• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penggunaan Lahan Dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penggunaan Lahan Dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

FIKRIL FAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Fikril Fahmi

(4)

RINGKASAN

FIKRIL FAHMI. Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan AKHMAD FAUZI.

Kota Baubau merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara yang berkembang cukup pesat. Selain letaknya yang strategis yang menghubungkan wilayah Indonesia Barat dengan wilayah Indonesia Timur melalui perhubungan laut, Kota Baubau direncanakan sebagai Ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara Kepulauan. Permasalahan yang dihadapi dalam proses pembangunan di Kota Baubau sebagaimana yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia adalah keterbatasan lahan. Keterbatasan lahan dan pertumbuhan yang cukup cepat telah memacu perubahan penggunaan lahan yang tidak jarang terjadi ketidaksesuaian / inkonsistensi terhadap Rencana Pola Ruang dalam RTRW. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan, mengetahui sejauhmana kesesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang, dan mengetahui faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian penggunaan lahan tersebut atas Rencana Pola Ruang yang disusun serta memberikan arahan dalam proses pemanfaatan penggunaan lahan.

Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan pendekatan spasial, penyusunan Neraca Sumber Daya Lahan, kemudian dilakukan evaluasi pemanfaatan ruang wilayah kota untuk menilai seberapa besar tingkat kesesuaian pemanfaatan penggunaan lahan berdasarkan Rencana Pola Ruang yang telah disusun. Kemudian untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang dilakukan analisis faktor dengan metode analisis komponen utama (Principal Component Analysis) dan regresi berganda.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tutupan / penggunaan lahan didominasi oleh lahan berhutan yang luasannya mencapai 53,98%, namun sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 kawasan hutan telah berkurang18,20% dari luasan mula. Berkurangnya luasan hutan disertai dengan peningkatan penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering dengan peningkatan luasan mencapai 56,63%. Terkait dengan kesesuaian pemanfaatan penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang, ditemukan bentuk-bentuk penyimpangan / inkonsistensi yaitu, penyimpangan dalam Rencana Pola Ruang dan penyimpangan dalam pemanfaatan penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang. Berdasarkan hasil evaluasi tingkat penyimpangan pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau berada pada kategori rendah. Adapun faktor yang mempengaruhi inkonsistensi / ketidaksesuaian / penyimpangan penggunaan lahan terhadap Rencana Pola Ruang adalah aksesibilitas, ketersediaan lahan pangan, penambahan sarana dan prasarana dasar wilayah. Arahan dalam pemanfataan penggunaan lahan adalah melakukan peninjauan kembali dan revisi Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau serta melakukan peningkatan pengawasan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau.

(5)

SUMMARY

FIKRIL FAHMI. Evaluation of Land Use and Control Direction of Spatial

Usage in Baubau City, Southeast Sulawesi Province. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and AKHMAD FAUZI.

Baubau city is one of the area in Southeast Sulawesi Province which is growing quite rapidly. In addition to its strategis location that connecting the western of Indonesia with the eastern of Indonesia via sea transportation, and Baubau City planned as the capital of the Province of Southeast Sulawesi Islands. Problems encountered in the process of development in the Baubau city as occurred in almost all part of Indonesia is the limited of land. Limited land and quite rapidly growth has spurred changes in land use which not infrequently discrepancy or inconsistency of the land use spatial pattern plan. The objective of this study were to determine the pattern of land use change, to identify the suitability of land use pattern spatial plan, to know the factor that cause the mismatch between land use and spatial pattern plan, and to provide guidance on the use of land process.

To achieve the purpose, this study used several methods of analysis such as spatial analysis, land resources balance analysis, factor analysis with principal component analysis method and regression analysis.

The results show that land use in Baubau City is dominated by forest reaching up to 53,98%, but since 2010 until now the forest has been decrease by 18,20%. The forest loss is accompanied by increasing dry land agriculture amounted to 56,63%. Related to the suitability of the land use spatial pattern plan found forms of deviation, which is the deviation of spatial patern plan and the irregularities in land use. The evaluation result show that the level of irregularities in the utilization of the land use plan pattern space is at low category. The factors that affecting deviation to the planned land use spatial patern are (1) accessibility, (2) availability of agricultural land, (3) the addition of basic facilities and infrastructure of territory. The directives in the utilization of land use are to review and revise the spatial plan and increased its oversight of land use.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN DAN ARAHAN

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian

Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara Nama : Fikril Fahmi

NIM : A156130041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karuniaNYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta Salam tak henti-hentinya dicurahkan kepada Nabi Muhammad Rasulallah SAW. Judul penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini adalah

“Evaluasi Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang di

Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus dan Prof Dr Ir Ahmad Fauzi, MSc selaku pembimbing, yang telah menyediakan waktu, pikiran dan tenaga untuk mengarahkan dan membimbing penulis sejak proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penyusunan Tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Rahiba SE yang telah banyak membantu peneliti di lapangan, serta rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PWL 2013 atas segala bentuk semangat, dorongan dan solidaritas yang telah dibangun selama ini.

Akhirnya dengan segala rasa syukur dan hormat penulis persembahkan kepada orang tua tercinta Bapak Dr Ir H Mudjur Muif, MSi dan Ibu Hj Sri Mulyani serta kakak dan adik terkasih Mawaddaturahmah SIKom, Nur Sakinah SP, MSi dan Marwah Hidayani yang telah memberikan doa dan movitasi untuk dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Pertanyaan Penelitian 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Penggunaan Lahan 8

Perubahan Penggunaan Lahan 8

Penataan Ruang 9

Evaluasi Penggunaan Lahan Dalam Penataan Ruang 10

Neraca Sumber Daya Lahan 12

Sistem Informasi Geografis 14

3 METODE PENELITIAN 15

Lokasi dan Waktu Penelitian 15

Jenis Data dan Alat Penelitian 16

Teknik Pengumpulan Data 16

Pengolahan Dan Analisis Data 16

Analisis Spasial 17

Analisis Neraca Sumber Daya Lahan 17

Evaluasi Penggunaan Lahan 17

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) 18

Analisis Regresi 20

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Wilayah Kota Baubau 22

Letak Geografis dan Wilayah Administratif 22

Kondisi Fisik Wilayah 22

Topografi dan Kelerengan 22

Morfologi 24

Geomorfologi 24

Kondisi Demografi 24

(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015 27 Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010 27 Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2010-2015 32 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015 35 Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031 36 Evaluasi Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015 38

Kesesuaian Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015 Terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031 38 Evaluasi Kesesuian Penggunaan Lahan Kota Baubau

Tahun 2015 Terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau

Tahun 2011-2031 42

Faktor yang Mempengaruhi Kesesuaian Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau 2011-2031 45 Arahan Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Baubau 50

5 SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 59

(14)

DAFTAR TABEL

1 Kajian-Kajian terkait Evaluasi Penggunaan Lahan dalam Penataan

Ruang 11

2 Neraca Sumber Daya Lahan Wilayah Kota 13

3 Perubahan Penggunaan Lahan Wilayah Kota 14

4 Variabel Penduga Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Guna Lahan dan Konsistensinya Terhadap Rencana Pola Ruang 19

5 Wilayah Administratif Kota Baubau 24

6 Jumlah Penduduk Kota Baubau Tahun 2004-2013 25

7 Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Baubau Tahun 2004-2013 25

8 Kepadatan Penduduk Kota Baubau Tahun 2013 25

9 PDRB Kota Baubau Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 Atas

Dasar Harga Konstan Tahun 2000 26

10 Distribusi PDRB Kota Baubau Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009-2012 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 26 11 Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004 27 12 Tutupan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2010 29 13 Matriks Neraca Sumberdaya Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010 30 14 Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2004-2010 31 15 Matriks Neraca Sumber Daya Lahan Kota Baubau Tahun 2010-2015 33

16 Perubahan Tutupan/Penggunaan Lahan Kota Baubau

Tahun 2010-2015 34

17 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Baubau

Tahun 2004-2015 36

18 Rencana Pola Ruang Kota Baubau Tahun 2011-2031 37 19 Matriks Kesesuaian Penggunaan Lahan Tahun 2015 Terhadap Rencana

Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031 39

20 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2015 Terhadap Pola Ruang RTRW

Kota Baubau Tahun 2011-2031 40

21 Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Baubau Tahun 2015 Terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031 43 22 Variabel Terpilih yang Dapat Digunakan Untuk Analisis Faktor 46 23 Komponen Utama Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Lahan di

Kota Baubau 47

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 7

2 Bagan Alir Penelitian 21

3 Peta Wilayah Administratif Kota Baubau 23

4 Peta Kelerengan Kota Baubau 23

5 Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2004 28 6 Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2010 28 7 Peta Tutupan/Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2015 34 8 Peta Rencana Pola Ruang Kota Baubau Tahun 2011-2031 38 9 Peta Sebaran Penyimpangan Penggunaan Lahan Kota Baubau

Tahun 2015 45

DAFTAR LAMPIRAN

1 Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kota Baubau 58

2 Hasil Penilaian Evaluasi Pemanfaatan Penggunaan Lahan

di Kota Baubau 59

3 Hasil Analisis Faktor 60

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laju pertumbuhan ekonomi yang merupakan motor penggerak pembangunan telah mendorong perkembangan di berbagai sektor kehidupan. Hal ini berimplikasi pada peningkatan kebutuhan ruang atau lahan untuk memenuhi kebutuhan sektor-sektor tersebut. Akan tetapi, ruang atau lahan yang tersedia memiliki keterbatasan untuk dapat menampung seluruh sektor kehidupan. Untuk menghindari terjadinya perebutan dan tumpang tindih penggunaan lahan, maka Pemerintah memandang perlu adanya suatu regulasi yang mengatur keselarasan dan keharmonisan pemanfaatan lahan / ruang seiring dengan laju perkembangan zaman. Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 belum ada peraturan perundang-undangan yang mengikat tentang Penataan Ruang dengan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaksanaannya. Baru pada Tahun 1960 lahirlah Undang-Undang Pokok Agraria yang mengatur penggunaan lahan di luar kawasan hutan yang dikenal sebagai Areal Penggunaan Lain (APL). Maraknya kegiatan eksploitasi hutan baik secara legal maupun tidak dan seiring dengan dibentuknya Departemen Kehutanan yang menjadi terpisah dari Departemen Pertanian pada Tahun 1980an, maka Direktorat Jenderal Inventarisasi Tata Guna Hutan yang belakangan ini dikenal dengan Badan Planologi Kehutanan melahirkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang mendasari lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Disisi lain Pemerintah juga telah melahirkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang mengatur Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang. Peraturan perundang-undangan ini dipandang belum efektif penerapannya karena belum diperkokoh dengan sanksi yang tegas dalam hal penyimpangan atau penyalahgunaan Pola Pemanfaatan Ruangnya, yang pada akhirnya diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 ini bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan;

a) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, b) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya

buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, dan c) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

(18)

2

dan Cagar Budaya, Kawasan rawan bencana alam, dan kawasan lindung lainnya. Kawasan budidaya terdiri atas; Kawasan perumahan (kepadatan tinggi, sedang, dan rendah), Kawasan Perdagangan dan Jasa (pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern), Kawasan perkantoran (pemerintah dan swasta), Kawasan Industri (rumah tangga/kecil dan industri ringan), Kawasan Pariwisata (budaya, alam dan buatan), Kawasan Ruang Terbuka Non Hijau, Kawasan Ruang Evakuasi Bencana, Kawasan Peruntukan ruang bagi sektor informal, dan kawasan peruntukan lainnya (pertanian, pertambangan, pelayanan umum / pendidikan / kesehatan / peribadatan / keamanan dan militer).

Dasar pertimbangan diperlukan adanya penataan ruang yang komprehensif dalam proses pembangunan yang dilakukan di Indonesia sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 adalah bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan Negara kepulauan berciri Nusantara baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi maupun sebagai sumberdaya perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Untuk mewujudkan penataan ruang yang berdaya dan berhasil guna, terjaga keberlanjutannya dan tercipta keserasian, keselarasan dan keseimbangan ekosistem maka proses penataan ruang haruslah didasarkan pada karakteristik, kesesuaian, kelayakan, kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta didukung oleh teknologi yang sesuai sehingga fungsi dari pemanfaatan penggunaan lahan akan berjalan secara optimal.

Pada implementasinya masih terjadi penyimpangan pola penggunaan lahan karena tidak konsisten atau terjadinya inkonsistensi terhadap Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan baik melalui Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota). Adapun terjadinya inkonsistensi tersebut dapat disebabkan oleh: 1). Kekeliruan dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang tidak mempertimbangkan faktor daya dukung dan daya tampung lahan menyangkut kesesuaian dan kelayakan lahannya, 2). Meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang diikuti peningkatan migrasi kependudukan sehingga memacu intensitas pemanfaatan ruang/lahan, 3). Adanya investasi / penanaman modal sehingga Pemerintah Daerah dengan kekuasaan otonominya memberikan izin penggunaan lahan diluar koridor kawasan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pola Ruang yang telah disepakati.

Bermacam permasalahan inkonsistensi / penyimpangan dalam penggunaan ruang terjadi di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan salah satunya terjadi di wilayah Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara faktual terdapat beberapa masalah inkonsistensi dalam penataan Ruang yang terindikasi

telah melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Baubau, yaitu: (1) Peruntukan Kawasan Pertambangan yang tumpang tindih dengan Kawasan

(19)

3 tidak terdapat dalam Rencana Pemanfaatan Ruang. Permasalahan ini berakibat konflik di masyarakat sejak bermulanya aktivitas pertambangan di Tahun 2007 hingga tahun tahun 2014 (2) Permasalahan reklamasi pantai yang terjadi di Pantai Kamali (dekat dengan pelabuhan dermaga Murhum) dan reklamasi pantai Kotamara. Kedua reklamasi pantai tersebut berada di bagian Utara Kota Baubau yang merupakan pantai perairan Selat Buton dan keduanya dipisahkan oleh Kali Baubau yang mengalir ke Utara. Kedua kawasan reklamasi tersebut merupakan

tambahan perluasan lahan yang tidak ada sebelumnya dalam rencana tata ruang. (3) Alih fungsi kawasan Hutan Mangrove yang ada di Kelurahan Liabuku

Kecamatan Bungi yang berubah menjadi stadion olahraga dan terminal. Perubahan fungsi dari Kawasan Hutan Mangrove ini tidak saja bentuk inkonsistensi terhadap penataan ruang tetapi juga telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tetang Perlindungan Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (4) Alih fungsi kawasan perkantoran dimana didalamnya terdapat bangunan bekas Kantor Bupati Buton dengan seluruh fasilitas penunjangnya digantikan dengan komplek perbelanjaan

Hypermart yang bekerjasama dengan pengembang properti LIPPO. Kawasan ini sebelumnya direncanakan sebagai Kantor Gubernur Provinsi Buton Raya atau Sulawesi Tenggara Kepulauan yang sedang diperjuangkan oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Baubau, Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Wakatobi dengan Kota Baubau sebagai ibukotanya. Keberadaan pusat perdagangan LIPPO Plaza ini sejak semula telah ditentang oleh masyarakat dan seluruh jaringan yang ada di Kota Baubau karena terindikasi melanggar RTRW Kota Baubau, selain itu keberadaannya juga dapat mematikan aktivitas perekonomian lainnya seperti mal Umna Wolio yang jaraknya hanya sekitar 3 Km serta pasar-pasar tradisional lainnya yang keberadaannya dekat dekat Hypermart tersebut.

Melihat permasalahan yang ada serta mengingat bahwa pengelolaan subsistem ruang yang satu akan mempengaruhi pada subsistem ruang lainnya yang pada akhirnya mempengaruhi sistem keruangan secara kumulatif maka diperlukan sistem pengaturan penataan ruang. Salah satu upaya dalam mewujudkan penataan ruang yang tertib dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku maka perlu dilakukan evaluasi terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau dalam pemanfaatan penggunaan lahan. Untuk menuju kepada tertib tata ruang sesuai dengan kesepakatan seluruh stakeholders yang telah ditetapkan melalui produk hukum Peraturan Daerah maka diperlukan konsistensi kegiatan pembangunan sesuai kawasan peruntukan lahan yang diatur dalam kawasan lindung dan kawasan budidaya yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu diperlukan arahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Baubau. Demikian diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Baubau dalam pemanfaatan ruang.

Perumusan Masalah

(20)

4

di Indonesia adalah keterbatasan ruang. Keterbatasan ruang atau lahan pembangunan menjadi masalah pembangunan, khususnya dalam pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi yang terus melaju setiap saat.

Kota Baubau merupakan salah satu kota tua di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah berdiri sejak zaman keemasan Kesulthanan Buton pada 700 tahun yang lalu. Pada awal masa Orde Lama, Kota Baubau pernah menjadi Ibukota Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara yang pada saat itu masih bergabung dengan Daerah Swatantra Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara. Pada Tahun 1964, Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara menjadi Provinsi Sulawesi Tenggara yang ibukotanya dipindahkan di Kota Kendari. Sejak itulah kota Baubau menjadi Ibukota dari Kabupaten Buton. Pada Tahun 2001, Kota Baubau yang berstatus sebagai Ibukota Kabupaten Buton dan juga berfungsi sebagai Kota Administratif berubah menjadi daerah otonom baru dan melepaskan diri dari Kabupaten Buton yang disahkan keberadaannya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau.

Mengingat posisinya yang sangat strategis yaitu; (1) sebagai Kota Transit dimana kapal-kapal PELNI yang menuju Indonesia Timur baik yang menuju Ambon – Sorong – Manokwari – Jayapura maupun yang menuju Kolonadale – Bitung / Menado – dan Ternate semuanya melalui dan singgah berlabuh di Kota Baubau, (2) Dibangunnya Depot Suplai Logistik BBM Pertamina untuk Kawasan Indonesia Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku) yang menggantikan posisi Kota Makassar, (3) Keberadaan Kota Baubau yang direncanakan sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara Kepulauan menjadikan Kota Baubau sebagai pusat pelayanan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, industri dan jasa bagi Kabupaten disekitarnya (Kabupaten Buton, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton Selatan, dan Kabupaten Muna serta Kabupaten Bombana).

Pertumbuhan dan perkembangan kota yang begitu cepat yang disertai dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi berimplikasi terhadap meluasnya kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan. Untuk memenuhi seluruh kebutuhan akan ruang, kegiatan alih fungsi lahan menjadi salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan keterbatasan ruang yang dihadapi. Akan tetapi dengan proses pertumbuhan yang cepat dan kebutuhan ruang yang semakin banyak, kegiatan alih fungsi lahan acap kali tidak selaras dengan rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang. Ketidakselarasan / inkonsistensi rencana pola ruang tidak hanya merusak keharmonisan fungsi penggunaan lahan yang direncanakan dalam rencana tata ruang tetapi juga berakibat pada lingkungan yang terancam keberlanjutannya.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah seperti

diuraikan diatas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut; (1) Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan Kota Baubau pada tiga titik tahun

(21)

5 Pola Ruang Kota Baubau? (4) Bagaimana upaya didalam pengendalian pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau?

Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah;

1) Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan pada tiga titik tahun (2004, 2010 dan 2015),

2) Mengevaluasi penyimpangan-penyimpangan pemanfaatan lahan terhadap Rencana Pola Ruang Kota Baubau,

3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya inkonsistensi Rencana Pola Ruang dalam RTRW Kota Baubau,

4) Merumuskan arahan dalam pengendalian pemanfaatan lahan di Kota Baubau

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut;

1) Sebagai informasi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan guna mengantisipasi dampak buruk dari inkonsistensi Rencana Pola Ruang,

2) Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota Baubau dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Baubau selanjutnya,

3) Sebagai bahan pertimbangan untuk para pengambil kebijakan khususnya terkait dengan pemanfaatan penggunaan lahan untuk saat ini dan masa depan, sehingga terwujudnya tertib hukum dan terarahnya penggunaan lahan bagi setiap orang, stakeholder, dan pemerintah.

Kerangka Pemikiran

Penataan Ruang adalah merupakan serangkaian kegiatan proses yang terdiri atas proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UURI No. 26 Tahun 2007). Keseluruhan rencana, kegiatan pemanfaatan dan pengandalian pemanfaatan tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dengan demikian RTRW adalah merupakan instrumen yang digunakan untuk mewujudkan pemanfaatan penggunaan lahan yang harmonis dan tertib hukum maka pemanfaatan penggunaan lahan yang dilakukan haruslah senantiasa dievaluasi dan RTRW adalah pedoman sekaligus merupakan simpul yang menjadi penyelesaian permasalahan-permasalahan yang timbul dari penyimpangan yang terjadi dalam pemanfaatan penggunaan lahan.

(22)

6

pertumbuhan ekonomi wilayah yang pesat, menuntut akan ketersediaan ruang-ruang pembangunan. Tetapi kebutuhan akan ruang-ruang yang tinggi dihadapkan kepada kondisi ketersediaan ruang yang bersifat tetap dan terbatas. Kondisi tersebut menimbulkan tumbukan antar kepentingan pembangunan. Proses alih fungsi lahan dari satu jenis penggunaan ke penggunaan lainnya untuk dapat memenuhi seluruh aktivitas pembangunan tidak dapat dihindari dan dalam prosesnya kerap terjadi penyalahgunaan pemanfaatan ruang dan melanggar apa yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Restina (2009) mengatakan bahwa terjadinya perubahan penggunaan lahan dengan cepat, seringkali di lapangan terjadi berbagai penyimpangan dari Rencana Tata Ruang, dimana salah satunya dipengaruhi oleh kepentingan antar sektor. Oleh karena itu, evaluasi penggunaan lahan adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap pemerintah daerah termasuk Kota Baubau untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan ruang yang tertib hukum dan mengakomodir seluruh kebutuhan akan ruang tanpa mengorbankan salah satu kepentingan saat ini dan untuk masa yang akan datang.

Dalam penelitian ini untuk mengevaluasi penggunaan lahan dilakukan dengan cara menyusun Neraca Sumber Daya Lahan yang dilakukan dengan pendekatan geospasial dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menampalkan / menumpang tindihkan (overlay) kondisi pemanfaatan penggunaan lahan terkini terhadap Rencana Pola Ruang RTRW. Penampalan peta tersebut menghasilkan informasi penggunaan lahan dan temuan permasalahan serta penyimpangan / inkonsistensi yang terjadi sebagai dasar informasi untuk kemudian dilakukan pengecekan lapangan dan pencarian informasi tambahan untuk mengungkap inkonsistensi yang terjadi terhadap Rencana Pola Ruang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dan inkonsistensi dari Rencana Pola Ruang dilakukan dengan melakukan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Kemudian hasil dari analisis tersebut digunakan dalam evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan. Data-data yang berhasil dikumpulkan dalam proses survei lapangan dan penemuan dari proses analisis spasial dielaborasi untuk selanjutnya dilakukan perumusan arahan kebijakan dalam pemanfaatan penggunaan lahan. Untuk lebih jelasnya terkait dengan proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

7 arahan kebijakan dalam pengharmonisasian pemanfaatan penggunaan lahan berdasarkan hasil temuan-temuan pada kegiatan sebelumnya.

Latar Belakang

 Laju Pertumbuhan ekonomi dan migrasi penduduk telah mendorong

perkembangan di berbagai sektor kehidupan. Hal ini berimplikasi terhadap kepada peningkatan kebutuhan ruang/lahan untuk memenuhi kebutuhan sektor-sektor tersebut. Akan tetapi ruang/lahan yang tersedia terbatas.

 Posisi Kota Baubau yang strategis yang menjadikan Kota Baubau sebagai kota transit yang menghubungkan Wilayah Barat Indonesia dengan Wilayah Timur Indonesia melalui perhubungan Laut.

Permasalahan

 Secara faktual di Kota Baubau terdapat penggunaan lahan yang terindikasi sebagai penyimpangan didalam pemanfaatan penggunaan lahan, antara lain:

1. Kawasan peruntukan pertambangan yang tumpang tindih dengan kawasan peruntukan hutan

2. Reklamasi Pantai Kamali dan Kotamara

3. Alih fungsi kawasan hutan mangrove menjadi stadion olah raga dan terminal

4. Kawasan Perkantoran yang menjadi kawasan perbelanjaan Hypermart

Tujuan

 Evaluasi penggunaan lahan Kota Baubau Tahun 2004-2015

 Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan kota Baubau terhadap Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031

 Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya inkonsistensi Rencana Pola Ruang

Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031

Penggunaan Lahan Eksisting Kota Baubau Tahun 2015

Peta Rencana Pola Ruang RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2031

Peta Land Use Existing Kota Baubau Tahun 2015

Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan Kota Baubau dan faktor-faktor yang mempengaruhi

inkonsistensi Rencana Pola Ruang

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota Baubau

(24)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya (Arsyad 2000; Sitorus 2004). Saefulhakim (1994) menerangkan bahwa lahan terkait dengan karakteristik lahan seperti kemiringan, pola drainase, resiko banjir, bencana erosi, lokasi dan tempat tumbuh tanaman. Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik unik, yakni (1) sediaan / luas relative tetap karena perubahan luas akibat proses alami (sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil, (2) memiliki sifat fisik (jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dan sebagainya) dengan kesesuaian dalam menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik (Dardak 2005).

Penggunaan lahan adalah merupakan bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Vink 1975; Arsyad 2000; Sitorus 2014). Penggunaan lahan adalah suatu proses yang dinamis, dimana perubahan yang terus menerus sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan adalah merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion 1995). Perubahan ini akan tetap berlanjut dimasa mendatang bahkan dalam kecepatan yang lebih tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan di kota-kota besar (Winarso 1995). Karena merupakan suatu proses yang dinamis maka akan terjadi perubahan penggunaan lahan dari satu jenis penggunaan lahan berganti menjadi jenis penggunaan lahan lainnya.

Faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (Barlowe 1986; Rosnila 2004). Faktor lainnya yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah perilaku masyarakat, kehidupan ekonomi dan kepentingan umum (Jayadinata 1999;

Elfiansyah dan Ma’rif 2013).

Ketersediaan lahan yang relatif tetap yang dihadapkan kepada kebutuhan lahan yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan dalam penggunaan lahan. Permasalahan penggunaan lahan dapat dikelompokan dalam beberapa kategori, yaitu (1) masalah akibat hasil buatan manusia, (2) masalah karena keadaan alam, (3) masalah yang timbul karena sifat tanah asli (Kadir 1976; Sitorus 2015). Permasalahan dalam pemanfaatan penggunaan lahan disebabkan beberapa hal yaitu (Lounsbury 1981; Sitorus 2015); (1) perubahan dalam jumlah dan penyebaran penduduk dalam suatu wilayah terutama sebagai hasil dari pertambahan penduduk yang cepat atau migrasi, (2) perbedaan dalam nilai, sikap dan perseps setempat atau penduduk daerah yang berdekatan, (3) pengembangan lahan yang tidak disesuaikan dengan sifat alami lahan, (4) ciri dan tipe pengawasan dan perencanaan penggunaan lahan.

Perubahan Penggunaan Lahan

(25)

9 berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al. 2001; Rosnila 2004). Marisan (2006) mengatakan bahwa perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimal. Sumaryanto et al.

(1994) mendefinisikan perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan adalah merupakan suatu bentuk dari perubahan alokasi sumberdaya antar sektor penggunaan. Saefulhakim (1999) menjelaskan lebih lanjut bahwa secara umum struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu; (1) struktur permintaan atau kebutuhan lahan, (2) struktur penawaran atau ketersediaan lahan, (3) struktur penguasaan teknologi yang berdampak pada produktivitas sumberdaya alam. Jenis perubahan pemanfaatan penggunaan lahan mencakup perubahan fungsi, intensitas, dan ketentuan teknis massa bangunan (Zulkaidi 1999; Pontoh et al. 2005; Elfiansyah dan Ma’rif 2013).

Faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya (McNeill et al. 1998; Rosnila 2004).

Perubahan penggunaan lahan baik berskala besar maupun skala kecil memiliki permasalahan klasik berupa; (1) efisiensi alokasi dan distribusi sumberdaya dari sudut pandang ekonomi, (2) keterkaitannya dengan masalah pemerataan dan penguasaan sumberdaya, (3) keterkaitannya dengan proses

degradasi dan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Rustiadi et al. 2005). Lebih lanjut Rustiadi et al. (2005) menjelaskan bahwa ketiga

masalah tersebut diatas memiliki keterkaitan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya, sehingga permasalahan-permasalahan tersebut tidak bersifat indipenden dan tidak dapat dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan parsial namun memerlukan pendekatan-pendekatan yang integratif.

Penataan Ruang

Penataan Ruang sebagaimana yang didefinisikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 Ayat 5 (Ditjen Penataan Ruang Dept. PU 2007) adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan; (a) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, (b) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia, dan (c) Terwujudnya fungsi ruang, hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 3 (Ditjen Penataan Ruang Dept. PU 2007).

(26)

10

keberimbangan, dan keadilan, (3) Menjaga keberlanjutan pembangunan, (4) Menciptakan rasa aman dan (5) Kenyamanan ruang.

Dalam proses penataan terdapat landasan-landasan penting yang harus diperhatikan sebagai falsafah yakni; (1) Penataan Ruang sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (2) Penataan Ruang menciptakan keseimbangan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan dating, (3) Penataan Ruang disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun, (4) Penataan Ruang merupakan upaya melakukan perubahan ke arah yang lebih baik secara terencana, (5) Penataan Ruang sebagai suatu sistem yang meliputi kegiatan perencanaan, implementasi dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan (6) Penataan Ruang dilakukan jika dikehendaki adanya perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang, artinya tidak dilakukan tanpa sebab atau kehendak (Rustiadi et al. 2011).

Evaluasi Penggunaan Lahan Dalam Penataan Ruang

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemanfaatan penggunaan lahan adalah merupakan tindakan intervensi manusia dalam mengelola dan memanfaatkan lahan beserta sumberdaya alam yang terdapat didalamnya. Namun harus disadari bahwa pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang begitu cepat dihadapkan kepada ketersediaan lahan yang bersifat tetap dan terbatas yang menyebabkan ketidakmampuan lahan untuk menampung seluruh aktivitas tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan atau alih fungsi lahan dari satu peruntukan menjadi peruntukan lainnya untuk memenuhi kebutuhan akan ruang. Perubahan bentuk penggunaan lahan ini terjadi begitu cepat dengan adanya desakan dan dorongan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia akibat dari pesatnya laju pertumbuhan manusia yang cenderung tidak terbatas. Perubahan penggunaan lahan yang cepat ini acap kali tidak selaras dengan RTRW yang telah disusun yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kehidupan manusia dan merusak tatanan keseimbangan lingkungan dan mengancam keberlanjutannya, karena tidak jarang alih fungsi lahan tidak disertai dengan kegiatan penanganan lingkungan yang baik untuk mengantisipasi dampak yang akan terjadi.

Oleh karena itu, kegiatan pemanfaatan penggunaan lahan haruslah senantiasa dipantau dan dilakukan evaluasi secala berkala dan berkelanjutan. Adapun tujuan dari pemantauan serta evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan dalam penataan ruang adalah untuk menilai tentang pencapaian manfaat yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang, termasuk penemuan faktor-faktor yang menyebabkan pencapaian lebih dan atau kurang dari manfaat yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang (Lahamendu dan Kustiawan 2014). Evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan dalam penataan ruang telah menjadi topik kajian penelitian. Beberapa kajian penelitian terkait dengan penggunaan lahan dalam proses penataan ruang sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.

(27)

11 adalah serangkaian sistem yang terdiri dari proses perencanaan ruang, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Tabel 1 Kajian-Kajian Terkait Evaluasi Penggunaan Lahan dalam Penataan Ruang

Proses evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan dilakukan dengan pendekatan spasial yang dilakukan secara berkelanjutan. Data-data dan informasi dari kegiatan pemantauan digunakan sebagai data dan masukan dalam proses kegiatan evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi, hasil pemantauan dianalisa dan diolah sehingga menghasilkan informasi untuk dilakukan penilaian kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap rencana tata ruang wilayah. Hasil evaluasi pemanfaatan ruang digunakan untuk pengambilan keputusan berupa kebijakan, strategi, dan langkah-langkah dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran rencana tata ruang.

Rekomendasi atau saran-saran dari rumusan evaluasi dibedakan berdasarkan periode evaluasi mengingat masing-masing periode memiliki peran penekanan yang berbeda. Periode evaluasi pemanfaatan dikelompokan dalam dua kategori yakni periode evaluasi tahunan dan evaluasi pemanfaatan ruang lima tahunan. Hasil perumusan dan analisis kegiatan pada evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan tahunan dijadikan sebagai umpan balik bagi peningkatan keterwujudan rencana tata ruang setiap tahunnya, sedangkan hasil perumusan dan evaluasi pemanfaatan penggunaan ruang periode lima tahunan adalah merupakan

Nama Tahun Judul Kajian

Marthen Marisan 2006 Analisis Inkonsistensi Tata Ruang Dilihat dari Aspek Fisik Wilayah: Kasus Kabupaten dan Kota Bogor

Sanudin 2006 Analisis dan Strategi Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Analisis Pola Perubahan Pemanfaatan Ruang dan Implikasinya terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang

Suci Rahmawaty 2008 Analisis Konsistensi Pola Pemanfaatan Ruang dengan Rencana Tata Ruang

Nina Restina 2009

Evaluasi Penggunaan Lahan Eksisting dan Arahan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Arif Martanto 2012

Kajian Efisiensi Penggunaan Lahan dan Pola Persebaran Perumahan di Ibukota Kabupaten Purwakarta

(28)

12

umpan balik bagi peningkatan keterwujudan rencana tata ruang pada periode indikasi program selanjutnya.

Neraca Sumber Daya Lahan

Neraca Sumber Daya Lahan (NSDL) adalah salah satu instrument dalam evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan suatu wilayah. Analisis NSDL sebagai salah satu bagian dari instrumen penataan ruang diatur penggunaanya didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 33 Ayat 1 dan 2, bahwa pemanfaatan ruang mengacu fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumberdaya alam lain. Dalam rangka pengembangan penatagunaan diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumberdaya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumberdaya alam lain. Adapun tata cara dan prosedur dalam proses penyusunan NSDL telah diatur dan telah terstandarisasi oleh Badan Standardisasi Nasional dengan nomor SNI 19-6728.2-2002 yakni tentang Penyusunan Neraca Sumberdaya, Bagian 3: Sumberdaya Lahan Spasial.

NSDL diartikan sebagai ‘timbangan’ dari aktiva dan pasiva sumberdaya

(29)

13 Tabel 2 Neraca Sumber Daya Lahan Wilayah Kota

(30)

14

Tabel 3 Perubaan Penggunaan Lahan Wilayah Kota

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2002)

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sistem informasi yang berbasis komputer yang digunakan secara digital untuk menggambarkan dan menganalisa ciri-ciri geografi yang digambarkan pada permukaan bumi dan kejadian-kejadiannya atau atribut-atribut non spasial untuk dihubungkan dengan studi

Penambahan (Ha) Pengurangan (Ha)

(31)

15 mengenai geografi (Handayani et al. 2005). SIG didefinisikan sebagai seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan, mentransformasikan dan menyajikan data spasial objek atau aspek permukaan bumi untuk tujuan tertentu (Burrough 1986).

Teknologi SIG digunakan untuk membantu pembuat keputusan menyelesaikan masalah-masalah spasial dengan menunjuk bermacam alternatif dalam pengembangan dan perencanaan dengan pemodelan yang menghasilkan serangkaian skenario yang potensial (Keenan 1997; Handayani et al. 2005). Hal serupa dinyatakan oleh Mitchell (2005) bahwa informasi yang dihasilkan oleh SIG dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan.

Menurut Lioubimstesve dan Defourney (1999) peran SIG semakin besar dalam kajian sumberdaya ekonomi termasuk perencanaan penggunaan lahan. Adapun peran spesifik dari SIG sebagaimana dijabarkan oleh Junaedi (2008) adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan struktur data untuk penyimpanan dan pengolahan data yang lebih efisien termasuk untuk luasan yang besar, (2) Memungkinkan pengumpulan atau pemisahan data dengan skala yang berbeda, (3) Mendukung analisis statistik spasial dan distribusi ekologi, (4) Menyediakan masukan data/parameter dalam permodelan atau aplikasi model, (5) Meningkatkan kemampuan ekstraksi informasi dari pengindaraan jauh.

Handayani et al. (2005) menerangkan lebih lanjut bahwa karakteristik utama dari SIG adalah kemampuannya dalam menganalisis sistem seperti analisis statistik dan overlay menjadi satu kesatuan yang disebut dengan analisa spasial. Dalam melakukan analisis spasial SIG mempunyai kemampuan analisis keruangan maupun analisis waktu sebagaimana diungkapkan oleh Gunawan (1999). Dengan kemampuannya tersebut SIG berperan besar dalam proses perencanaan termasuk rencana pengembangan wilayah didalamnya, karena pada dasarnya semua kegiatan perencanaan terkait dengan dimensi ruang dan waktu.

Junaedi (2008) lebih lanjut menjelaskan berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis, maka analisis spasial bertujuan untuk; (1) mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat dan akurat, (2) Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau objek dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi, (3) Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-kejadian di dalam ruang geografis.

3

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(32)

16

Bulan Agustus 2015 yang meliputi tahapan kegiatan pengumpulan data, analisis dan penyusunan laporan, seminar dan publikasi.

Jenis Data dan Alat Penelitian

Data dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber yang digunakan sebagai pendukung dan penunjang dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan sekunder. Data-data yang terkumpul merupakan sebagai bahan atau dasar dalam melakukan identifikasi, menganalisis dan mengkaji serta menyusun arahan kebijakan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung, observasi, wawancara, serta dokumentasi.

Data Sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis yang telah ada, berkaitan dengan materi yang akan diteliti yaitu Dokumen Perencanaan RTRW Kota Baubau Tahun 2011-2030, Data Statistik Kota Baubau Tahun 2014, Data Potensi Desa Tahun 2011, Peta Administrasi Kota Baubau. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2004, Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010, Citra Satelit Worldview Kota Baubau 2014 dan Citra Satelit Google Earth (Cnes/Astrium) 2014.

Alat yang digunakan untuk membantu mengolah data dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak yaitu Qgis 2.10, Saga-GIS 2.1.2, Office, dan SPSS.

Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa data yang digunakan adalah merupakan data primer dan data sekunder. Teknik yang dilakukan untuk memperoleh data primer adalah dengan melakukan survei lapangan disertai dengan wawancara. Adapun responden yang menjadi sumber informasi adalah lembaga/dinas Pemerintah Daerah yang terkait, Tokoh Adat, dan masyarakat, yang mengetahui dan memahami permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni terkait dengan pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau. Adapun data-data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yaitu melalui studi pustaka dan konsultasi dengan instansi terkait diantaranya BPS Pusat, Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Baubau, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Baubau, BPS Kota Baubau, Dinas Pertambangan dan Energi Kota Baubau.

Pengolahan Dan Analisis Data

(33)

17 Analisis Spasial

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan geospasial yang memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Karakteristik utama dari SIG adalah kemampuan untuk menganalisis sistem seperti analisis statistik dan overlay yang disebut analisis spasial (Handayani et al. 2005). Teknik analisis spasial dilakukan dengan cara overlay. Overlay atau menumpang tindihkan peta merupakan salah satu fungsi dari SIG yang bertujuan untuk menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukkannya (Prahasta 2002).

Adapun proses analisis spasial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan tumpang tindih peta penggunaan lahan Kota Baubau tahun 2004 dan peta penggunaan lahan tahun Kota Baubau tahun 2010 serta menumpang tindihkan peta penggunaan lahan Kota Baubau tahun 2015 yang merupakan hasil intrepretasi dari citra satelit Cnes/Astrium untuk mendapatkan data terkait perubahan penggunaan lahan serta pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Baubau. Selain melakukan overlay pada peta-peta tersebut diatas juga dilakukan overlay terhadap Peta Rencana Pola Ruang Kota Baubau Tahun 2011-2031 dengan peta penggunaan lahan Kota Baubau tahun 2015 untuk melakukan evaluasi terhadap kegiatan penggunaan lahan selama ini. Untuk lebih jelasnya proses analisis spasial dapat dilihat pada Gambar 2 Bagan alur penelitian.

Analisis Neraca Sumber Daya Lahan

Analisis Neraca Sumberdaya Lahan (NSDL) merupakan teknik yang digunakan dalam proses perencanaan penatagunaan tanah. Analisis NSDL dapat digunakan sebagai bagian dari evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. Penggunaan NSDL sebagai salah satu instrument dalam proses penataan ruang sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), dan aplikasi penerapannya telah distandardisasi oleh Badan Standardisasi Nasional dengan nomor SNI 19-6728.3-2002.

Penelitian ini menerapkan aplikasi NSDL untuk melihat dan mengidentifikasi pola-pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Baubau serta melakukan proses evaluasi konsistensi dari RTRW Kota Baubau sebagai salah satu instrumen evaluasi pemanfaatan penggunaan lahan di Kota Baubau.

Evaluasi Penggunaan Lahan

Evaluasi penggunaan lahan adalah merupakan analisis yang bertujuan untuk melihat konsistensi terhadap pelaksanaan RTRW atau sejauhmana kesesuaian pemanfaatan ruang terhadap Rencana Pola Ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW. Proses evaluasi ini mengacu pada Petunjuk Teknis Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaataan Ruang Wilayah Kota Berbasis Sistem Informasi Geografis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum. Untuk membantu proses evaluasi yang dilakukan, digunakan matriks NSDL dan SIG sebagai instrumen pembantu.

(34)

18

Selanjutnya nilai kualitatif ini dibuat dalam nilai kuantitatif dengan skala 4 (nilai 0 sampai dengan 4), dimana 0 menunjukan angka terendah yang berarti telah terjadi ketidaksesuaian / tidak sesuai sama sekali dan angka 4 menunjukan angka tertinggi yang berarti telah sesuai. Penilaian dilakukan terhadap masing-masing peruntukan penggunaan lahan yang terdapat pada wilayah penelitian dengan kriteria sebagai berikut:

Setelah dilakukan penilaian kemudian menentukan nilai rata-rata atas penggunaan lahan terhadap kondisi penyimpangan / ketidaksesuain dengan klasifikasi tingkat penyimpangan penggunaan lahan sebagai berikut:

 0 – < 1 : Tingkat penyimpangan penggunaan lahan tinggi

 1 – < 2 : Tingkat penyimpangan penggunaan lahan sedang

 2 – < 3 : Tingkat penyimpangan penggunaan lahan rendah

 3 – 4 : Tingkat penyimpangan penggunaan lahan sangat rendah Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) merupakan metode statistik multivariat yang bertujuan untuk memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah asal (Morrison 1990 ; Adiningsih et al. 2003). Dalam penelitian ini analisis komponen utama digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dan konsistensinya terhadap Rencana Pola Ruang.

Dalam menentukan variabel-variabel penduga terjadinya inkonsistensi digunakan data sekunder yang bersumber dari Potensi Desa (2011). Data potensi desa yang digunakan meliputi data kependudukan, struktur penutupan lahan, struktur aktivitas perekonomian masyarakat, struktur pendidikan dan ketersediaan fasilitas umum.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Marisan (2006), Junaedi (2008) dan Restina (2009), data yang digunakan

bersumber dari data Potensi Desa yang terpilih sebagai berikut; 1) jumlah penduduk, (2) kepadatan penduduk, (3) Jumlah rumah permukiman

(35)

19 Tabel 4 Variabel Penduga Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Guna Lahan

dan Konsistensinya Terhadap Rencana Pola Ruang

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel penduga yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yakni; 1) Luas wilayah, 2) Rasio keluarga pertaniain (merupakan perbandingan jumlah keluarga pertanian terhadap jumlah total keluarga), 3) Rasio keluarga pra sejahtera, rasio keluarga sejahtera I; rasio keluarga sejahtera II; rasio keluarga sejahtera III (merupakan perbandingan antara jumlah

Kode Variabel Penduga Keterangan

x1 Luas Wilayah Tingkat wilayah yang digunakan sebagai basis data adalah wilayah kelurahan / desa

x2 Jumlah Penduduk Merupakan banyaknya jumlah penduduk pada setiap wilayah penelitian (kelurahan/desa)

x3 Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk persatuan luas pada tiap-tiap wilayah penelitian

x4 Jarak ke Pusat Kecamatan Jarak ke pusat kecamatan dari pusat kelurahan x5 Jarak ke Pusat Kota Jarak ke pusat kota dari pusat kelurahan

x6 Rasio Keluarga Pertanian Perbandingan antara jumlah keluarga petani terhadap total jumlah keluarga

x7 Rasio Keluarga Prasejahtera

Perbandingan antara jumlah keluarga golongan pra sejahtera terhadap jumlah total keluarga pada wilayah penelitian

x8 Rasio Keluarga Sejahtera I dan II Perbandingan antara jumlah keluarga sejahtera golongan I dan II terhadap jumlah total keluarga

x9 Rasio Keluarga Sejahtera III Perbandingan antara jumlah keluarga golongan sejahtera III terhadap jumlah total keluarga

x10 Rasio Luas Sawah Perbandingan antara luas sawah terhadap total luasan wilayah

x11 Rasio Luas Sawah dengan Pengairan yang Diusahakan

Perbandingan antara luasan sawah dengan pengairan irigasi terhadap total luasan areal persawahan

x12 Rasio Luas Lahan Bukan Sawah Perbandingan antara luasan penggunaan lahan bukan sawah dengan total luasan wilayah

x13 Rasio Luas Pertanian Lahan Kering Perbandingan antara luasan wilayah pertanian lahan kering terhadap total luasan wilayah

x14 Rasio Luas Lahan Bukan Pertanian Lahan Kering

Perbandingan antara luasan penggunaan lahan bukan pertanian lahan kering terhadap total luasan wilayah

x15 Jumlah Fasilitas Pendidikan Banyaknya jumlah fasilitas pendidikan pada wilayah penelitian

x16 Jumlah Fasilitas Kesehatan Banyaknya jumlah fasilitas kesehatan pada wilayah penelitian

x17 Jumlah Fasilitas Perdagangan Banyaknya jumlah fasilitas perdagangan pada wilayah penelitian

x18 Jarak ke Pusat Perdagangan Merupakan jarak terdekat terhadap pusat perdagangan yang dihitung dari pusat kelurahan

x19 Jarak ke Pusat Pelayanan Pendidikan Merupakan jarak terdekat terhadap pusat pelayanan pendidikan dari pusat kelurahan

x20 Jarak ke Pusat Pelayanan Kesehatan Merupakan jarak terdekat terhadap pusat pelayanan kesehatan yang diukur dari pusat kelurahan

x21 Penambahan Ruas Jalan Penambahan panjang ruas jalan pada wilayah penelitian

(36)

20

keluarga pada tiap-tiap kategori terhadap jumlah total keluarga); 4) rasio luas sawah (perbandingan luasan sawah terhadap total luasan wilayah); 5) rasio luas sawah dengan pengairan yang diusahakan (perbandingan luas sawah memiliki irigasi terhadap total area luasan sawah); 6) rasio luas lahan bukan sawah (merupakan perbandingan antara luasan area non sawah terhadap total luasan wilayah); 7) rasio luas pertanian lahan kering (perbandingan antara luas pertanian lahan kering dan total luas area penggunaan lahan lainnya); 8) rasio luas bukan pertanian lahan kering (perbandingan antara luasan areal non pertanian lahan kering terhadap total wilayah); 9) jumlah fasilitas (fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas perdagangan); 10) jarak ke pusat layanan (pendidikan, kesehatan, dan perdagangan); 11) penambahan ruas jalan; 12) laju penambahan ruas jalan (merupakan persentase penambahan ruas jalan setiap tahunnya)

Hasil Analisis Komponen Utama, adalah (1) Akar ciri (Eigenvalues) merupakan suatu nilai yang menunjukan keragaman dari peubah komponen utama yang dihasilkan dari analisis, semakin besar total kumulatif nilai akar ciri maka semakin besar pula keragaman data awal yang dapat diterangkan, (2) Factor Loadings, merupakan parameter yang menggambarkan hubungan / besarnya korelasi antara peubah penduga penentu konsistensi RTRW dengan komponen utama ke-i, dan (3) Factor Score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil analsis komponen utama.

Analisis Regresi

Gujarati (2006) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap

hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory). Variabel pertama disebut juga sebagai variabel tergantung dan

variabel kedua disebut juga sebagai variabel bebas. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis regresi disebut regresi linear berganda. Disebut berganda karena pengaruh beberapa variabel bebas yang akan dikenakan kepada variabel tergantung. Tujuan dari analisis regresi dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keeratan hubungan faktor-faktor penduga yang menyebabakan terjadinya perubahan dan peyimpangan-penyimpangan penggunaan dalam pemanfaatan ruang. Adapun yang menjadi variabel tergantung (y) adalah luas perubahan/penyimpangan dari pemanfataan penggunaan lahan yang diperoleh dari Analisis Spasial, sedangkan variabel-variabel bebas (x) menggunakan nilai Factor Scores dari variabel-variabel yang tercipta dari Analisis PCA.

Secara umum hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Gujarati, 2006):

� = + + + + ⋯ +

Dimana,

Yi : Luas perubahan/penyimpangan pemanfaatan penggunaan lahan pada desa ke-i

A : Intercept adalah nilai yang berpengaruh : Konstanta variabel j (Xj)

(37)

21 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Arahan dalam pengendalian pemanfaatan ruang di Kota Baubau adalah arahan yang diperuntukan sebagai alat penertiban penataan ruang yang berfungsi untuk; (1) menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang agar tetap sejalan dengan rencana tata ruang, (2) menghindari penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, (3) menjaga keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang, (4) mencegah dampak pembangunan yang merugikan, (5) melindungi kepentingan umum.

Dalam memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdapat empat instrument pengendalian ruang yaitu; (1) Zonasi atau zoning regulation dengan menetapkan aturan yang boleh dibangun sesuai kawasan peruntukan, aturan kawasan yang boleh dibangun secara terbatas, dan aturan kawasan yang tidak boleh lagi untuk kegiatan pembangunan. (2) pemberian izin yang sesuai dengan kawasan peruntukan lahan sesuai pola ruangnya terkait dengan IMB, KDB dan KLB. (3) pemberian insentif bagi pengguna izin pemanfaatan lahan yang memenuhi segala kriteria perizinan sesuai dengan pola ruang, dan disinsentif bagi pengguna IMB, pemanfaatan lahan yang melanggar pola ruang yang telah ditetapkan peruntukan melalui teguran/peringatan, tidak melanjutkan pemanfaatan lahan dan menutup IMB serta pembongkaran terhadap bangunan yang melanggar peraturan pemanfaatan ruang, dan (4) pemberian sanksi pidana dan ganti rugi yang ditetapkan oleh peranturan perundang-undangan bagi instansi pemberi izin maupun penggunan yang memanfaatkan perizinan yang melanggar tata ruang.

Adapun dalam penyusunan arahan pengendalian pemanfaatan ruang digunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif dibangun dari hasil analisis-analisis sebelumnya yakni analisis-analisis spasial (overlay/tumpang tindih), analisis neraca sumberdaya lahan, serta analisis faktor dan analisis berganda. Untuk lebih jelasnya alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

(38)

22

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wilayah Kota Baubau

Kota Baubau merupakan salah satu kota tua di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah berdiri sejak 700 tahun silam sejak zaman keemasan Kesulthanan Buton. Pada masa awal Pemerintahan Orde Lama, Kota Baubau pernah menjadi Ibukota Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara yang masih bergabung dengan Daerah Swatantra Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara. Pada Tahun 1964, Daerah Swatantra Tingkat II Sulawesi Tenggara menjadi Provinsi Sulawesi Tenggara yang Ibukotanya dipindahkan di Kota Kendari. Sejak saat itu Kota Baubau menjadi Ibukota Kabupaten Buton.

Pada tanggal 21 Juni 2001 Kota Baubau menjadi daerah otonomi baru dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Baubau. Pada waktu dimekarkan dari Kabupaten Buton, wilayah Kota Baubau meliputi 4 Kecamatan yakni Kecamatan Betoambari, Kecamatan Wolio, Kecamatan Sorawolio dan Kecamatan Bungi, tetapi saat ini wilayah Kota Baubau telah menjadi 8 Kecamatan yakni Kecamatan Betoambari, Kecamatan Murhum, Kecamatan Wolio, Kecamatan Kokalukuna, Kecamatan Sorawolio, Kecamatan Bungi, dan Kecamatan Lealea.

Letak Geografis dan Wilayah Administratif

Kota Baubau yang terletak pada koordinat 5o 21’ – 5o 30’ LS dan 122o 30’ – 122o 45’ BT merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Tenggara bagian Selatan yang berada pada daratan Pulau Buton. Adapun batas wilayah dari Kota Baubau disebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kapantori (Kabupaten Buton), sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pasar Wajo (Kabupaten Buton), sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batauga, dan Selat Buton batas di sebelah Barat.

Luas wilayah daratan Kota Baubau adalah 28.933,4 ha dengan luas wilayah lautan 7.115,1 ha yang terbagi ke dalam 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Betoambari, Kecamatan Murhum, Kecamatan Batupoaro, Kecamatan Wolio, Kecamatan Kokalukuna, Kecamatan Sorawolio, Kecamatan Bungi, dan Kecamatan Lea-lea. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 3. Posisi geografis Kota Baubau dalam konstelasi wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, sangatlah strategis dimana Kota Baubau menjadi daerah penghubung antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) melalui perhubungan laut. Hampir seluruh pelayaran dari wilayah Barat Indonesia menuju Timur Indonesia maupun sebaliknya singgah di Kota Baubau.

Kondisi Fisik Wilayah Topografi dan Kelerengan

(39)

23 kemiringan lereng 0-8% adalah kawasan yang berada di bagian Utara dan Barat wilayah Kota Baubau, semakin ke Timur kemiringan lereng semakin besar dan merupakan perbukitan yang membentang dari Utara ke Selatan. Kondisi kelerengan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3 Peta Wilayah Administratif Kota baubau Tabel 5 Wilayah Administratif Kota Baubau

No Kecamatan Jumlah Desa /

Kelurahan

Luas

ha %

1 Betoambari 5 Kelurahan 2,899.4 10.02 2 Murhum 5 Kelurahan 849.9 2.94 3 Batupoaro 6 Kelurahan 181.6 0.63 4 Wolio 7 Kelurahan 2,921.7 10.10 5 Kokalukuna 6 Kelurahan 1,868.6 6.46 6 Sorawolio 4 Kelurahan 10,880.6 37.60 7 Bungi 5 Kelurahan 5,930.0 20.49 8 Lea-Lea 5 Kelurahan 3,407.5 11.77

Kota Baubau 43 Kelurahan 28,939.4 100

Sumber: BPS Kota Baubau (2014)

(40)

24

Morfologi

Berdasarkan kondisi topografi dan kelerengannya maka bentangan alam Kota Baubau dapat dibagi menjadi empat keadaan wilayah yaitu (1) Daerah datar yang terdapat di sepanjang pantai dengan ketinggian 5 mdpl, tersebar di wilayah Bungi dan Sorawolio dengan kemiringan 0-8%, (2) Daerah agak datar di bagian Utara dan Baratdaya Kota Baubau dengan ketinggian 5-10 mdpl, (3) Daerah bergelombang dengan ketinggian sekitar 60 mdpl dengan kemiringan 15-30 % terutama di Kecamatan Betoambari, dan (4) Daerah perbukitan/curam dengan ketinggian di atas 80 meter dengan kemiringan lebih dari 30% yang pada umumnya terdapat di Kecamatan Wolio.

Geomorfologi

Wilayah Kota Baubau dibangun dengan tiga bentukan geomorfologi sebagaimana berikut; (1) Satuan Geomorfologi Perbukitan Antiklin, dimana Kota Baubau dan sekitarnya merupakan sayap antiklin bagian Baratlaut, berarah Tenggara menunjukan topologi pegunungan pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian dapat mencapai 1000 mdpl. Buton menampakan jalur perbukitan yang melintang Timurlaut-Baratdaya dan Utara Selatan dengan kemiringan lereng diatas 40% meliputi wilayah Karya Baru, Bungi, Kadolokatapi, Kampeonaho, Kalia-lia dan sekitarnya. Pada beberapa tempat dari sayap antiklin yang telah tererosi dan terkena patahan menunjukan kelerengan yang agak curam-curam (sudut lereng berada pada 15% sampai diatas 15%) menjadi bagian yan mengelilingi Kota Babau dari arah Selatan, Timur dan Utara yang menjadi wilayah penyangga Kota Baubau (2) Satuan Geomorfologi Karst dan Undak-Undak Batugamping yang tersebar mengikuti pantai Selat Buton dengan kelerengan 2-5% seperti tampak di Kecamatan Betoambari, Kecamatan Murhum, Kecamatan Sorawolio, Kecamatan Bungi, Kecamatan Kokalukuna, dimana pada kemiringan lereng 15% menjadi wilayah terbatas untuk pengembangan permukiman kecuali untuk kawasan hutan dan perkebunan tanaman hutan (3) Satuan Geomorfologi Dataran Pantai dan Aluvial, merupakan wilayah yang sedikit bergelombang dengan sudut lereng 0-8% yang ditempati oleh endapan pantai dan muara sungai yang mengalir ke Selat Buton.

Kondisi Demografi

Gambar

Tabel 3 Perubaan Penggunaan Lahan Wilayah Kota
Tabel 4 Variabel Penduga Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Guna Lahan dan Konsistensinya Terhadap Rencana Pola Ruang
Gambar 4 Peta Kelerengan Kota Baubau
Tabel 6 Jumlah Penduduk Kota Baubau Tahun 2004-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Baubau menetapkan Lanskap Benteng Keraton Buton dan Baadia sebagai kawasan cagar budaya perlu dikaji lebih dalam sebab

Laporan penelitian skripsi ini berjudul “ Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah berdasarkan Indeks Potensi Lahan melalui Sistem Informasi Geografis di.. Kabupaten

ANGELA PURNAMASARI. Analisis Keterkaitan Penggunaan Lahan, Rencana Pola Ruang dan Hirarki Wilayah di Kota Cilegon. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan SETYARDI PRATIKA

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui agihan penggunaan lahandi Kabupaten Banjarnegara (2) Mengevaluasi penggunaan lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di

Berdasarkan permasalahan terkait perubahan peng- gunaan lahan, kerawanan bencana longsor dankonsis- tensi pemanfaatan ruang atau penggunaan lahan terha- dap alokasi pola

Adapun yang dimaksud dengan ruang publik dalam tata guna lahan atau pemanfaatan ruang wilayah/area perkotaan adalah ruang terbuka (open space) yang dapat diakses atau

Bogor Utara Tahun 2006 dan 2017 Google Earth Interpretasi citra dan digitasi 2 Rencana Pola Ruang RTRW Kota Bogor Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Survey instansional

Kesesuaian Penggunaan Lahan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan metode overlay peta penggunaan lahan dengan peta rencana pola ruang diperoleh hasil berupa peta kesesuaian