• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.5 Kerangka Teori

1.5.4 Otonomi Daerah dan Pemekaran Wilayah …

1.5.4.2 Pengertian Pemekaran Wilayah

Wilayah adalah bagian dari permukaan bumi yang memiliki karakteristik tertentu dan berbeda dengan wilayah yang lain. Istilah lain dari wilayah yang umum digunakan dalam memahami konsep wilayah adalah region.  

Berikut ini beberapa pengertian wilayah yang diungkapkan oleh para ahli geografi:

Menurut Cressey : Wilayah (region) adalah keseluruhan dari lahan, air, udara, dan manusia dalam hubungan yang saling menguntungkan. Setiap region merupakan satu keutuhan (entity) yang batasnya jarang ditentukan secara tepat.

Menurut A. I. Herbertson : Wilayah adalah suatu kesatuan yang kompleks dan tanah, air, udara, tumbuhan, hewan, dan manusia yang dipandang dari hubungan mereka yang khusus yang secara bersama-sama membentuk suatu ciri tertentu di atas permukaan bumi.

Menurut Taylor : Wilayah dapat didefinisikan sebagai suatu satuan area di permukaan bumi yang dapat dibedakan dengan area lain melalui sifat-sifat seragam yang terlihat padanya.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana: Tata Ruang Wilayah Nasional: Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/aspek fungsional.

Berbicara mengenai pemekaran wilayah, tentu saja tidak terlepas dari wacana desentralisasi khususnya, desenralisasi politik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke empat (2008) desentralisasi dapat diartkan sebagai : sistem pemerntahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah, penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang, dsb). Dari sisi fungsional, pengakuan adanya hak kepada seseorang atau golongan untuk mengurus hal-hal tertentu di daerah ; kebudayaan, pengakuan adanya hak kepada golongan kecil dalam masyarakat untuk menyelenggarakan budaya sendiri di daerah ; politik, pengakuan adanya hak untuk mengurus kepentingan rumah tangga sendiri pada badan politik di daerah yang dipilih oleh rakyat di daerah tertentu”.

Berdasarkan sejarah perkembangannya, pemekaran wilayah di Indonesia sesungguhnya telah terjadi sejak lama yaitu ketika munculnya zaman kerajaan- kerajaan di nusantara. Pada saat itu, wilayah kekuasaan suatu kerajaan akan dimekarkan lebih disebabkan karena terjadi konflik ditubuh kerajaan induk atau yang biasa disebut konflik antar keluarga karajaan maupun karena kalah dalam peperangan. Pemekaran wilayah semakin marak tatkala penjajah Belanda mulai masuk. Wilayah-wilayah di Jawa dan sekitarnya, dibagi menjadi beberapa

karesidenan maupun district (setingkat kabupaten)1 yang ditujukan sebagai alat kontrol kekuasaan sekaligus memperkecil ruang gerak tentara Indonesia.

Pemekaran daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah Undang - Undang Nomor 22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah.

Tabel 1.1 Perkembangan Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) setelah Berlakunya UU No. 22/1999

No. Tahun Provinsi Kabupaten Kota Prov/kab/kota DOHP Sebelum 1999 26 234 59 319 1. 1999 2 34 9 45 2. 2000 3 - - 3 3. 2001 - - 12 12 4. 2002 1 33 4 38 5. 2003 0 47 2 49 6. 2004 1 - - 1 7. 2005 - - - 0 8. 2006 - - - 0 9. 2007 - 21 4 25 10. 2008 - 27 3 30 11. 2009 - 2 - 2 DOHP pasca UU 22/1999 7 164 34 205 Total Pemda (2009) 33 398 93 524

Alasan mendasar terjadi pemekaran daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat lokal. Selama ini sumber daya cenderung ditarik ke daerah induk hingga daerah yang jauh dari pusat kekuasaan tertinggal. Realitas yang terjadi seringkali karena pemekaran daerah sebab kepentingan elite untuk mendapatkn kekuasaan karena mereka kalah dalam suatu pilkada. Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan yang didominasi oleh etnis tertentu seringkali dijadikan alasan.

Menurut Sumodiningrat, berkaitan dengan pemberian otonomi kepada daerah maka perlu memperhatikan unsur – unsur sebagai berikut, yakni : (1) Kemantapan lembaga, (2) Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, khususnya aparat pemerintah daerah dan (3) Potensi ekonomi daerah untuk menggali sumber pendapatannya sendiri.

Pembentukan Kabupaten Batu Bara berawal dari keinginan masyarakat di wilayah eks Kewedanan Batu Bara untuk membentuk sebuah kabupaten Otonom. Upaya dimaksud sudah dirintis sejak tahun 1957, namun akibat dinamika politik nasional hingga akhir tahun 60-an (1969) masyarakat Batu Bara kembali mengaspirasikan bergabungnya 5 (lima) kecamatan yang ada dalam sebuah kabupaten Batu Bara, maka dibentuklah Panitia Pembentukan Otonom Batu Bara (PPOB) yang di prakarsai oleh salah seorang tokoh masyarakat yang pernah menjadi anggota DPRD Asahan. PPOB ini berkedudukan di jalan Merdeka Kecamatan Tanjung Tiram. Karena Undang-undang Otonom belum di keluarkan oleh Pemerintah, perjuangan ini pun tertunda.

Kegiatan perekonomian di Kabupaten Batubara yang ditunjukan dengan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, pada tahun 2002 menunjukkan peningkatan sebesar 4,05%. Angka ini menunjukkan bahwa dibandingkan tahun sebelumnya terjadi kenaikan angka PDRB sebesar 4,05% dengan menganggap harga konstan pada tahun 2000.Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 4.57%, tahun2004 dan 2005 pertumbuhan ekonomi cenderung melambat dari 3,97 menurun menjadi 2,30% dipengaruhi adanya penebangan/konversi tanaman perkebunan di beberapa wilayah.Namun pada berikutnya yakni 2006-2007 kembali naik menjadi 3,73% sampai 4,01%. Selanjut pada tahun2008 terus meningkat mencapai 4,55%.

1.5.4.2.1 Latar Belakang terjadinya Pemekaran Wilayah

Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kinerja Otonomi Daerah – Lembaga Administrasi Negara (2005) terhadap 14 propinsi dan 28 kabupaten/kota, ada beberapa alasan yang mendasari dilaksanakannya pemekaran daerah, diantaranya:

a) Alasan pelayanan, pemekaran daerah dianggap mampu meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat karena sistem birokrasi yang lebih kecil dibanding daerah induk yang memiliki cakupan pelayanan yang lebih luas.

b) Alasan ekonomi, pemekaran daerah diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi daerah melalui pemanfaatan potensi lokal yang selama ini belum dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah induk. c) Alasan keadilan, pemekaran daerah dianggap mampu mendukung proses

publik sehingga suara masyarakat di daerah yang bersangkutan dapat terakomodasi dan tersampaikan dengan baik.

d) Alasan anggaran, pemekaran daerah diharapkan dapat memberikan anggaran yang besar bagi daerah otonom baru untuk melakukan pembangunan di daerahnya.

e) Alasan historis dan kultural.

Secara umum, pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan.

Tarigan (2005) mengatakan bahwa suatu wilayah dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan dari pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, desa/keluarahan dan dusun/lingkungan.

2. Berdasarkan kesamaan kondisi (homogenity), yang paling umum adalah kesamaan lokasi fisik. Misal, adanya klasifikasi desa berupa desa pantai, desa pendalaman dan desa pegunungan. Bisa juga pembagian berupa wilayah pertanian dan wilayah industri, wilayah perkotaan dengan daerah pedalaman. Cara pembagian lainnya juga berdasarkan kesamaan sosial budaya. Misalnya, daerah-daerah dibagi menurut suku mayoritas, agama, adat istiadat, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mayoritas masayarakat yang mendiami wilayah tersebut.

3. Berdasarkan ruang lingkup pengaruh ekonomi, perlu ditetapkan terlebih dahulu beberpa pusat pertumbuhan yang kira-kira sama besar rankingnya, kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan. Batas pengaruh antara satu kota dengan kota lainnya hanya dapat dilakukan untuk kota-kota yang sama rankingnya, kota yang lebih kecil itu senantiasa berada dibawah pengaruh kota yang lebih besar.

4. Berdasarkan wilayah perencanaan/program. Dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus. Suatu wilayah perencanaan dapat menebus beberapa wilayah administrasi berdasarkan kebutuhan dari perencanaan tersebut.

1.5.4.2.2 Syarat – syarat Pemekaran Wilayah

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dalam pembentukan daerah baru, setiap daerah harus mampu memenuhi tiga syarat yaitu:

1. Syarat administratif. Syarat administratif meliputi persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

2. Syarat teknis. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, kemampuan

keuangan, luas daerah, pertahanan, keamanan serta faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

3. Syarat fisik kewilayahan. Syarat ini berhubungan dengan wilayah yang akan dimekarkan, lokasi calon ibu kota serta sarana dan prasarana pemerintahan. Dalam pembentukan Provinsi, wilayah baru harus meliputi minimal lima kabupaten/kota dan dalam pembentukan Kota, wilayah baru harus meliputi minimal empat kecamatan.

Selain syarat diatas, Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 juga mencantumkan syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek penilaian sebagai berikut :

 Kemampuan ekonomi, merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang dapat diukur dari produk domestik regional bruto (PDRB) dan penerimaan daerah.

 Potensi daerah, merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari: (1) lembaga keuangan, (2) sarana ekonomi, (3) sarana pendidikan, (4) sarana kesehatan, (5) sarana transportasi dan komunikasi, (6) sarana pariwisata, dan (7) ketenagakerjaan.

 Sosial budaya, berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari tempat peribadatan, tempat kegiatan institusi sosial dan budaya dan sarana olah raga.

 Sosial politik, merupakan cerminan kondisis sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan organisasi kemasyarakatan.

 Jumlah penduduk, berkaitan dengan jumlah penduduk daerah yang bersangkutan.

 Luas daerah, berkaitan dengan luas daerah yang bersangkutan.

 Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah

1.5.4.2.3 Indikator evaluasi pemekaran wilayah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang “Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan” dijelaskan bahwa definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standard. Evaluasi dilakukan berdasarkan sumberdaya yang digunakan serta indikator dan sasaran kinerja keluaran untuk kegiatan dan atau indikator/sasaran kinerja hasil untuk program.

Dalam pelaksanaan pemekaran wilayah untuk dapat mewujudkan terselenggaranya otonomi daerah maka dalam Bab II pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah disebutkan tujuan pemekaran daerah yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat

d. Percepatan pengelolahan potensi daerah

Perkembangan suatu wilayah merupakan integral pertumbuhan setiap sistem yang terdiri dari sosial, ekonomi, infrastruktur, berkurangnya kesenjangan antar wilayah, serta terjaganya kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah (Riyadi, 2002).

a. Aspek Infrastruktur

Keberhasilan pembangunan dapat diukur dari ketersediaan dan kecukupan serta kemampuan sarana dan prasarana yang mempunyai peranan penting terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas – fasilitas atau struktur – struktur dasar, peralatan – peralatan, instalasi – instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastruktur dan mengatakan infrastruktur adalah aset fisik yang dirancang dalam sistem, sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung, dan fasilitas publik lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.

Ketercapaian tujuan pembangunan antara lain dapat dilihat dari pendapatan nasional perkapita, pengurangan jumlah penduduk miskin, dan tingkat pengangguran. Makin tinggi tingkat pendapatan perkapita menunjukkan makin berhasil pembangunan yang dicapai. Sementara itu, makin sedikit jumlah penduduk miskin maka makin berhasil pembangunan tersebut. Dalam praktek perhitungan pendapatan perkapita di suatu daerah sering direpresentasikan oleh Produk Domestik Regional Bruto perkapita. Pendapatan regional adalah seluruh pendapatan yang diperoleh oleh penduduk suatu daerah dalam satu tahun tertentu. Sedangkan pendapatan regional perkapita adalah pendapatan regional dibagi jumlah penduduk.

c. Aspek Sosial

Keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan dapat dilihat dalam sektor pendidikan dan kesehatan. Keberhasilan pembangunan dilihat dari indikator kinerja sektor pendidikan adalah adanya kesempatan bagi masyarakat usia didik untuk mendapat pendidikan yang layak secara kualitas dan kuantitas. Faktor manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi yang menekankan pada efisiensi. Para ahli ilmu ekonomi modern menyebutkan pembentukan modal insani, yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seluruh penduduk negara yang bersangkutan. Dalam mengetahui perkembangan suatu wilayah dari aspek sosial, kemiskinan (poverty) merupakan indikator yang digunakan dalam menilai perkembangan suatu wilayah.

Dokumen terkait