• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : ANALISA DATA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas

2.3 Penyandang Cacat

2.3.1 Pengertian Penyandang Cacat

Istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab di sebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru pengganti Penyandang Cacat. Penyandang cacat dapat diartikan individu yang mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual (  http://bahasa.kompasiana.com. Diakses tanggal 01 Juni 2014 pukul 10.00 wib).

Dalam UU RI No. 4 tahun 1977 disebutkan tentang “Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari:

a. penyandang cacat fisik; b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa setiap penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas. Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya.

4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.

6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

2.3.2 Jenis-Jenis Penyandang Cacat A. Cacat Tubuh/Kelainan Fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbu suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada:

a. Alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra pendengaran (tunarungu),kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organbicara (tunawicara).

b. Alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misal lahir tanpa tangan/kaki. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.

Penyandang cacat tubuh secara umum memiliki kecenderungan dan karakteristik sosial psikologis sebagai berikut:

a. Rasa ingin disayang yang berlebihan dan mengarah over protection b. Rasa rendah diri

c. Kurang percaya diri d. Mengisolir diri

e. Kehidupan emosional yang labil f. Berperilaku agresif

g. Ada perasaan tidak aman h. Cepat menyerah

i. Kekanak-kanakan (Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial Bagi Penyandang Cacat dalam Panti)

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik penyandang cacat tubuh, meliputi: a. Faktor bawaan

b. Penyakit

c. Waktu terjadinya kecacatan

d. Perlakuan lingkungan/masyarakat setempat e. Perlakuan anggota keluarga

f. Iklim dan keadaan alam

g. Ekologi dan tradisi setempat (Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial Bagi Penyandang Cacat dalam Panti)

Adapun permasalahan kecacatan yang dialami penyandang cacat dibagi menjadi masalah internal dan masalah eksternal, yaitu:

a. Masalah Internal 1) Kondisi jasmani

Kecacatan yang disandang seseorang dapat mengakibatkan gangguan kemampuan fisik untuk melakukan sesuatu perbuatan atau gerakan tertentu yang berhubungan dengan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily living).

2) Kondisi kejiwaan

Kecacatan yang disandang dapat mengganggu kejiwaan/mental seseorang, sehingga seseorang menjadi rendah diri atau sebaliknya, menghargai dirinya terlalu berlebihan, mudah tersinggung, kadang-kadang agresif, pesimistis labil, sulit untuk

mengambil keputusan dan sebagainya. Keadaan seperti ini sangat merugikan, khususnya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia yang ditandai oleh:

a) Ketidakmampuan hubungan antar perseorangan (interpersonal relationship)

b) Ketidakmampuan didalam mengambil peranan di dalam kegiatan sosial/kelompok (partisipasi sosial)

c) Ketidakserasian hubungan antar manusia di masyarakat (human relation) d) Ketidakmampuan di dalam mengambil peranan didalam kegiatan

sosial/kelompok. 3) Masalah pendidikan

Karena kecacatan fisiknya, hal ini sering menimbulkan kesulitan khususnya pada anak usia sekolah. Mereka memerlukan perhatian khusus baik dari orang tua maupun guru di sekolah. Sebagian besar kesulitan ini juga menyangkut transportasi antara tempat tinggal ke sekolah, kesulitan mempergunakan alat-alat sekolah, maupun fasilitas umum lainnya.

4) Masalah ekonomi

Kecacatan pada seseorang dapat menyebabkan hambatan dalam mobilitas fisik. Hal ini semakin sukar tatkala dunia kerja belum menyediakan lapangan pekerjaan sebagaimana mestinya untuk orang cacat. Hambatan dan rendahnya apresiasi dunia kerja ini dapat menimbulkan masalah pada penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan yang pada gilirannya berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi mereka.

b. Masalah Eksternal 1) Masalah keluarga

Beberapa keluarga yang mempunyai anak yang menyandang kecacatan tubuh merasa malu, yang mengakibatkan penyandang cacat tersebut tidak dimasukkan sekolah, tidak boleh bergaul dan bermain dengan teman sebaya, kurang mendapatkan kasih sayang seperti yang diharapkan oleh anak-anak pada umumnya, sehingga tidak dapat berkembang kemampuan dan kepribadiannya. Pada akhirnya, penyandang cacat tubuh tersebut akan tetap menjadi beban bagi keluarganya.

2) Masalah masyarakat

Masyarakat yang memiliki warga yang menyandang kecacatan tubuh akan turut terganggu kehidupannya, selama penyandang cacat tersebut belum dapat berdiri sendiri dan masih selalu menggantungkan dirinya pada orang lain. Dipandang dari segi ekonomi, sejak seseorang terutama yang telah dewasa menjadi cacat tubuh, masyarkat mengalami kerugian ganda, yaitu kehilangan anggota yang produktif dan bertambah anggota yang non produktif, ini berarti menambah berat beban bagi masyarakat. Perlu usahausaha rehabilitasi yang dapat merubah penyandang cacat tubuh dari kondisi non produktif menjadi produktif. Disamping itu masih ada sikap dan anggapan sebagian masyarakat yang kurang menguntungkan bagi penyandang cacat tubuh, antara lain:

a) Masih adanya sikap ragu-ragu terhadap kemampuan penyandang cacat tubuh, mengakibatkan kesulitan memperoleh pekerjaan.

b) Masih adanya sikap masa bodoh di sebagian lapisan masyarakat terhadap permasalahan penyandang cacat tubuh.

c) Belum meluasnya partisipasi masyarakat di dalam menangani permasalahan penyandang cacat tubuh

d) Masih lemahnya sebagian organisasi sosial yang bergerak dibidang kecacatan di dalam melaksanakan kegiatannya.

e) Pengguna jasa tenaga kerja penyandang cacat tubuh umumnya belum menyediakan kemudahan/sarana bantu yang diperlukan bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh.

f) Program pelayanan rehabilitasi medis, sosial dan vokasional yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat belum menjangkau seluruh populasi penyandang cacat tubuh.

3) Pelayanan umum

Sarana umum seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, tempat rekreasi, perhotlan, kantor pos, terminal, telepon umum, bank, dan tempat lainnya belum seluruhnya memiliki aksesibilitas bagi penyandang cacat tubuh.

Dokumen terkait