• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERANAN PERBANKAN DALAM MENCEGAH TINDAK

A. Pengertian Pencucian Uang ( Money Laundering )

Pendapat yang berkembang menyatakan bahwa money laundering

merupakan suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal (haram) sehingga menjadi halal.47 Undang-undang RI No. 25 Tahun 2002

menyebutkan bahwa pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta yang sah.48 Dalam undang-undang

RI nomor 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1).49

“Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r.

47

Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mencegah dan membrantasan tindak Pidana pencucian Uang. (jakarta visimedia, tahun 2012), hal. 5

48

Undang-undang RI Nomor. 2002 49

Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010” Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.”

Dalam Black,s Law Dictionary, istilah money laundering diartikan sebagai berikut.

Term used to describe investment or other transfer of money flowing of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it,s original sources can be traced. Money laundering is a federal crime; 18 USCA 1956.50

Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang membedakan dua kelompok tindak pidana yaitu: tindak pidana pencucian sebagaimana diatur dalam pasal 3 sampai pasal 7 UU TPPU dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 8 sampai pasal 12. Hal-hal yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut :51

1. Setiap orang yang dengan sengaja :

a) Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain.

b) Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain.

50

Henry Campbell Black, M.A, Black,s Law Dictionary, ( St. Paul, Minn, West Publishing Co.) Sixth Edition,hal. 884

51

Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia ( BooksTerrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008) hal. 29

c) Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain. d) Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain.

e) Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak yang lain.

f) Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana;atau

g) Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)” 2. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan

jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang.

3. Setiap orang yang menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan, yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana.

4. Setiap orang di luar wilayah negara RI yang memberikan bantuan,kesepakatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Atas perbuatan tersebut dipidana karena kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)”

Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) secara populer dapat dijelaskan sebagai aktivitas memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organized crime maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotik dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut

sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa uang tersebut berasal dari kegiatan ilegal.

Kegiatan money laundering dalam sistem keuangan pada umumnya dan sistem perbankan pada khususnya memiliki risiko yang sangat besar. Risiko tersebut antara lain risiko operasional, risiko hukum, risiko terkonsentrasinya transaksi, dan risiko reputasi. Bagi perbankan Indonesia tindakan pencucian uang merupakan suatu hal yang sangat rawan karena pertama, peranan sektor perbankan dalam sistem keuangan di Indonesia seperti yang dijelaskan sebelumnya, sangatlah penting. Oleh sebab itu sistem perbankan menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan rezim anti money laundering. Kedua, tingginya tingkat perkembangan teknologi dan arus globalisasi di sektor perbankan membuat industri perbankan menjadi lahan yang empuk bagi tindak kejahatan pencucian uang dan merupakan sarana yang paling efektif untuk melakukan kegiatan money laundering. Pelaku kejahatan dapat memanfaatkan bank untuk kegiatan pencucian uang karena jasa dan produk perbankan memungkinkan terjadinya lalu lintas atau perpindahan dana dari satu bank ke bank atau lembaga keuangan lainnya, sehingga asal usul uang tersebut sulit dilacak oleh penegak hukum.

Keterlibatan perbankan dalam kegiatan pencucian uang dapat berupa: a. Penyimpanan uang hasil kejahatan dengan nama palsu;

b. Penyimpanan uang dalam bentuk deposito/tabungan/giro; c. Penukaran pecahan uang hasil perbuatan illegal;

d. Pengajuan permohonan kredit dengan jaminan uang yang disimpan pada bank yang bersangkutan;

e. Penggunaan fasilitas transfer;

f. Pemalsuan dokumen-dokumen yang bekerjasama dengan oknum pejabat bank terkait; dan pendirian/pemanfaatan bank gelap.

Hal tersebut dapat terjadi mengingat adanya kemudahan dalam proses pengelolaan hasil kejahatan pada berbagai kegiatan usaha bank. Disamping itu, karena organisasi kejahatan membutuhkan pengelolaan keuangan dengan cara menempatkan dananya dalam kegiatan usaha perbankan maka penggunaan bank merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam upaya mengaburkan asal-usul sumber dana. Hal tersebut menunjukkan eratnya keterkaitan antara organisasi kejahatan dan lembaga keuangan terutama bank.

a. Sejarah dan perkembangan praktik pencucian uang

Tahun 1980 an adalah masa perkembangan bisnis haram diberbagai Negara. Perdagangan narkotika dan obat bius, misalnya mampu menghasilkan omset yang sangat besar. Disinilah munculnya istilah narco dolar untuk menyebut uang yang haram yang dihasilkan dari perdagangan narkotika.

Fenomena tersebut merupakan pemantik lahirnya istilah “pencucian uang”. Istilah ini mulai digunakan di Amerika Serikat pada 1986, kemudian dipakai secara internasional serta konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1988. Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk bersama-sama dengan anggota masyarakat dunia lainnya mengambil bagian dalam upaya pemberantasan peredaran narkotika gelap dan psikotropika.52

52

Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mengenal, mencegah dan membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang. (visi media, Jakarta 2012) hal. 70

Berdasarkan prosesnya, pencucian uang dalam sejarahnya dibedakan menjadi:

1. Cara modern, umumnya dilakukan melalui tahap-tahap placement, layering, integration.

2. Cara tradisional, dilakukan melalui suatu jaringan atau sindikat etnik yang sangat tertutup, misalnya bank rahasia hui (hoi) atau The Chinese Chip (chop) di China, sistem pengiriman uang tradisional yang disebut

hawala di india dan hundi dan di Pakistan.

Menurut Billy Steel , istilah money laundering berasal dari Laundromats, nama sebuah tempat usaha pencucian pakaian secara otomatis di AS. Perusahaan yang dimiliki oleh kelompok mafia dipilih untuk menyamarkan uang haram menjadi uang sah.

Kalangan mafia memperoleh pengahasilan besar dari bisnis pemerasan, prostitusi, perjudian, dan penyeludupan minuman keras. Tindakan pencucian uang sangat berdampak negatif secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian suatu Negara. Itulah sebabnya Negara-negara di dunia dan organisasi internasional sangat memperhatikan upaya pencegahan dan pembrantasan kejahatan ini.

Semua yuridiksi yang memiliki hubungan dengan sistem keuangan internasional (international financialsystem) berpotensi terinfiltrasi oleh dana-dana yang berasal dari kejahatan. Banyak laporan mengenai tersangkutnya Negara-negara bekas Uni Soviet dan Blok Timur dengan dana-dana haram tersebut. Namun sedikit sekali yang dapat diperoleh laporan mengenai dana-dana haram yang beredar di Negara-negara non-anggota FATF.53

53

Philips Darwin, Money Laudering Cara Memahami dengan Tetap dan Benar Soal Pencucian (Sinar Ilmu, tahun 2012) hal. 15

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor. Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.

Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Peruba han atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.54

b. Memahami Praktik Pencucian Uang

Meskipun praktik pencucian uang merupakan suatu fenomena global dan penanganannya melalui proses kerjasama internasional, namun pelaku pencucian uang.55

masih selalu saja menemukan cara dan sarananya untuk tumbuh dan berkembang terus menerus.Cara dan teknik yang digunakan dalam praktek pencucian uang sangatbervariasi, yang antara lain diterapkan oleh pelaku

13 WIB.

55

ET Bureau, “FIU urges to combat money laundering”, ET Bureau, 20 Juli 2009,

pencucian uang pada sektor perbankandan non perbankan dengan memanfaatkan fasilitator profesional, pendirian perusahaan gadungan, investasi di bidang real estate, pembelian produk asuransi dan perusahaan sekuritas, serta penyalahgunaan

corporate vehicle.56

Begitupun, secara umum ada tiga metode pencucian uang yang bertujuan untuk manipulasi dan mengubah status dana illegal (hasil kejahatan) menjadi dana legal.57

1. Buy and sell yang dilakukan melalui transaksi jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh misalnya real estate atau properti lainnya dapat dibeli dan dijual kepada co-conspirator yang menyetujui untuk membeli atau menjual dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang sebenarnya dengan maksud untuk memperoleh fee

atau discount. Kelebihan harga dibayar dengan dana legal yang kemudian “dicuci” melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang atau jasa dapat diubah bentuknya sehingga seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada disuatu bank.

2. Offshore conversions dimana dana ilegal dialihkan ke wilayah tax haven countrydan kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan lain yang ada di wilayah tersebut. Selanjutnya dana ilegal tersebut digunakan antara lain untuk membeli aset dan

56

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004), hal. 128-138.

57

E.R. Burke, “Tracing Illegal Proceeds Workbook”, Investigation Training Institute (2001), hal. 15. Bandingkan dengan Radulescu Dragos Lucian yang mengatakan bahwa metode yang paling umum digunakan untuk menyembunyikan uang kotor (dirty money) direpresentasikan oleh: (1) false overcharge; (2) false lawsuit; (3)

layering; dan (4) reverse money laundering. Radulescu Dragos Lucian, “The Concept of the Money Laundering in Global Economy”, International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol.1, No. 4, December, 2010 (2010-023X).

investasi (fund investments). Di wilayah seperti (tax haven country) ini cenderung memiliki hukum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan perusahaan dan kegiatan usaha trust fund. Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang gerak yang cukup leluasa bagi pergerakan “dana kotor”(dirty money) melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Pada offshore conversions inibiasanya dibantu oleh pengacara, akuntan dan pengelola dana dengan memanfaatkan“celah hukum” yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia bank dan rahasia perusahaan.

3. Legitimate business conversion yang digunakan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan dana ilegal. Dana-dana hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya,yang kemudian disimpan di rekening bank, atau ditransfer kembali ke rekening bank lain. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan tertentu sebagai tempat penampungan dana hasil kejahatan.

c. Penyebab marak dan dampak pencucian uang

Praktek pencucian uang merupakan salah satu kendala terbesar dalam upaya mempertahankan sistem operasi keuangan yang efektif. Sebagai sebuah fenomena global dan tantangan internasional, praktek pencucian uang adalah

kejahatan keuangan yang sering melibatkan transaksi yang kompleks dan lembaga keuangan. Selain itu, praktek pencucian uang sangat sulit untuk diselidiki dan dituntut58 dalam proses penegakan hukumnya. Sementara di bidang ekonomi,

dampak negatif praktek pencucian uang juga sulit dihitung, seperti tingkat pencucian uang itu sendiri sulit untuk diperkirakan seberapa besar jumlahnya. Begitupun, cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa praktek pencucian uang mempengaruhi kebijakan pembangunan ekonomi karena merusak lembaga-lembaga keuangan yang penting untuk pertumbuhan ekonomi, mengurangi produktifitas perekonomian di sektor riil dengan mengalihkan sumber daya dan mendorong aksi-aksi kejahatan, mendistorsi perdagangan internasional dan arus modal sehingga merugikan pembangunan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian praktek pencucian uang berdampak buruk bagi pembangunan59 di

berbagai aspek kehidupan manusia. Adanya pandangan di banyak negara sekarang bahwa praktek pencucian uang adalah suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berdimensi internasional (transnationalcrime) dan terorganisir (organized crime) adalah suatu fenomena baru, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.60

58

Bonnie Buchanan, “Money laundering – a global obstacle”, Research in International Business and Finance,

Vol. 19, Issue 22 oktober 2014, hal. 115-127

59

Lihat http://www.adb.org/documents/manuals/countering_money_laundering/chapter_01.pdf 60

Seperti di Indonesia hingga sekarang pemerintahnya masih mengalami banyak masalah dalam menangani “kejahatan jalanan”, “kejahatan tradisional” (predatory crimes), kini harus siap pula menghadapi dan menangani kejahatan yang tercakup dalam White Collar Crime yang erat kaitannya dengan Organized Crime, terutama yang dilakukan dalam lingkup internasional (transnational crime) dengan pemanfaatan teknologi canggih seperti kejahatan

di bidang perbankan dan pencucian uang. Karakteristik White Collar Crime (kejahatan kerah putih) antara lain: (1) tidak kasat mata (low visibility); (2) sangat kompleks (complexity); (3) ketidakjelasan pertanggungjawaban pidana (diffusion of responsibility); (4) ketidakjelasan korban (diffusion of victims); (5) aturan hukum yang samar atau tidak jelas (ambiguous criminal law); dan (6) sulit dideteksi dan dituntut (weak detection and prosecution). Lihat Harkristuti Harkrisnowo, “Kriminalisasi Pencucian Uang (Money Laundering)”, makalah disampaikan pada

VideoConference Nasional yang diselenggarakan oleh PPATK, BI, UI, UGM, USU, UNDIP, UNAIR, dan ELIPS di Jakarta, tanggal 29 Mei-Oktober 2004, hal. 2-4. Dalam hal kemunculan dan besarnya skala kejahatan kerah putih ini, argementasi paling masuk akal bila dipahami sebagai fenomena historis dan institusional. Tetapi, hukum terhadap kejahatan kerah putih, seperti banyak undang-undang dalam demokrasi liberal, umumnya diterapkan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian diketahui bahwa praktek pencucian uang mempengaruhi perekonomian suatu negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif terhadap perekonomian itu sendiri. Dalam praktek pencucian uang banyak dana-dana potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena para pelakunya seringkali melakukan “sterilinvestment” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti seperti real estate di negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang akan mereka peroleh nantinya jauh lebih rendah. Dalam hal itu, dana-dana yang digunakan dalam praktek pencucian uang oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisir (organizedcrime) adalah dana-dana yang bersumber dari perbuatan melawan hukum dan yang merugikan keuangan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal mining,insider trading, perdagangan senjata gelap dan obat-obatan terlarang, penyelundupan, penggelapan pajak, perdagangan manusia, prostitusi, dan perjudian.61

terhadap orang secara individu. Abstraksi individu dalam konteks sosial juga tercermin dalam banyak literatur kriminologi, di mana kejahatan kerah putih dijelaskan sebagai produk menyimpang dari orang-orang yang serakah, kurang pengendalian diri, dan sebagainya. Fokus pada kepribadian penjahat individu mungkin dalam beberapa hal membantu dalam membedakan orang-orang yang paling rentan terhadap daya tarik kegiatan kriminal. Namun, fokus pada kepribadian individu juga mengaburkan sejauh mana struktur kelembagaan dan norma-norma memberikan peluang dan motif untuk terlibat dalam kegiatan yang terlarang sebagai kriminal. Berfokus pada motif-motif individu mengabaikan caracara, misalnya, bagaimana organisasi modern (seperti bank BCCI) beroperasi untuk memfasilitasi pertumbuhan kejahatan kerah putih, seperti pencucian uang. Sebagaimana Kerry dan Brown (1992) tunjukkan bahwa pencucian uang tidak dipahami oleh orang-orang jahat sebagai sesuatu yang terberi, melainkan direncanakan dan dilaksanakan secara diam-diam oleh orang-orang penting dan terhormat di kota-kota besar. Austin Mitchell, “Sweeping it Under the Carpet: The Role of Accountancy Firms in Money Lundering”, a paper for presentation at the Critical

61

Ada pepatah yang mengatakan bahwa “the dream of each and every money launderer is to pay tax”, tetapi

jalan pemilik “uang kotor” (dirty money) untuk membayar pajaknya itu tidak mudah dan tidak murah. Pemilik "uang

kotor" (yang diperolehnya dari kejahatan perdagangan senjata, perdagangan narkotika, perampokan, pembajakan dan

Berbagai bentuk kejahatan ini telah diidentifikasi dan kemudian

pemalsuan, juga uang hasil pemerasan oleh politisi) ingin sekali memasukkan “uang kotor” sesuai dengan sistem hukum yang berlaku untuk dapat berinvestasi ke dalam bisnis legal dan menghasilkan keuntungan yang lebih banyak secara legal. Hal ini dimungkinkan terjadi dengan suatu proses yang murah. Menurut informasi terakhir penjahat membayar sampai 25% dari jumlah total uang yang akan dicuci kepada "penasihat ahli keuangan", dan persentase ini terus meningkat. Pada tahun 80-an biaya untuk layanan ini hanya 6%, dan di akhir tahun 90-an

ditetapkan sebagai kejahatan asal (predicatecrime) dari tindak pidana pencucian uang.

Paling sedikit ada sembilan faktor penyebab maraknya tindak pidana pencucian uang disuatu negara yaitu:62

1. Globalisasi sistem keuangan 2. Kemajuan dibidang teknologi

3. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat 4. Penggunaan nama samaran atau anonim 5. Penggunaan electrnic money (e- money)

6. Praktik pencucian uang secara Layering

7. Berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasian hubungan antara

layering dan akuntan dengan kliennya masing-masing

8. Pemerintah di suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan sistem perbankan

9. Tidak dikriminalisasinya perbuatan pencucian uang disuatu negara.

Dokumen terkait