• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H.) Oleh: MARDIYATUL HANIF NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H.) Oleh: MARDIYATUL HANIF NIM"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16

TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H.)

Oleh:

MARDIYATUL HANIF NIM 11170480000032

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443 H / 2021 M

(2)

i TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H.)

Oleh:

MARDIYATUL HANIF NIM 11170480000032

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443 H / 2021 M

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16

TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Mardiyatul Hanif NIM : 11170480000032

Dibawah bimbingan

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M.

NIP. 19741213 200312 1 002 NIDN. 2123098401

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1443 H/ 2021 M

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mardiyatul Hanif

NIM : 11170480000032

Tempat, Tanggal Lahir : Ranah, 09 Agustus 1999

Program Studi / Fakultas : Ilmu Hukum/ Syariah dan Hukum

Nomor Kontak : 082284751218

Email : mardiyahhaniff@gmail.com

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Mengenai berbagai sumber yang saya cantumkan dalam skripsi ini sudah disesuaikan dengan ketentuan dan aturan dalam buku pedoman akademik yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya tulis ini merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, atau bukan hasil karya saya sendiri maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Oktober 2021

Mardiyatul Hanif

(5)

iv ABSTRAK

Mardiyatul Hanif. NIM 11170480000032. MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2021 H.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah mengenai Penerbitan Surat Keputusan Bersama Menteri/Lembaga terhadap Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang mekanisme pembubaran organisasi masyarakat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan menjelaskan tentang keabsahan pembubaran organisasi masyarakat Front Pembela Islam dibubarkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Kemeterian/Lembaga.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dan library reaserch, yaitu penelitian yang digunakan untuk menerangkan, memperkuat, menguji atau menolak suatu teori dari penelitian yang sudah ada dengan menekankan aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, serta doktrin- doktrin hukum. Sacara khusus dalam penelitian ini menganalisis Surat Keputusan Bersama Kementerian/Lembaga tentang Pembubaran Front Pembela Islam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya pemerintah dalam mengeluarkan Surat Keputusan Bersama tentang pembubaran Front Pembela Islam tanpa didahului dengan tahapan pemberian surat peringatan secara tertulis kepada Front Pembela Islam. Pada penerbitan Surat Keputusan Bersama Kementerian/Lembaga yang berwenang mengurusi kegiatan organisasi kemasyarakatan sebagaimana menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Ormas dijelaskan bahwa, Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, maka yang mempunyai kewenangan dalam memberikan izin dan membubarkan ormas hanyalah Kementerian Dalam Negeri sehingga kementerian atau lembaga lainnya tidak mempunyai kewenangan untuk terlibat dalam kegiatan pemberian izin dan pembubaran ormas. Dengan demikian, merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 6 dan Pasal 62 UU Ormas maka dapat dikatakan bahwa pembubaran FPI yang dilakukan tanpa adanya pemberian surat peringatan tertulis dan SKB pembubaran FPI yang melibatkan beberapa kementerian/lembaga, adalah tidak sah menurut hukum.

Kata Kunci : Mekanisme, Pembubaran, Keabsahan

Pembimbing Skripsi : 1. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si.

: 2. Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M.

Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2020

(6)

v

KATA PENGANTAR ميحرلا نمحرلا هللا مسب

Segala puji dan syukur peneliti hanturkan kepada Allah SWT, yang telah memeberikan rahmat dan karunia-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

Shalawat serta salam peneliti limpah curahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang diridai Allah SWT.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang amat besar kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H. M.H. M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berserta jajarannya.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H. M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H. M. Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. dan Irfan Khairul Umam, S.H.I., L.L.M.

pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam membimbing, sehingga Penyusun dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

4. Kepala urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas yang memadai untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

(7)

vi

5. Terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua peneliti, Bapak H.

Mardius Amran dan Ibu Ratna Hayati, S. Pd.I, yang selalu tulus memberikan doa, semangat, serta dorongan moril sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Demikian ucapan terimakasih ini, tiada untaian kata yang berharga selain ucapan Alhamdulillahirabil ‘Alamiin, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang berlimpah kepada para pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca serta menjadi amal baik disisi Allah SWT.

Sekian terimakasih.

Jakarta, 22 Oktober 2021 13 Rabiul Awal 1443 H

Mardiyatul Hanif

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….………..… i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……… ii

LEMBAR PERNYATAAN ..……….…….………..……. iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8

D. Metode Penelitian... 9

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu... 12

F. Sistematika Pembahasan... 14

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN DUE PROCESS OF LAW ……...16

A. Karangka Teori... 16

1. Teori Keabsahan……….………...…... 16

2. Teori Kewenangan ………...………...…. 17

3. Teori Negara Hukum………...…...….. 18

B. Kerangka Konseptual…... 25

1. Latar Belakang Due Process of Law... 25

2. Konsep Due Process of Law... 38

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA FRONT PEMBELA ISLAM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017... 32

A. Surat Keputusan Bersama Kementerian/Lembaga... 32

B. Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam... 38

(9)

viii

C. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi

Masyarakat... 51

BAB IV MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTEANG ORGANISASI MASYARAKAT ... 65

A. Organisasi Masyarakat dalam Negara Hukum di Indonesia…... 65

B. Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-Undangan... 69

C. Analisis Hukum Berdasarkan Konsep Due Process of Law Tentang Surat Keputusan Bersama Pembubaran Front Pembela Islam..… 71

BAB V PENUTUP ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran…... 82

DAFTAR PUSTAKA ……….………...…. 83

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Front Pembela Islam (FPI) merupakan salah satu organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang cukup populer di Indonesia, termasuk ormas yang aktif melakukan kegiatan berbasiskan secara langsung menyentuh masyarakat dalam berbagai aspek kegiatan, FPI sangat indentik dengan garakan amar ma’ruh nahi mungkar serta aktif berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan, penggalangan dana dan menjadi relawan bencana alam. Salah satu contoh aksi kemanusiaan FPI ialah mengirimkan terpal dan selimut seberat 1 ton dan ikut membantu mengangkat korban jenazah bencana alam yang terjadi disaat gemba bumi berujung tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tenggah pada tanggal 18 Oktober 2018.1 Pada tanggal 14 Januari 2005, FPI bekerja sama dengan TNI dalam membersihkan Masjid Baiturahman, tahun 2019, FPI berpartisipasi dalam membantu penanganan korban gempa bumi di Kota Ambon, Maluku, ketika itu tindakan FPI berupa membuat pipa air untuk menyalurkan air ke 3.000 KK dan 17.000 jiwa di lokasi pengungsian.2 Dapat dikatakan bahwa FPI bukanlah hanya sekedar Ormas yang menjalankan kegiatannya berdasarkan visi dan misinya akan tetapi sangat banyak terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan.

Salah satu hak yang dianggap sebagai salah satu hak yang fundamental bagi manusia adalah kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression).

Hak ini kemudian dikenal sebagai tiga kebebasan dasar yang merupakan

1 6 Tim, CNN Indonesia. “Heboh Foto Hoaks Dibalas Aksi Nyata FPI”, CNN Indonesia, 08 Oktober 2018. Diakses melalui: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181008110229-20- 336537/heboh-foto-hoaks-dibalas-aksi-nyata-fpi-di-palu, diakses pada 10:30 WIB tanggal 6 Juni 2021.

2 CNN Indonesia. “Wajah FPI Selain Sweeping: Bertaruh Nyawa di Medan Bencana”, CNN

Indonesia, 30 Desember 2020. Diakses melalui:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201230165814-20-587995/wajah-fpi-selain-sweeping- bertaruh-nyawa-di-medan-bencana, diakses pada 10:30 tanggal 6 Juni 2021.

(11)

konsep hak-hak asasi manusia, terutama dalam rumpun hak sipil dan politik.

Dasar hukum kebebasan untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat yang berlaku secara universal adalah Pasal 20 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM). Salah satu implementasi dari ketentuan tersebut adalah dengan pembentukan Ormas sebagai salah satu wadah bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan kebebasannya dalam berserikat dan berkumpul.3

Secara konstitusional eksistensi Ormas telah dijamin dalam Dalam UUD 1945 Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Kemudian secara spesifik diatur lebih khusus dalam Pasal 28E ayat (3) bahwa Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat

.

Beberapa pasal tentang jaminan kebebasan berserikat dalam dalam UUD 1945 ini memberikan legitimasi bagi berbagai Ormas untuk eksis dalam menjalankan aktivitasnya di Indonesia.

Pasal 1 angka 1 Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) menyebutkan bahwa

“Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.

Secara terminologi Ormas merupakan organisasi yang didirikan oleh individu atau kelompok secara sukarela yang bertujuan untuk mendukung dan menopang aktivitas atau kepentingan publik tanpa bermaksud mengambil keuntungan finansial. Ormas merupakan organisasi legal dimata

3 Catur Wibowo dan Herman Harefa, Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan oleh Pemerintah, Jurnal Bina Praja, Vol. 7 No. 1 Maret 2015, h. 1.

(12)

hukum yang bekerja tanpa ada ketergantungan dari pemerintah. Terdapat beberapa macam Ormas diantaranya: Ormas tentang keagamaan, Ormas tentang kepemudaan, Ormas yang didasarkan pada profesi, dan lain-lain.

Ormas diberikan kebebasan membuat program sendiri dengan tujuan kesejahteraan masyarakat dan tidak terlepas dari nilai-nilai dan norma dalam masyarakat. Namun Ormas merupakan bagian dari bentuk masyarakat sipil yang bersifat independen dan mengutamakan kepentingan publik.4 Merujuk pada pengertian di atas, kegaitan FPI selama ini dalam katerlibatannya pada berbagai aksi kemanusian telah sejalan dengan prinsip ideal suatu Ormas.

FPI dalam perjalannya kerap kali melakukan aksi dan tindakan kontroversial daiantaranya FPI melakukan sweeping atau razia sepihak.

Pada tanggal 19 Januari 2018, aksi penyisiran (sweeping) Laskar Pembela Islam berujung bentrok dengan warga Pamekasan, Madura. Masyarakat setempat melakukan perlawanan, Korban mencapai 10 orang.5 Pada tanggal 21 Mei 2018, Sweeping FPI ke PT Kenlee Herman di Sukabumi berujung ricuh kekerasan.6 Pada 18 Desember 2016, FPI melakukan aksi sosialisasi dan sweeping terkait fatwa MUI tentang natal di sejumlah pusat perbelanjaan di Surabaya. Tindakan yang kerap menarik kontroversi ini, menjadi salah satu alasan pemerintah tidak memberikan izin perpanjangan dengan kategori bahwa FPI mengganggu ketentraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.

Puncaknya, pada tanggal 30 Desember 2020 pemerintah telah menyatakan secara de jure Ormas Front Pembela Islam (FPI) telah resmi dibubarkan dan dinyatakan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai

4 Ari Ganjar Herdiansyah dan Randi, “Peran Organisasi Masyarakat (Ormas) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Menopang Pembangunan di Indonesia”, Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi, 1, 1 (Desember, 2016), h. 50-52.

5 “Sweeping Laskar FPI dan Perlawanan Balik Warga Pamekasan”, koranmadura.com.,22 Januari 2018, Diakses melalui: https://www.koranmadura.com/2018/01/sweeping-laskar-fpi-dan- perlawanan-balik-warga-pamekasan/ diakses pada 13:30 WIB tanggal 23 Mei 2021.

6 “Sweeping FPI ke Pabrik di Sukabumi Soal Jam Kerja Buruh Berujung Ricuh’’, SUKABUMI UPDATE.com, 22 Mei 2018, Diakses melalui https://kumparan.com/sukabumi-update/sweeping- ormas-soal-jam-kerja-buruh-berujung-ricuh-di-sukabumi, diakses pada 13:30 WIB tanggal 23 Mei 2021.

(13)

Ormas. Pembubaran FPI dinyatakan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian dan Lembaga yang meliputi Kemendagri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui masing-masing menteri dan kepalanya. Adapun isi dari SKB pembubaran FPI berisi beberapa hal diantaranya; pertama, menyatakan Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan. Kedua, FPI sebagai organisasi secara de jure telah bubar pada kenyataanya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketentraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum. Ketiga, melarang dilakukannya kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelima, meminta kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI dan untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum sebagai kegiatan penggunaan simbol dan atribut FPI. Keenam, Kementerian/lembaga yang menandatangani surat keputusan bersama ini agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketujuh, keputusan bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.7 Dikeluarkannya keputusan ini telah menimbulkan banyak pertentangan dari kalangan aktivis FPI sendiri dan berbagai macam masyarakat. Pembubaran FPI berdasarkan SKB tersebut tanpa terlebih dahulu dilakukan peringkatan kepada FPI untuk tidak melakukan kegiatan yang melanggar hukum. Dalam Pasal 62 UU Ormas mengatur tata cara mekanisme pembubaran ormas harus dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

7 Isi Lengkap Surat Keputusan Bersama Menteri Terkait Pembubaran FPI, https://www.liputan6.com/news/read/4445618/isi-lengkap-surat-keputusan-bersama-menteri-terkait- pembubaran-fpi#, 30 Desember 2020, diakses pada pukul 1.12 WIB tanggal 25 Januari 2021.

(14)

1. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.

2. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.

Keputusan Pemerintah dalam membubarkan FPI dinilai oleh beberapa kalangan merupakan bentuk tindakan kesewenang-wenangan tanpa memperhatikan aspek prosedural dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dalam perspektif yuridis normatif dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah secara tegas menyatakan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. Dari rumusan ini, dapat tersimpul jelas bahwa dalam pelaksanaan aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara baik rakyat dan pemerintah didasarkan pada hukum. Karakterikstik sistem ketatanegaran Indonesia berdasarkan pada hukum menjadikan semua elemen bangsa tunduk pada hukum dan tidak memiliki perbedaan. Implementasi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia memerintahkan kepada pemerintah sebagai penguasa negara agar bertindak tidak semenah-menah mengikuti kehendaknya sendiri, akan tetapi pemerintah diharuskan bertindak sesuai dengan amanah dari hukum itu sendiri. Menurut Pudjosewojo dalam Wahyu Djafar Indonesia adalah negara hukum maka segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara harus didasarkan pada suatu aturan.

Penguasa atau pemerintah bukanlah pembentuk hukum melainkan pembentuk aturan-aturan hukum, karena itu hukum berlaku bukan karena ditetapkan oleh penguasa, akan tetapi karena hukum itu sendiri. Sehingga membawa konsekuensi logis bahwa pemerintah dapat dimintai pertanggungjawaban jika dalam menjalankan kekuasaannya melampaui batas-batas yang diatur dalam hukum atau melakukan perbuatan melawan

(15)

hukum. Dengan berdasarkan hukum, akan menjauhkan negara dari kekuasaan otoriter yang mendasarkan pada semata-mata kekuasaan bukan pada hukum.8 Karena itu, pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya seharusnya jika terdapat penyelewengan suatu ormas. Maka pemerintah sebagai pihak penguasa negara bertindak dengan mengedepankan pada aturan yang berlaku dalam mengawasi atau membubarkannya.

Idealnya setiap penegakan hukum di Indonesia didasarkan pada prinsip Due Process of Law yakni proses hukum yang benar dan adil. Due Process of Law bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga memperhatikan keseimbangan antara hak dan kebebasan individu serta kewajiban menghormati hak asasi orang lain dalam tatanan sosialnya.9 Konsep ini bertujuan menjamin pelaksanaan penegakan hukum dapat memberikan jaminan terhadap HAM dan mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dari pemerintah maupun aparat penegak hukum.

Dari uraian di atas, membuat penyusun tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan pembubaran FPI oleh pemerintah tanpa melalui mekanisme Undang-Undang Ormas dan tidak sejalan dengan konsep Due Process of Law. Sehingga peneliti menuangkannya dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul “MEKANISME DUE PROCESS OF LAW DALAM PEMBUBARAN FRONT PEMBELA ISLAM BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

8 Wahyu Djafar, Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum: Sebuah Catatan Atas Kecenderungan Defisit Negara Hukum, Jurnal Konstitusi, Vol.7 No. 5 Oktober 2010, h. 165-166.

9 Rahmat Efendi Al Amin Siregar, Due Process Of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Kaitannya dengan Perlindungan HAM, Jurnal Fitrah, 01, 1 (Januari-Juni, 2015), h. 37.

(16)

Dalam penelitian ini, penulis mengidentifikasi berbagai macam hal terkait pembubaran FPI berdasarkan SKB kementerian/lembaga sebagai berikut:

a. Pembubaran FPI oleh pemerintah tidak dilaksanakan melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang;

b. Kemendagri merupakan kementrian yang mengurusi pemberian izin dan pencabutan izin Ormas, akan tetapi dalam permasalahan FPI beberapa kementerian ikut mengambil peranan;

c. Pembubaran FPI oleh Pemerintah dituangkan dalam SKB Kementerian / Lembag sah secara hukum.

d. Konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk berserikat sebagaimana yang telah tertuang dalam UUD 1945.

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya pembicaraan tentang pembubaran Ormas, maka peneliti akan membatasi pada masalah pembubaran Ormas FPI serta prosedur dan mekanisme pembubaran Ormas sesuai dengan UU Ormas yang berlaku di Indonesia. Pembatasan masalah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembubaran Ormas FPI berdasarkan SKB Kementerian/Lembaga b. Mekanisme Due Process of Law dalam pembubaran Ormas 3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka permasalahan penelitian ini sebagai berikut: Pemerintah telah membubarkan Ormas FPI tanpa berdasarkan pada mekanisme Due Process of Law sebagaimana telah diatur dalam Pasal 62 UU Ormas.

Legalitas Pemerintah yang dijadikan landasan hukum pembubaran Ormas FPI ialah berdasarkan SKB Kementerian/Lembaga. Untuk memperjelas pembahasan terkait permasalahan penelitian yang penyusun bahas maka penyusun uraikan ini berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

(17)

a. Bagaimana mekanisme pembubaran ormas menurut peraturan perundang-undangan?

b. Apakah sah secara hukum pembubaran FPI oleh pemerintah berdasarkan SKB Kementerian/Lembaga?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dengan melihat pokok permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk memberikan penjelasan tentang mekanisme pembubaran ormas menurut peraturan perundang-undangan.

b. Untuk mendapatkan penjelasan tentang keabsahan Ormas FPI dibubarkan berdasarkan SKB Kementerian/lembaga.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan didapatkan dalam penelitian skripsi ini diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis-akademis, skripsi ini sebagai wujud kontribusi positif peneliti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang ilmu hukum tentang prosedur dan mekanisme pembubaran Ormas dan sebagai pengetahuan tambahan serta acuan untuk penelitian berikutnya. Dengan demikian dapat memperluas khazanah keilmuan tentang Ormas.

b. Manfaat Praktis

1) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan positif bagi kelangsungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bagi civitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta maupun bagi pemerintah.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tambahan bagi masyarakat khususnya terkait aturan dan

(18)

mekanisme pembubaran Ormas yang sesuai dengan konsep Due Process of Law.

D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif.10 Penelitian normatif sebagai studi pustaka, pada dasarnya berfungsi untuk menunjukan jalan pemecahan masalah penelitian. Dan dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka ataupun data sekunder.11 Penelitian hukum normatif dapat dipergunakan untuk menerangkan, memperkuat, menguji, atau menolak suatu teori dari penelitian-penelitian yang sudah ada. Dan secara khusus dalam skripsi ini, menganalisa SKB Kementerian/lembaga tentang pembubaran FPI.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam pendekatan ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang pantas.12 Oleh karena itu, pendekatan yuridis normatif, adalah penelitian terhadap kaidah hukum itu sendiri. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu pada implementasi ketentuan hukum normatif yang berlaku dengan merujuk undang-undang dan regulasi yang berkaitan langsung dengan objek

10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.112.

11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1985), h.15.

12 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h.118.

(19)

permasalahan, sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan objek permasalahan13 yaitu objek kasus pembubaran Ormas FPI berdasarkan SKB Kementerian/lembaga.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan studi pustaka (library research). Metode kepustakaan digunakan untuk mengeksplorasi teori- teori tentang konsep dan pemahaman khususnya dalam hal yang berkaitan dengan tema penelitian. Adapun bahan-bahan hukum tersebut terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini merupakan Undang- Undang dan juga peraturan pemerintah yang digunakan sebagai sumber utama kepustakaan, bahan hukum primer tersebut meliputi;

1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan

2) Permendagri Nomor 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Ormas;

3) Permendagri Nomor 58 Tahun 2017 tentang Kerja Sama Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Ormas;

4) Permendagri Nomor 56 Tahun 2017 tentang Pengawasan Ormas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

5) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XV/2017 6) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 7) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 93.

(20)

menganalisa, memahami dan menjelaskan bahan hukum primer.

Adapun yang termasuk dalam bahan hukum sekunder yaitu publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Misalnya dapat berupa hasil karya dari kalangan hukum, seperti jurnal, skripsi.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang diperoleh baik dari bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier berupa, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia, ensiklopedia, artikel-artikel pada majalah, koran, internet dan sebagainya.

4. Teknik Pengolahan Data

Data dikumpulkan sesuai dengan landasan pustaka yang relevan dan yang sedang diteliti kemudian diklasifikasikan menjadi bab dan bagian sub bab dalam penelitian secara rinci agar tersturktur dan sistematis. Penelitian ini menggunakan metode analisis normatif, sebuah jenis penelitian dengan menekankan aspek pemahaman suatu norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, serta doktrin-doktrin hukum.

5. Analisis Bahan Hukum

Data-data yang telah terkumpul dari hasil penelitian, kemudian akan dianalisis. Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis yaitu dengan cara penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data-data yang ada, lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil sebuah kesimpulan.

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dianalisis dengan teknis analisis kualitatif untuk memberikan solusi terhadap rumusan masalah yang tersusun secara sistematis sehingga diberikan penafsiran dan gambaran yang jelas sesuai dengan pertanyaan penelitian untuk kemudian ditarik kesimpulan.

6. Teknik Penulisan

(21)

Teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Berdasarkan penelusuran yang telah peneliti lakukan, penelitian tentang Mekanisme Due Process of Law Dalam Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Oleh Pemerintah Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Studi Kasus Pembubaran Front Pembela Islam Berdasarkan SKB Kementerian/Lembaga) telah dilakukan beberapa kalangan, akan tetapi dari penelitian berkaitan dengan Ormas terdapat beberapa kesamaan namun memiliki perbedaan pada fokus penelitian tulisan peneliti. Adapun penelitian dari beberapa kalangan yang peneliti temukan adalah sebagai berikut:

1. Skripsi ditulis oleh Ikhwan Jaya14

Fokus pembahasan skripsi ini adalah mengenai pembubaran ormas oleh pemerintah. Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini terletak pada tinjauan umum tentang sejarah perkembangan ormas di Indonesia, pengertian ormas, dan mekanis pembubaran ormas. Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitikberatkan pada upaya hukum yang dapat dilakukan sebuah Ormas ketika dibubarkan oleh pemerintah berdasarkan UU Ormas.

2. Skripsi ditulis oleh Ariyanto Ardi15

Fokus pembahasan skripsi ini adalah mengenai dampak dari UU Ormas terhadap kebebasan organisasi bagi ormas Islam di Provinsi Lampung. Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini

14 Ikhwan Jaya, “Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan oleh Pemerintah” (Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Narotama Surabaya, 2018).

15Ariyanto Ardi, “Dampak Undang-Undang Ormas Terhadap Kebebasan Organisasi Ormas Islam di Provinsi Lampung (Studi Kasus DPW FPI Kota Bandar Lampung)” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2019).

(22)

terletak pada tinjauan umum tentang pengertian ormas, sejarah perkembangan ormas di Indonesia, peran ormas, dan tujuan ormas.

Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitik beratkan pada dampak yang ditimbulkan UU Ormas bagi kegiatan FPI khususnya yang berada di Kota Bandar Lampung.

3. Skripsi ditulis oleh Arianti16

Fokus pembahasan skripsi ini adalah mengenai kajian dari sisi sosiologi hukum terhadap aksi FPI dalam kaitannya dengan terjadinya konflik keagamaan di Makassar. Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini terletak pada tinjauan umum tentang pengertian ormas, tata cara pembentukan ormas, asas ormas, dan tujuan ormas. Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitik beratkan pada keterkaitan FPI dalam konflik keagamaan di Makassar serta upaya-upaya yang ditempuh dalam menyelesaikan konflik keagamaan di Makassar baik melalui upaya preventif maupun upaya yang bersifat represif.

4. Skripsi ditulis oleh Meila Iskatrilia17

Fokus pembahasan skripsi ini adalah mengenai kajian dari sudut pandang siyasah terhadap pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini terletak pada tinjauan umum tentang pengertian dan peran ormas.

Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitik beratkan pada pembubaran HTI oleh pemerintah dilihat dari sudut pandang siyasah.

5. Artikel Jurnal ditulis oleh Nabih Amer18

16 Arianti, “Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Aksi Organisasi Masyarakat Front Pembela Islam (FPI) Dalam Kaitannya Dengan Konflik Keagamaan di Kota Makassar”, (Skripsi S-1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2014).

17 Meila Iskatrilia, “Pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Dalam Perspektif Siyasah”, (Skripsi S1-Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018).

18 Nabih Amer, “Analisis Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Dalam Perspektif Negara Hukum”, Jurnal Legalitas, (Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo,).

(23)

Fokus pembahasan artikel jurnal ini adalah mengenai analisis pembubaran ormas dalam perspektif negara hukum. Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini terletak pada tinjauan umum tentang mekanisme pembubaran ormas. Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitik beratkan pada mekanisme pembubaran ormas secara umum dalam UU Ormas bila dikaji dalam perspektif negara hukum sehingga diharapkan dengan menggunakan konsep prinsip negara hukum dapat mewujudkan mekanisme pembubaran ormas yang lebih ideal.

6. Artikel Jurnal ditulis oleh Muhammad Reza Winata19

Fokus pembahasan artikel jurnal ini adalah mengenai politik hukum dan konstitusionalitas kewenangan pembubaran ormas berbadan hukum oleh pemerintah. Persamaan penelitian yang peneliti lakukan dengan skripsi ini terletak pada tinjauan umum tentang mekanisme pembubaran ormas. Perbedaannya terletak pada fokus pembahasan peneliti yang lebih menitik konstitusionalitas kewenangan pemerintah dalam melakukan pembubaran ormas berbadan hukum.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab.

Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab untuk lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang dibahas. Adapun urutan masing-masing bab serta pokok pembahasannya sebagai berikut :

Bab Pertama, pada bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, dilanjutkan dengan identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan (riview) kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

19 Muhammad Reza Winata, “Politik Hukum dan Konstitusionalitas Kewenangan Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Berbadan Hukum oleh Pemerintah”, Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 18, 4 (Desember 2018).

(24)

Bab Kedua, dalam bab ini akan dibahas dua pokok pembahasan yang mendukung penulisan skripsi ini, diantaranya pembahasan terkait kajian teoritis yakni teori keabsahan, teori kewenangan, dan teori negara hukum.

Serta kerangka konseptual yang mencakup latar belakang dan konsep Due Process of Law.

Bab Ketiga, dalam bab ini memaparkan data-data penelitian yang menjadi temuan lapangan, diantaranya yaitu terkait dengan; Surat Keputusan Bersama Kementerian/Lembaga Pembubaran FPI, Tinjauan Umum Ormas, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas.

Bab Keempat, pada bab ini peneliti membahas dan menjawab pertanyaan pada penelitian ini yaitu Analisis Hukum Berdasarkan Konsep Due Process of Law Tentang Surat Keputusan Bersama Pembubaran Front Pembela Islam dan Mekanisme Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Menurut Peraturan Perundang-undangan Nomor 16 Tahun 2017, selain itu juga dilakukan analisis dan pembahasan terkait dengan Organisasi Masyarakat (Ormas) dalam Negara Hukum di Indonesia.

Bab Kelima, pada bab ini berisikan tentang kesimpulan yang dapat ditarik mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan dan rekomendasi yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian skripsi ini.

(25)

16 BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN DUE PROCESS OF LAW

A. Kerangka Teori 1. Teori Keabsahan

Teori keabsahan menurut Kuntjoro Purbopranoto adalah suatu keputusan yang dibuat menjadi keputusan yang sah harus memenuhi dua syarat, yakni syarat materil dan formil.1 Syarat meteril sahnya suatu keputusan antara lain: a) alat pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang atau berhak, b) dalam kehendak alat pemerintahan yang membuat keputusan tidak boleh ada kekurangan yuridis (geen yuridische gebreken in de welsvoming), keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembentukan harus juga memperhatikan prosedur membuat keputusan apabila prosedur suatu keputusan ditetapkan dengan tegas dalam peraturan tersebut (rechtmatig), d) isi dan tujuan suatu keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan yang hendak dicapai (doelmatig). Sedangkan syarat formil sahnya suatu keputusan meliputi: a) syarat-syarat ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi, b) harus diberi bentuk yang telah ditentukan, c) syarat-syarat berhubungan dengan pelaksanaan keputusan terpenuhi, d) jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hak-hak yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.

Van der pot seperti dikutip Sudjono menyatakan bahwa suatu keputusan yang dibuat oleh pemerintah dapat berlaku sebagai suatu keputusan yang sah harus memenuhi 4 (empat) syarat, antara lain:2 a) keputusan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa membuatnya, b)

1 Koentjoro Poerbopranoto, Perkembangan Hukum Administrasi Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1981), h.48-49.

2 Sudjono, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2008), h.101.

(26)

oleh karena suatu keputusan merupakan pernyataan kehendak (wilsverklaring), maka pembentukan kehendak tersebut tidak memuat kekurangan yuridis (geen juridisch gebreken in de wilsvorming), c) keputusan dimaksud harus diberi bentuk yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan cara (procedure) membuat ketetapan dimaksud, apabila cara dimaksud ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut, d) isi dan tujuan keputusan harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasar.

Philipus M Hadjon juga menyatakan bahwa prinsip legalitas dalam tindakan/keputusan pemerintahan meliputi wewenang, prosedur dan substansi. Wewenang dan prosedur merupakan landasan bagi legalitas formal yang melahirkan asas presmtio iustae causa/vermoeden van rechtmatig/keabsahan tindakan pemerintah. Sedangkan substansi akan melahirkan legalitas materiil. Tidak terpenuhinya tiga komponen legalitas tersebut mengakibatkan cacat yuridis suatu tindakan/keputusan pemerintahan.3

2. Teori Kewenangan

Istilah teori kewenangan berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu authority of theory, istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda, yaitu theory van het gezegd, sedangkan dalam bahasa jermannya, yaitu theory der autoritat. Menurut H.D. Stroud dalam Ridwan HR, kewenangan adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkaitan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.4

Menurut Indroharto, kewenangan sekurang-kurangnya terdiri atas tiga komponen yakni, pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum.

Komponen pengaruh dimaksudkan, bahwa penggunaan kewenangan bertujuan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar

3 Philipus M Hadjon, Hukum Administrasi dan Good Governance, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2010), h.22.

4 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.110.

(27)

hukum dimaksudkan, bahwa kewenangan itu harus didasarkan pada hukum yang jelas. Dan komponen konformitas hukum menghendaki bahwa kewenangan harus standar yang jelas (untuk wewenang umum).

Secara yuridis, kewenangan merupakan kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Penggunaan kewenangan harus memiliki dasar legalitas dan selalu dalam batas-batas dalam hukum positif guna mencegah terjadinya perbuatan sewenang-wenang, sesuai dengan konsep negara hukum, penggunaan kewenangan tersebut dibatasi atau selalu tunduk pada hukum yang tertulis maupun tidak tertulis.5

3. Teori Negara Hukum

Istilah negara hukum atau negara berdasar atas hukum secara etimologis merupakan istilah yang berasal dari bahasa asing, beberapa bahasa asing tersebut diantaranya seperti ”rechtstaat” (Belanda), ”etat de droit” (Prancis), “the state according to law”, ”legal state”, dan ”the rule of law” (Inggris). Sedangkan secara historis, istilah negara hukum sudah lama dikenal dan dianut banyak negara sejak abad ke XVIII, istilah Negara hukum sudah mulai populer sejak abad XIX sampai dengan abad XX.6

Perkembangan istilah dan juga konsep Negara hukum telah diikuti atas kemunculan beberapa tokoh yang telah berkontribusi dalam mengembangkan konsep Negara hukum. Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.7 Kemunculan beberapa

5Indroharto, Usaha Memahami Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), h.68-69.

6 Nanny Suryawati, Hak Asasi Politik Perempuan, (Gorontalo: Ideas Publishing, 2020), h.11.

7Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”, h.2. Artikel pengadilan diakses dari https://pn-gunungsitoli.go.id/assets/image/files/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf pada tanggal 29 Agustus 2021.

(28)

tokoh yang juga merupakan ahli dalam Negara hukum telah menunjukkan perkembangan dan memformulasikan konsep negara hukum.

Selain para tokoh berbagai negara yang juga menjadi ahli terkait dengan Negara hukum, pemikiran dan juga teori tentang Negara hukum telah banyak dikemukakan oleh para filsuf. Dalam buku “Ilmu Negara dalam Multi Perspektif” yang ditulis oleh Deddy Ismatullah dan Asep A.

Sahid Gatara, Salah satu contohnya yaitu filsuf Plato yang mendasarkan suatu negara hukum (rechtsstaat dan rule of law) pada sebuah negara yang dipimpin seorang yang bijaksana (the philosophers) dan warga negara nya terdiri atas kaum filosof yang bijak (perfect guardians); militer dan teknokrat (auxiliary guardians); petani dan; pedagang (ordinary people).

Para filsuf dan atau ahli hukum dalam perkembangannya juga telah merumuskan prinsip-prinsip umum tentang negara hukum, yang kemudian dikenal dengan tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

Selain itu dalam kurun waktu ratusan tahun bentuk konkret negara hukum diformulasikan oleh para ahli ke dalam rechtsstaat dan rule of law yang merupakan gagasan konstitusi untuk menjamin hak asasi dan pemisahan kekuasaan. Adapun pandangan Scheltema, rechtsstaat adalah teori negara hukum yang berlaku di negara Eropa Kontinental, adalah a) kepastian hukum; b) persamaan; c) demokrasi; d) pemerintahan yang melayani umum.8

Menurut Bagir Manan seperti dikutip Sumali, teori negara hukum mengandung makna bahwa hukum adalah berdaulat (supreme) dan berkewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk taat pada hukum (subject to the law) dan tidak ada kekuasaan di atas hukum (above the law) tetapi kekuasaan yang ada di bawah hukum (under the law).9 Negara hukum menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat administrasi berdasarkan undang-undang. Tanpa dasar undang-

8 Nanny Suryawati, Hak Asasi Politik Perempuan, (Gorontalo: Ideas Publishing, 2020), h.14.

9 Sumali, Redaksi Kekuasaan Eksekutif Di Bidang Peraturan Penganggit Undang-Undang, (Malang: UMM Press, 2002), h.11.

(29)

undang, badan atau pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga masyarakat.10 Gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan kepada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang didalam undang-undang.11

Dengan demikian, seperti yang telah dijelaskan di atas agar tercapainya tujuan dari hukum itu sendiri diantaranya, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Negara hukum menghendaki setiap tindakan badan atau pejabat administrasi harus berdasarkan pada undang-undang dan berkewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk taat pada hukum. Tidak ada kekuasaan di atas hukum melainkan kekuasaan yang ada di bawah hukum. Tanpa dasar undang-undang atau hukum, badan atau pejabat administrasi negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga negaranya.

Negara hukum bermakna suatu negara yang memiliki wilayah, diantaranya sebagai berikut:

1. Seluruh alat-alat perlengkapan negara yang di dalam tindakannya dengan warga negara maupun dalam hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain tidak sewenang-wenang, akan tetapi memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Keseluruhan penduduk dalam hubungan kemasyarakatan wajib tunduk pada peraturan hukum yang berlaku.

Asas penting dalam negara hukum salah satunya adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas adalah menghendaki supaya setiap tindakkan badan/pejabat administrasi tidak berwenang melakukan suatu

10 Adi Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep dan Paradigma Moral, (Surakarta, LPP UNS dan UNS Press, 2008), h. 42-43.

11 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2002), h.69.

(30)

tindakan yang dengan tindakan tersebut dapat mempengaruhi dan mengubah keadaan hukum warga negaranya.

Asas legalitas dapat dimaknai sebagai upaya mewujudkan paham kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada prinsip- prinsip monodualistis yang sifat hakikatnya konstitutif. Penerapan asas legalitas dapat menunjang berlakunya kepastian hukum dan berlakunya persamaan perlakuan.12

Menurut Ni'matul Huda, negara hukum formal adalah negara hukum yang dapat pengesahan dari rakyat sehingga segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu harus berdasarkan undang- undang. Negara hukum formil ini disebut juga negara demokrasi yang berlandaskan hukum. Sedangkan negara hukum materiil adalah perkembangan dari negara hukum formal. Berdasarkan hukum negara materiil tindakan penguasa dalam mendesak demi kepentingan warga negaranya dibenarkan atau berlakunya asas oportunitas.13

Menurut Julius Stahl seperti dikutip Jimly Asshiddiqie, negara hukum (rechtsstaat) memiliki 4 (empat) elemen penting yaitu: 14

1. Perlindungan hak asasi manusia;

2. Pembagian kekuasaan;

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;

4. Peradilan tata usaha negara.

Keempat elemen negara hukum yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandakan ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang.15

12 Salman Manggala Tung, dan Nur Yamin Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara (Bandung: Fajar Media, 2013), h. 133-134.

13 Ni'matul Huda, Negara Hukum, Demokrasi, dan Judicial Review, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h.6-7.

14 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer 2008), h. 304.

15 Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”,… h. 3.

(31)

Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsip- prinsip Negara Hukum tersebut ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang dirasa semakin mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap sebagai ciri penting Negara Hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah: 16

1. Negara harus tunduk pada hukum.

2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.

3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Jimly Asshiddiqe merumuskan 13 (tiga belas) prinsip pokok negara hukum yang merupakan pilar utama penyangga berdirinya suatu negara modern, yaitu:17

1. Supremasi hukum (supremacy of law);

2. Persamaan dalam hukum (equality before the law) 3. Pembatasan kekuasaan;

4. Organ-organ campuran yang bersifat independen;

5. Asas legalitas;

6. Peradilan bebas dan tidak memihak;

7. Peradilan tata usaha negara;

8. Tersedianya upaya peradilan tata negara (constitutional court);

9. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

10. Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat)

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtsstaat);

12. Transparansi dan kontrol sosial;

13. Berketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Muhammad Tahir Azhary yang mengacu pada sistem hukum Islam memberikan sebuah pandangan bahwa terdapat 9

16 Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”,… h. 3.

17 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi,… h.8-16.

(32)

(sembilan) prinsip yang menunjukkan ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik. Beberapa prinsip tersebut diantaranya yaitu:18

1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;

2. Prinsip musyawarah;

3. Prinsip keadilan;

4. Prinsip persamaan;

5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;

6. Prinsip peradilan yang bebas;

7. Prinsip perdamaian;

8. Prinsip kesejahteraan;

9. Prinsip ketaatan rakyat.

A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:19

1. Supremasi hukum.

2. Persamaan dalam hukum.

3. Due Process of Law.

Uraian lebih lanjut terkait dengan ciri-ciri negara hukum (rechtstraat) diantaranya yaitu:20

1. Adanya konstitusi yang berisi peraturan yang memuat antara rakyat dan penguasa.

2. Terdapat pembagian kekuasan negara.

3. Dipercaya dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Ciri-ciri tersebut di atas menunjukan bahwa ide pokok dari negara hukum adalah adanya penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan, dengan

18 Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Bulan Bintang, Jakarta, 1992), h. 64 dst.

19 Jimly Asshiddiqie, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”,…h. 3.

20 Salman Manggalatung, dan Nur Yamin Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara (Bandung:

Fajar Media, 2013), h. 132-133.

(33)

terdapatnya pembagian kekuasan ini bertujuan agar menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan disalahgunakan.

Ada tiga bentuk tipe negara hukum, diantaranya:21 1. Tipe Negara Hukum Liberal

Di dalam tipe negara hukum liberal menghendaki supaya warga negara untuk tunduk pada peraturan-peraturan negara. Artinya Penguasa juga dalam bertindak harus sesuai dengan hukum negara, dan negara hukum juga menghendaki agar negara berstatus pasif.

Dengan demikian kaum liberal menghendaki agar antara penguasa dan rakyat harus ada persetujuan dalam bentuk hukum.

2. Tipe Negara Formil

Dalam tipe negara formil segala tindakan penguasa memerlukan suatu bentuk hukum tertentu dan harus berdasarkan undang-undang. Tipe negara formil juga mendapatkan pengesahan dari rakyat. Artinya, negara hukum formil juga disebut sebagai negara demokrasi yang berdasarkan negara hukum dengan memenuhi empat unsur, yaitu:

a. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia b. Adanya pemisahan kekuasan

c. Adanya pemerintahan berdasarkan undang-undang d. Adanya peradilan administrasi

3. Tipe Negara Hukum Materiil

Tipe negara hukum materiil merupakan perkembangan lebih lanjut dari negara hukum formil. Jika pada negara hukum formil tindakkan penguasa harus berdasarkan undang-undang (asas legalitas), maka berbeda dalam negara hukum materiil untuk kepentingan warga negara dalam hal keadaan yang mendesak, penguasa dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang (asas opportunitas).

21 Salman Manggalatung, dan Nur Yamin Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara, h. 134- 135.

(34)

B. Kerangka Konseptual

Konseptual merupakan suatu kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti berkaitan dengan istilah yang ingin digunakan dalam penulisan atau penelitian atau apa yang akan diteliti.

Dalam penulisan skripsi ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian pokok dari istilah yang akan digunakan sehubungan dengan objek dari ruang lingkup penulisan sehingga mempunyai batasan yang tepat penggunaanya.

Adapun istilah serta pengertian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Latar Belakang Due Process of Law

Sebagaimana dikemukakan oleh Munir Fuady yang dikutip oleh Wiarty bahwa untuk menciptakan rasa kepatuhan masyarakat terhadap hukum dalam sebuah negara maka sangat diperlukan adanya hukum yang benar. Hukum atau aturan yang ideal bukan hanya tentang isi atau substansinya namun harus dibarengi dengan penegakan hukum yang benar. Sejarah lahirnya istilah Due Process of Law mengandung sebuah makna terhadap segala sesuatu harus dilakukan secara adil. Konsep Due Process of Law merupakan konsep hak-hak dasar (fundamental rights) dan konsep kemerdekaan/kebebasan (ordered liberty). Oleh karena itu, mengimplementasikan konsep Due Process of Law dapat menciptakan sebuah syarat dan konsep perlindungan hak-hak dasar manusia. Konsep- konsep tersebut antara lain sebagai berikut: 22

1) Negara dalam memungut pajak dari rakyat hanya boleh dilakukan jika hasil dari pemungutan pajak dipergunakan untuk kepentingan rakyat;

2) Hak milik atas properti milik rakyat hanya dapat dapat dikuasai oleh negara apabila untuk kepentingan umum dan negara harus memberikan ganti kerugian secara proporsional;

22 Juli Wiarty, Tindakan Tembak Mati Terhadap Terduga Teroris Oleh Densus 88 Dalam Perspektif Proses Hukum Yang Adil (Due Process of Law), Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Universitas Islam Indonesia , 2016, h. 76-77.

(35)

3) Sesorang yang tertimpa permasalahan hukum dan telah ditetapkan sebagai tersangka mempunyai hak untuk melakukan pembelaan diri baik di dalam maupun di luar pengadilan;

4) Pelaksanaan kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara adil olah para hakim;

5) Setiap peraturan yang dibuat harus dituangkan dalam bentuk tulisan serta tidak boleh berlaku surut;

6) Perampasan kemerdekaan seseorang harus dilakukan berdasarkan alasan yang sah secara hukum;

7) Setiap perjanjian yang dibuat oleh warga tidak diperboleh adanya intervensi dari negara.

Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber acuan dalam kehidupan berbangsa bernegara tidak hanya menjadi pedoman hukum akan tetapi merupakan dasar legalitas Indonesia sebagai negara hukum.23 Berdasarkan amanat dari UUD 1945 dan Pancasila bahwa Indonesia adalah negara yang menjamin HAM bagi setiap warganya dan pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum tanpa ada kecuali. Beberapa ciri negara hukum menurut Mien Rukmini sebagaimana dikutip oleh Amin Siregar adalah sebagai berikut: 24

1) Hukum menjadi sebuah pedoman bagi para penyelenggara negara dalam kaitannya melaksanakan setiap tugas dan kewajibannya;

2) Negara memberikan jaminan penghormat dan perlindungan hak asasi manusia bagi setiap warga negaranya;

3) Terdapat sistem ketatanegaraannya menganut sistem pola pembagian kekuasaan;

23 Rahmat Efendy Al Amin Siregar, Due Process of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Kaitannya Dengan Perlindungan HAM, Jurnal Fitrah Vol. 01 No.1 Januari-Juni 2015, h.

35.

24 Rahmat Efendy Al Amin Siregar, Due Process of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Kaitannya Dengan Perlindungan HAM,... h. 35.

(36)

4) Terdapat sebuah sistem dimana lembaga peradilan diawasi oleh sebuah lembaga khusus sehingga dapat menciptakan pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang profesional.

Konsep sistem Due Process of Law lahir bukan tanpa sebab.

Dalam rangka untuk melindungi HAM terhadap pelaksanaan penegakan hukum di Benua Eropa, lahirnya Magna Charta pada tahun 1215, kemudian diikuti lahirnya sistem Bill of Rights pada tahun 1689, yang berlanjut diikuti oleh lahirnya Declaration Des Droit De L'Homme et du Citoyen pada tahun 1789, berlanjut pada tahun 1876 dengan lahirnya Declaration of Independen dan terakhir lahirnya konsep Declaration of Human Rights pada tahun 1948.25 Beberapa pengaturan di atas merupakan sebuah respon atau upaya untuk mengakomodir pentingnya perlindungan HAM dalam sebuah peraturan hukum yang berlaku secara formal. Hukum dan HAM diharapkan dapat menyatu padu untuk mengatur kehidupan setiap individu dalam menjaga keseimbangan antara hak dan kebebasan serta harus pula menghormati Hak Asasi orang lain.

Konspe Due Process of Law adalah sebuah konsep yang dilahirkan untuk melindungi seitap indvidu dari tindakan kesewang- wenangan para penguasa dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Due Process of Law mengharuskan kepada setiap penyelenggara negara agar tidak melakukan perampasan hak, kebebasan dan properti sesorang tanpa berdasarkan putusan pengadilan yang sah dan mempunyai kekuatan hukum mengika

Konsep Due Process of Law dalam Magna Charta di Inggris sebagaimana dikatakan oleh Tobias dan Peterson yang dikutip oleh Susilowati bahwa; 26

25 Rahmat Efendy Al Amin Siregar, Due Process of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Kaitannya Dengan Perlindungan HAM,….h. 37.

26 Nanda Paradhita Susilowati, Pemusnahan Kapal Perikanan Berbendera Asing Pelaku Tindak Pidana Perikanan Dalam Perspektif Due Process of Law, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2017, h. 32.

(37)

“The origin of the Due Process of Law principle can be traced back at least as far as 1215, when it was part of the Magna Carta in England. The original purpose of the principle was to prevent the crown from acting an individual that was not under the protection of the law Due Process of Law.”

Menurut Peterson dan Tobias sebagaimana dikutip oleh Susilowati di Amerika Serikat dalam amandemen ke- 5 (lima) dan 14 (empat belas) Konstitusinya memasukan Due Process of Law agar dapat melindungi kepentingan individu dari tindakan kesewenang- wenangan para penguasa. Berikut adalah bunyi dari Konstitusi Amerika Serikat mengakomodir Due Process of Law: 27

No person...be deprived of life, liberty, or property without Due Process of Law (fifth amendment);

Nor shall any state deprive any person of life, liberty, or property, without Due Process of Law (14 th amendment).

Di Indonesia sendiri tentang eksistensi Due Process of Law telah dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 yang menjelaskan bahwa asas negara hukum yang telah diatur dalam UUD 1945 mengandung sebuah konsekuensi terhadap para penyelenggara negara untuk menghormati HAM setiap orang. Selain daripada itu Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa kewajiban menghormati HAM orang lain tidak hanya dilakukan oleh negara saja tetapi juga bagi orang lain.

Penghormatan dan perlindungan HAM di Indonesia telah dimuat dalam beberapa peraturan perundangan-undangan untuk mewujudkan prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi prinsip demokrasi.28

2. Konsep Due Process of Law

27 Nanda Paradhita Susilowati, Pemusnahan Kapal Perikanan Berbendera Asing Pelaku Tindak Pidana Perikanan Dalam Perspektif Due Process of Law,…… h. 33.

28 Nanda Paradhita Susilowati, Pemusnahan Kapal Perikanan Berbendera Asing Pelaku Tindak Pidana Perikanan Dalam Perspektif Due Process of Law,….. h. 33.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini diharapkan sistem dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh para tenaga medis dalam memberikan informasi tentang resiko penyakit ginjal kepada para pasien..

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Septama (2012), yang menyatakan bahwa adanya pengaruh positif dan signifikan firm size terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Amil dan Pegawai pencatat nikah dari KUA dalam mengatasi nikah tidak tercatat di kecamatan Sawangan Kota Depok

Rantai Pemasaran durian tidak terlalu rumit, sama dengan pemasaran duku. Durian yang telah jatuh kemudian dikumpulkan oleh petani pada pondok-pondok kecil di lahan tersebut. Hasil

Pada penelitian ini, penulis menggunakan bahan analisis berupa Kontrak baku pada situs crowdfunding berbasis utang piutang yang beroperasi di Indonesia, yaitu pada

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan

.Menurut Imam Soepomo Imam Soepomo, kesehatan kerja mengacu pada aturan dan upaya yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kerusakan yang dilakukan seseorang