• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Perdagangan Orang

4. Bentuk-Bentuk Perdagangan Orang

Pekerja migran adalah oranng yang berimigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu yang relatif menetap. Menurut Everest S.Lee dalam Muhajidir Darwin bahwa keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah konsekuensi dari perbedaan nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor penarik dari tempat tujuan.

31 faktor pendorong dari daerah asal seperti tekanan ekonomi di mana tidak terpenuhinya kebutuhan, lapangan kerja kurang, sedangkan faktor penarik,

31 Muhadjir Darwin. Pekerja Migran dan Seksualitas, Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, 2003.hlm3.

yaitu adanya pekerja yang sukses berhasil memenuhi kebutuhan keluarga di daerah asal, walaupun ada juga pekerja yang gagal, tetapi daerah tetap merupakan penarik bagi banyak orang.

Pekerja migran mencakup dua tipe, yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi.32 Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Pekerja migran Internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia lebih dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

b. Pekerja Anak

Menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di sebutkan bahwa :

“pekerja anak adalah anak-anak yang berusia dibawah delapan belas tahun”.

menurut data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), jumlah pekerja anak di Indonesia usia 10-14 tahun mencapai 1,04 juta orang.

Jumlah ini meningkat pada tahun 2007 menjadi 2,6 juta orang. Berdasarkan studi antara ILO dan Universitas Indonesia pada tahun 2003, jumlah

32 Edi Suharto, Permasalahan Pekerja Migran : Perspektif Pekerjaan Sosial, http://www.policy.hu/suharto/makIndo24.html:, diakses 29 November 2017.

pekerja anak domestik mencapai 700 ribu, sebanyak 90% adalah anak perempuan.

Pekerjaan terburuk untuk anak menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerja Terburuk Untuk Anak di Indonesia secara umum meliputi anak-nak yang dieksploitasikan secara fisik maupun ekonomi antara lain : anak-anak yang dilacurkan, di pertambangan, bekerja sebagai penyelam mutiara, bekerja di sektor konstruksi, bekerja di jermal, bekerja sebagai pemulung sampah, dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak, bekerja di jalan, bekerja sebagai pembantu rumah tangga, bekerja di industri rumah tangga, bekerja di perkebunan, bekerja pada penebangan, pengolahan, dan pengangkutan kayu, dan anak-anak yang bekerja pada industry dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

Untuk menyelamatkan anak Indonesia dari beban pekerjaan tersebut orang tua harus bertanggung jawab terhadap tumbuh kembangnya anak-anak mereka. Karena di dalam Undang-undang perlindungan anak (UUPA), seseorang masih disebut anak hinggah usianya 18 tahun dan di dalam UUPA juga bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasisecara optimalsesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

c. Perdagangan Anak Melalui Adopsi (Pengangkatan Anak) Pengangkatan anak atau lebih dikenal dengan adopsi di atur dalam pasal 39 dan 40 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pengangkatan anak harus mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam KUHPerdata tidak ditemukan ketentuan yang mengatur pengangkatan anak, yang ada hanyalah ketentuan yang mengatur tentang pengakuan anak di luar kawin.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor2 Tahun 1973 dan disempurnakan dengan SEMA RI Nomor 6 Tahun 1983. Sema tersebut mengatur tentang pengangkatan anak antar-WNI. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh WNI yang tidak terikat perkawinan yang sah/belum menikah, juga diatur mengenai cara mengangkat anak.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama bertambah yang berkaitan dengan penetapan asal usul anak dan pengangkatan anak. Kewenangan itu diatur dalam penjelasan pasal 49 huruf a angka 20 yang menyebutkan

bahwa Pengadilan Agama berwenang mengadili “penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum islam”. Ini berarti ada dua badan peradilan yang berwenang menangani tentang pengangkatan anak, yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Perbedaan kewenangan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri dan di Peradilan Agama karena ada konsep pengangkatan anak. Prosedur pengangkatan anak memang dilakukan secara ketat untuk melindungi hak-hak anak yang diangkat dan mencegah berbagai pelanggaran dan kejahatan seperti perdagangan anak.

d. Pernikahan dan Pengantin Pesanan

Salah satu modus operandi perdagangan orang yang lain adalah pengantin pesanan (Mail Order Bride) yang merupakan pernikahan paksa di mana pernikahannya diatur orang tua. Perkawinan pesanan ini menjadi perdagangan orang apabila terjadi eksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi melalui penipuan, penyengsaraan, penahanan dokumen, sehingga tidak dapat melepaskan diri dari eksploitasi, serta ditutupnya akses informasi dan komunikasi dengan keluarga.

Ada dua bentuk perdagngan melalui perkawinan, yaitu pertama, perkawinan digunakn sebagai jalan penipuan untuk megambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampainya di wilayah tujuan perempuan tersebut dimasukkan dalam prostitusi. Kedua, adalah perkawinan untuk memasukkan perempuan ke

dalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik yang sangat eksploitatif bentuknya.

e. Implantasi Organ

Jakarta, Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan anak dan perempuan. Sepanjang 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri.33 dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke sejumlah negara di antaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia dan Prancis. Hal ini diungkap mantan Ketua Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak dan Perempuan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, Rachmat.34

Adapun ruang lingkup Pelaku tindak pidana Perdagangan Orang dapat digolongkan menjadi empat kelompok, sebagai berikut :

- Orang perseorangan, yaitu setiap individu/perorangan yang secara langsung bertindak melakukan perbuatan pidana perdagangan orang.

- Kelompok, yaitu kumpulan dua orang atau lebih yang bekerjasama melakukan perbuatan pidana perdagangan orang.

33 Farhana. Loc.cit. hlm.49.

34 Ibid.

- Korporasi, yaitu perkumpulan/organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subjek hukum yang bergerak di bidang usaha yang dalam pelaksanaaanya melakukan penyalahgunaan izin yang diberikan.

- Aparat, yaitu pegawai negeri atau pejabat pemerintah yang diberi wewenang tertentu namun melakukan penyalahgunaan dari yang seharusnya dilakukan.

Adapun subjek tindak pidana perdagangan orang dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang adalah sebagai berikut :

1. Orang Persorangan.

Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia (pasal 2).

2. Aparat

Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan

Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan pasal 6 (pasal 8).

3. Korporsi

- Tindak pidana perdagangan orang dianggap dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. (pasal 13 ayat (1)). Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh suatu korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya (pasal 13 ayat (2))

4. Kelompok yang Terorganisir

Dalam hal tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok yang terorganisasi, maka setiap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam kelompok yang terorganisasi tersebut dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditambah 1/3 (sepertiga) (pasal 16).

Dalam rumusan unsur Pasal 16 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang menunjukkan bahwa peran atau kapasitas masing-masing pembantu pelaku dalam keikutsertaanya adalah melakukan tindak pidana sama dengan pelaku.

Dengan demikian, pidana yang diancam kepada pembantu sanksinya disamakan dengan pelaku, sehingga ketentuan ini berbeda dengan ketentuan dalam KUHP.

Dokumen terkait