• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Adapun saran yang diberikan oleh penulis:

1. Bank Syariah dalam membuat dan meyusun perjanjian sebaiknya syarat serta klausul penyelesaian atau berakhirnya kontrak juga harus dimuat di dalam kontrak perjanjian akad mudharabah.

2. Bank syariah dalam mengembangkan prinsip kehati-hatian harus lebih bijak dalam menilai nasabah, karena tidak semua nasabah (mudharib) tidak memiliki itikad yang tidak baik, baik bank syariah sebagai shahibul maal maupun nasabah sebagai mudharib harus terjalin koneksi hubungan yang baik dan saling percaya.

3. Nasabah sebagai mudharib harus menempatkan posisi sebagai penerima amanah dalam mengelola harta dengan sebaik-baiknya dan mengedepankan amanah yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008. Badri, Muhammad Arifin. Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syaria. Bogor:

Pustaka Darul Ilmi, 2011

Fuady, Munir. Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Harahap, M Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1986.

Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Prenadamedia Group, 2010.

H.S, Salim. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

———. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Khairandy, Ridwan. Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan. FH UII PRESS, 2013.

Mahkamah Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: mb.disain, 2013.

Majelis Ulama Indonesia. (t.thn.). Himpunan Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional. Diambil kembali dari Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Mudharabah.

Diambil kembali dari Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25 Tahun 2002 Tentang Rahn.

Majelis Ulama Indonesia. (t.thn.). Himpunan Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional. Diambil kembali dari Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 105 Tahun 2016 Tentang Penjaminan Pengembalian Modal Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah, dan Wakalah Bil Istitsmar

Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama. Jakarta: Prenadamedia Group, 2012.

Manzur, Ibnu. Lisan Al-Arab, 1885.

Otoritas Jasa Keuangan. Seri Standar Produk Perbankan Syariah 5 Standar Produk Mudharabah. Jakarta: OJK, 2016.

Santoso AZ, Lukman. Aspek Hukum Perjanjian. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2019.

Saputra, Rendy. Kedudukan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) Dalam Hukum Perjanjian Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press, 2016.

Setiawan, R. Pokok-pokok Perikatan. Bandung: Putra Abidin, 1999.

Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya. Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Subekti, R. Aneka Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa, 1992.

Subekti, Tjitrosudibio.Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramitha, 2004.

Zuhaily, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5, Penerjemah Abdul Hayyie al- Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani Darul Fikir, 2011.

Interview

Achmad Rivani Fauzi, Staff Unit Financing Administration Bank BNI Syariah Kantor Cabang Fatmawati, Interview Pribadi. Jakarta, 14 Juli 2020.

Bahan Hukum

PBI Nomor 13/9/PBI/2011 Tentang Restrukturisasi Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Yurisprudensi Mahkamah Agung No.4/Yur/Pdt/2018. Diambil kembali dari

http://konsultanhukum.web.id/pembatalan-perjanjian-sepihak-apakah-wanprestasi-atau-perbuatan-melawan-hukum/ diakses pada 14 agustus 2020

Jurnal, Skripsi dan Laporan

Agung Rio Diputra, I Gusti. “Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis.” Acta Comitas Jurnah Hukum Kenotariatan 3 No. 3 (2018).

Ananta, Irwin. “Tinjauan Kritis Praktek Mudharabah Pada Perbankan Syariah.” Seminar Nasional Inovasi dan Teknologi, 2012.

Erawati, Elly, dan Herlien Budiono. “Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjian.” National Legal Reform Program, 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (t.thn.).

Muftadin, Dahrul. “Dasar-dasar Hukum Perjanjian Syariah dan Penerapannya dalam Transaksi Syariah.” Jurnal Al-’Adl 11 (2018).

Piryanti, Meri. “Akibat Hukum Perjanjian (Akad) dan Terminasi Akad.” At-Tahdzib: Jurnal Studi Islam dan Muamalah 2 (2014).

Prasastinah, Trisadini. “Asas Ikhtiyati Pada Akad Pembiayaan Mudharabah di Lingkungan Perbankan Syariah.” Yuridika 31 No, 2 (2016).

Ramadhan, Arya. “Perlindungan Hukum Bagi Bank Syariah atas meninggalnya Mudharib dalam Akad Pembiayaan Mudharabah.” Universitas Brawijaya, 2014.

Sahroni, DR Oni. “Pembatalan Sepihak karena Pandemi.” Republika, 2020.

Siregar, Neila Hifzhi. “Klausul Meninggal Dunia Dalam Akad Pembiayaan Bank Syariah.” UIN Sunan Kalijaga, 2017.

Suyanto, dan Ayu Sulistiya Ningsih. “Pembatalan Perjanjian Sepihak Menurut Pasal 1320 Ayat (1) KUH.Perdata Tentang Kata Sepakat Sebagai Syarat Sahnya Perjanjian.” Universitas Gresik Vol 7, No 2 (2018).

Wardhani, Muthi Kusuma. “Mekanisme Pemutusan Perjanjian Akad Mudharabah Muthlaqah Pada Tabungan Ib Mitra Sipantas Di Pt. Bprs Buana Mitra Perwira Purbalingga.” IAIN Purwokerto, 2017.

Weydekamp, Gerry R. “Pembatalan Perjanjian Sepihak Sebagai Suatu Perbuatan Melawan Hukum.” Lex Privatum Vol. I, No. 4 (2013).

Hasil Wawancara di BNI Syariah cabang Fatmawati Lampiran Hasil Wawancara

Narasumber : Achmad Rivani Fauzi

Jabatan : Staff Unit Financing Administration Tanggal : 14 Juli 2020

Tempat : Bank BNI Syariah KC Fatmawati

1. Faktor Apa Yang Membuat Nasabah Memutus Perjanjian Secara Sepihak? Jawab: Ada banyak dan beragam faktor yang membuat nasabah memutuskan perjanjian yaitu

- Terdapat beberapa pasal yang tidak sesuai dengan nasabah yang sudah dirumuskan oleh bank yang dibuat oleh kantor pusat dengan melalui DPS, melalui hukum. (beberapa pasal tidak dapat diterima oleh nasabah).

- Asuransi tidak dapat mengcover karena nasabah memiliki riwayat penyakit yang berbahaya.

- Tidak memenuhi persyaratan. - Nasabah tidak bisa membayar.

- Nasabah mengalami kegalalan dan kepailitan pada usahanya. - Adanya pemutusan kerja (PHK) atau pindah kerja.

- Adanya wabah. - Perceraian.

2. Bagaimana konsep BNI Syariah mengatur tentang akibat hukum yang timbul karna pemutusan perjanjian sepihak?

Jawab: Nasabah berkewajiban untuk mengembalikan seluruh jumlah pembiayaan yang telah diberikan oleh bank. Cara pelunasannya dengan dilakukan

musyawarah kepada pihak-pihak yang terkait dengan pembiayaan mudharabah tersebut, dengan mempertimbangkan nilai pelunasan yang tidak terlalu besar asalkan sesuai dengan standar OJK dan standar bank, standar nilai pelunasannya harus sesuai dengan pembiayaan yang dilaporkan kepada OJK. Seluruh biaya yang tercantum baik pokok maupun nisbah atau margin.

Pelunasan nasabah itu dari outstanding yang diberi diskon oleh pihak bank. Sesuai dengan PSAK dan tidak boleh kurang dari ketentuan PSAK. Kemudian Bank mengupayakan untuk melakukanRescheduling, Reconditioning dan Restructuring kepada nasabah dengan mengusulkan opsi jual. Jadi nasabah diberikan jangka waktu oleh bank untuk menjual asetnya kemudian melunasi pembiayaan yang diberikan oleh bank. Untuk mencapai win win solution.

3. Bagaimana langkah hukum yang diambil oleh BNI Syariah terhadap akibat hukum yang timbul dari pemutusan perjanjian mudharabah secara sepihak? Jawab: Meminta saran atau konsultasi kepada bagian Divisi Hukum (LGD), jika pembatalannya sebelum adanya pencairan maka masih bisa dibatalkan akan tetapi bank yang menanggung kerugian biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk akad tersebut. Kemudian BNI Syariah melakukan musyawarah dengan nasabah untuk mencapai mufakat. Untuk akibat hukumnya tidak pernah ke ranah hukum, jika ada tuntutan ke jalur hukum maka akan dikonsultasikan lagi ke bagian LGD. Menyesuaikan dengan kasus yang terjadi.

4. Apakah BNI Syariah mengugat terlebih dahulu ke pengadilan atau langsung melelang aset nasabah?

Jawab: Pihak bank terlebih dahulu memberikan peringatan berupa surat untuk pelelangan aset jaminan nasabah, jika nasabah tidak merespon surat peringatan tersebut, maka bank akan langsung melelang aset nasabah yang dijadikan jaminan untuk pembiayaan mudharabah tanpa menggugat terlebih dahulu ke pengadilan.

Lampiran Kontrak Pembiayaan Akad Mudharabah BNI Syariah. Akad Pembiayaan Mudharabah Perorangan

Bismillahirrahmanirrahim

“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad/perjanjian itu” QS. Al-Maidah ayat 1

AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH

Nomor:

Yang bertandatangan dibawahini:……… I. ……….Pemimpin………..PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,

dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut berdasarkan Surat Kuasa Direksi…………

untuk selanjutnya :……….... ……….BANK………...

II. ………._untuk selanjutnya disebut

:…..………..PENERIMA PEMBIAYAAN……….

Bank dan Penerima Pembiayaan selanjutnya disebut Para Pihak, bertindak dalam kedudukannya masing-masing sebagaimana tersebut diatas, terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Bahwa dalam rangka menjalankan dan memperluas kegiatan usahanya, Penerima Pembiayaan memerlukan sejumlah dana untuk modal usaha……dan untuk memenuhi hal tersebut, Penerima Pembiayaan mengajukan permohonan kepada Bank untuk menyediakan dana/modal, yang mana dari pendapatan/keuntungan usaha itu akan dibagi antara Bank dan Penerima Pembiayaan secara proposional sesuai dengan kontribusi dana/modal dari masing-masing pihak.

b. Bahwa terhadap permohonan Penerima Pembiayaan tersebut Bank selaku Shahibul Maal yang menyediakan dana secara penuh, telah menyetujui untuk menyalurkan pembiayaan kepada Penerima Pembiayaan selaku mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha, sebagaimana ternyata dengan surat keputusan pembiayaan nomor ……….

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Para Pihak sepakat mengikatkan diri untuk mengadakan Akad Pembiayaan Mudharabah yang selanjutnya disebut “Akad Pembiayaan” dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1 DEFINISI

Dalam akad Pembiayaan ini yang dimaksud dengan : (1) Agunan

Adalah jaminan yang diserahkan Penerima Pembiayaan kepada Bank dalam rangka pemberian Pembiayaan Mudharabah sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Perbankan.

(2) Mudharabah

Adalah penanaman dana dari Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) kepada Penerima Pembiayaan selaku pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan menggunakan metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara Para Pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati.

(3) Nisbah bagi-hasil

Adalah rasio/perbandingan pembagian keuntungan (bagi-hasil) berdasarkan kesepakatan antara Bank dan Penerima Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Akad Pembiayaan ini.

Adalah pendapatan (revenue sharing) adalah pendapatan yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan Mudharabah.

(5) Prinsip Syari’ah

Adalah prinsip syari’ah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1angka 13 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Sebagaimana dalam pasal 1 angka 12 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

(6) Hari Kerja Bank

Adalah hari kerja Bank Indonesia (7) Cidera Janji

Adalah peristiwa-peristiwa sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 20 Akad Pembiayaan ini yang menyebabkan Bank dapat menghentikan seluruh atau sebagian Dana/Pokok Pembiayaan, menagih dengan seketika dan sekaligus jumlah kewajiban Penerima Pembiayaan sebelum berakhirnya jangka waktu dalam akad pembiayaan ini.

(8) Pembiayaan

Adalah Pembiayaan Mudharabah.

Pasal 2

MAKSIMUM PEMBIAYAAN

(1) Bank sebagai pemilik dana berjanji dan mengikatkan diri untuk menyediakan dana pembiayaan dalam bentuk uang kepada Penerima Pembiayaan sampai sejumlah Rp….(…..) secara sekaligus atau secara bertahap untuk dikelola dan dipergunakan sebagai modal usaha………..sesuai dengan rencana kerja Penerima Pembiayaan yang telah disetujui Bank, yang dilampirkan pada dan karenanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad Pembiayaan ini.

(2) Bank akan menyerahkan dana pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini setelah Penerima Pembiayaan memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud Pasal 6 Akad Pembiayaan ini.

Pasal 3

TUJUAN PEMBIAYAAN

(1) Tujuan Pembiayaan adalah untuk membiayai………

(2) Untuk maksud sebagaimana ayat (1) pada Pasal ini, Bank menunjuk Penerima Pembiayaan untuk mengelola dana pembiayaan dalam kegiatan usaha sebagaimana tujuan pembiayaan pada ayat (1) Pasal ini.

Pasal 4

BENTUK PEMBIAYAAN

Pembiayaan ini diberikan kepada Penerima Pembiayaan dalam bentuk dana tunai.

Pasal 5 JANGKA WAKTU

Jangka waktu pembiayaan adalah …………(………..) bulan/tahun terhitung sejak tanggal Akad ini sampai dengan tanggal…….dan dapat diperpanjang dengan persetujuan para Pihak.

Pasal 6

REALISASI PEMBIAYAAN

(1) Realisasi pembiayaan dilakukan setelah Penerima Pembiayaan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

- -

(2) Realisasi Pembiayaan dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap, dengan persetujuan terlebih dahulu dari Bank.

(3) Penerima Pembiayaan terlebih dahulu harus memberikan Surat Pemberitahuan Realisasi Pembiayaan (SPRP) dengan menyebutkan jumlah dan jadwal dari setiap penarikan pembiayaan yang dikehendaki dan disertai dengan rincian/daftar dari rencana penggunaan pembiayaan beserta bukti-bukti yang dapat diterima oleh Bank.

Pasal 7

NISBAH BAGI HASIL

Bank dan Penerima Pembiayaan sepakat bahwa atas pembiayaan yang diberikan berdasarkan Akad Pembiayaan ini, berlaku Nisbah Bagi-Hasil atau pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dengan ketentuan sebagai berikut:

(1) Nisbah bagi hasil ditentukan sebagai berikut: - …….%(……..persen) untuk Bank dan

- …….%(…….persen) untuk Penerima Pembiayaan

Yang dihitung berdasarkan ………. sebagaimana Proyeksi Pendapatan terlampir yang merupakan satu kesatuan dengan Akad Pembiayaan ini.

(2) Pembayaran nisbah bagi hasil dilakukan tiap-tiap bulan dna dibayarkan oleh Penerima Pembiayaan kepada Bank setiap tanggal ……….dengan cara…..pada setiap bulannya.

(3) Ketentuan Nisbah Bagi Hasil sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 Pasal ini adalah berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan Penerima Pembiayaan, dan perhitungan Nisbah bagi hasil ini dapat diubah sewaktu-waktu sesuai dengan Kesepakatan Para Pihak.

(4) Dalam hal terdapat ketidaksepakatan dalam menentukan besarnya hasil usaha, Bank dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan penghitungan kembali atas hasil usaha, dan atas hasil usaha yang

dilakukan oleh Pihak Ketiga tersebut, Para Pihak wajib untuk menerima perhitungan tersebut tanpa adanya suatu kualifikasi tertentu.

Pasal 8

PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN

(1) Penerima Pembiayaan wajib mengembalikan pembiayaan dengan cara…………

(2) Pengembalian pembiayaan oleh Penerima Pembiayaan, dilakukan pada Bank melalui Kantor Cabang Syari’ah ………. Melalui rekening Penerima Pembiayaan yang dibuka untuk dan atas nama Penerima Pembiayaan.

(3) Untuk pelaksanaan pengembaliaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, maka dengan ini Penerima Pembiayaan member kuasa kepada Bank, kuasa mana tidak dapat berakhir karena sebab-sebab sebagaimana diatur Pasal 1813 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, untuk mendebet rekening Penerima Pembiayaan.

(4) Apabila pada tanggal pengembalian pembiayaan jatuh pada hari libur, maka pembayaran dilakukan pada tanggal dan hari kerja berikutnya. (5) Dalam hal Penerima Pembiayaan mengembalikan seluruh pembiayaan

lebih awal dari jangka waktu yang telah ditentukan, maka tidak berarti pengembalian dana pembiayaan tersebut akan menghapuskan atau mengurangi bagian dari keuntungan yang menjadi hak Bank sebagaimana ditetapkan dalam Akad Pembiayaan ini.

Pasal 9

DENDA DAN GANTI RUGI

(1) Apabila Penerima Pembiayaan tidak atau terlambat melakukan pengembalian pokok pembiayaan dan bagi-hasil sebagaimana diatur dalam ayat 2 Pasal 7 dan Pasal 8 ayat 1 Akad ini, maka Penerima

Pembiayaan dikenakan denda sebesar 5 % pertahun dan harus dibayar lunas oleh Penerima Pembiayaan kepada Bank yang selanjutnya akan digunakan untuk kepentingan social.

(2) Apabila Penerima Pembiayaan dengan sengaja atau karena kelalaian terlambat atau tidak melakukan pembayaran nisbah bagi hasil yang merupakan bagian keuntungan Bank maka Penerima Pembiayaan dikenakan ganti rugi sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kerugian riil yang diderita Bank.

Pasal 10 AGUNAN

(1) Guna lebih menjamin ketertiban pengembalian pembiayaan dan nisbah bagi hasil dalam menjalankan amanah berdasarkan Akad Pembiayaan ini dan untuk mengantisipasi risiko apabila Penerima Pembiayaan tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Akad Pembiayaan ini karena kecurangan, lalai atau menyalahi Akad Pembiayaan ini sehingga mengakibatkan kerugian usaha maka Penerima Pembiayaan memberikan Agunan yang jenis dan pengikatannya sebagai berikut:

(2) Sebagai dasar pengikatan agunan oleh Bank maka Penerima Pembiayaan wajib menyerahkan bukti pemilikan barang-barang agunan sebagaimana dimaksud ayat 1 Pasal ini kepada Bank.

(3) Bukti-bukti Pemilikan Barang-Barang agunan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini harus sudah diserahkan dan Akta-akta pengikatan agunan yang berkaitan dengan barang-barang agunan tersebut harus telah ditandatangani Pemegang Hak dan Bank serta diterima oleh Bank sebelum dilakukan realisasi pembiayaan.

(4) Setelah pembiayaan ini dinyatakan lunas oleh Bank, atau berdasarkan pertimbangan Bank barang-barang agunan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini sudah tidak diperlukan lagi sebagai agunan, Bank wajib

mengembalikan bukti-bukti pemilikan barang-barang jaminan tersebut kepada Penerima Pembiayaan atau kepada pemilik barang agunan tersebut.

Pasal 11

ASURANSI BARANG AGUNAN

(1) Selama Akad pembiayaan ini berlaku barang-barang agunan yang dapat diasuransikan wajib diasuransikan oleh Penerima Pembiayaan terhadap resiko kerugian yang macam risiko, nilai dan jangka waktunya ditentukan oleh Bank kepada perusahaan Asuransi berdasarkan Prinsip Syari’ah yang disetujui oleh Bank.

(2) Dalam perjanjian Asuransi (polis) harus dicantumkan klausula yang menyatakan bahwa apabila terjadi pembayaran klaim/ganti rugi dari Perusahaan Asuransi, maka Bank berhak untuk memperhitungkan hasil pembayaran klaim tersebut dengan seluruh kewajiban Penerima Pembiayaan kepada Bank (Banker’s Clause).

(3) Premi Asuransi atas barang-barang agunan sebagaimana tersebut pada ayat (2) Pasal ini harus sudah dibayar lunas atau dicadangkan oleh Penerima Pembiayaan di bawah penguasaan Bank sebelum dilakukan penarikan pembiayaan atau perpanjangan jangka waktu pembiayaan.

Pasal 12

BEBAN BIAYA-BIAYA

(1) Penerima Pembiayaan berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad Pembiayaan ini termasuk biaya yang yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2) Dalam hal penerima pembiayaan tidak melakukan pembayaran pembiayaan /melunasi kewajibannya kepada Bank baik pokok pembiayaan maupun Nisbah Bagi Hasil maupun biaya-biaya lainnya

yang timbul karena akad pembiayaan ini, sehingga Bank perlu menggunakan jasa penasihat Hukum/kuasa untuk menagihnya, maka Penerima Pembiayaan berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar seluruh biaya jasa Penasehat Hukum, Jasa penagihan dan jasa jasa lainnya yang dapat dibuktikan dengan sah menurut hukum.

(3) Penerima Pembiayaan wajib membayar kepada Bank secara bayar di muka biaya-biaya sebagai berikut:

a. Biaya administrasi pembiayaan sebesar Rp ,- b.Biaya Notaris/PPAT;

c. Biaya lainnya yang timbul karena dna untuk pelaksanaan Akad pembiayaan ini.

Pasal 13

PENYELENGGARAAN REKENING

Sebagai pelaksanaan Akad Pembiayaan ini, Penerima Pembiayaan wajib membuka rekening tersendiri atas nama Penerima Pembiayaan yang penyelenggaranya dilakukan oleh PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk. Kantor Cabang Syari’ah……….

Pasal 14

HAK BANK UNTUK MENOLAK REALISASI

DANA PEMBIAYAAN DAN MENGAKHIRI JANGKA WAKTU

Menyimpang dari jangka waktu yang telah ditentukan dalam Akad Pembiayaan ini, Bank berhak menolak merealisasikan dana pembiayaan lebih lanjut kepada Penerima Pembiayaan dan mengakhiri jangka waktu penggunaan pembiayaan ini, sehingga Penerima Pembiayaan wajib membayar lunas seketika dan sekaligus atas dana pembiayaan yang telah diterimanya dalam tenggang waktu seperti yang akan ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan oleh Bank kepada Penerima Pembiayaan dengan mengesampingkan berlakunya ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata , apabila

Penerima Pembiayaan menurut pertimbangan Bank ternyata tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Akad Pembiayaan ini sebagaimana mestinya.

Pasal 15

KUASA BANK ATAS REKENING PENERIMA PEMBIAYAAN

Penerima Pembiayaan dengan ini memberikan hak dan kuasa kepada Bank, Kuasa mana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad pembiayaan ini, dan karenanya kuasa ini tidak akan berakhir karena sebab-sebab dan menyimpangi berlakunya ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata, dan sewaktu-waktu tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Penerima Pembiayaan untuk mendebet, memindahbukukan, memblokir, membebani rekening-rekening atas nama Penerima Pembiayaan yang ada pada Bank untuk pembayaran kewajiban Penerima Pembiayaan yang timbul karena dan untuk pelaksanaan Akad pembiayaan ini.

Pasal 16

HAK DAN KEWAJIBAN BANK

(1)Disamping hak-hak sebagaimana diatur dalam pasal-pasal lain Akad Pembiayaan ini, Bank berhak untuk:

a. Memperoleh kembali dana pembiayaan dan nisbah bagi hasil sesuai dengan ketentuan dalam akad pembiayaan ini.

b. Mengawasi dan membina jalannya usaha Penerima Pembiayaan baik langsung maupun melalui jasa Pihak Ketiga, dalam hal menggunakan jasa Pihak Ketiga seluruh biaya yang timbul menjadi beban Penerima Pembiayaan.

c. Menagih nisbah bagi hasil dan pengembalian dana pembiayaan.

d. Melakukan penilaian/review terhadap laporan keuangan yang disampaikan penerima pembiayaan, selambat lambatnya pada hari ke 10 (kesepuluh) sesudah Bank menerima laporan Keuangan tersebut, disertai dengan data dan bukti-bukti lengkap dari Penerima Pembiayaan.

e. Menolak atau menyetujui hasil perhitungan usaha yang telah dilakukan penilaian/Review oleh Bank kepada Penerima Pembiayaan selambatlambatnya pada hari ke 10 (sepuluh) setelah Bank menerima laporan keuangan dari Penerima Pembiayaan.

f. Mengelola/mengambilalih jalannya usaha apabila Penerima Pembiayaan tidak menjalankan usahanya sesuai dengan Akad Pembiayaan ini.

g. Mengakhiri Akad Pembiayaan ini secara sepihak apabila Penerimaan dalam menjalankan usahanya telah lalai, tidak jujur/Curang, waprestasi dan atau melanggar ketentuan-ketentuan dalam Akad Pembiayaan ini. h. Menerima pengembalian dana pembiayaan

Pasal 17

HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA PEMBIAYAAN

(1) Disamping hak-hak sebagaimana dalam Pasal-pasal lain dalam Akad Pembiayaan ini, Penerima Pembiayaan berhak untuk:

a. Menerima pembiayaan sebagaimana diatur dalam Akad Pembiayaan ini.

b. Mendapatkan Nisbah bagi-hasil sesuai kesepakatan.

(2) Disamping kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal lain dalam Akad Pembiayaan ini, Penerima Pembiayaan berkewajiban untuk: a. Melakukan kegiatan usaha sesuai dengan Akad Pembiayaan ini

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan cara se-efektif dan seefisien mungkin dan dengan praktek usaha yang etis dan benar.

b. Menjaga eksistensi dan kelangsungan usahanya dan tidak akan melakukan perubahan kepemilikan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Bank. c. Menanggung biaya operasional perusahaan.

d. Bertanggung jawab terhadap segala akibat hokum dari hubungan bisnis dengan Pihak lainnya.

e. Menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang sehat, jujur, hati-hati, beriktikad baik, bertanggungjawab dan professional untuk mencapai keuntungan usaha yang maksimal.

f. Membayar nisbah bagi hasil sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. g. Mengembalikan seluruh jumlah dana pembiayaan, kepada Bank sesuai

dengan yang diisyaratkan dalam Akad Pembiayaan ini.

h. Menyerahkan Laporan Keuangan tiap-tiap bulan, atas usaha yang dibiayai dengan akad pembiayaan ini selambat-lambatnya hari ke-10 (kesepuluh) bulan berikutnya.

i. Membayar denda apabila terlambat melakukan pembayaran kembali dana pembiayaan dan Nisbah bagi hasil pada Bank.

Dokumen terkait