• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.MKS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.MKS)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP ANAK

(Studi Kasus Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.MKS)

OLEH :

MELISA TENRIBALI B111 14 531

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

(2)

HALAMAN JUDUL

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP ANAK

(STUDI KASUS PUTUSAN NO.1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks)

OLEH

MELISA TENRIBALI B1111 14 531

SKRIPSI

Sebagai Tujuan Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

MELISA TENRIBALI, NIM: B11114531 “Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Anak (Studi Kasus Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks)”. dibawah bimbingan Slamet Sampurno, selaku Pembimbing I dan Amir Ilyas selaku Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan hukum pidana materiil terhadap mengenai tindak pidana perdagangan orang terhadap anak selaku korban dan implikasi hukum terhadap pengaturan perlindungan anak sebagai korban tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor 1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks.

Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Makassar, LBH Apik Makassar, Polsek Tamalate dan Perlindungan Perempuan dan Anak Pemprov Sulawesi Selatan.

Teknik pengumpulan data adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, teknik analisis data kualitatif, yaitu merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif.

Temuan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : (1) penerapan hukum pidana materiil oleh Hakim sudah tepat karena unsur pasal 83 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terbukti dan dapat juga dikenakan melanggar pasal 2 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. (2) implikasi hukum terhadap perlindungan korban perdagangan orang berupa sanksi yang sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 perubahan atas Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan perlindungan khusus yang dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan dan rehabilitasi. Hal tersebut dilakukan karena melihat dampak fisik, emosional dan sosial yang dialami anak korban perdagangan orang.

Kata Kunci : Perdagangan Orang dan Anak

(7)

ABSTRACT

MELISA TENRIBALI, NIM: B11114531 "Crimes Against Trafficking in Children (Case Study of Decision Number 1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks)". under the guidance of Slamet Sampurno, as Supervisor I and Amir Ilyas as Supervisor II.

This study aims to determine the provisions of the material criminal law against the criminal acts of trafficking of persons to children as victims and the legal implications of the regulation of child protection as victims of criminal acts of trafficking in Decision Number 1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks.

The research was conducted at the Makassar District Court, LBH APIK Makassar, Tamalate Police Station and the Protection of Women and Children of South Sulawesi Provincial Government. Data collection techniques are literature research and field research, qualitative data analysis techniques, which is a research procedure that produces descriptive data.

The findings obtained from this research are: (1) the application of the material criminal law by the Judge is correct because the element of article 83 of Law RI. 35 of 2014 amendment to Law no. 23 of 2002 on Child Protection is proven and may also be subject to violation of Article 2 of Law no. 21 of 2007 on the Eradication of Trafficking in Persons. (2) legal implications on the protection of victims of trafficking in persons in the form of sanctions in accordance with Law no. 23 of 2002 amendment to Law number 35 Year 2014 on Child Protection and special protection carried out through efforts of supervision, protection, prevention and rehabilitation. This is done because of the physical, emotional and social impact experienced by child trafficking victims.

Keywords: Trafficking of Persons and Children

(8)

KATA PENGANTAR

Assamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada kehadiran Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP ANAK” (Studi Kasus Putusan No. 1447 K/Pid.Sus/2016/PN.Mks) dapat dilaksanakan. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Skripsi ini disusun berdasarkan data-data hasil penelitian sebagai tugas akhir akhir untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) dan Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada beberapa sosok yang telah mendampingi upaya penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat waktu.

Terkhusus kepada Ibunda A. Husriah Yusuf dan Ayahanda Alm.

M.Darwis yang telah membesarkan, merawat dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Saudara-saudaraku Melinda Tenriola, Melani Tenriwaru dan

(9)

Firwana, terima kasih atas kasih sayang, kepercayaan dan dukungan kalian untuk penulis juga mengucapkan terima kasih selama menempuh pendidikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih karena selalu menyemangati dan menginspirasi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

3. Prof. Dr. H. Slamet Sampurno S, S.H., MH., DFM selaku Pembimbing I dan Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H selaku Pembimbing II, yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini, kerelaan beliau dalam mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran merupakan salah satu faktor terwujudnya skripsi ini.

4. Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H , Prof. Muhadar, S.H., Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H, selaku tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah banyak berjasa mendidik penulis sehingga

(10)

berhasil menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

6. Staf pengurus Akademik beserta jajarannya yang tak kenal lelah membantu penulis selama kuliah.

7. Kepada ibu meisya selaku Bagian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov Sulsel, Ibu Ros selaku Direktur LBH APIK Makassar, Pak Rahman selaku Penyidik Kepolisian Sektor Tamalate, dan Pak Anca selaku Kepala Sub Bagian Kepegawaian Organisasi dan Tata Laksana Pengadilan Negeri Makassar

8. Keluarga Prof. Dr. Slamet Sampurno, S.H., M.H., Tante Tenri Akku dan anak-anaknya yang telah membantu, memberi saran dan menyemangati penulis mengenai skripsi.

9. Keluarga Ardiansyah dan Pince Arika, berserta anak-anaknya yang telah memberikan semangat motivasi dan mendoakan penulis agar skripsinya berjalan dengan lancar.

10. Sahabat terbaik saya Chairunnisa Isfadina, St Mufidah Ramadhani Arifin, St. Adani Ayundi, Atthiyah Harivi Putri, St. Astihar Madjid, Alya Deliana Ayub, Renya Virga Chikita, Atri Muallim dan Audina Ulfa Adria yang sangat membantu serta setia dalam keadaan suka dan duka penulis,

11. Teman perkuliahan Majuko Gondrong yang setia menemani dalam mengurus berkas penulis dan memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

(11)

12. Teman-teman seperjuangan penulis Andi Edwin Parawangsah, Andi Sarah Maulidana, Andi Annisa Tenri B, St Facranah Suraeda, Athirah Aksan, Sri Nurfadillah Pasha, Andi Muhammad Tri Putra Pangeran dan Litami Aprilia yang bersama-sama berjuang dan memberi semagat kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2014 yang bergabung dalam “DIPLOMASI 2014”

14. Rekan-rekan KKN Tematik Anti-Korupsi gel.96 yang telah memberikan masukan terhadap skripsi penulis.

15. kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dorongan serta semangat selama ini, semoga mendapat limpahan rahmat dan berkah dari Allah SWT.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas pengorbanan tulus yang telah diberikan dengan segala limpahan rahmat dan hidayah dari-Nya.

Akhir kata Penulis persembahkan karya ini dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Februari 2018

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Pengertian Tinjauan Yuridis ... 9

B. Tindak Pidana ... 10

1. Pengertian Tindak Pidana ... 10

2. Jenis Tindak Pidana ... 12

C. Pengertian Anak dan Anak Sebagai Korban ... 15

1. Pengertian Anak ... 15

2. Anak Sebagai Korban ... 21

D. Perdagangan Orang ... 23

1. Pengertian Perdagangan Orang ... 23

2. Pengertian Perdagangan Anak ... 29

3. Sanksi Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang ... 31

4. Bentuk-Bentuk Perdagangan Orang ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Lokasi Penelitian ... 47

B. Jenis dan Sumber Data ... 47

C. Teknik Pengumpulan Data ... 48

D. Metode Analisis Data ... 49

(13)

BAB IV PEMBAHASAN ... 50

A. Ketentuan Hukum Pidana Materiil Mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks ... 50

1. Posisi Kasus ... 50

2. Dakwaan Penuntut Umum ... 53

3. Tuntutan Penuntut Umum ... 55

4. Amar Putusan ... 56

5. Analisis Penulis ... 57

B. Implikasi Hukum Terhadap Perlindungan Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Dalam Putusan No.1673/Pid.Sus/2016/PN.Mks ... 62

1. Implikasi Hukum ... 62

2. Analisis Penulis ... 66

BAB V PENUTUP ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 73

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam laporan trafficking/perdagangan manusia (TIP) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat tahun 2017 (Tier Placements, office to monitor and combat trafficking in persons) Indonesia termasuk didalam kelompok negara-negara yang pemerintahnya dinilai masih gagal mencegah dan memberantas trafficking, tetapi telah melakukan usaha yang signifikan untuk menghapus trafficking (TIER 2). Selain Indonesia, ada 76 negara yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya, Afghanistan, Argentina, Brazil, Brunei, Cambodia, Croatia, Ecuador, Egypt, Fiji, Greece, japan, kenya dan India.

Di Indonesia termasuk pemasok perdagangan anak dan perempuan terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Komnas Anak, terdapat sekitar 200 sampai 300 ribu pekerja seks komersil (PSK) berusia dibawah 18 tahun. Diluar negeri, Indonesia juga memasok kebutuhan Asia Tenggara. “sekitar 23% dari 6.750 tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di Hong Kong ternyata bekerja di wilayah prostitusi”.

Hal ini terjadi karena mereka tidak mempunyai surat kenal lahir, kemudian dalam pembuatan paspor mereka memalsukan usianya.1 Perdagangan orang menuju dalam negeri juga semakin menjadi isu serius, dengan

1 Tempo interaktif, “Indonesia Pemasok Perdagangan Anak Terbesar di Asia Tenggara”, https://nasional.tempo.co/read/52109/indonesia-pemasok-perdagangan-anak-terbesar- di-asia-tenggara. Diakses pada tanggal 11 desember 2017.

(15)

korban berasal dari negara-negara lain di Asia Tenggara atau yang berasal dari Amerika Selatan untuk bekerja dalam industri seks atau perikanan.2

Perdagangan orang khususnya perempuan dan anak didalam negeri ditujukan untuk dijadikan pengemis, pekerja domestik, pekerja pabrik, pekerja anak dan protistusi. Masalah ini sangat kompleks, dari waktu ke waktu semakin meningkat, sehingga sulit menekan angka pertumbuhannya. Banyaknya Faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan anak diantaranya kemiskinan, lemahnya pencatat kelahiran, pendidikan, budaya, pekerjaan menyerupai perbudakan, perkawinan dini, korupsi dan kebijakan dan hukum yang bias gender. Kasus perdagangan orang ini terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Medan, Padang, Pontianak, Makassar dan Manado.3

Perdagangan anak (trafficking in children) ini bertentangan dengan Hak Asasi Anak, Konvensi Hak-Hak Anak Internasional, Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena di dalam perdagangan anak terdapat pelanggaran dan kejahatan terhadap anak. Terkait dengan masalah perdagangan anak, yang telah dijelaskan di dalam ketentuan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

2 International Organization for Migration Indonesia, http://www.iom.or.id/id/aktivitas- kami/pemberantasan-perdagangan-manusia, diakses pada 15 desember 2017, pukul 21.10 WITA

3 farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm 6.

(16)

Perlindungan anak bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Ketentuan ini jelas menentang adanya perdagangan anak yang secara tidak langsung telah merampas hak-hak anak untuk tetap tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.

Kasus menarik untuk dikaji berdasarkan uraian di atas yaitu kasus pada putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 1774/Pid.Sus/2016/PN.MKS. secara garis besar kronologis kasus posisinya adalah sebagai berikut:

Tersangka lelaki Jhoni Hengky, SE terhadap korban lelaki Muh. Alan Nautika, yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 25 Juni 2016 sekitar pukul 10.00 wita dengan cara tersangka Jhony Hengky menjemput korban di dekat rumah korban di Perumahan Asri Barombong Kec. Tamalate Kota Makassar tanpa sepengatahuan atau seijin dari orang tua korban dengan alasan untuk jalan-jalan ke mall membeli sepatu sehingga korban ikut.

Selanjutnya tersangka Jhony Hengky membawa korban ke Mall GTC kemudian pindah ke Trans Studio Mall Makassar setelah itu tersangka Jhony Hengky menyimpan korban di tempat permainan lalu tersangka meninggalkan korban kemudian tersangka Jhony Hengky pulang ke rumahnya di jalan Perjanjian Bongaya Kel Barombong Kota Makassar dan pada saat tersangka berada dirumahnya lalu menulis surat tebusan yang

(17)

berisi “Anak kamu ada ditangan saya dalam satu jam kamu siapkan Rp.

85.000.000 sebagai tebusan 089529406208”, setelah itu tersangka Jhony Hengky menyuruh kedua orang anak yang tidak dikenal yang sedang naik sepeda yang diketahui bernama Alfin untuk membawa surat tersebut ke rumah korban dengan memberi imbalan sebesar Rp. 10.000 sehingga saksi Alfin membawa surat tersebut kerumah korban dan yang menerima adalah ibu kandung korban yang bernama Asrini setelah itu keluarga korban bernama Kaharuddin menghubungi nomor tersebut dan janjian akan dilakukan transaksi di dekat jembatan barombong namun tidak jadi setelah itu tersangka lelaki Jhony Hengky mengirim SMS kepada keluarga korban dan mengancam akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan terhadap korban apabila mengulur waktu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak.

Karena perbuatannya tersangka Jhony Hengky melanggar Pasal 83 UU No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana dalam surat dakwaan tunggal dan dijatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sejumlah Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar ganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan penjara. Putusan tersebut di bentuk oleh Majelis Hakim dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat pertama berdasarkan bukti- bukti yang telah dihadirkan pada persidangan.

(18)

Menyimak kasus di atas, persoalan perdagangan anak masih terjadi didaerah makassar dengan motif penculikan. Dalam kasus di atas tersangka Jhony Hengky melanggar Pasal 83 yakni :

“setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculikanak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).”

Perlunya perlindungan hukum bagi korban khususnya bagi anak yang menjadi korban perdagangan orang harus diperhatikan. Bentuk perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang adalah pemberian restitusi dan kompensasi, layanan konseling, pelayan medis atau pemulihan kesehatan fisik dan psikis (rehabilitasi), upaya pemberian bantuan hukum dan pendampingan, pemberian informasi dan reintegrasi (penyatuhan kembali ke keluarganya atau ke lingkungan masyarakat).

Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang khususnya anak merupakan salah satu tujuan dari kebijakan hukum pidana (social defence), yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat (socialwelfare) harus sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yaitu bahwa negara dan pemerintahan harus melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan umum sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pentingnya bagi negara untuk menghukum atas terjadinya pelanggaran HAM dalam tindak pidana perdagangan orang serta memberikan perlindungan kepada korban atau

(19)

orang-orang yang diperdagangkan. Sebab tindak pidana perdagangan orang khususnya anak dirasakan sebagai ancaman bagi masyarakat, bangsa dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatann terhadap hak asasi manusia. Sehingga dalam penegakan hukum memerlukan upaya yang menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan, serta terkordinasi dengan baik. Perlindungan terhadap anak telah menjadi tugas bersama segenap bangsa Indonesia untuk dapat menjadi tugas bersama segenap bangsa Indonesia untuk dapat menanggulangi kejahatan kemanusiaan.

Untuk itu diperlukan konsolidasi antara unsur-unsur penyelenggara negara dan juga kerjasama dengan masyarakat untuk upaya penanggulangan perdagangan orang dapat berkerja secara efektif. Salah satu cara pemerintah dalam menghentikan masalah perdagangan anak salah satunya yakni harus dilakukan dengan cara pendekatan komprehensif, yaitu penegakan hukum dan penguatan kapasitas masyarakat. Drs. Ulaen mengakui cara penanggulangan ini, ia mengatakan bahwa penanggulangan perdangangan anak harus dihentikan dengan pendekatan yang tepat melalui pemberian informasi akan bahayanya perdagangan anak kepada masyarakat dan aparat-aparat desa, serta penegakan hukummnya yang harus dilakukan tanpa pandang bulu dengan pengertian aparat negara yang terkait dengan tindak pidana ini diberi sanksi

(20)

yang tegas agar timbul rasa jera.4 Dan untuk mengentaskan persoalan perdagngan anak itu sendiri harus ada campur tangan antara masyarakat dan pemerintah, karena merekalah yang memegang peranan penting itu sendiri.

Sungguh ironi mengetahui bahwa keberadaan Pemberantasan Tindak Pidana Penculikan khususnya anak masih belum mampu secara maksimal menjadi payung hukum dan untuk kemudian menjerat para pelaku penculikan anak yang semakin hari semakin meningkat.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tindak pidana penculikan dalam skripsi yang berjudul : “Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Penculikan (Studi Kasus Putusan No:

1673/Pid.Sus/2016/PN.MKS)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pemilihan judul sebagiamana tersebut di atas, maka pembahasan selanjutnya akan bertumpu pada rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimanakah ketentuan hukum pidana materil mengenai tindak pidana penculikan terhadap anak selaku korban dalam putusan No. 1673/Pid.Sus/2016/Pn.Mks ?

4 Lapian Gandhi L.M dan Geru Hetty A, Trafficking Perempuan dan Anak, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010. Hlm. 169

(21)

2. Bagaimanakah implikasi hukum terhadap perlindungan anak sebagai korban tindak pidana penculikan dalam putusan No.

1673/Pid.Sus/2016/Pn.Mks ? C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum pidana materil mengenai tindak pidana penculikan terhadap anak selaku korban dalam putusan No. 1673/Pid.Sus/2016/Pn.Mks.

2. Untuk mengetahui implikasi hukum terhadap perlindungan anak sebagai korban tindak pidana penculikan putusan No.

1673/Pid.Sus/2016/Pn.Mks.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dalam penulisan ini antara lain :

1. Agar hasil penelitian ini dapat membeikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi pemerintah serta instansi-instansi hukum yang terkait, dalam memberikan hukum terhadap anak-anak selaku korban penculikan.

2. Agar hasil penelitian ini dapat menjadi sarana untuk memperluas wawasan bagi para pembaca mengenai tindak pidana perdagangan anak dan sebagai sumbangan pikiran dalam rangka pembinaan hukum nasional.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tinjauan yuridis

Tinjauan Yuridis terdiri dari dua kata, yaitu “tinjauan” dan “yuridis”

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tinjauan, yaitu :

“Tinjauan adalah pandangan; pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari)5 : pemeriksaan yang teliti, kegiatan pengumpalan data, pengolahan, analisa, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis untuk memecahkan suatu persoalan.6

Selanjutnya pengertian “yuridis” di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia7, yaitu : “Yuridis adalah menurut hukum atau secara hukum.

Istilah “Yuridis” berasal dari Bahasa Inggris “Yuridicial” yang sering disinonimkan dengan arti kata hukum atau normatif. Jadi tinjauan yuridis berarti kajian atau analisis suatu masalah berdasarkan hukum dan perundang-undangan. Paul Scotthen menyatakan bahwa Interprestasi, penafsiran hukum, merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan hukum.8

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tinjauan yuridis memuat analisis melalui interprestasi-interprestasi hukum dan

5 Kkbi.web.id

6 Poerwadarminta,w.j.s, 2006, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 194.

7 Op.Cit

8 Satjipto Rahardjo, 2006, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, PT. Aditya Bakti, Bandung, hlm. 17

(23)

perundang-undangan, penalaran logis, pengunaan dasar-dasar teori hukum dalam pengkajian suatu masalah hukum. Juga memuat delik apa yang terjadi, unsur-unsur, delik terpenuhi, pidana, pemidanaan dan pertanggungjawaban pidana

B. Pengertian Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif) yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana. Banyak pengertian tindak pidana seperti yang dijelaskan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

a) Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.9

b) Menurut Simons, tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.10

c) Menurut Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dikenakan hukuman pidana.11

9 Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampug.

Hlm 21.

10 Ibid.

11 Ibid.

(24)

d) Menurut Pompe mendefinisikan tindak pidana menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan sipelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum sedangkan menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.12

e) Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

1. Subyektif adalah berhubungan dengan diri sipelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya.


2. Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari sipelaku itu harus dilakukan.13

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

12 Ibid.

13 Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta. Hlm.69

(25)

pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar- dasar tertentu, antara lain sebagai berikut:14

a) Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan”

dan “pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam PerUndang-Undangan secara keseluruhan.


b) Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten).

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu.

Misalnya Pasal 351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.


14 Ibid.

(26)

c) Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang menyebabkan orang lain luka-luka.

d) Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan (Pasal 378 KUHP).Tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.


2. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur

(27)

terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga bayi tersebut meninggal.


Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak pidana pasif.

Klasifikasi tindak pidana menurut system KUHP dibagi menjadi dua bagian, kejahatan (minsdrijven) yang diatur Dalam Buku II KUHP dan pelanggaran overtredigen yang diatur dalam Buku III KUHP. Pembagian perbedaan kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas perbedaan prinsipil, yaitu :

a. kejahatan adalah rechtsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan keadilan. Pertentangan ini terlepas perbuatan itu diancam pidana dalam suatu Perundang-undangan atau tidak.

Jadi, perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan.


b. Pelanggaran adalah wetsdelict, artinya perbuatan-perbuatan yang didasari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutkan sebagai delik.15

15 Tri Andrisman. Hukum Pidana. Univertas Lampung. 2007. Bandar Lampung.

Hlm. 86.

(28)

Dua macam cara menentukan perbedaan antara golongan tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu :

1. Meneliti dari sifat pembentuk undang-undang.


2. Meneliti sifat-sifat yang berbeda antara tindak-tindak pidana yang termuat
dalam Buku II KUHP di satu pihak dan tindak-tindak pidana yang termuat dalam Buku III KUHP di pihak lain.


C. Pengertian Anak dan Anak Sebagai Korban 1. Pengertian Anak

Dalam sistem perundang-undangan kita belum ada unifikasi tentang hukum anak, akan tetapi terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, seperti pada Hukum Perburuhan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang- Undang Pengadilan Anak (Undang-Undang No. 3 Tahun 1997), Undang- Undang Permasyarakatan (Undang-Undang No. 12 Tahun 1995), Undang- Undang Kesejahteraan anak, dan lain sebagainya.16

Pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut :

a. Undang-Undang Pengadilan Anak

Undang-Undang Pengadilan Anak (Undang-Undang No. 3 Tahun 1997) pasal 1 (2) merumuskan, bahwa anak adalah orang dalam

16 Darwan Prinst, S.H., Hukum Anak Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal.2.

(29)

perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Jadi anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Sedangkan syarat kedua si anak belum pernah kawin.

b. Anak dalam Hukum Perburuhan

Pasal 1 (1) Undang-Undang Pokok Perburuhan (Undang-Undang No.12 Tahun 1948) mendefinisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 tahun ke bawah.

c. Anak menurut KUHP

Pasal 45 KUHP, mendefinisikan anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya.

Ketentuan pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997.

d. Anak menurut Hukum Perdata

Pasal 330 KUH Perdata mengatakan, orang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

e. Anak menurut Undang-Undang Perkawinan

Pasal 7 (1) Undang-Undang Pokok Perkawinan (Undang- Undang No. 1 Tahun 1974) mengatakan, seorang pria hanya

(30)

diizinkan kawin apabila telah mencapai usia 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

f. Anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak

Pasal 1 (1) anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak yang masih dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak memerlukan untuk itu, sebaliknya dianggap tidak pernah ada apabila anak meninggal pada waktu dilahirkan.17

g. Anak menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia

Pasal 1 (5) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.18

h. Anak menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, membagi pengertian anak kedalam 4 pengertian sebagai berikut :

a. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

17 pasal 2 UU KUHPerdata

18 Undang-undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, (Jakarta : Asa mandiri, 2006), hal. 5.

(31)

b. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

c. Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

d. Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

e. Anak menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 ayat (2) anak adalah seseorang yang belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

Hal penting yang perlu di perhatikan dalam peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan anak adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor seperti faktor ekonomi, sosial politik, dan

(32)

budaya masyarakat. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan terdapat perbedaan ketentuan yang mengatur tentang anak, hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor yang merupakan prinsip dasar yang terkandung dalam dasar pertimbangan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang bersangkutan yang berkaitan dengan kondisi dan perlindungan anak

Penentuan batas usia anak tersebut mengacu pada ketentuan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Tapi dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) penentuan batas usia anak secara tegas mengcakup anak yang masih dalam kandungan, berbeda dengan Konvensi Hak Anak (KHA) didalam KHA tidak secara tegas menegaskan demikian.

Didalam Undang-Undang Perlindungan Anak tidak mensyaratkan

“belum pernah kawin” dalam menentukan batas usia anak agar undang- undang ini dapat memberikan perlindungan secara utuh tanpa adanya diskriminasi antara yang sudah kawin dengan yang belum pernah kawin dimana persyaratan tersebut lebih menekankan pada segi legalistiknya, sedangkan dalam perlindungan anak penentuan batas usia anak lebih dititikberatkan pada aspek untuk melindungi anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya.19

19 UNICEF, Perlindungan Anak, (Jakarta : Harapan Prima, 2003), hal. 8.

(33)

Didalam Undang-Undang Perlindungan Anak secara tegas mengatur pengertian anak mengenai20:

a) Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosisal.

b) Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga menggangu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.

c) Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.

d) Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

e) Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbinganpemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.

Dari beberapa pengertian dan batasan umur anak sebagaimana tersebut di atas yang cukup bervariasi tersebut, kiranya menjadi perlu untuk

20 Ibid.

(34)

menentukan dan menyepakati batasan umur anak secara jelas dan lugas agar nantinya tidak terjadi permasalahan yang menyangkut batasan umur anak itu sendiri. Dalam lingkup Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia serta Undang-Undang tentang Perlindungan Anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan, dan belum pernah menikah.

2. Anak Sebagai Korban

Adapun yang dimaksud anak sebagai korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang, dapat dipastikan bahwa mereka berada dalam kondisi dan situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas yang terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol, psikotoprika, dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

Khusus anak sebagai korban tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 64 ayat (3) Undang-undang Perlindungan Anak wajib diberikan perlindungan khusus yang melaksanakan melalui:

- Upaya rehabilitasi, baik di dalam lembaga maupun diluar lembaga.21

21 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Pasal 90 ayat (1).

(35)

- Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

- Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli.

- Pemberia aksesbilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Yang dimaksud rehabilitasi medis tersebut adalah proses kegiatan pengobatan secara terpadu dengan memulihkan kondisi fisik anak, anak korban dana tau anak saksi. Kemudian yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar anak korban, dana atau anak saksi dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan di masyarakat.

Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, ekonomi dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidan perdagangan orang. Dengan demikian korban juga termasuk semua orang khususnya anak-anak.22 Anak sebagai korban diberikan hak dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap saksi dan/atau korban anak dilakukan dengan memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi anak dengan tidak memakai toga atau pakaian dinas.23

Hak bagi anak sebagai korban dalam sidang tindak pidana perdagangan orang untuk memeriksa saksi/dan atau korban anak dilakukan dalam sidang tertutup. Saksi dan/atau anak wajib didampingi

22 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang, pasal 1 ayat (3).

23 Ibid. pasal 38.

(36)

orang tua, wali, orang tua asuh, advokat, atau pendamping lainnya.24 Untuk anak korban perdagangan orang juga berlaku perlindungan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang RI No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 43 Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang perdagangan orang yang berbunyi:

“Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini”.

Dalam hal Bersaksi di pengadilan adalah hal yang sulit dan menakutkan bagi korban perdagangan manusia tetapi akan lebih sulit dan menakutkan bagi anak-anak, harus ada ketentuan khusus yang wajib dipertimbangkan dan di implementasikan untuk memastikan bahwa anak- anak tersebut terlindungi saat mereka bersaksi di pengadilan.

D. Perdagangan Orang 1. Pengertian

a. Pengertian Menurut Protokol PBB

Sebelum Undang-Undang Tindak Pidana disahkan beberapa waktu yang lalu, pengertian tindak pidana perdagangan orang yang umum paling banyak digunakan adalah pengertian dari Protokol PBB untuk mencegah,

24 Ibid. Pasal 39.

(37)

menekan, dan menghukum pelaku perdagangan orang. Dalam protokol PBB tersebut pengertian perdagangan orang adalah :

a. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak, eksploitasi untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik- praktik serupa perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.

b. Persetujuan korban perdagangan orang terhadap eksploitasi yang dimaksud yang dikemukakan dalam sub alinea (a) ini tidak relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam sub alinea (a) digunakan.

c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi dipandang sebagai perdagangan orang bahkan jika kegiatan ini tidak melibatkan satu pun cara yang dikemukakan dalam sub alinea (a) pasal ini.

(38)

d. Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.25 Pengertian di atas tidak menekankan pada perekrutan dan pengiriman yang menentukan suatu perbuatan tersebut adalah tindak pidana perdagangan orang, tetapi juga kondisi eksploitatif terkait ke dalam mana orang diperdagangkan. Dari pengertian tersebut ada tiga unsur yang berbeda yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu :

a) Tindakan atau perbuatan yang dilakukan, yaitu perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang.

b) Cara, menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk paksaan lain, penculikan, tipu daya, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang-orang.

c) Tujuan atau maksud, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi mencakup setidak-tidaknya eksploitasi pelacuran dari orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 1.1. jika salah satu faktor dari ketiga unsur di atas terpenuhi, maka terjadilah perbuatan perdagangan orang. Persetujuan dari korban berkenaan dengan eksploitasi yang menjadi tujuan dari perdagangan orang tersebut kehilangan

25 Ruth, Rosenberg, op.cit., 2003, hlm. 14-15.

(39)

relevansinya atau tidak lagi berarti, bilamana cara-cara pemaksaan atau penipuan sebagaimana diuraikan dalam pengertian di atas telah digunakan.26

Tabel 1.1 Kerangka Perdagangan Orang

Proses/Cara Jalan/cara Tujuan

Perekrutan Ancaman Prostitusi

atau atau atau

Pengiriman Pemaksaan Pornografi

atau atau atau

Pemindahan Penculikan Kekerasan/Eksploitasi Seksual

atau atau atau

Penampungan Penipuan Kerja Paksa

atau atau atau

Penerimaan Kebohongan Perbudakan/Praktik

Serupa

atau atau

Penyalahgunaan Kekuasaan

Pengambilan Organ Tubuh

Sumber: Perdagangan Perempuan dan Anak Indonesia, Ruth Rosenberg, 2003, hlm. 16.

26 Lihat Pasal 3 (b) Protokol PBB.

(40)

Setiap tindakan rekrutmen, pengiriman, pemindahan, penempatan, atau penerimaan seorang anak dengan maksud eksploitasi, dianggap sebagai perdagangan orang walaupun cara-cara pemaksaan atau penipuan dalam pengertian di atas tidak digunakan. Hal ini ditegaskan bahwa untuk korban perdagangan anak, tanpa terpenuhinya unsur kedua, yaitu menggunakan cara ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, tipu daya, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau kedudukan rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang-orang sudah merupakan bentuk perdagangan orang.

1) Pengertian Perdagangan Orang Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan tidak jauh berbeda dengan rumusan dari protokol PBB dan lebih rinci atau mencakup ruanglingkup tindak pidana perdagangan orang dari rumusan KUHP. Dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa perdagangan orang adalah sebagai berikut.

“Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas

(41)

orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan mengeksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Tindak pidana perdagangan orang merupakan tindak pidana formil, yaitu adanya tindak pidana perdagangan orang cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang sudah dirumuskan dan tidak harus menimbulkan akibat.

2) Pengertian Perdagangan Orang menurut RUU KUHP (Tahun 2006)

Pengaturan kejahatan perdagangan orang dalam Rancangan KUHP terdapat dalam Bab XXI Mengenai Tindak Kemerdekaan Orang.bagian kesatu Perdagangan Orang, terdiri dari 12 Paragraf dan 16 Pasal. Pasal 546 Rancangan KUHP merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang , sebagai berikut :

“setiap orang yang melakukan perekrutan, pegiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan rindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak kategori VI.”

Berdasarkan rumusan diatas terdapat 3 elemen, yakni :

• Setiap orang yang melakukan : perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang;

(42)

• Dengan menggunakan : kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang;

• Untuk tujuan : mengeksploitasi, atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut.

Dengan perumusan seperti di atas, maka sebuah perbuatan tindak pidana perdagangan orang dapat terpenuhi bila salah satu dari tiga elemen tersebut dilakukan. Misalnya, seorang melakukan perekrutan dengan menggunakan pemanfaatan posisi kerekrutan untuk tujuan mengeksploitasi, maka orang tersebut telah memenuhi pasal ini.

2. Pengertian Perdagangan Anak

Perdagangan anak didefinisikan oleh ODCCP (Office for Drug Control and Crime Prevention) sebagai perekrutan, pemindahan, pengiriman, penempatan atau menerima anak-anak di bawah umur untuk tujuan eksploitasi dan itu menggunakan ancaman, kekerasan, ataupun pemaksaan lainnya seperti penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan wewenang maupun posisi penting. Juga memberi atau menerima uang atau bantuan untukk mendapatkan persetujuan dari orang yang menguasai penuh atas anak itu.27

Perdagangan anak biasanya bertujuan :

27 Wikipedia. Perdagangan Anak, https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_anak.

Diakses pada tanggal 29 November 2017. 14.10 Wita.

(43)

a. Eksploitasi untuk pekerjaan (termasuk perbudakan dan tebusan)

b. Eksploitasi seksual (termasuk prostitusi dan pornografi anak)

c. Eksploitasi untuk pekerjaan illegal (seperti mengemis dan perdagangan obat terlarang)

d. Perdagangan adopsi e. Penjodohan

Adapun pengertian anak dalam protokol untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak, melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi (Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention Against Transnational Orgaized Crime), perdagangan anak adalah perekrutan, pengangkutan, pengiriman, penampungan atau penerimaan orang dibawah usia 18 tahun, dengan cara apa pun, untuk tujuan eksploitasi (pasal 3).

Krisis moneter berkempanjangan dan lesunya perekonomian menyebabkan banyak keluarga kehilangan sumber pendapatannya dalam kondisi ini, perdagangan (trafficking) anak dan perempuan dianggap memberi kesempatan yang lebih baik kepada perempuan dan anak untuk mendapatkan uang.28 Perdagangan perempuan dan anak, merupakan

28 Maidin Gultom.loc.cit.Hal. 30.

(44)

bagian dari bentuk terburuk tindakan para sindikat yang harus dihapuskan, sebab akibat dari perdagangan tersebut, perempuan dan anak berada pada situasi yang sangat buruk. Praktik kejahatan perdagangan anak perempuan, merupakan suatu tindakan kejahatan yang bergerak dibawah tanah atau masih terselubung dengan jalur mata rantai yang panjang, cukup rumit yang sifatnya sangat tertutup, antarmata rantai tidak saling mengenal namun, ada juga jalur pendek di mana satu-sama lain saling mengetahui bahkan masih berhubungan kerabat atau pertemanan.29

3. Sanksi Terhadap pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang Pada dasarnya kepada seorang pelaku suatu tindak pidana harus dikenakan suatu akibat hukum. Akibat hukum itu pada umumnya berupa hukuman pidana atau sanksi. Berdasarkan Pasal 10 KUHP jenis hukuman pidana dibagi menjadi dua, yakni :

• Pidana pokok yang terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.

• Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Jenis pidana terhadap tindak pidana perdagangan orang berupa sanksi pidana penjara, pidana denda, dan pidana tambahan. Menurut

29 Andri Yoga Utami dan Pandji Putranto, 2002, Ketika Anak Tak Bisa Lagi Memilih : Fenomena Anak yang Dilacurkan di Indonesia, Kantor Perburuhan Indonesia, Jakarta, hal. 67.

(45)

KUHP ada beberapa jenis pemberian pidana dalam Undang-undang yang mengatur pidana terhadap tindak pidana perdagangan orang atau berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang, yaitu :

• Ada pasal-pasal yang menggunakan sanksi pidana minimal- maksimal dan denda minimal-maksimal.

• Ada pasal menggunakan sanksi pidana saja, tetapi ada minimal dan maskimal.

• Ada pasal-pasal menggunakan sanksi pidana maksimal dan denda maksimal.

• Ada pasal-pasal menggunakan sanksi pidana maskimal saja.

Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang bahwa semua unsur tindak pidana perdagangan orang diuraikan dan dikenakan sanksi. Dilihat dari perbuatan perdagangan orang, maka sanksi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu perbuatan yang merupakan tindak pidana perdagangan orang dan perbuatan yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang.

Untuk lebih jelasnya perhatikan Tabel 1.3 berikut ini :

Tabel 1.3 Sanksi Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal Tindak Pidana Pidana

Min

Pidana Maks

Denda /tambahan

Pidana tambahan

2 Perdagangan 3 tahun 15

tahun

+120-600 jt rp

-

(46)

3 dan 4

Perdagangan Orang ke dalam atau ke luar

Indonesia

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

5 Pengangkatan anak melalui Adopsi

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

6 Perdagangan anak ke dalam atau ke luar negeri

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

7 (1) Perdagangan orang mengakibatkan luka fisik

dan psikis

4 tahun 20 tahun

+160-800 jt rp

-

7 (2) Perdagangan orang mengakibatkan kematian

5 tahun Semur Hidup

+200 jt- 5 miliar rp

-

8 Perdagangan orang dilakukan oleh penyelenggara negara

4 tahun 20 tahun

+160-800 jt rp

Pemberhentian tidak hormat

9 Menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana tetapi tidak terjadi

1 tahun 6 tahun +40-240 jt rp

-

10 Membantu/melakukan percobaan untuk melakukan

tindak pidana perdagangan orang

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

(47)

11 Merencanakan/melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

perdagangan orang

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

12 Menggunakan/memanfaatka n korban tindak pidana

perdagangan orang

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp

-

15 Tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh

korporasi

3 tahun 15 tahun

+120-600 jt rp, 360 jt- 1 miliar rp, 800 jt rp

Pencabutan izin

Perampasan kekayaan Pencabutan status badan hukum Pemecatan pengurus Pelanggaran kepada pengurus mendirikan korporasi bidang usaha yang sama

(48)

16 Tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok terorganisir

4 tahun 20 tahun

+160-800 jt rp

-

17 Tindak pidana perdagangan orang dilakukan oleh kelompok terorganisir

terhadap anak

4 tahun 20 tahun

+160-800 jt rp

=

Sumber : undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kententuan pasal 50 ayat (4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang menyebutkan bahwa apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun. Dengan adanya pidana pengganti dapat diterima, tetpi dengan maksimal satu tahun pidana kurungan dianggap terlalu ringan karena tidak sepadan dengan kerugian yang diderita korban. Oleh karena itu, perlu disesuaikan dengan jumlah kerugian yang diderita korban baik materil maupun non materiil.

Ketentuan yang mengatur secara khusus tentang perdagangan orang yang baru disahkan sehingga bekum terlihat efektivitasnya, sebelumnya digunakan KUHP Pasal 297 yang dirasakan belum secara komprehensif dan memadai untuk melakukan upaya-upaya pencegahan, pemberantasan, penghukuman terhadap pelaku, perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang.

(49)

Adapun sumber-sumber perdagangan orang dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia di luar KUHP, yaitu sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

6. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

7. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimgrasian 10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang

(50)

11. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Penghapusan Korupsi, dan lain-lain.30

KUHP dan peraturan perundang-undangan lainnya tersebut tidak merumuskan pengertian perdagangan orang yang tegas dan lengkap secara hukum. Di samping itu, juga memberikan hukuman yang ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang dialami korban akibat perdagangan orang tersebut. Oleh karena itu, lahir Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang dan melindungi korban perdagangan orang.

Undang-undang ini mengatur berbagai ketentuan yang dapat mengantisipasi dan menjaring semua jenis tindak pidana perdagangan orang, mulai dari proses dan cara, sampai kepada tujuan, dalam semua bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi dalam perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah yang dalam negeri maupun antarnegara dan baik dilakukan perorangan, kelompok maupun korporasi. Undang-undang ini juga mengatur perlindungan saksi dan korban sebagai aspek penting dalam penegakan hukum unyuk memberikan perlindungan kepada korban dan/atau saksi.

Selain itu, undang-undang ini memberikan perhatian terhadap penderitaan korban akibat tindak pidana perdagangan orang dalam bentuk

30Departemen Kehakiman AS, Kantor Pengembangan, Asisten dan Pelatihan Kerja Sama Luar Negeri (OPDAT) dan Kantor Kejaksaan RI (Pusdiklat), Perdagangan Manusia dan Undang-Undang Ketenagakerjaan : Strategi Penuntutan yang Efektif, 2008. Hlm. 3.

(51)

hak restitusi yang harus diberikan kepada pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagai ganti kerugian bagi korban dan mengatur hak korban atas rehabilitasi medis, psikologis dan sosial, pemulangan serta integrase yang wajib dilakukan oleh negara, khususnya bagi mereka yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana perdaganga orang. Undang-undang ini juga mengatur ketetntuan tentang pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang sebagai tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah masyarakat dan keluarga.

4. Bentuk-bentuk Perdagangan Orang A. Pekerja Migran

Pekerja migran adalah oranng yang berimigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka waktu yang relatif menetap. Menurut Everest S.Lee dalam Muhajidir Darwin bahwa keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah konsekuensi dari perbedaan nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor penarik dari tempat tujuan.

31 faktor pendorong dari daerah asal seperti tekanan ekonomi di mana tidak terpenuhinya kebutuhan, lapangan kerja kurang, sedangkan faktor penarik,

31 Muhadjir Darwin. Pekerja Migran dan Seksualitas, Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University, 2003.hlm3.

(52)

yaitu adanya pekerja yang sukses berhasil memenuhi kebutuhan keluarga di daerah asal, walaupun ada juga pekerja yang gagal, tetapi daerah tetap merupakan penarik bagi banyak orang.

Pekerja migran mencakup dua tipe, yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran internasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi.32 Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah Indonesia. Pekerja migran Internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia lebih dikenal dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

b. Pekerja Anak

Menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di sebutkan bahwa :

“pekerja anak adalah anak-anak yang berusia dibawah delapan belas tahun”.

menurut data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), jumlah pekerja anak di Indonesia usia 10-14 tahun mencapai 1,04 juta orang.

Jumlah ini meningkat pada tahun 2007 menjadi 2,6 juta orang. Berdasarkan studi antara ILO dan Universitas Indonesia pada tahun 2003, jumlah

32 Edi Suharto, Permasalahan Pekerja Migran : Perspektif Pekerjaan Sosial, http://www.policy.hu/suharto/makIndo24.html:, diakses 29 November 2017.

(53)

pekerja anak domestik mencapai 700 ribu, sebanyak 90% adalah anak perempuan.

Pekerjaan terburuk untuk anak menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO no. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerja Terburuk Untuk Anak di Indonesia secara umum meliputi anak-nak yang dieksploitasikan secara fisik maupun ekonomi antara lain : anak-anak yang dilacurkan, di pertambangan, bekerja sebagai penyelam mutiara, bekerja di sektor konstruksi, bekerja di jermal, bekerja sebagai pemulung sampah, dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak, bekerja di jalan, bekerja sebagai pembantu rumah tangga, bekerja di industri rumah tangga, bekerja di perkebunan, bekerja pada penebangan, pengolahan, dan pengangkutan kayu, dan anak-anak yang bekerja pada industry dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

Untuk menyelamatkan anak Indonesia dari beban pekerjaan tersebut orang tua harus bertanggung jawab terhadap tumbuh kembangnya anak-anak mereka. Karena di dalam Undang-undang perlindungan anak (UUPA), seseorang masih disebut anak hinggah usianya 18 tahun dan di dalam UUPA juga bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasisecara optimalsesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

(54)

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

c. Perdagangan Anak Melalui Adopsi (Pengangkatan Anak) Pengangkatan anak atau lebih dikenal dengan adopsi di atur dalam pasal 39 dan 40 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pengangkatan anak harus mempertimbangkan kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di dalam KUHPerdata tidak ditemukan ketentuan yang mengatur pengangkatan anak, yang ada hanyalah ketentuan yang mengatur tentang pengakuan anak di luar kawin.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor2 Tahun 1973 dan disempurnakan dengan SEMA RI Nomor 6 Tahun 1983. Sema tersebut mengatur tentang pengangkatan anak antar-WNI. Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dengan orang tua angkat, juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh WNI yang tidak terikat perkawinan yang sah/belum menikah, juga diatur mengenai cara mengangkat anak.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agama bertambah yang berkaitan dengan penetapan asal usul anak dan pengangkatan anak. Kewenangan itu diatur dalam penjelasan pasal 49 huruf a angka 20 yang menyebutkan

Referensi

Dokumen terkait

RIZKA AMELIA: Potensi Karbon Hutan Mangrove Hasil Restorasi pada Lahan Bekas Tambak di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, di bumbing

Berdasarkan hasil analisis faktor dapat diketahui yang menjadi masalah utama pada keunggulan komparatif UKM pengrajin batu barmer di Kabupaten Tulungagung adalah upah buruh

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan dengan penyertaaan Roh Kudus-Nya yang berkat kasih cinta dan bimbingan-Nya,

Thomas Engel has taught chemistry for more than 20 years at the University of Washington, where he is currently Professor of Chemistry and Associate Chair for the Undergraduate

Data atau nilai keterampilan berbicara peserta didik kelas III MIN Likuboddong sebelum dan setelah diajar dengan menggunakan mdia boneka tangan pada tingkat signifikansi α =

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa fungsi menulis itu sangat banyak, salah satunya bagi siswa Sekolah Dasar yaitu; dengan menulis siswa akan lebih

Mencit diberikan ekstrak etanol daun mimba ( Azadirachta indica ) dengan dosis I 0,7 mg/30 gr BB mencit selama 14 hari. Mencit kemudian diinduksikan dengan aspirin dosis toksik

1. M Quraish Shihab berpendapat kata jahiliyah terambil dari kata jahl yang digunakan Alquran untuk menggambarkan suatu kondisi dimana masyarakatnya