• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN POGRAM PELATIHAN KETERAMPILAN BAGI PENYANDANG CACAT TUNANETRA DI SEKOLAH LUAR BIASA/A

(SLB/A) KARYA MURNI MEDAN JOHOR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun oleh

DENTI MONICA HUTAHAEAN

100902029

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Denti Monica Hutahaean

Nim : 100902029

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra Di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

Penyandang cacat perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena penyandang cacat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehidupan. Diantaranya adalah mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosialnya sehingga penyandang cacat mampu bekerja sesuai dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan minat dan pengalamannya. Melalui Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor khusus tunanetra, penyadang cacat tunanetra mendapatkan program pelatihan keterampilan sehingga mencapai kemandirian ditengah kehidupan masyarakat.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A Karya Murni Medan johor. Sampel penelitian ini adalah siswa tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 15 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah reaksi, proses belajar, perilaku dan dampak organisasi terhadap responden. Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert.

Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,79. Reaksi responden adalah efektif sebanyak 3,82. Proses belajar responden berjalan efektif sebanyak 3,78. Perubahan perilaku sebanyak 3,71. Dampak program pelatihan keterampilan bagi responden juga efektif sebanyak 3,88. Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name: Denti Monica Hutahaean

Nim : 100902029

ABSTRACT

The Effectiveness Of Implementation Skills Training Program For Disabilities Visually Impaired At Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan

Johor

Disabled people need to get special attention from family, society and government, because people with disabilities have the same rights and obligations in all aspects of life. Among them are the ability to develop physical, mental and social so that people with disabilities are able to work according to their ability, education and skills in accordance with their interests and experience. Through of Outstanding School /A (SLB /A) Karya Murni Medan Johor special for visually impaired, the disabilities of visually impaired got the skills training program so as to achieve self-sufficience in public life.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for visually impaired. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for visually impaired at Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor. The sample of this study are the visually impaired students who attend training skills consists of 15 people. Data were collected using a questionnaire and analyzed using descriptive statistics. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is a reaction, learning, behavior and organizational impact on respondents. To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a likert scale.

The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities visually impaired at the Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor work effectively with a likert scale value 3,79. Reaction respondent is effective as 3,82. The learning process of respondents is effective as 3,78. Behavior change as much as 3,71. The impact of skills training programs for the respondents also effective as 3,88. Respondents who attend the skills training now have the skills and more confidence.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sangat teristimewa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

senantiasa memberikan berkat melimpah kepada penulis sehingga sampai pada saat

ini dapat menyelesaikan skripsi dengan judul, “Efektivitas Pelaksanaan Program

Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A) Karya Murni Medan Johor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang

harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada program strata satu (S1), Departemen

Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan,

bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Maka

dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan

Sosial

3. Ibu Dra. Berlianti, M.SP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia

membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan dukungan dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

5. Kepala Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Suster Leoni Silaen dan

(5)

Terimakasih banyak atas bantuan, dan arahannya dalam mendapatkan data-data

yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh adik-adik siswa tunanetra Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) yang telah

bersedia membantu dan bekerjasama dengan menjadi responden dalam penelitian

penulis. Semoga adik-adik semua selalu dalam penyertaan Tuhan dan sukses

selalu buat kalian semua ya… Terkhusus buat Grasella Monica Nainggolan,

terimakasih ya dek sudah mengajari kakak bagaimana membaca huruf braille,

meskipun kakak kurang mengerti tapi itu suatu pengalaman berharga bagi kakak.

7. Teristimewa luar biasa kepada kedua orangtuaku, Ayah N.S Hutahaean dan ibu

R.Sibarani yang telah merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta telah

banyak mengorbankan waktu dan materi yang tak terhitung nilainya demi

keberhasilan penulis dalam meraih cita-cita. Semoga harapan, doa dan perjuangan

ayah dan ibu akan terus menjadi motivasi penulis untuk menjadi yang terbaik.

8. Kakak dan adekku, Kak Riana Hutahaean, Kak Herlina Hutahaean yang telah

membantu penulis baik dari materi dan motivasinya yang selalu mendukung

penulis. Adekku Benni Hutahaean sukses buat kuliahmu, dan Adekku Rio Eduart

Hutahaean tetap semangat belajar dek. Semoga cita-cita dan harapan kita tercapai

yaa…

9. Kelompok Abigael (Kak Lenta, Esther Silaban, Grace Hutagalung, Megawati

Sitinjak dan Sartika br. Karo) banyak waktu yang telah kita lalui bersama

sehingga seperti keluarga yang saling berbagi dan melengkapi. Semoga arti dari

nama abigael “wanita cantik dan bijaksana” dapat kita lakukan dalam kehidupan

kita.

10. Sahabat-sahabatku yang satu kos ( Kak Evi, Kak Inest, Kak Priska, Sherli)

(6)

yang paling hobby jalan-jalan smoga cepat siap skripsimu ya na) terimasih buat

kebersamaan, canda tawa dan belajar bersamanya.

11. Senior-senior 09 Ilmu Kesejahteraan Sosial, terimakasih buat dukungan yang

diberikan kepada penulis.

12. Teristimewa buat sahabatku juga dan teman seperjuangan satu stambuk 2010

lainnya di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Halason, Riada, Desi Ginting, Desi

Hutajulu, Hana, Intan, Yuli, Silva, Yohana, Erlince, Prima , Liberson, Feri, Dwi,

Eni, Weni, Foniah, Leo, Ardi, Noven, Helen, Davit, Pera, Jonathan, Sintong,,

Dimas, Umi, Angga, Iin, dan lainnya yang belum saya sebutkan namanay, semoga

kita semua dapat mengejar cita-cita dan terima kasih setulusnya atas

kebersamaannya.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun banyak

membantu dalam memberikan bantuan moril maupun materil bagi terselesainya

skripsi ini, penulis banyak ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan saran yang

sifatnya membangun, untuk itu sangat diharapkan masukannya. Akan tetapi penulis

telah semaksimal mungkin berusaha memberikan yang terbaik, semoga skripisi ini

dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang

membutuhkannya. Semoga Tuhan Yesus Kristus memberi perlindungan, kesehatan

dan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Juni 2014

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.1Perumusan Masalah ... 8

1.1 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektifitas ... 10

2.1.1 Pengertian Efektivitas ... 10

2.1.2 Pengukuran Terhadap Efektivitas ... 13

2.2 Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat ... 14

2.3 Penyang Cacat ... 17

2.3.1 Pengertian Penyandang Cacat ... 17

2.3.2 Jenis-Jenis Penyandang Cacat ... 19

2.4 Tunanetra ... 25

2.4.1 Pengertian Tunanetra ... 25

(8)

2.4.3 Faktor Penyebab Tunanetra ... 30

2.4.4 Dampak Ketunanetraan ... 32

2.5 Pendidikan Anak Tunanetra ... 33

2.6 Pelayanan Sosial ... 36

2.7 Kesejahteraan Sosial ... 39

2.8 Kerangka Pemikiran ... 41

2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 44

2.9.1 Definisi Konsep ... 44

2.9.2 Definisi Operasional ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 48

3.2 Lokasi Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel ... 49

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5 Teknik Analisa Data ... 50

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga ... 52

4.2 Visi, Misi dan Motto Lembaga ... 54

4.3 Struktur Organisai ... 56

4.4 Sumber Dana Lembaga ... 60

4.4 Daftar Guru/ Pegawai Lembaga ... 62

4.5 Sarana dan Prasarana Lembaga ... 63

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar ... 70

(9)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 114

6.2 Saran ... 115

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel

Hal

Tabel 4.1 Daftar Guru/Pegawai SLB/A Karya Murni ... 62

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 71

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 72

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas ... 72

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 73

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 74

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Daerah Asal ... 75

Tabel 5.7 Distibusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akan Lembaga .... 77

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Tujuan Program ... 79

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Tehnik Keterampilan yang Diajarkan ... 80

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Perlengkapan Keterampilan Musik Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Perlengkapan Keterampilan Masege/Pijat ... 82

Tabel 5.12 Distibusi Responden Berdasarkan Perlengkapan Keterampilan Meronce ... 83

Tabel 5.13 Distibusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Teori dan Praktek . 84 Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pemahaman Materi .... 85

(11)

Tabel 5.16 Distribusi Responden Brdasarkan Mejelaskan/mempersentasekan

Pelajaran ... 87

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Keterampilan

Terhadap Perkembangan Zaman ... 88

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Pembelajaran Keteraampilan .. 90

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Pembelajaran Hubungan Interaksi

Sosial dan Kemandirian ... 91

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Materi Keterampilan

... 92

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Mengikuti

Keterampilan ... 93

Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan Suatu

Karya ... 94

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Pembantuan Pelatihan

Keterampilan Untuk Bersosialisasi di Ligkungan Luar Panti Sekolah

... 95

Tabel 5.24 Disrtibusi Responden Berdasarkan Pembantuan Penambahan Aspek

Ekonomis ... 96

Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaan Diri Resonden

dengan Mengikuti Pelatihan Keterampilan ... 97

Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Peningkatan Kreativitas

Sehari-hari Responden ... 98

Tabel 5.27 Distibusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menghasilkan

Sebuah Karya Inovasi ... 99

(12)

Membantu dalam Mendapatkan Pekerjaan ... 101

Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdarkan Kemampuan Menyelesaikan

Pembelajaran dengan Waktu yang Ditentukan ... 102

Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Ketepatan Waktu Pelatihan

Keterampilan ... 103

Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Keberlanjutan Program Pelatihan

Keterampilan ... 104

Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Kesiapan Diri (Kemandirian)

Sebelum dan Sesudah Prgram ... 106

Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Bersosialisasi

(Interaksi Sosial) Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Menerima

Program ... 108

Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaaan Diri (Pada

(13)

DAFTAR BAGAN

BAGAN Judul Bagan Hal

Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 43

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Denti Monica Hutahaean

Nim : 100902029

ABSTRAK

Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tunanetra Di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor

Penyandang cacat perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari keluarga, masyarakat dan pemerintah, karena penyandang cacat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam segala aspek kehidupan. Diantaranya adalah mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosialnya sehingga penyandang cacat mampu bekerja sesuai dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan minat dan pengalamannya. Melalui Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor khusus tunanetra, penyadang cacat tunanetra mendapatkan program pelatihan keterampilan sehingga mencapai kemandirian ditengah kehidupan masyarakat.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif yang mengkaji masalah program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A Karya Murni Medan johor. Sampel penelitian ini adalah siswa tunanetra yang mengikuti pelatihan keterampilan terdiri dari 15 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Indikator yang digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan keterampilan tersebut adalah reaksi, proses belajar, perilaku dan dampak organisasi terhadap responden. Untuk mengetahui tingkat efektivitas program, pengukuran data dilakukan dengan menggunakan skala likert.

Hasil penelitian menyimpulkan, efektivitas pelaksanaan program pelatihan keterampilan bagi penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor yaitu efektif dengan nilai skala likert 3,79. Reaksi responden adalah efektif sebanyak 3,82. Proses belajar responden berjalan efektif sebanyak 3,78. Perubahan perilaku sebanyak 3,71. Dampak program pelatihan keterampilan bagi responden juga efektif sebanyak 3,88. Responden yang mengikuti pelatihan keterampilan kini telah memiliki keterampilan dan lebih percaya diri.

(15)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE Name: Denti Monica Hutahaean

Nim : 100902029

ABSTRACT

The Effectiveness Of Implementation Skills Training Program For Disabilities Visually Impaired At Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan

Johor

Disabled people need to get special attention from family, society and government, because people with disabilities have the same rights and obligations in all aspects of life. Among them are the ability to develop physical, mental and social so that people with disabilities are able to work according to their ability, education and skills in accordance with their interests and experience. Through of Outstanding School /A (SLB /A) Karya Murni Medan Johor special for visually impaired, the disabilities of visually impaired got the skills training program so as to achieve self-sufficience in public life.

This study examines the form of descriptive research problem skills training programs for visually impaired. This study aims to determine the effectiveness of skills training programs for visually impaired at Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor. The sample of this study are the visually impaired students who attend training skills consists of 15 people. Data were collected using a questionnaire and analyzed using descriptive statistics. Indicators used to measure the effectiveness of the skills training program is a reaction, learning, behavior and organizational impact on respondents. To determine the level of effectiveness of the program, the measurement data is done by using a likert scale.

The study concluded, the effectiveness of skills training programs for persons with disabilities visually impaired at the Outstanding School/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor work effectively with a likert scale value 3,79. Reaction respondent is effective as 3,82. The learning process of respondents is effective as 3,78. Behavior change as much as 3,71. The impact of skills training programs for the respondents also effective as 3,88. Respondents who attend the skills training now have the skills and more confidence.

(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang masalah

Di perjalanan kehidupan suatu Bangsa selalu terjadi proses regenerasi yang

pada dasarnya menunjukkan hukum alam yang telah menunjukkan kepastian.

Dengan kata lain ada yang datang, yang berarti generasi tua senantiasa digantikan

oleh generasi muda. Generasi muda inilah yang akan menjadi penerus kehidupan

bangsa. Dengan demikian kedudukan generasi muda sangat penting artinya dalam

kaitannya dengan kesinambungan kehidupan suatu bangsa.

Anak dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya suatu generasi muda. Dimana anak menjadi generasi baru penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya

manusia bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu generasi muda perlu dibina

agar dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar. Setiap anak mempunyai hak

untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Hak anak

untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat anak merupakan hal yang penting

agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal. Dengan kata lain, tidak

mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik bagi anak maupun tidak mungkin

tumbuh kembang anak maksimal jika pendapat anak tidak didengar dan pendapatnya

tidak dihargai dalam pengambilan keputusan bagi dirinya (Save The Children, 2010:

30). Hak-hak anak tersebut dapat terbentuk melalui lingkungannya, keluarga

terutama orang tua.

Secara sosiologis anak terlahir melalui orang tua, tapi dia bukan milik orang

tua. Anak adalah pribadi lain,memiliki pandangan dan pemikiran sendiri, walaupun

dia dilahirkan melalui orang tua (Sunarti, 2004: 123). Manusia tidak semua terlahir

(17)

mengalami kecacatan. Anak yang lahir demikian disebut dengan anak yang

berkebutuhan khusus . Anak yang berkebutuhan khusus harus diberi kesempatan

yang sama, sebab mereka mempunyai bakat dan talenta yang sama dengan anak yang

lainnya (Analisa, 2014; 6)

Anak dengan berkebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari

kelompok anak pada umumnya, oleh karena mereka memerlukan pelayanan yang

bersifat khusus. Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik,

latihan-latihan therapikc, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk

membantu mereka mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.

Dalam rangka mengidentifikasi (menemukan) anak dengan kebutuhan

khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan

organis maupun fungsional anak melalui gejala-gejala yang dapat diamati

sehari-hari. Anggapan akan keberadaan anak berkebutuhan khusus merupakan beban, aib,

bencana dan kutukan, mengakibatkan masih banyak orang tua, keluarga dan

masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga anak berkebutuhan khusus

mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan

dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya, termasuk hak untuk memperoleh

akta kelahiran. Anggapan ini juga mengakibatkan anak berkebutuhan khusus

mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak

tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan

lingkungan sekitarnya. Salah satu bagian dari berkebutuhan khusus adalah tunanetra.

Tunanetra adalah tidak berfungsinya indra penglihatan yaitu mata. Mata

sebagai indara penglihatan dalam tubuh manusia menduduki peringkat utama, sebab

sepanjang waktu selama manusia terjaga mata akan membantu manusia untuk

(18)

penciuman, dan perasa. Begitu besar peran mata sebagai salah satu indra yang sangat

penting, maka dengan terganggunya indra penglihatan seseorang berarti ia akan

kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik

yang ada dilingkungannya ( Efendi 2006: 29).

Kehadiran anak tunanetra tidak mengenal suku bangsa, agama, golongan,

ras, atau status. Mereka hadir tanpa harus memberikan tanda- tanda khusus

bagaimana layaknya fenomena alam lainnya. Menyikapi keadaan tersebut, sebaiknya

tidak perlu mempersoalkan perihal ia hadir dengan keterbatasan fungsi

penglihatannya, tetapi perlu dipikirkan bantuan apa yang dapat diberikan agar

mereka dapat menerima ketunanetraannya.

Menurut Survei Departemen Sosial RI (1978), populasi penyandang

disabilitas adalah 3,11% dari total penduduk Indonesia. Sementara WHO (2004)

memperkirakan, populasi penyandang disabilitas 10% dari total penduduk Indonesia.

Menurut PUSDATIN Kemensos RI (2008), jumlah penyandang disabilitas di 14

provinsi adalah 1.167.111 jiwa, di antaranya 59,8% tidak sekolah atau tidak tamat

SD, dan 74,4% dari mereka tidak bekerja. Data PUSDATIN Kemensos RI (2010)

menunjukkan, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah 1.163.508 jiwa,

dan data ini digunakan dalam Renstra Kemensos RI dan PRJMN 2010- 2015

(http://berkas.dpr.go.id/pengkajian. Diakses tanggal 23 April 2014, pukul 10.00 Wib)

Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah

penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa.

Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih

besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan tetapi, bila mengacu

pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah

(19)

jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total populasi

penduduk. Menurut data terbaru ( Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di

Indonesia tercatat sebagai berikut :

1. Tunanetra : 1.749.981 jiwa

2. Tunarungu/wicara : 602.784 jiwa

3. Tunadaksa : 1.652.741 jiwa

4. Tunagrahita : 777.761 jiwa (http://rehsos.kemsos.go.id, diakses pada

01 Maret 2014. Pukul 9:19)

Jumlah penyandang cacat yang begitu besar tersebut perlu mendapatkan

perhatian yang memadai dari pemerintah agar mereka tidak selamanya terbelunggu

dengan kecacatannya, sehingga menjadi beban keluarganya, masyarakat maupun

pemerintah. Langkah yang dianggap paling efekif adalah dengan memberikan

pendidikan dan pelatihan keterampilan yang memadai bagi mereka, sehingga mereka

dapat melayani dirinya sendiri dan tidak tergantung pada orang lain, baik secara

ekonomi maupun social. Mereka juga perlu mendapatkan pembinaan yang lebih baik

dari pemerintah, masyarakat maupun keluarga untuk meningkatkan kepercayaan diri

dan kreatifitasnya.

Pada hakekatnya keadaan cacat yang dimiliki oleh seseorang hanya sekedar

kelainan belaka. Sebenarnya mereka juga mempunyai kemempuan untuk

mepertahankan diri. Hanya saja yang mereka perlukan untuk itu adalah adanya suatu

pembinaan dan pelayanan yang intensif, dalam arti lebih tinggi intensitasnya dari

orang yang normal, sehinggga mereka mempunyai suatu bekal untuk hidup secara

mandiri, tanpa perlu lagi bergantung sama orang lain. Disamping itu juga supaya

(20)

Hal ini sesuai dengan apa yang di tulis dalam Undang- Undang Dasar 1945

Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak mengembangkan diri melalui

pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh

manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan

kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” (Marsono, 2003: 89).

Pada tahun 2008, Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan

bahwa Jumlah tunanetra di Indonesia mencapai 3,5 Juta orang atau 1,5% dari

populasi penduduk. Banyaknya jumlah tunanetra di Indonesia tidak menjadikan

negara ini menjadi pasrah dan membiarkan para penyandang tunanetra tersebut hidup

dengan tidak mengecap pendidikan dan keterampilan.

Keterbatasan (kecacatan) tersebut sesungguhnya merupakan pribadi yang

utuh seperti individu pada umumnya, mereka memiliki potensi, bakat, minat dan

cita-cita untuk berkembang. Mereka memiliki kemampuan dalam melakukan

berbagai aktivitas dan pekerjaan sesuai denga potensinya masing-masing. Kondisi ini

sudah dibuktikan dalam bidang olah raga misalnya, kaum disabillitas dapat

mengharumkan nama baik Indonesia di kancah Internasional. Tahun 2011 Indonesia

sukses meraih medali 15 emas, 13 perak dan 11 perunggu dalam ajang olimpiade

Tunagrahita (disabilitas intelektual) yang digelar di Athena, Yunani. Dalam bidang

seni, saudara Alam dan istrinya sebagai penyandanag tunanetra sangat piawai dalam

bermain musik, sehingga mampu mengantarkannya keliling dunia. Begitu pula

banyak prestasi dan reputasi lain yang diraih penyandang cacat disabilitas dalam

berbagai bidang.

Pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang terpenting bagi tunanetra.

Hal ini didapat mereka dari lembaga- lembaga sosial seperti panti asuhan, sekolah

(21)

mengembangkan potensi dalam diri mereka sehingga tunetra tetap eksis ditengah-

tengah masyarakat. Setelah selesai mendapatkan pendidiakan, mereka tidak memiliki

pekerjaan formal yang sesuai dengan kemampuan tunanetra. Sesuai dengan Undang-

Undang RI No.43 pasal 30 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat yang mengatur

peluang kerja bagi tunanetra atau cacat fisik lainnya, pengusaha wajib memberikan

kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang memenuhi

persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai

dengan jenis dan derajat kecacatannya.

Penanganan penyandang disabilitas saat ini masih terkesan diskriminatif,

misalnya dalam mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan dan layanan umum

lainnya. Dalam lingkungan keluarga masih, ada keluarga yang menganggap anak

disabilitas sebagai aib atau kutukan, sehingga anak tersebut disembunyikan dan

kehilangan haknya terhadap kelangsungan hidup dan tumbuh kembang secara wajar.

Penanganan disabilitas juga cenderung belas kasihan (charity). Penaganan disabilitas

seharusnya menggunakan pendekatan human right, dimana hak-hak dan potensi

mereka sebagai individu mendapat tempat yang sama dengan yang lainnya.

Penyandang disabilitas merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya

harus ditingkatkan agar dapat berperan sebagai subjek pembangunan ( Oos, 2013 :

140).

Keterampilan sangat dibutuhkan oleh setiap individu terutama pada saat ini.

Keterampilan bagi sebagian orang adalah suatu kelebihan yang harus dimiliki karena

dalam segala aspek kita sebagai individu dituntut untuk terampil menyikapi segala

hal. Berbeda dengan anak dengan kecacatan tunanetra, ada kecenderungan

penyesuaian dirinya terhadap lingkungan menjadi terhambat sehingga kurang

(22)

keterampilan bagi anak tunanetra untuk memudahkan mereka dalam pemenuhan

kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga diharapkan dengan adanya

keterampilan tersebut, mereka bisa hidup mandiri. Keterbatasan anak tunanetra

menjadikan pemberian atau pengajaran akan skill atau keterampilan sedikit berbeda

dengan anak yang normal. Perlu adanya metode atau cara-cara yang khusus yang

dilakukan pengajar. Oleh sebab itu, perlu dibentuk sebuah lembaga atau yayasan

yang dapat memberikan anak berkebutuhan khusus seperti anak tunanetra sebuah

pelatihan akan keterampilan.

Di indonesia secara umum banyak terdapat lembaga sosial maupun

organisasi sosial baik non pemerintah maupun yang pemerintah, namun dalam

operasionalnya tidak sesuai dengan tujuan yang hendak diharapkan. Hal ini

dikarenakan banyak lembaga sosial maupun organisasi sosial yang masih bersifat

penerimaan saja dan memiliki sarana dan prasarana yang minim dan kurang

memiliki pengembangan untuk kedepannya. Karya Murni merupakan salah satu

bentuk yayasan yang memberikan perhatian khusus kepada anak penyandang

tunanetra. Karya Murni mempunyai Panti Asuhan dan Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A), yang dikhususkan bagi penyandang tunanetra. Anak tunanetra tinggal di

Panti Asuhan ini dan mempunyai asrama dan melakukan kegiatan pendidikan

maupun keterampilan di SLB/A Karya Murni.

Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni Medan Johor merupakan

suatu lembaga pendidikan yang memberikan pertolongan dalam memenuhi

kebutuhan anak tunanetra, seperti pendidikan, kesehatan, pembinaan mental/

kerohananian dan keterampilan dalam meningkatkan potensi tunanetra dan

menciptakan tunanetra yang mandiri. Melalui SLB/A tunanetra ini diharapkan

(23)

rasa percaya diri penderita tunanetra sehingga dapat berswadaya dan eksis dalam

masyarakat. Diharapkan juga kepada tunanetra dapat berinteraksi dengan masyarakat

luas dan dapat mengaktualisasikan diri dengan potensi yang mereka miliki.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana efektivitas pelaksanaan

program keterampilan terhadap penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A) Karya Murni Medan Johor”?.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui sejauh mana program keterampilan di Sekolah Luar Biasa/A

(SLB/A) Karya Murni Medan Johor.

2. Untuk mengetahui efektivitas Pelaksanaan program keterampilan terhadap

penyandang cacat tunanetra di Sekolah Luar Biasa/A (SLB/A) Karya Murni

Medan Johor.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan pemahaman mengenai

keterampilan yang dilakukan oleh anak tunanetra untuk mencapai

(24)

b. Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah

referensi dan bahan kajian bagi para peneliti atau bagi mahasiswa yang

tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan masalah ini.

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah,

Tujuan dan Manfaat Penelitian serta SistematikaPenulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,

kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri dari tipe

penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik

pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian sejarah geografis dan gambaran umum

tentang lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian dan analisanya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Pada kamus besar Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai sesuatu

yang ada efeknya (akibatnya,pengaruhnya) dapat diartikan dapat membawa hasil,

berhasil guna serta dapat pula berarti mulai berlaku. Selanjutnya Bahasa Inggris, kata

efektif yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan itu berhasil

dengan baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran

yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi.

Organisasi biasanya berada dalam lingkungan yang bergejolak dengan

sumber data yang terbatas. Lingkungan yang berubah-ubah sesuai dengan

perkembangan zaman, perubahan tersebut akan mempengaruhi efektivitas organisasi.

Dalam lingkungan demikian organisasi harus tanggap dan pandai mengantisipasi

perubahan agar organisasi tetap dapat mempertahankan keberadaannya dan dapat

berfungsi maka organisasi itu harus efektif (Thoha, 2007:98).

Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Dalam artian

efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur

dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian teoritis dan

praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan

efektivitas. Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh para ahli berbeda-beda

tentang pengertian dan konsep efektivitas dipengaruhi oleh latar belakang dari

keahlian yang berbeda pula.

Hidayat menyatakan efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan

(26)

persentase target yang dicapai, maka semakin tinggi efektivitasnya. Gibson juga

berpendapat efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati atas usaha

bersama (Ibnu, 2009).

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan

unsur-unsur efektifitas yaitu sebagai berikut:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan

atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau

tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat

bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, sesuatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan efektifitas

adalah tercapainya tujuan yang telah di tetapkan. Adanya ketentuan waktu dalam

memberikan pelayanan serta adanya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

terhadap pelayanan yang diberikan padanya.

Dilihat dari perspektif efektivitas organisasi, Gaertner dan Ramnarayan

mengatakan, efektifitas dalam suatu organisasi bukan suatu benda, atau suatu tujuan,

atau suatu karakteristik dari output atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu

pernyataan dari relasi-relasi di dalam dan di antara jumlah yang relevan dari

organisasi tersebut. Suatu organisasi yang efektif adalah yang dapat membuat

laporan tentang dirinya dan aktivitas-aktivitasnya menurut cara-cara dalam mana

jumlah-jumlah tersebut dapat diterima. Pandangan efektivitas sebagai suatu proses

(27)

Gerakan produktivitas tidak begitu disebabkan oleh dorongan ekonomi. Menjadi

produktif adalah menjadi tanggap secara politik. (Gomes,2003:163).

Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama adalah

pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal,

tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin

dicapai oleh serangkaian proses. Diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu

konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan

bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasiaktivasi yang

telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pada beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas merupakan

pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari

serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan

lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas

dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut

adalah benar atau efektif.

Dalam pengukuran efektifitas terdapat kompetensi pengelolaan

pembelajaran yaitu kemampuan agen pemberdayaan dalam memciptakan proses

belajar kepada masyarakat dalam mengubah perilakunya yaitu meningkatkan

kemampuan, kualitas hidup, dan kesejahteraannya. Melalui belajar masyarakat

diharapkan mampu menguasai dan menerapkan inovasi yang lebih menguntungkan

bagi diri dan keluarganya.

Ada juga kompetisi pengelolaan pelatihan, dalam organisasi kegiatan

(28)

Begitupula dalam kehidupan dimasyarakat seperti petani atau nelayan, kegiatan

pelatihan dan kursus lainnya, atau istilah sejenis lainnya merupakan aspek penting

guna meningkatkan kemampuan mereka menuju peningkatan kualitas hidupnya.

Dalam pelaksanaan pelatihan seringkali dihadapkan dalam permasalahan.

Menurut Rothell (1994 ) ada empat permasalahan dalam pendekatan pelatihan yaitu:

1) kegiatan pelatihan seringkali tidak fokus terutama berkaitan dengan materi yang

diberikan, 2) lemahnya dukungan manajemen, 3)pelatihan kadang tidak

direncanakan dan diselenggarakan secara sistematis, 4) dan materi pelatihan tidak

sesuai dengan kebutuhan ( Oos, 2013: 68- 70).

2.1.2 Pengukuran Terhadap Efektifitas

Pencapaian hasil (efektivitas) yang dilakukan oleh suatu organisasi menurut

Jones (1994) terdiri dari tiga tahap, yakni input, conversion, dan output atau

masukan, perubahan dan hasil. Input meliputi semua sumber daya yang dimiliki,

informasi dan pengetahuan, bahan-bahan mentah serta modal. Pada tahap input,

tingkat efisiensi sumber daya yang dimiliki sangat menentukan kemampuan yang

dimiliki. Tahap conversion ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk

memanfaatkan sumber daya yang dimiliki, manajemen dan penggunaan teknologi

agar dapat menghasilkan nilai. Tahap ini, tingkat keahlian SDM dan daya tanggap

organisasi terhadap perubahan lingkungan sangat menentukan tingkat

produktifitasnya. Sedangkan dalam tahap output, pelayanan yang diberikan

merupakan hasil dari penggunaan teknologi dan keahlian SDM

(http//pengukuran+efektivitas, diakses pada tanggal 13 maret 2014. Pukul 16.00)

Organisasi yang dapat memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara

efisien dapat meningkatkan kemampuannya untuk meningkatkan pelayanan dengan

(29)

tanggal 13 Maret 2014 pukul 16:30). Gomes (2003:209) memberi tipe-tipe kriteria

efektivitas program pelatihan. Suatu program pelatihan bisa dievaluasi berdasarkan:

(1) reactions, (2) learning, (3) behaviors, (4) organizational results. Melalui

reactions (reaksi) dapat diketahui opini dari para peserta mengenai program

pelatihan yang diberikan. Proses learning memberikan informasi yang ingin

diperoleh melalui penguasaan konsep-konsep, pengetahuan, dan

keterampilan-keterampilan yang diberikan selama pelatihan. Perilaku (behaviors) dari peserta

pelatihan, sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dibandingkan guna mengetahui

tingkat pengaruh pelatihan terhadap peserta pelatihan. Dampak pelatihan

(organizational results) untuk menguji dampak pelatihan terhadap peserta pelatihan

secara keseluruhan dan ketepatan waktu dalam pelaksanaan pelatihan, kualitas dan

kepuasaan dalam pelatihan keterampilan.

2.2 Program Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat

Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada

suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu

pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Supaya efektif, pelatihan

biasanya harus mencakup pengalaman belajar (learning experience), aktivitas yang

terencana (be a planned organizational activity), dan didesain sebagai jawaban atas

kebutuhan-kebutuhan yang berhasil diidentifikasikan. Secara ideal, pelatihan harus

didesain untuk mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, yang pada waktu yang

bersamaan juga mewujudkan tujuan-tujuan dari para pekerja secara perorangan

(Gomes,2003:197).

Pelatihan sering dianggap sebagai aktivitas yang paling dapat dilihat dan

(30)

melalui pelatihan para peserta, dalam hal ini penyandang cacat, akan menjadi lebih

terampil, dan karenanya lebih produktif. Pelatihan lebih sebagai sarana yang

ditujukan pada upaya untuk lebih memberdayakan seseorang yang kurang berdaya

dari sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan kurangnya

pendidikan, pengalaman yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri dari

penyandang cacat. Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat

syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan

jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya

motorik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan

kesadaran yang tinggi. Dengan demikian, siswa yang melakukan gerakan motorik

dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak

terampil. Sedangkan Reber (dalam Syah,2005:121) mengatakan, keterampilan adalah

kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi

secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.

Belajar keterampilan adalah belajar menggunakan gerakan-gerakan motorik

yakni yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot/neuromuscular. Tujuannya

adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmani tertentu. Dalam jenis ini

latihan-latihan intensif dan teratur amat diperlukan. Supaya efektif, pelatihan harus

merupakan solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan

tersebut harus dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. (Syah,

2005:126) Keterampilan bergerak dari yang sangat sederhana ke yang sangat

kompleks. Keterampilan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu psikomotor dan

intelektual. Keterampilan psikomotor antara lain adalah menggergaji, mengecat

tembok, menari, mengetik. Sedangkan keterampilan intelektual ialah memecahkan

(31)

sebenarnya hampir semua keterampilan terdiri atas kedua unsur tersebut. Hanya saja

ada keterampilan yang lebih menonjol unsur psikomotornya sedangkan keterampilan

yang lain lebih menonjol unsur intelektualnya.

Keterampilan merupakan mata pelajaran yang memberikan kesempatan

kepada anak asuh untuk terlibat dalam berbagai pengalaman apresiasi maupun

pengalaman berkreasi untuk menghasilkan suatu produk berupa benda nyata yang

bermanfaat langsung bagi kehidupan mereka. Anak asuh melakukan interaksi dengan

benda-benda produk kerajian dan teknologi yang ada di lingkungannya saat pelatihan

keterampilan, kemudian berkreasi menciptakan berbagai produk kerajinan maupun

produk teknologi, sehingga diperoleh pengalaman konseptual, pengalaman apresiatif

dan pengalaman kreatif. Pembelajaran keterampilan dirancang sebagai proses

komunikasi belajar untuk mengubah perilaku anak asuh cekat, cepat dan tepat

melalui pembelajaran kerajinan, teknologi rekayasa dan teknologi pengolahan

(Sudjana, 1996:17 ).

Perilaku terampil ini dibutuhkan dalam keterampilan hidup manusia di

masyarakat. Melihat uraian tersebut, secara substansi bidang keterampilan

mengandung kinerja kerajinan dan teknologis. Istilah kerajinan berangkat dari

kecakapan melaksanakan, mengolah dan menciptakan dengan dasar kinerja

keterampilan psimotorik. Maka, keterampilan kerajinan berisi kerajinan tangan

membuat benda pakai atau fungsional. Keterampilan teknologi terdiri dari teknologi

rekayasa dan teknologi pengolahan.

Metode pelatihan merupakan bentuk yang dipilih dalam pelatihan-pelatihan

yang menyediakan langsung keterampilan untuk para peserta. Adapun prinsip umum

bagi metode pelatihan harus memenuhi sebagai berikut:

(32)

2. memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari,

3. harus konsisten dengan isi (misalnya, dengan menggunakan pendekatan

interaktif untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan interpersonal),

4. memungkinkan partisipasi aktif,

5. memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan,

6. memberikan feedback mengenai performansi selama pelatihan,

7. mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan, dan

8. harus efektif dari segi biaya (Gomes, 2003:208).

Sehingga metode pelatihan tidak terlepas dari pelatihan-pelatihan yang

menyediakan langsung keterampilan untuk peserta. Menjadikan peserta

perilaku-perilaku yang terampil untuk kemandirian diri sendiri dalam kehidupan sehari-hari

dan dalam hidup bermasyarakat.

2.3 Penyandang Cacat

2.3.1 Pengertian Penyandang Cacat

Istilah “Disabilitas” mungkin kurang akrab di sebagian masyarakat

Indonesia berbeda dengan “Penyandang Cacat”, istilah ini banyak yang mengetahui

atau sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah Disabilitas merupakan kata

bahasa Indonesia berasal dari serapan kata bahasa Inggris disability (jamak:

disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Namun, dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kata “Disabilitas” belum tercantum. Disabilitas adalah istilah baru

pengganti Penyandang Cacat. Penyandang cacat dapat diartikan individu yang

mempunyai keterbatasan fisik atau mental/intelektual ( 

(33)

Dalam UU RI No. 4 tahun 1977 disebutkan tentang “Penyandang cacat

adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat

mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan

secara selayaknya, yang terdiri dari:

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa setiap

penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan

dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam

aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas.

Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah

meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga,

rekreasi dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan

kemampuannya.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang

penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak

memperoleh :

1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan

2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,

pendidikan dan kemampuannya.

3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati

hasil-hasilnya.

4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian.

(34)

6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan

sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan

masyarakat.

2.3.2 Jenis-Jenis Penyandang Cacat A. Cacat Tubuh/Kelainan Fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh

tertentu. Akibat kelainan tersebut timbu suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya

tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik

terjadi pada:

a. Alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra pendengaran (tunarungu),kelainan

pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organbicara

(tunawicara).

b. Alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis), kelainan

pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral

palsy), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misal

lahir tanpa tangan/kaki. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal

dalam kelompok tunadaksa.

Penyandang cacat tubuh secara umum memiliki kecenderungan dan

karakteristik sosial psikologis sebagai berikut:

a. Rasa ingin disayang yang berlebihan dan mengarah over protection

b. Rasa rendah diri

c. Kurang percaya diri

d. Mengisolir diri

e. Kehidupan emosional yang labil

(35)

g. Ada perasaan tidak aman

h. Cepat menyerah

i. Kekanak-kanakan (Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial Bagi

Penyandang Cacat dalam Panti)

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik penyandang cacat tubuh, meliputi:

a. Faktor bawaan

b. Penyakit

c. Waktu terjadinya kecacatan

d. Perlakuan lingkungan/masyarakat setempat

e. Perlakuan anggota keluarga

f. Iklim dan keadaan alam

g. Ekologi dan tradisi setempat (Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial

Bagi Penyandang Cacat dalam Panti)

Adapun permasalahan kecacatan yang dialami penyandang cacat dibagi menjadi

masalah internal dan masalah eksternal, yaitu:

a. Masalah Internal

1) Kondisi jasmani

Kecacatan yang disandang seseorang dapat mengakibatkan gangguan

kemampuan fisik untuk melakukan sesuatu perbuatan atau gerakan tertentu yang

berhubungan dengan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily living).

2) Kondisi kejiwaan

Kecacatan yang disandang dapat mengganggu kejiwaan/mental seseorang,

sehingga seseorang menjadi rendah diri atau sebaliknya, menghargai dirinya terlalu

(36)

mengambil keputusan dan sebagainya. Keadaan seperti ini sangat merugikan,

khususnya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia yang ditandai oleh:

a) Ketidakmampuan hubungan antar perseorangan (interpersonal

relationship)

b) Ketidakmampuan didalam mengambil peranan di dalam kegiatan

sosial/kelompok (partisipasi sosial)

c) Ketidakserasian hubungan antar manusia di masyarakat (human relation)

d) Ketidakmampuan di dalam mengambil peranan didalam kegiatan

sosial/kelompok.

3) Masalah pendidikan

Karena kecacatan fisiknya, hal ini sering menimbulkan kesulitan khususnya

pada anak usia sekolah. Mereka memerlukan perhatian khusus baik dari orang tua

maupun guru di sekolah. Sebagian besar kesulitan ini juga menyangkut transportasi

antara tempat tinggal ke sekolah, kesulitan mempergunakan alat-alat sekolah,

maupun fasilitas umum lainnya.

4) Masalah ekonomi

Kecacatan pada seseorang dapat menyebabkan hambatan dalam mobilitas

fisik. Hal ini semakin sukar tatkala dunia kerja belum menyediakan lapangan

pekerjaan sebagaimana mestinya untuk orang cacat. Hambatan dan rendahnya

apresiasi dunia kerja ini dapat menimbulkan masalah pada penyandang cacat dalam

memperoleh pekerjaan yang pada gilirannya berpengaruh pada kondisi sosial

ekonomi mereka.

b. Masalah Eksternal

(37)

Beberapa keluarga yang mempunyai anak yang menyandang kecacatan tubuh

merasa malu, yang mengakibatkan penyandang cacat tersebut tidak dimasukkan

sekolah, tidak boleh bergaul dan bermain dengan teman sebaya, kurang mendapatkan

kasih sayang seperti yang diharapkan oleh anak-anak pada umumnya, sehingga tidak

dapat berkembang kemampuan dan kepribadiannya. Pada akhirnya, penyandang

cacat tubuh tersebut akan tetap menjadi beban bagi keluarganya.

2) Masalah masyarakat

Masyarakat yang memiliki warga yang menyandang kecacatan tubuh akan

turut terganggu kehidupannya, selama penyandang cacat tersebut belum dapat berdiri

sendiri dan masih selalu menggantungkan dirinya pada orang lain. Dipandang dari

segi ekonomi, sejak seseorang terutama yang telah dewasa menjadi cacat tubuh,

masyarkat mengalami kerugian ganda, yaitu kehilangan anggota yang produktif dan

bertambah anggota yang non produktif, ini berarti menambah berat beban bagi

masyarakat. Perlu usahausaha rehabilitasi yang dapat merubah penyandang cacat

tubuh dari kondisi non produktif menjadi produktif. Disamping itu masih ada sikap

dan anggapan sebagian masyarakat yang kurang menguntungkan bagi penyandang

cacat tubuh, antara lain:

a) Masih adanya sikap ragu-ragu terhadap kemampuan penyandang cacat

tubuh, mengakibatkan kesulitan memperoleh pekerjaan.

b) Masih adanya sikap masa bodoh di sebagian lapisan masyarakat terhadap

permasalahan penyandang cacat tubuh.

c) Belum meluasnya partisipasi masyarakat di dalam menangani permasalahan

penyandang cacat tubuh

d) Masih lemahnya sebagian organisasi sosial yang bergerak dibidang

(38)

e) Pengguna jasa tenaga kerja penyandang cacat tubuh umumnya belum

menyediakan kemudahan/sarana bantu yang diperlukan bagi tenaga kerja

penyandang cacat tubuh.

f) Program pelayanan rehabilitasi medis, sosial dan vokasional yang

dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat belum menjangkau seluruh

populasi penyandang cacat tubuh.

3) Pelayanan umum

Sarana umum seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, tempat rekreasi,

perhotlan, kantor pos, terminal, telepon umum, bank, dan tempat lainnya belum

seluruhnya memiliki aksesibilitas bagi penyandang cacat tubuh.

B. Cacat Mental

Anak berkelainan mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan

berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan mental ini

dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih (supernormal)

dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal). Kelainan mental dalam arti lebih

atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: (a) anak mampu

belajar dengan cepat (rapid learner), (b) anak berbakat (gifted), dan (c) anak genius

(extremely gifted). Karakteristik anak yang termasuk dalam kategori mampu belajar

dengan cepat jika hasil kecerdasan menunjukkan bahwa indeks kecerdasannya yang

bersangkutan berada pada rentang 110-120, anak berbakat jika indeks kecerdasannya

berada pada rentang 120-140, dan anak sangat berbakat atau genius jika indeks

kecerdasannya berada pada rentang di atas 140.

Secara umum Tirtonegoro (dalam Efendi, 2006:8-9) membagi karakteristik

anak dengan kemampuan mental lebih, di samping memiliki potensi kecerdasan yang

(39)

antara lain (1) kemampuan intelektual umum, (2) kemampuan akademik khusus, (3)

kemampuan berpikir kreatif produktif, (4) kemampuan dalam salah satu bidang

kesenian, (5) kemampuan psikomotorik, dan (6) kemampuan psikososial dan

kepemimpinan. Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita,

yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian

rendahnya (dibawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya

memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan

program pendidikan dan bimbingannya. Kondisi ketunagrahitaan dalam praktik

kehidupan sehari-hari di kalangan awam seringkali disalahpersepsikan, terutama bagi

keluarga yang mempunyai anak tunagrahita, yakni berharap dengan memasukkan

anak tunagrahita ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang

sebagaimana anak normal lainnya.

Harapan semacam ini wajar saja karena mereka tidak mengetahui

karakteristik anak tunagrahita. Kirk menyatakan kondisi tunagrahita tidak dapat

disamakan dengan penyakit, tetapi keadaan tunagrahita suatu kondisi sebagaimana

yang ada, “Mental retarded is not disease but a condition” (dalam Efendi,2006:9).

Atas dasar itulah tunagrahita dalam gradasi manapun tidak bisa disembuhkan atau

diobati dengan obat apapun.

C. Kelainan Perilaku Sosial

Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami

kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial dan

lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku sosial

ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran

hukum/norma maupun kesopanan. Mackie (dalam Efendi,2006:10) mengemukakan,

(40)

mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di

rumah, di sekolah dan di masyarakat lingkungannya. Hal yang penting dari itu adalah

akibat tindakan atau perbuatan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri maupun

orang lain. Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami kelainan

perilaku sosial di antaranya anak psychotic dan neurotic, anak dengan gangguan

emosi dan anak nakal (delinquent). Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan

perilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi:

a) tunalaras

emosi, yaitu penyimpangan perilaku sosial yang ekstrem sebagai bentuk

gangguan emosi,

b) tunalaras sosial, yaitu penyimpangan perilaku sosial sebagai bentuk kelainan

dalam penyesuaian sosial karena bersifat fungsional.

2.4 Tunanetra

2.4.1 Pengertian Tunanetra

Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan

lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tuna netra tidak saja mereka yang

buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan

kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam

belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah

melihat”, “Low Vision”, atu rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra.

Dari uraian di tersebut, pengertian anak tunanetra adalah individu yang

indra penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerimaan

informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak- anak dengan

(41)

1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas

2. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu

3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

4. Posisis mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak

5. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan

Dari kondisi-kondisi diatas, pada umumnya yang digunakan sebagai

patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada

tingkat ketajaman penglihatannya. (Somantri, 2006:65). Untuk mengetahui

ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu

ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya

(visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca

huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi

dua macam, yaitu :

1. Buta

Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya

dari luar (visusnya = 0)

2. Low Vision

Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline

(42)

2.4.2 Klasifikasi Tunanetra

Klasifikasi ketunanetraan secara garis besar yaitu dibagi menjadi 4 antara

lain:

1. Terjadinya kecacatan, yakni sejak kapan anak menderita tunanetra yang dapat

digolongkan sebagai berikut :

a) Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang sama sekali

tidak memiliki pengalaman melihat.

b) Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yaitu mereka yang sudah

memiliki kesan-kesan serta penglihatan visual, tetapi belum kuat dan mudah

terlupakan .

c) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja, kesan kesan

pengalaman visual meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses

perkembangan pribadi.

d) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yaitu mereka yang dengan segala

kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e) Penderita tunanetra dalam usia lanjut, yaitu mereka yang sebagian besar sudah

sulit mengalami latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Pembagian berdasarkan kemampuan daya lihat yaitu :

Ukuran ketajaman pengelihatan : Normal: Jarak pengelihatan 200 feet/kaki

tes atau 60 meter Terbatas pengelihatan : 20 feet/kaki atau 6 meter. Ukuran

ketajaman pengelihatan dengan menggunakan kartu Snellen: 1. kartu bentuk E yang

paling sering digunakan 2. kartu abjad : 3. kartu gambar-gambar bisa kurang efektif

karena tidak semua gambar benda dikenal oleh anak- anak. Untuk pembagian anak

(43)

a) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m- 6/60m atau 20/70

feet-20/200 feet, yang disebut kurang lihat (low vision). (20/70 feet artinya jika

anak normal mampu melihat hingga jangkauan 70 feet tapi anak tunanetra

kategori di atas hanya dapat melihat pd jarak 20 feet).

b) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau 20/200 feet atau

kurang, yang disebut buta (blind).

c) Tunanetra yang memiliki visus 0, atau yang disebut buta total (tolally blind).( 

http://www.slideshare.karakteristik-dan-pendidikan-anak-tuna-netra, diakses

pada tanggal 02 Juni 2014, pukul 17.00 Wib)

Secara umum Cruickshank (dalam Efendi, 2006:44) membagi karakteristik

kecerdasan anak tunanetra terhadap struktur kecakapan anak tunanetra yang dapat

digunakan sebagai dasar untuk mengkomplarasikan dengan anak normal yaitu:

a. Anak tunetra mengalami kenyataan nyata yang sama dengan anak normal, dari

pengalaman tersebut kemudian di integrasikan kedalam pengertiaannya sendiri.

b. Anak tunanetra cenderung menggunakan pendekatan konseptual yang abstrak

menuju ke konkrit, kemudian menuju fungsional serta terhadap konsekuensinya,

sedangkan pada anak normal yang terjadi sebaliknya.

c. Anak tunanetra perbendaharaan kata- katanya terbatasa pada definisi kata.

d. Anak tunanetra tidak dapat mebandingkan, tetutama dalam hal kecakapan

numerik.

Penegasan tentang tingkat kecerdasan anak tunanetra lebih rendah dari anak

normal ( awas) pada umumnya ( Tilman, dalam Efendi 2006) anak tunanetra

mengalami hambatan persepsi, berpikir secara konferensif dan mencari rangkaian

sebab akibat. Bahkan jika dikonfirmasikan dengan fase perkembangan kognitif

(44)

kurang lebih 4 tahun, dan fase intuitif terhambat 2 tahun. Meskipun dalam proses

berpikirnya tidak berbeda dengan anak normal.

3. Berdasarkan pemeriksaan klinis

1. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau

memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

2. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai

dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

1. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di

belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk

membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata

koreksi dengan lensa negatif.

2. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh

di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk

membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata

koreksi dengan lensa positif.

3. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan

karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola

mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak

terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita

astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris

(45)

2.4.3 Faktor Penyebab Tunanetra 1. Pre-natal

Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat

hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam

kandungan, antara lain:

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan

bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.

Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit

pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit

menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar

melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit

saja penglihatan pusat yang tertinggal.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat

disebabkan oleh:

1. Gangguan waktu ibu hamil.

2. Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama

pertumbuhan janin dalam kandungan.

3. Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar

air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem

susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.

4. Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor

dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada

(46)

5. Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga

hilangnya fungsi penglihatan.

2. Post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi

sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan

alat-alat atau benda keras.

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil

gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit

dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata

menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.

4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata,

sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena

diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi

oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan.

6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah

tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi

masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

better facilities can increase the level of satisfaction and the number of visitors in Taman Wisata.

Setelah nuansa Persia dimainkan oleh alat musik yang berasal dari Sunda, dalam birama 104/3 posisi melodi utama bergeser dan dimainkan oleh perwakilan dari

Pendistribusian barang yang tepat waktunya akan sangat memuaskan pelanggan dengan meningkatnya pendistribusian maka waktu yang diperlukan akan semakin

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Satlantas Kota Salatiga sudah melakukan beberapa program seperti police goes to school, police goes to campus dan penyuluhan ke

Pada hasil analisis Rumah Susun Transit Ujung Berung terdapat ruang untuk umum yang merupakan bagian bersama sehingga memenuhi standar pelayanan minimal sarana

Skripsi Pengaruh Variabel ROI, DER,PER, CR Dan WCTO Terhadap Return... ADLN Perpustakaan

Karya media Armada Bunyi mengunakan penyajian gambar dengan banyak potongan dikarenakan ingin memberikan kesan bahwa peristiwa mengenai musik pada kereta kelinci

Strategi pembelajaran individual dilakukan peserta didik secara mandiri. Kecepatan, kelambatan, dan keberhasilan siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu