• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Perjanjian Baku

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 30-36)

Perjanjian Baku dikenal masyarakat dalam dunia usaha baik dalam lembaga keuangan perbankan maupun lembaga keuangan non bank dan lembaga - lembaga lainnya. Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang didalamnya telah terdapat syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh salah satu pihak, yang umumnya disebut perjanjian adhesie atau perjanjian baku. Menurut Hondius dalam Purwahid Patrik, syarat-syarat baku dalam perjanjian adalah syarat-syarat konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, bahwa syarat baku syarat-syarat yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa merundingkan lebih dulu isinya.51

Pengertian dari Perjanjian Baku juga dapat dilihat dari pendapat Sutan Remy Sjahdeini sebagai berikut :

“perjanjian yang hampir seluruh klausul – klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah , warna , tempat, waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang dipejanjikan. Dengan kata lain, yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul – klausulnya”.52

51 Lina Jamilah, “Asas Kebebasan Berkontrak Dalam Perjanjian Baku”, Jurnal Ilmu Hukum Syiar Hukum, FAKULTAS HUKUM UNISBA VOL. XIII NO. 1, 2012, hlm.236.

31

Dari uraian diatas, karakter dari suatu perjanjian standart dapat dikemukakan sebagai berikut53:

a) Isi perjanjian telah ditetapkan secara tertulis dalam bentuk formil yang digandakan;

b) Penggandaan perjanjian dimaksudkan untuk melayani permintaan para konsumen yang berfrekuensi tinggi (sering dan banyak/ massal);

c) Konsumen dalam banyak hal menduduki posisi tawar menawar (kedudukan transaksional) yang lebih rendah dari produsen.

Munir Fuady menjelaskan mengenai pengertian Perjanjian Baku sebagai berikut :

“Kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam dalam pembuatan kontrak tersebut bahkan sering kali kontak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir – formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data – data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula – klausulanya, dimana pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk negosiasi atau mengubah klausula – klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut , sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Pihak yang kepadanya disodorkan kontrak baku tesebut tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi dan berada hanya posisi Take It Or Leave It”.54

Menurut Paulus J.Soepratignja, pembuatan kontrak baku hanya akan dilakukan jika muncul urgensi tanggapan atas kepentingan pelaku usaha yaitu55 :

a. Menghadapi kegiatan transaksional dalam frekuensi tinggi;

53Sukarmi, Cyber Law : Kontrak Elektronik Dalam Bayang – Bayang Pelaku Usaha, Pustaka Sutra, Bandung, 2008, hlm. 46.

54 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang Hukum Bisnis), Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007, hlm.76.

32

b. Demi persaingan bisnis, harus memberikan pelayanan secara efisien dan efektif kepada konsumen;

c. Demi efisiensi pendistribusian hasil produksi, seluruh atau sebagaian syarat – syarat dalam tiap transaksi harus lebih dipersiapkan terlebih dahulu secara tertulis, agar segera dapat diketahui oleh konsumen;

d. Mengimbangi tingginya frekuensi kegiatan transaksional, sehinnga harus menyediakan naskah dan/atau persyaratan kontrak, secara massal dan unifrom untuk transaksi yang sama, dengan tanpa memperlihatkan kondisi dan/atau kebutuhan dari masing – masing konsumen;

e. Persyaratan kontrak secara massal dan unifrom itu, secara efektif harus memberikan jaminan atas kekuatan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha sendiri serta bagi konsumen.

Pengertian Kontrak Baku (Standard Contract) juga dikemukan oleh Muhammad Syaifuddin yaitu sebagai berikut :

“Kontrak Baku adalah kontrak yang dibuat secara sepihak dalam format tertentu dan massal (banyak) oleh pihak yang mempunyai kedudukan dan posisi tawar menawar yang lebih kuat, yang didalamnya memuat klusula – klausula (pasal – pasal) uang tidak dapat dan tidak mungkin dirundingkan atau diubah oleh pihak lain yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar menawar yang lebih lemah selain menyetujui (Take It) atau menolak (Leave It) yang bertujuan menghemat biaya, Waktu dan tenaga serta mempermudah praktik hukum perancangan dan pelaksanaan kontraknya.”56

Berkenaan dengan Ciri – Ciri dari Perjanjian Baku yang berkembang dalam praktik hukum kontrak, Marianm Darus Badrulzaman berpendapat sebagai berikut:57

a. Proses pembuatannya secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar menawar yang lebih kuat daripada pihak lainnya;

56 Ibid., hlm. 219.

33

b. Pihak yang berkedudukan atau posisi tawar menawar lebih lemah, tidak dilibatkan sama sekali dalam menentukan substansi kontrak c. Pihak yang berkedudukan atau posisi tawar menawar lebih lemah

menyepakati atau menyetujui substansi kontrak secara terpaksa, karena didorong oleh kebutuhan

d. Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, formatnya tertentu dan massal (jumlahnya banyak).

Kontrak baku mempunyai keuntungan, antara lain, dapat mendukung praktik bisnis lebih efisien (dari segi waktu dan biaya) dan sederhana karena dapat ditandatangani seketika oleh para pihak terutama untuk kontrak – kontrak yang dibuat dalam jumlah yang banyak (massal). Sebaliknya, kerugian dari kontrak baku antara lain dapat terjadi ketidakadilan jika substansi kontrak memuat klausula yang tidak seimbang dalam arti lebih menguntungkan satu pihak yang kedudukan atau posisi tawar menawarnya lebih kuat saja dan merugikan pihak lainnya yang kedudukan atau posisi tawar menawar yang lebih lemah.58

Rijken berpendapat bahwa Perjanjian Baku adalah klausula yang dicantumkan didalam suatu perjanjian dengan mana suatu pihak menghindarkan dirinya untuk memenuhi kewajiban – kewajibannya dengan membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melawan hukum. 59

58 Ibid., hlm.220.

59H.P. Panggabean, Praktik Standaard Contract (Perjanjian Baku) dalam Perjanjian

34

Mariam Darus Badrulzaman mengkategorikan perjanjian baku menjadi tiga jenis, yaitu :

1) Perjanjian Baku Sepihak

Adalah perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu. Pihak yang kuat dalam hal ini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai posisi kuat dibandingkan pihak debitur. Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi.

2) Perjanjian Baku yang ditetapkan oleh Pemerintah

Adalah perjanjian baku yang mempunyai objek hak – hak atas tanah. Dalam bidang agraria, misalnya dapat dilihat formulir – formulir perjanjian sebagaiman yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustur 1977 Nomor. 104/Dja/1977, yang berupa antara lain akta jual beli, model 1156727 akta Hipotik model 1045055 dan sebagainya. 3) Perjanjian Baku yang ditentukan di lingkungan Notaris

atau Advokat

Adalah perjanjian – perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan , yang dalam kepustakaan Belanda biasa disebut dengan “Contract Model”.60

35

Alasan mengenai timbulnya praktik Standart Contract (Kontrak Baku) dalam perkembangan praktik hukum bisnis tidak ada alasan yang kuat untuk mendukungnya. Diperkirakan semata – mata hanya untuk menghemat waktu dan uang (alasan ekonomis) sehingga menghindari negosiasi yang berlarut – larut. Disadari bahwa untuk mencapai kesepakatan tentang isi perjanjian, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk bernegosiasi. Negosiasi yang berlarut – larut perlu dihindari supaya tidak memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang semakin banyak. Salah satu pihak biasanya pihak prinsipal yang berbentuk korporasi.61

Berkaitan dengan pengkategorian jenis Perjanjian Baku yang telah dijelaskan, karena semua perjanjian baku mengenal istilah Konsep Take It

Or Leave It sebagai salah satu konsep yang terdapat dalam pelaksanaan

Perjanjian Baku maka Penulis tidak membedakan makna dasar dari konsep tersebut sehingga penggunaan konsep tersebut dapat diterapkan untuk semua jenis Perjanjian atau Kontrak baku. Seperti menurut pendapat dari Vera Bolger yang dikutip oleh H.P. Panggabean dalam bukunya yang berjudul Praktik Standaard Contract (Perjanjian Baku) dalam Perjanjian

Kredit Perbankan62, beliau mengistilahkan makna Perjanjian Baku sebagai “Take It Or Leave It Conctract”. Dengan didasarkan pendapat tersebut, sesuai dengan pendapat penulis yang menyatakan bahwa Konsep Take It

Or Leave It dapat diterapkan untuk berbagai jenis Perjanjian atau Kontrak

Baku.

61Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm.11.

36

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 30-36)

Dokumen terkait