60

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

LAMPIRAN ... 74

(10)

1

Bank syariah mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara finansial yang melakukan mekanisme pengumpulan dan penyaluran dana secara seimbang, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.1Salah satu kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh bank syariah ialah produk penyaluran dana dengan menggunakan akad pembiayaan mudharabah. Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara kedua belah pihak dimana salah satu pihak menyediakan modal (Shahibul mal) sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola modal (Mudharib).2 Akan tetapi dalam praktiknya, pembiayaan mudharabah ini tidak terlepas dari kemungkinan perselisihan antara kedua belah pihak. Risiko yang kemungkinan dialami oleh bank sebagai shahibul mal dalam pembiayaan mudharabah, antara lain;mudharib lalai dalam kesalahan yang disengaja, pemutusan perjanjian sebelum jangka waktu berakhir, dan mudharib meninggal dunia. Resiko-resiko tersebut adalah hal yang bisa saja terjadi dalam suatu perjanjian pembiayaan mudharabah.

Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) membolehkan pembiayaan Mudharabah dibatasi pada periode tertentu berdasarkan kesepakatan para pihak.3 Pembiayaan mudharabah dapat dilakukan untuk pembiayaan jangka pendek yaitu bentuk pembiayaan berjangka waktu maksimal 1 (satu) tahun, jangka menengah yaitu bentuk pembiayaan berjangka waktu dari satu tahun sampai

1Arya Ramadhan, “Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah atas meninggalnya Mudharib

dalam Akad Pembiayaan Mudharabah” (Malang, Universitas Brawijaya, 2014), h. 4

2Arya Ramadhan, “Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah atas meninggalnya Mudharib

dalam Akad Pembiayaan Mudharabah” (Malang, Universitas Brawijaya, 2014), h. 3

3Majelis ulama Indonesia, Himpunan Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional, Fatwa

DSN-MUI Nomor: 07/DSN-DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) (Majelis Ulama Indonesia, n.d.).

(11)

tiga tahun, dan jangka panjang yaitu bentuk pembiayaan berjangka waktu lebih dari tiga tahun.4

Dalam pembiayaan mudharabah, terdapat suatu perjanjian (kontrak) dan kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana salah satu pihak berjanji kepada pihak lain atau kedua belah pihak saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dapat melahirkan suatu perikatan, yang lebih tepat disebut dengan akad.5 Pada tahap pelaksanaan perjanjian, para pihak harus melaksanakan apa yang telah menjadi kewajibannya yang disebut sebagai pemenuhan prestasi, sedangkan apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai wanprestasi.6

Menurut pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat secara sah yaitu memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUH Perdata, bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan adanya kesepakatan diantara para pihak, adanya kecakapan bertindak secara hukum, adanya objek tertentu dan sebab/kausa yang halal. Jika dua syarat pertama tidak terpenuhi maka perjanjian tidak serta merta berakhir melainkan dapat dimintakan pembatalannya melalui pengadilan, jika dua syarat terakhir tidak terpenuhi maka status perjanjiannya adalah batal demi hukum, akan tetapi status batal demi hukum tersebut baru muncul jika diajukan pembatalannya ke pengadilan.

Perjanjian yang sah akan menimbulkan akibat hukum bagi para pihak berupa hak dan kewajiban. Akibat hukum dari dibuatnya suatu perjanjian ialah berlaku sebagai undang-undang, dalam hal ini kontrak perjanjian antara

4Otoritas Jasa Keuangan, Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 Standar Produk

Mudharabah (Jakarta: OJK, 2016), h. 91

5Neila Hifzhi Siregar, “Klausul Meninggal Dunia Dalam Akad Pembiayaan Bank Syariah”

(Bandung, UIN Sunan Kalijaga, 2017), h. 2

6Neila Hifzhi Siregar, “Klausul Meninggal Dunia Dalam Akad Pembiayaan Bank Syariah”

(12)

shahibul maal dengan mudharib berlaku sebagai undang-undang bagi keduanya, mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum bagi pihak yang membuat perjanjian. Selain itu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Melainkan harus memenuhi ketentuan undang atau dapat dibatalkan oleh suatu undang-undang. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali kedua belah pihak telah sepakat atau dikarenakan adanya undang-undang yang mengatur.

Melihat pada Sharia Standard Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)dijelaskan bahwa prinsip umum dalam kontrak mudharabah tidak mengikat, yang berarti setiap pihak dapat menghentikan akad tersebut secara sepihak, akan tetapi terdapat pengecualian apabila para pihak setuju dengan jangka waktu kontrak mudharabah, maka kontrak tidak dapat dihentikan sebelum berakhir jangka waktu kontrak tersebut, kecuali terdapat kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak.7Namun dalam praktiknya terdapat nasabah yang memutus perjanjian pembiayaan mudharabah secara sepihak oleh suatu sebab tertentu.

Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan, maka dengan ini penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Konsep Pemutusan Perjanjian Sepihak Oleh Nasabah Pada Akad Pembiayaan Mudharabah Di Bank Negara Indonesia Syariah (Studi Pada Bank BNI Syariah Cabang Fatmawati)” penulis akan melanjutkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muthi Kusuma Wardhani. Dimana penulis akan mengisi kekosongan yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya yaitu akan menganalisis akibat hukum pemutusan perjanjian sepihak pada akad pembiayaan mudharabah antara bank sebagai pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola dana.

7Otoritas Jasa Keuangan, Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 Standar Produk

(13)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah a. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi berkaitan dengan tema penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

1. Masyarakat atau sebagian nasabah belum memahami tentang prinsip-prinsip perjanjian.

2. Minimnya pengetahuan masyarakat atau nasabah atas kerugian-kerugian yang akan ditanggung oleh bank jika nasabah membatalkan perjanjian secara sepihak.

3. Minimnya penjelasan dan edukasi dari pihak bank kepada masyarakat atau nasabah terkait konsekuensi hukum pemutusan perjanjian secara sepihak.

b. Pembatasan Masalah

Berhubung banyaknya permasalahan yang teridentifikasi dalam konteks penelitian ini oleh karenanya agar penelitian ini tidak terlalu luas maka penulis membatasi lingkup penelitian tentang pemutusan perjanjian sepihak oleh nasabah hanya sebatas akad jenis mudharabah yang hanya dipraktekkan di BNI Syariah cabang Fatmawati.

c. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah yang penulis ambil dalam penelitian iniadalah tentang bagaimana legalitas tindakan hukum Bank Negara Indonesia Syariah terhadap nasabah yang memutuskan akad mudharabah secara sepihak. Maka penulis mengidentifikasi permasalahan tersebut menjadi 3 rumusan masalah yang terdiri dari:

(14)

1. Faktor apa saja yang menyebabkan nasabah (mudharib) memutuskan akad mudharabah secara sepihak?

2. Bagaimana konsep BNI Syariah mengatur tentang akibat hukum yang timbuljika nasabah (mudharib) memutus perjanjian secara sepihak terhadap akad mudharabah yang telah disepakati bersama?

3. Bagaimana langkah hukum yang diambil BNI Syariah terhadap akibat hukum yang timbul dari pemutusan akad mudharabah secara sepihak oleh pihak nasabah (mudharib)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui serta menganalisis faktor apa saja yang menyebabkan nasabah memutus akad mudharabah di BNI Syariah cabang Fatmawati.

2. Untuk mengetahui serta menganalisis konsep klausul perjanjian mudharabah yang dibuat oleh pihak BNI.

3. Untuk mengetahui serta menganalisis legalitas klausul dan Tindakan pihak BNI Syariah cabang Fatmawatiterhadap nasabah yang memutus perjanjian mudharabah secara sepihak.

b. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam kajianhokumperjanjian di bidangakad Syariah.

2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan hukum baik bagi pihak bank maupun nasabah terkaitpemutusanakadsecarasepihak.

(15)

3. Secara Personal Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan baik secara akademik maupun praktik serta menjadi referensi terkait aspek hukum pemutusan akad mudharabah baik bagi penulis maupun para peminat kajian aspek hukum akad syariah.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalahnormatif, yang akan dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan yang relevan dan berkaitan dengan mekanisme pemutusan perjanjian.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah model pendekatan empiris dengan tujuan untuk melihat kesesuain mekanisme dan akibat hukum terhadap pemutusan perjanjian sepihak pada pembiayaan mudharabah di BNI Syariah, baik dalam Fatwa DSN-MUI, Hukum Perdata, Hukum Islam ataupun Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

3. Sumber Data

A. Sumber Data Primer

Data primer yang didapat oleh penulis melalui hasil data-data yang berasal dari Bank BNI Syariah. Penulis mendapatkan dengan cara wawancara langsung dengan pegawai serta dokumen yang diperoleh melalui bank BNI Syariah cabang Fatmawati.

B. Sumber Data Sekunder

Data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan mekanisme pemutusan perjanjian pada bank syariah, dokumen resmi, dan hasil penelitian ahli yang berwujud laporan. Data sekunder diperoleh dengan menelusuri beberapa bahan hukum antara lain:

(16)

- Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

- Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tahun 2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

- Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder bersumber pada buku-buku hasil karya para sarjana, hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang berkaitan dengan mekanisme pemutusan perjanjian serta akibat hukumnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa bahan pustaka yang menyangkut dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Penulis melakuakn teknik wawancara terhadap subjek penelitian dipandu dengan daftar pertanyaan sebagai alat bantu pengumpulan data yang disusun secara terbuka berkaitan dengan mekanisme pemutusan perjanjian dan akibat hukumnya. Penulis melakukan wawancara dengan :

i. Achmad Rivani Fauzi selaku Staff Unit Financing Administration Bank BNI Syariah KC Fatmawati.

b. Studi terhadap dokumen-dokumen

Adapun dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Bank BNI Syariah cabang Fatmawati berupa arsip mengenai pemutusan perjanjian. Selain dokumen-dokumen yang diminta secara langsung,

(17)

penulis juga mengambil referensi dari brosur perbankan, website resmi Bank BNI Syariah dan berbagai referensi yang relevan dengan masalah penelitian.

5. Teknik Analisis Penelitian

Setelah memperoleh data yang diperlukan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakan metode kualitatif. Hal tersebut dilakukan guna menarik kesimpulan dari masalah yang ada dengan cara menguraikan, merinci serta menganalisa data-data yang telah terkumpul sebelumnya. Analisis kualitatif sendiri menggunakan pola deduktif. Pola ini berpangkal dari suatu peristiwa yang umum, yang eksistensi dan kebenarannya telah diketahui, dan berakhir pada sebuah kesimpulan perihal mekanisme dan akibat hukum pemutusan perjanjian sepihak pada pembiayaan mudharabah, baik dalam Fatwa DSN-MUI, Hukum Perdata, Hukum Islam ataupun Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Teknik Penulisan Penelitian

Teknik penulisan yang digunakan adalah berdasarkan pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan dalam penelitian ini menjadi lebih terarah dan sistematis, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

Pada Bagian Pertama, yaitubab Pendahuluan berisi tentang gambaran umum penelitian yang meliputi latar belakang, kerangka teori dan kerangka konseptual, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review penelitian terdahulu, serta sistematika penulisan.

(18)

Selanjutnya pada bagian kedua merupakan bab Kajian Teoritis. Pada babini akan membahas tentang pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas-asas perjanjian, berakhirnya perjanjian, pemutusan perjanjian, aspek hukum pemutusan perjanjian secara sepihak, pengertian akad mudharabah, rukun dan syarat mudharabah,jenis-jenis mudharabah, berakhirnya akad mudharabah,batasan atau ketentuan terkait hak nasabah untuk memutuskan akad menurut hukum syariah, ketentuan dan perkembangan praktik mudharabah di indonesia.

Kemudian pada bagian ketiga berisikan bab tinjauan umum mengenai Bank Negara Indonesia Syariah. Pada bab ini akan membahas latar belakang dan sejarah singkat berdirinya Bank Negara Indonesia Syariah, profil, visi dan misi serta produk atau kegiatan dalam Bank Negara Indonesia Syariah.

Dibagian keempat merupakan Analisis dan Pembahasan berisi tentang analisis mengenai akibat hukum pemutusan perjanjian sepihak oleh nasabah pada akad mudharabah di Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Fatmawati.

Pada bagian terakhir yaitu bagian kelima, merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitiandan saran-saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

(19)

10

BAB II

TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN AKAD MUDHARABAH

A. Kerangka Konseptual 1) Perjanjian

Kata perjanjian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.8

Adapun yang dimaksud dengan perjanjian dalam penelitian skripsi ini adalah perjanjian pembiayaan akad mudharabah yang dilakukan antara BNI Syariah sebagai shahibul maal dengan nasabah sebagai pelaku usaha.

2) Akad Mudharabah

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah, Akad Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, Shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.9

Adapun yang dimaksud dengan akad mudharabah dalam penelitian skripsi ini adalah akad kerjasama yang digunakan dalam perjanjian antara BNI Syariah sebagai shahibul maaldengan nasabah sebagai mudharib,pelaku usaha.

3) Pemutusan Perjanjian

Kata pemutusan menurut KBBI adalah perbuatan memutuskan atau penetapan.10Adapun yang dimaksud dengan kalimat Pemutusan Perjanjian

8Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui

https://kbbi.kemdikbud.go.id/, 09 Juni 2020.

9Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)

10Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui

(20)

dalam penelitian skripsi ini adalah perbuatan memutuskan atau mengakhiri perjanjianyang telah disepakati antara nasabah dengan BNI Syariah.

4) Pemutusan Sepihak

Makna sepihak menurut KBBI adalah satu pihak atau sebelah pihak.11 Adapun yang dimaksud dengan kalimat Pemutusan Sepihak dalam penelitian skripsi ini adalah perbuatan memutuskan perjanjian secara satu pihak, bukan kehendak bersama, yang dilakukan oleh nasabah sebagai pelaku usaha kepada pihak BNI Syariah sebagai shahibul maal.

5) Nasabah

Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank syariah.12Kata nasabah menurut KBBI adalah orang yang berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank (dalam hal keuangan).13

Adapun yang dimaksud dengan nasabah dalam penelitian skripsi ini adalah nasabah penerima fasilitas pendanaan dari bank yang bertindak sebagai pelaku usaha (mudharib) yang sebagaimana yang telah ditetapkan dalam kontrak perjanjian antara nasabah dengan BNI Syariah.

6) Pelaksanaan Perjanjian

Kata pelaksanaan menurut KBBI adalah perbuatan melaksanakan. Adapun yang dimaksud dengan kalimat Pelaksanaan Perjanjian dalam penelitian skripsi ini adalah perbuatan melaksanakan apa yang telah diperjanjikan dan disepakati bersama sebagaimana tertuang dalam akad mudharabah oleh nasabah dan BNI Syariah.

7) Akad

Akad berasal dari bahasa Arab al-aqd yang berarti ikatan. Akad juga dapat diartikan sebagai kontrak dan perjanjian.14Menurut Undang-undang

11Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui

https://jagokata.com/arti-kata/sepihak.html, 09 Juni 2020.

12Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 1 ayat (16)

13Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Diakses melalui

(21)

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang dimaksud dengan akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah dengan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.

Adapun yang dimaksud Akad dalam penelitian skripsi ini adalah perjanjian kerjasama dengan menggunakan akad mudharabah antara nasabah dengan BNI Syariah.

8) Syariah

Syariah dalam kosa kata bahasa arab secara harfiah berarti sumber air atau sumber kehidupan.15 Adapun Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.16

9) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.17

Adapun yang dimaksud dengan Pembiayaan Mudharabah dalam penelitian skripsi ini adalah fasilitas penyediaan dana dengan akad mudharabah yang diberikan BNI Syariah kepada nasabah pelaku usaha.

10) BNI Syariah

14Dahrul Muftadin, “Dasar-dasar Hukum Perjanjian Syariah dan Penerapannya dalam

Transaksi Syariah,” Jurnal Al-’Adl 11 (2018), h. 101 15Ibnu Manzur, Lisan Al-Arab, 1885. h. 40-44

16Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 1 ayat (12)

(22)

Bank Negara Indonesia Syariah atau BNI Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka yang dimaksud penulis dengan judul skripsi “Pemutusan Perjanjian Sepihak Oleh Nasabah Pada Pelaksanaan Akad Pembiayaan Mudharabah Di Bank Negara Indonesia Syariah” adalah tindakan atau permintaan dari pihak nasabah untuk dilakukannya pemutusan atau pengakhiran perjanjian sebagaimana telah disepakati bersama antara nasabah dengan pihak bank BNI Syariah tentang pembiayaan kerjasama usaha dimana pihak BNI Syariah bertindak sebagai Shahibul maal dan nasabah bertindak sebagai mudharib dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan ketika perjanjian masih berlangsung atau sebelum masa perjanjian berakhir.

B. Kerangka Teori 1. Teori Perjanjian

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1313, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.18Perjanjian menurut M. Yahya Harahap adalah hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.19Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mendefinisikan perjanjian sebagai “suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk

18Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 34 (Jakarta: Pradnya

Paramitha, 2004).

(23)

melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.”20 Menurut Subekti perjanjian atau Kontrak merupakan suatu peristiwa hukum ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sehingga dapat dikatakan bahwa kontrak merupakan penyatuan harapan-harapan masing-masing pihak yang diperjanjikan akan dipenuhi.21

Dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara satu orang atau lebih, dimana para pihak memiliki hak dan kewajiban untuk memperoleh suatu prestasi yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini pada akhirnya akan menimbulkan akibat hukum tertentu. Didalam hubungan hukum, hubungan antara dua pihak yang di dalamnya melekat hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya. Hubungan ini diatur dan memiliki akibat hukum tertentu. Hak dan kewajiban para pihak ini dapat dipertahankan di hadapan pengadilan.

Didalam perjanjian terdapat unsur-unsur atau hal-hal yang harus ada dalam suatu perjanjian menurut hukum yang berlaku adalah Adanya kesepakatan, Minimal dilakukan oleh dua pihak, Adanya objek atau hal yang diperjanjikan, Adanya sebab yang halal.

Berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian terdiri dari 4 syarat antara lain:

1. Adanya kesepakatan para pihak yaitu kesepakatan persesuaian kehendak antara kedua belah pihak. Tidak mengandung unsur paksaan, kekhilafan atau tipuan.

20Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,

2005), h. 16

21Rendy Saputra, Kedudukan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden)

(24)

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan bertindak atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, sudah dewasa mencapai umur genap 21 tahun, tidak berada dalam kemampuan, memiliki kewenangan dalam hal bertindak mewakili suatu badan hukum.

3. Adanya objek perjanjian. Objek perjanjian harus dapat dipastikan jenis, jumlah dan harga barang yang akan diperjanjikan.

4. Adanya sebab yang halal. Suatu sebab yang halal atau legal jika tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.22

Dua syarat yang pertama adalah syarat yang menyangkut subjek orang-orangnya sehingga disebut syarat subjektif. Dua syarat terakhir adalah syarat yang menyangkut objek sehingga disebut syarat objektif.23 Asas-asas perjanjian menurut Hukum Perdata :

1. Asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 ayat 1) adalah perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Asas konsensualisme (Pasal 1320 ayat 1) adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.

3. Asas pacta sunt servanda (1338 ayat 1) adalah perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.

22Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 45

23Rendy Saputra, Kedudukan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden)

(25)

4. Asas iktikad baik (1338 ayat 3) adalah perjanjian yang dilaksanakan harus dengan itikad baik.Asas kepribadian adalah perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.24

Asas-asas perjanjian menurut Hukum Islam25 :

1. Ikhtiyati (sukarela) adalah setiap akad dilakukan atas kehendak para pihak.

2. Amanah (menepati janji) adalah setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh para pihak. 3. Ikhtiyati (kehati-hatian) adalah setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan dilaksanakan secara tepat dan cermat. 4. Luzum (tidak berubah) adalah setiap akad dilakukan dengan tujuan

yang jelas dan perhitungan yang cermat sehingga terhindar dari praktik spekulasi (maisir).

5. Saling menguntungkan, setiap akad dilakukan untuk memenuhi kepentingan para pihak sehingga mencegah manipulasi dan merugikan salah satu pihak.

6. Taswiyah (kesetaraan) adalah para pihak dalam akad memiliki kedudukan yang setara dan mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang.

7. Transparansi adalah setiap akad dilakukan dengan pertanggung jawaban para pihak yang seimbang.

8. Kemampuan adalah setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak agar tidak menjadi beban yang berlebihan bagi para pihak.

24Salim H.S. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika) 2013, h.9-12

25Trisadini Prasastinah, “Asas Ikhtiyati Pada Akad Pembiayaan Mudharabah di Lingkungan

(26)

9. Taisir (kemudahan) adalah setiap akad dilaksanakan dengan cara saling memberi kemudahan kepada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakan akad tersebut sesuai dengan kemampuannya.

10. Itikad baik adalah akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahatan, tidak mengandung unsur tipuan atau perbuatan buruk lainnya.

11. Sebab yang halal adalah tidak haram, tidak bertentangan dan tidak dilarang oleh hukum.

Dalam suatu perjanjian, prestasi merupakan objek dalam perjanjian tersebut, prestasi merupakan suatu utang atau kewajiban yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan, pasal 1234 KUH Perdata memberikan klarifikasi prestasi yaitu:

a. Memberikan sesuatu b. Berbuat sesuatu c. Tidak berbuat sesuatu

Prestasi sebagai objek dalam perjanjian harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu: harus tertentu dan setidaknya dapat ditentukan, objeknya diperkenankan oleh hukum, dan prestasi itu harus mungkin dilaksanakan.26

2. Teori Akad Mudharabah

a. Pengertian Mudharabah

Dalam Fiqh, Mudharabah dikenal dengan sebutan Qiradh, Al-Muqaaradhah, dan Al-Mu’amalah. Menurut para ulama ahli fiqh dari berbagai madzhab, Mudharabah yaitu “Suatu akad serikat dagang antara dua pihak, pihak pertama sebagai pemodal, sedangkan pihak kedua sebagai

26Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (FH UII

(27)

pelaku usaha, dan keuntungan yang diperoleh dibagi diantara kedua belah pihak dalam presentase yang telah disepakati.”27

Menurut Ahmad asy syarbasyi Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Sedangkan kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.28

Menurut Sa’ad bin Gharir as silmi mudharabah adalah suatu akad dagang antara dua pihak, pihak pertama sebagai pemodal, sedangkan pihak kedua sebagai pelaksana usaha, dan keuntungan yang diperoleh dibagi antara mereka berdua dalam prosentase yang telah disepakati antara keduanya.29

Berdasarkan Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang dimaksud dengan akad mudharabah adalah akad kerja sama dalam suatu usaha antara pihak pertama (Shaibul Maal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (Mudharib) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Shahibul Maal kecuali pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.30

27Muhammad Arifin Bin Badri, Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariah, (Bogor:

Pustaka Darul Ilmi, 2011), h. 131

28Irwin Ananta, Tinjauan Kritis Praktek Mudharabah Pada Perbankan Syariah, Seminar

Nasional Inovasi dan Teknologi (SNIT) 2012, h. 82

29Irwin Ananta, Tinjauan Kritis Praktek Mudharabah Pada Perbankan Syariah, Seminar

Nasional Inovasi dan Teknologi (SNIT) 2012, h. 82

(28)

Dapat disimpulkan bahwa akad mudharabah adalah akad kerja sama diantara kedua belah pihak, dimana salah satu pihak bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan seluruh modal dan satu pihak lainnya bertindak sebagai mudharib untuk mengelola usaha, kemudian membagi keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak yang dicantumkan dalam perjanjian dan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh shahibul maal kecuali mudharib melakukan kesalahan atau kelalaian yang disengaja.

b. Landasan Hukum Akad Mudharabah a) Al-Qur’an

... ُهَّب َر َالله ِقَّتَيْل َو ،ُه َتَناَمَأ َنِمُتْؤا ىِذَّلا ِِّدَؤُيْلَف اًضْعَب ْمُكُضْعَب َنِمَأ ْنِإَف ...

"… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …" Q.S Al-Baqarah {2}:283. b) Hadits

ْلا َو ،ٍلَجَأ ىَلِإ ُعْيَبْلَا :ُةَك َرَبْلا َّنِهْيِف ٌثَلاَث :َلاَق َمَّلَس َو ِهِلآ َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ ُطْلَخ َو ،ُةَض َراَقُم

بيهص نع هجام نبا هاور( ِعْيَبْلِل َلا ِتْيَبْلِل ِرْيِعَّشلاِب ِِّرُبْلا )

"Nabi bersabda, 'Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual." (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

c) Ijma

Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’. (Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, 1989, 4/838)

(29)

d) Kaidah Fiqh

َّلاِإ ُةَحاَبِلإْا ِتَلاَماَعُمْلا ىِف ُلْصَلأَا َت ىَلَع ٌلْيِلَد َّلُدَي ْنَأ

اَهِمْي ِرْح

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

c. Rukun dan syarat mudharabah

Sebagaimana akad lain dalam syariat islam, akad mudharabah menjadi sah, maka harus memenuhi rukun dan syarat mudharabah. Menurut madhzab Hanafi, apabila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak terpenuhi maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga akad tersebut menjadi fasid (rusak).

Rukun mudharabah;

a. Pemilik modal dan pengelola b. Modal

c. Usaha yang dijalankan d. Nisbah keuntungan dan

e. Pernyataan ijab dan kabul (shigat akad). Syarat Mudharabah:

a. Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan atau barang yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan kerja sama dalam usaha. b. Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati. c. Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam

akad.31

31 Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum

(30)

f. Jenis-jenis Mudharabah

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 189 menjelaskan jenis akad mudharabah yang terdiri dari dua jenis yaitu:

1. Mudharabah Mutlak disebut dengan investasi tidak tetap. Skema pembiayaan yang tidak dibatasi pada jenis usaha, waktu dan tempat. 2. Mudharabah Muqayyad disebut dengan investasi tetap. Skema

pembiayaan yang dibatasi pada jenis usaha, tempat dan waktunya.32

g. Berakhirnya Akad Mudharabah

Kontrak mudharabah dapat dihentikan kapan saja oleh salah satu pihak dengan syarat memberi tahu pihak lain terlebih dahulu.33Para ulama sepakat bahwa akad mudharabah sebelum pengelola mulai bekerja maka belum mengikat (ghair lazim) sehingga baik pemilik modal maupun pengelola boleh membatalkannya.Imam Malik berpendapat bahwa mudharabah akadnya mengikat dengan telah dimulainya pekerjaan dan akad ini juga bisa diwariskan. Sedangkan Abu Hanifah, Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akadnya tidak mengikat, sehingga pemilik modal dan pengelola bisa membatalkan akadnya dan akad mudharabah tidak bisa diwariskan.34 Adapun hal-hal yang membatalkan mudharabah adalah sebagai berikut:

a) Fasakh (pembatalan) dan Larangan Usaha atau Pemecatan

Mudharabah batal dengan adanya fasakh dan dengan larangan usaha atau pemecatan, jika terdapat syarat fasakh dan larangan tersebut , yaitu mudharib mengetahui dengan adanya fasakh dan

32Otoritas Jasa Keuangan, Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 Standar Produk

Mudharabah, h.58

33Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).

34 Wahbah zuhaily, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid. 5 , Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani DarulFikir, 2011), h. 480-481

(31)

larangan tersebut serta modal dalam keadaan berbentuk uang pada waktu fasakh dan larangan tersebut.

b) Kematian Salah Satu Pelaku Akad

Jika pemilik modal atau mudharib meninggal, maka akad mudharabah menjadi batal menurut mayoritas ulama, karena mudharabah mencakup akad wakalah, sementara wakalah batal dengan meninggalnya muwakkil.

c) Salah Satu Pelaku Akad Menjadi Gila

Mudharabah batal menurut ulama selain Syafi’iyah dengan gilanya salah satu pelaku akad, jika gila permanen karena gila membatalkan sifat ahliyah (kelayakan/kemampuan).

d) Murtadnya Pemilik Modal

Menurut ulama Hanafiyah, jika pemilik modal murtad dari agama islam lalu mati atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau pemilik modal masuk ke negeri musuh dan hakim telah mengeluarkan keputusan tentang perihal masuknya ke negeri musuh tersebut, maka mudharabah menjadi batal sejak hari murtad.

Jika mudharib murtad, maka mudharabah tetap seperti sedia kala (tidak batal) karena sifat ahliyah nya tidak hilang, hingga jika mudharib belanja kemudian menjual dan mendapat untung.

e) Rusaknya Modal Mudharabah di Tangan Mudharib.

Jika modal rusak di tangan mudharib sebelum dibelanjakan sesuatu, maka mudharabah menjadi batal.Pasalnya, modal menjadi spesifik untuk mudharabah dengan adanya penerimaan barang.Sehingga akadnya batal dengan rusaknya modal, seperti wadiah.

(32)

Kebutuhan umat Islam dalam mengikuti perkembangan zaman dan pesatnya laju perekonomian yang banyak bergantung dengan aktifitas perbankan, menjadikan para konseptor perbankan syariah berupaya melakukan penyelarasan sistem perbankan agar akad dan pelaksanaannya sesuai dengan prinsipsyariah.Salah satu akad yang digunakan dalam dunia perbankan syariah adalah akad mudharabah. Akad mudharabah dipandang sebagai akad yang mendasari produk utama yang ditawarkan oleh bank syariah untuk berbagai transaksi di perbankan syariah dalam pendanaan maupun inti bisnis bank syariah.35

Ketentuan hukum mengenai akad mudharabah di indonesia dapat dilihat dalamUndang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Bank Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, hukum islam seperti Fatwa DSN MUI Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabahdan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Dalam praktiknya di perbankan syariah, mudharabah telah diperluas menjadi tiga pihak yaitu: pihak nasabah penyimpan dana (Shahibul Maal), bank sebagai suatu intermediarydan pengusaha sebagai mudharib yang membutuhkan dana. Bank bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib) dalam hal bank menerima dana dari nasabah penyimpan dana (depositor), dan sebagai Shahibul maal dalam hal bank menyediakan dana bagi para nasabah debitur selaku mudharib. Dalam aplikasi perbankan syariah Mudharabah merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan syariah untuk memobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha.36

Prinsip mudharabah diterapkan oleh bank syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana. Pada kegiatan penghimpunan

35Irwin Ananta, “Tinjauan Kritis Praktek Mudharabah Pada Perbankan Syariah,” Seminar

Nasional Inovasi dan Teknologi, 2012, h. 80

36Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya

(33)

dana diaplikasikan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Sementara dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan mudharabah.37 Dari segi penyaluran dana, bank syariah menyediakan fasilitas pembiayaan mudharabah dengan sistem bagi hasil. Maksudnya pembiayaan modal investasi atau modal kerja disediakan sepenuhnya oleh bank syariah sebagai shahibul maal, sedangkan nasabah sebagai mudharib yang menyediakan usaha dan manajemennya. Hasil keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama dalam bentuk nisbah (presentase) tertentu dari keuntungan pembiayaan.38

3. Teori Pemutusan Perjanjian

Pemutusan Perjanjian atau Terminasi perjanjian adalah suatu tindakan pemutusan atau pengakhiran dari suatu perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.Pemutusan kontrak merupakan akibat hukum lanjutan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban kontraktual.39Pemutusan kontrak pada dasarnya mengakui keabsahan kontrak yang bersangkutan serta mengikat kewajiban-kewajiban para pihak, namun karena dalam pelaksanaannya bermasalah sehingga kontrak tersebut diputus.40Berdasarkan pasal 1381 KUH Perdata hapusnya perikatan dikarenakan sebagai berikut:41

1. Pembayaran.

Pembayaran ialah pelunasan utang oleh debitur kepada jasa kreditur dalam bentuk uang atau barang atau jasa. Dalam hukum perikatan, yang dimaksud dengan pembayaran ialah setiap perbuatan

37Ibid, h. 325

38Ibid, h. 327

39Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), h. 296

40Ibid, h. 296

41

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Edisi Revisi, (Jakarta: PradnyaParamitha, 2004), Cet. 34, h. 349.

(34)

untuk memenuhi prestasi, baik penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Ketiga bentuk tersebut merupakan pemenuhan dari suatu prestasi.42

2. Penawaran pembayaran tunai dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).

Konsignasi adalah penitipan uang kepada pengadilan apabila kreditur menolak untuk menerima pembayaran dari debitur, maka debitur dapat membebaskan diridari utangnya dengan jalan menawarkan uang yang dibayarkan itu kepada kreditur dengan perantara jurusita. Apabila kreditur tetap menolak pembayaran tersebut, maka uang yang dititipkan kepada kepaniteraan Pengadilan Negeri dengan permohonan agar kreditur dipanggil di pengadilan dan penitipan disahkan sebagai pembayaran.43

3. Pembaharuan utang (novasi).

Novasi adalah suatu perjanjian antara debitur dan kreditur, dimana perjanjian lama dan subjeknya itu dihapuskan dan muncul sebuah objek dan subjek perjanjian yang baru. unsur-unsur novasi adalah adanya perjanjian baru, adanya subjek yang baru, adanya hak dan kewajiban sekaligus adanya prestasi.44

4. Perjumpaan utang atau kompensasi.

Kompensasi atau perjumpaan utang adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Dapat dikatakan dua orang yang saling berhutang satu sama lain yang menurut

42Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 102

43Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 100

44Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

(35)

undang telah ditentukan bahwa terjadi perhitungan antara mereka untuk saling menghapus utang-utang tersebut.45

5. Percampuran utang (konfusio).

Percampuran utang adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan berkedudukan sebagai kreditur menjadi satu.46

6. Pembebasan utang.

Pembebasan utang adalah suatu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perhutangan, dan pernyataan tersebut diterima oleh debitur. Terdapat dua cara dalam pembebasan utang yaitu secara Cuma-Cuma, dipandang sebagai penghadiahan dan prestasi dari pihak debitur, artinya sebuah prestasi lain selain prestasi yang terutang. Pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.47

7. Musnahnya barang terutang.

Dalam pasal 1444 KUH Perdata, apabila barang tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang diluar kesalahan debitur, ini tersimpul usaha-usaha yang telah dilakukan debitur untuk mencegah hilang atau musnahnya barang objek perjanjian.48

8. Batal/pembatalan.

Terjadinya pembatalan suatu kontrak ditimbulkan oleh tiga sebab, yaitu: perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum

45Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 103

46Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 104

47Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 105

48Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

(36)

dewasa dan dibawah pengampuan, tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang diisyaratkan dalam undang-undang, dan adanya cacat kehendak yaitu kekurangan dalam kehendak orang (kekhilafan, paksaan dan penipuan).49

9. Berlakunya suatu syarat batal.

Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak terjadi suatu perjanjian. Syarat batal berlaku pada berjanjian timbal balik.50

10. Lewatnya waktu (daluwarsa).

Demi kepentingan kepastian hukum, maka setiap perikatan terdapat masa berlakunya. Jika lewat waktu tersebut, maka suatu perikatan tidak lagi dapat dijalankan, karena sudah lewat waktu atau yang disebut dengan kedaluwarsa.51

Selain itu suatu perjanjian dapat hapus karena suatu hal tertentu yakni:

1. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu.

2. Undang-undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian. 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan

terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjiannya hapus.

4. Salah satu pihak atau kedua belah pihak menyatakan untuk menghentikan perjanjian.

5. Perjanjian hapus karena putusan hakim.

6. Tercapainya suatu tujuan yang telah diperjanjikan.

49Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 105

50Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

2019), h. 105

51Lukman Santoso AZ, Aspek Hukum Perjanjian (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka,

(37)

7. Dengan persetujuan para pihak.52

Aspek Hukum Pemutusan Perjanjian Secara Sepihak

Pemutusan perjanjian secara sepihak atas suatu perjanjian dapat diartikan sebagai ketidaksediaan salah satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian. Dimana salah satu pihak lainnya tetap bermaksud untuk memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendaki untuk tetap memperoleh suatu prestasi dari pihak lainnya.

Pada pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menjelaskan bahwa perjanjian tidak dapat dibatalkan secara sepihak, karena jika perjanjian tersebut dibatalkan secara sepihak atau tanpa persetujuan pihak lainnya maka pihak yang merasa dirugikan dengan pemutusan tersebut dapat menuntut sebagaimana diatur dalam pasal 1267 KUH Perdata. Adapun bunyi pasal 1267 KUH Perdata: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih; memaksa pihak yang lain untukmemenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan,dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.”53

Berdasarkan ketentuan tersebut maka pihak yang merasa dirugikan dengan adanya pemutusan perjanjian secara sepihak tersebut dapat memilih tuntutannya sebagai berikut:54

1. Pemenuhan perjanjian

2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi (biaya, kerugian, dan bunga) 3. Pembatalan perjanjian

52R Setiawan, Pokok-pokok Perikatan (Bandung: Putra Abidin, 1999), h. 68

53Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2004), cet 34, Pasal 1267

54Rendy Saputra, Kedudukan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden)

(38)

4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi (biaya, kerugian, dan bunga) Menurut pasal 1266 KUH Perdata, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan sebagai syarat agar pembatalan itu dapat dilakukan, yaitu:

1. Perjanjian bersifat timbal balik 2. Harus adanya wanprestasi 3. Harus dengan putusan hakim.

Perjanjian timbal balik ialah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Biasanya perjanjian timbal balik berupa perjanjian jual beli, sewa-menyewa, dan tukar-menukar. Jika salah satu pihak ingkar janji atau wanprestasi mengenai syarat pokoknya dari perjanjian, maka dapat mengajukan gugatan permintaan pembatalan perjanjian kepada hakim. Terdapat beberapa teori hukum yang terkait dengan pembatalan perjanjian secara sepihak, yaitu repudiasi terhadap perjanjian. Repudiasi terdapat dua macam yakni repudiasi anticepatory yakni pernyataan mengenai ketidaksediaan atau ketidakmampuan untuk melaksanakan perjanjian yang sebelumnya telah disetujui, pernyataan mana disampaikan sebelum tiba waktu melaksanakan perjanjian tersebut hak ini dapat disebut dengan Repudiasi anticepatory. Kemudian repudiasi biasa (ordinary) yaitu pembatalan yang dinyatakan ketika telah masuk pada masa perjanjian.55

4. Teori Pemutusan Akad

Terminasi Akad adalah tindakan mengakhiri perjanjian yang telah tercipta sebelum dilaksanakan atau sebelum pelaksanaannya selesai. Terminasi dalam kamus ilmiah kontemporer diartikan dengan pembatasan dan pengakhiran. Terminasi akad berbeda dengan berakhirnya akad, di mana jika berakhirnya akad berarti telah selesainya pelaksanaan akad karena para pihak

55Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis (Bandung: PT. Citra

(39)

telah memenuhi segala perikatan yang timbul dari akad tersebut sehingga akad telah mewujudkan tujuan yang hendak dicapai oleh para pihak. Sedangkan terminasi akad adalah berakhirnya akad karena fasakh (diputus) oleh para pihak dalam arti akad tidak dilaksanakan karena suatu atau sebab lain.56

Terminasi akad dengan berakhirnya akad ialah sebuah hal yang berbeda. Bahwa suatu akad dipandang berakhir apabila telah terpenuhi tujuan akadnya, apabila terjadinya fasakh (pembatalan), putus demi hukum, karena kematian (wafat), tidak adanya persetujuan dan telah berakhir jangka waktunya57. Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut:58

1. Jika ada kelancangan dan bukti penghianatan (penipuan). Apabila salah satu pihak melakukan kelancangan dan terdapat bukti-bukti bahwa salah satu pihak mengadakan penghianatan terhadap perjanjian, maka perjanjian yang telah diikat dapat dibatalkan oleh pihak yang lainnya.

2. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Apabila suatu kewajiban yang sudah ditentukan akan tetapi tidak dipenuhi oleh salah satu pihak maka perjanjian menjadi batal.

3. Karena habis waktunya. Suatu perjanjian apabila telah sampai kepada waktu yang telah diperjanjikan (batas waktu perjanjian), maka secara otomatis perjanjian yang telah diadakan oleh para pihak menjadi batal dengan sendirinya.

4. Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan. Apabila salah satu pihak telah melakukan perbuatan menyimpang dari apa yang telah diperjanjikan, maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian tersebut.

56Meri Piryanti, “Akibat Hukum Perjanjian (Akad) dan Terminasi Akad,” At-Tahdzib: Jurnal

Studi Islam dan Muamalah 2 (2014), h. 20

57Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), h. 106-108

58Meri Piryanti, “Akibat Hukum Perjanjian (Akad) dan Terminasi Akad,” At-Tahdzib: Jurnal

(40)

5. Wafatnya salah satu pihak yang berakad. Dalam akad persekutuan, kematian salah satu pihak mengakibatkan berakhirnya akad, karena akad itu tidak mengikat secara pasti bagi kedua belah pihak.59

Menurut DR Oni Sahroni selaku anggota DSN MUI beliau berpendapat bahwa pada prinsipnya pelaku bisnis baik jual beli ataupun bagi hasil tidak boleh membatalkan perjanjian kecuali dengan persetujuan mitra atau pihak lain. Pada saat transaksi dibatalkan, maka hak masing-masing pihak dikembalikan. Apabila terdapat kerugian akibat pembatalan tersebut, maka pihak yang melakukan dan mengakibatkan kerugian itu harus mengganti sebesar real cost. Pada prinsipnya para pelaku bisnis tidak boleh membatalkan perjanjian kecuali dengan persetujuan pihak lain. Pada akad bagi hasil, walaupun akadnya jaiz (pihak lain boleh membatalkan secara sepihak), apabila terdapat klausul dalam perjanjian yang tidak membolehkan untuk membatalkan akad, maka kontrak yang bersifat jaiz tersebut menjadi lazim.60

Dalam fikih muamalah, wanprestasi diterjemahkan dengan ta’addi, taqshir, dan mukhalafat al-syuruth. Dalam Fatwa DSN MUI Nomor 92 tahun 2014 tentang Pembiayaan yang Disertai Rahn telah mendefinisikan sebagai berikut:

a. Ta’addi adalah melakukan sesuatu yang tidak boleh atau tidak semestinya dilakukan.

b. Taqshir adalah tidak melakukan sesuatu yang boleh atau semestinya dilakukan.

c. Mukhalafat al-syuruth adalah melanggar ketentuan yang disepakati pihak-pihak yang berakad.

59Meri Piryanti, “Akibat Hukum Perjanjian (Akad) dan Terminasi Akad,” At-Tahdzib: Jurnal

Studi Islam dan Muamalah 2 (2014), h. 25

(41)

Adapun prinsip syariah dalam memperlakukan nasabah (mudharib) jika tidak mampu memenuhi kewajiban kontraktualnya adalah sebagai berikut:

1. Jika modal masih tersedia maka menjadi utang pengelola yang harus dibayarkan kepada pemilik modal.

2. Jika seluruh modalnya habis maka berlaku qiradh al-mitsl yaitu modal yang tersisa harus dibayarkan kepada pemilik modal.

3. Diperlakukan seperti akad ijarah, pemilik modal mendapatkan total modal yang diberikan kepada pengelola, sedangkan pengelola mendapatkan upah atas jasanya dalam mengelola usaha.

Menurut As-Sarkhasi “Apabila mudharabah fasid (rusak) itu menjadi akad ijarah yangfasid, maka pengelola mendapat upah sejenisnya.”61Apabila terdapat pembatalan maka transaksinya menjadi batal sehingga seperti tidak ada perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, keadaan menjadi kembali seperti semula sebelum adanya perjanjian. Namun apabila terdapat kerugian akibat pembatalan tersebut maka pihak yang melakukan dan mengakibatkan kerugian tersebut harus menggani sebesar biaya yang telah dikeluarkan sebagaimana terdapat dalam Fatwa DSN MUI Nomor 43 tahun 2004 tentang Ta’widh (Ganti Rugi).

C. Review Penelitian Terdahulu

Sebelum penulis melakukan penelitian ini, sudah terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembahasan yang serupa dengan penelitian penulis. Akan tetapi terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dalam penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian yang dimaksud diantaranya sebagai berikut:

1. Klausul Meninggal Dunia dalam Akad Pembiayaan Bank Syariah NO.13/236-3/056 PKS Skripsi pada Fakultas Syariah dan Hukum penelitian yang

(42)

dilakukan oleh Neila Hifzi Siregarmembahas mengenai pemutusan perjanjian apabila pihak nasabah meninggal dunia. Bahwa apabila dilihat dari hukum perjanjian, akad perjanjian berakhir apabila salah satu pihak meninggal dunia. Akan tetapi para ulama berpendapat bahwa tidak semua akad otomatis berakhir dengan wafatnya seseorang. Hanya akad-akad tertentu seperti akad sewa-menyewa, Rahn, Kafalah, Syirkah, Wakalah dan Muzara’ah.

Penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa akad yang dipakai ialah akad musyarakah. Namun dalam hal ini pihak bank syariah tidak menerima hal pembatalan perjanjian karena alasan meninggal dunia, melainkan harus sesuai dengan indikator yang ditentukan dalam penjelasan akad yang telah dibuat oleh kedua belah pihak. Maka dengan ini bank tetap melaksanakan perjanjian tersebut dengan ahli waris dari nasabah untuk melanjutkan perjanjian yang disepakati sebelumnya oleh nasabah. Mengingat kewajiban nasabah yang harus diselesaikan kepada pihak bank.62

Persamaan skripsi dengan penelitian penulis adalah sama-sama menganalisis batalnya suatu perjanjian oleh bank syariah dengan nasabah. Namun perbedaannya terletak pada akad yang digunakan, dimana peneliti sebelumnya menjelaskan tentang pembatalan perjanjian akad musyarakah karena pembiayaannya terkait dengan kewajiban nasabah kepada bank syariah, maka dalam penelitian penulis akan membahas pemutusan perjanjian akad pembiayaan mudharabah.

2. Mekanisme Pemutusan Perjanjian Akad Mudharabah Muthlaqah Pada Tabungan IB Mitra Sipantas di PT. BPRS Buana Mitra Perwira Purbalingga Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis penelitian oleh Muthi Kusuma Wardhani yang membahas bahwa dalam produk tabungan masa depan atau tabungan berencana pada BPRS Buana Mitra Perwira, bagi hasil yang diberikan lebih besar daripada produk tabungan lainnya, yaitu hampir setara

62Neila Hifzhi Siregar, “Klausul Meninggal Dunia Dalam Akad Pembiayaan Bank Syariah”

(43)

dengan deposito selama 1 (satu) tahun. Namun tidak diperbolehkan untuk mengambilnya sampai tiba saatnya jatuh tempo sesuai jangka waktu yang telah disepakati, tetap dengan penalty atau denda yang telah berlaku jika terjadi pengambilan atau pencairan saldo tabungan atau juga pemutusan akad perjanjian dipertengahan sebelum tiba saatnya jatuh tempo sesuai yang telahdisepakati di awal saat terjadinya akad.

Produk tabungan masa depan iB Mitra Sipantas memiliki jangka waktu mulai dari 5 tahun, 10 hingga 15 tahun. Jangka waktu merupakan seberapa lamanya nasabah dapat menginvestasikan dan mencairkan dana yang dimilikinya kepada bank syariah, oleh sebab itu nasabah hanya dapat mengambil atau mencairkan dana yang telah diinvestasikannya setelah tiba saatnya jatuh tempo sesuai yang telah disepakati saat awal terjadinya akad antara pemilik modal (shahibul maal) dengan bank syari’ah (pengelola/mudharib). Namun, mengingat kebutuhan yang datang secara tiba-tiba atau secara tidak terduga, seperti halnya biaya pendidikan, biaya kesehatan, biaya kebutuhan sehari-hari yang mendesak, dapat mengakibatkan nasabah melakukan pemutusan perjanjian akad sebelum jatuh tempo.

Pemutusan perjanjian melalui akad mudharabah muthlaqah khususnya pada saat sebelum jatuh tempo merupakan pemberhentian perjanjian sebelum tiba saatnya seperti yang telah disepakati dengan melakukan penarikan dana yang telah diinvestasikan oleh nasabah. Bahwa pemutusan perjanjian suatu akad di PT. BPRS Buana Mitra Perwira dengan secara otomatis, nasabah melakukan penutupan rekening tabungan kecuali nasabah ingin memindahkan ke rekening tabungan produk lainnya. Produk tabungan masa depan iB Mitra Sipantas ini berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam akad mudharabah muthlaqah, bahwa tabungan tidak dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah. BPRS Buana Mitra Perwira memiliki prosedur tersendiri untuk melakukan pemutusan perjanjian pada produk tabungan masa depan iB Mitra Sipantas melalui akad mudharabah muthlaqah, antara lain dikarenakan permintaan

(44)

nasabah itu sendiri, nasabah pemilik rekening tabungan meninggal dunia ataupun karena terjadi gagal debet sebanyak 3 kali berturut-turut.63

Persamaan skripsi dengan penelitian penulis adalah sama sama membahas sebab-sebab pemutusan perjanjian sepihak pada akad mudharabah muthlaqah berdasarkan pemutusan perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi skripsi ini dengan penelitian penulis memiliki perbedaan yaitu pada skripsi in hanya membahas mekanisme dan akibat hukum pemutusan perjanjian sepihak, maka dalam penelitian penulis membahas dengan meninjau hukum positif dan hukum islam pada mekanisme dan akibat hukum pada pemutusan perjanjian sepihak. 3. Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah atas Meninggalnya Mudharib dalam

Akad Pembiayaan Mudharabah Skripsi pada Fakultas Hukum penelitian oleh Arya Ramadhan juga menganalisis terkait resiko yang akan dihadapi oleh bank akibat dari perjanjian pembiayaan mudharabah. Bahwa Dalam praktik pembiayaan mudharabah, bank syariah akan menghadapi berbagai kesulitan dan resiko ,diantaranya adalah mudharib meninggal dunia. Hal ini memberikan gambaran bahwa penerapan akad mudharabah memiliki potensi resiko yang banyak, baik yang menyangkut teknis usaha ataupun moralitas dari mudharib. Dalam perundang-undangan dan peraturan terkait yang berlaku di Indonesia tentang pembiayaan akad mudharabah belum ada aturan khusus mengenai resiko meninggal dunianya mudharib dan akibat hukumnya pada akad mudharabah yang menyebabkan timbulnya ketidakpastian hukum.

Apabila mudharib meninggal dunia dalam suatu pembiayaan mudharabah mengakibatkan akad mudharabah mengalami permasalahan dan hambatan bahkan mungkin mengalami kemacetan. Meninggal dunia adalah keadaan yang berada di luar kemampuan manusia yang menyebabkan pelaksanaan

63Muthi Kusuma Wardhani, “Mekanisme Pemutusan Perjanjian Akad Mudharabah Muthlaqah

Pada Tabungan Ib Mitra Sipantas Di Pt. Bprs Buana Mitra Perwira Purbalingga” (Purwokerto, IAIN Purwokerto, 2017).

Referensi

Dokumen terkait

Pembatasan masalah berguna untuk memberikan suatu gambaran yang menjadi pusat perhatian dan permasalahan dalam penelitian hukum ini dan untuk menghindari adanya perluasan masalah

10 Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Sinar Bakti, 1998), h.. penghormatan terhadap hak-hak warganya serta tidak melakukan

Hasil dari penelitian ini diharapkan sistem dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh para tenaga medis dalam memberikan informasi tentang resiko penyakit ginjal kepada para pasien..

Suatu himpunan dikatakan terhitung jika himpunan tersebut hingga atau memiliki kardinalitas yang sama dengan. himpunan bilangan

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan

Meskipun gugatan Pelawan ditolak oleh Hakim Pengadilan Jakarta Pusat, 19 namun hal tersebut menjadi ketertarikan sendiri bagi peneliti untuk mengkaji putusan

PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No 6/Pid Sus Anak/2015/PN Kdr)

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas sriwijaya, dengan judul “KARAKTERISTIK PERJANJIAN ANTARA