• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Dalam bab ini akan diuraian tentang persepsi, konselor sekolah, kompetensi konselor, dan persepsi siswa SMP terhadap kompetensi profesional konselornya.

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Sebagian besar tingkah laku manusia ditentukan oleh persepsinya terhadap obyek. Proses persepsi terjadi karena adanya rangsang dari luar diri individu. Rangsang itu diterima melalui alat indera, kemudian ditafsirkan, sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Adanya rangsang dari luar individu mengakibatkan suatu proses dalam diri individu, dan pada akhirnya individu akan memberikan tanggapan (Kartini Kartono, 1984: 57).

Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui alat indera sampai rangsang itu disadari dan dimengerti, sehingga memunculkan interpretasi terhadap rangsang tersebut (Irwanto, dkk, 2002: 71). Persepsi merupakan suatu tanggapan terhadap suatu objek, peristiwa atau pengalaman tertentu yang dapat diterima dan dimengerti oleh penerima rangsang atau stimulus sehingga menghasilkan pengetahuan tentang lingkungan sekitar. Stimulus adalah segala sesuatu yang mengenai

reseptor sehingga organisme menjadi aktif (Walgito, 2004). Stimulus dapat berasal dari dalam dan dari luar individu, tetapi kebanyakan berasal dari luar individu.

Crow and crow (Indarti, 1999: 11) mengemukakan bahwa:

perception is the processes of organizing and interpreting sensory data according to the results of previous experiences is called perception. Perception represents the mental identification or recognition of people, things, conditions or situational that are in the present range of one or more sensory stimulation.

Dari apa yang dikemukakan oleh Crow and crow (1999) persepsi merupakan proses mengorganisasikan dan mengintepretasikan data hasil dari pengalaman yang baru saja terjadi. Persepsi berhubungan dengan identifikasi mental atau rekognisi dari orang-orang, benda-benda, kondisi atau situasi yang berada dalam rentangan dari satu atau lebih stimulus sensori.

Desiderato (Rakhmat, 2005: 51) juga berpendapat bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan. Persepsi bukan ditentukan oleh benda yang memberikan rangsang, melainkan oleh karakteristik orang yang memberikan tanggapan itu (Rahmat, 2005: 69). Persepsi juga diartikan sebagai pandangan, pengamatan atau tanggapan individu terhadap benda, kejadian, tingkah laku manusia atau hal-hal yang ditemuinya sehari-hari (Mulyono, 1978: 22). Kata lain untuk persepsi adalah paradigma yang artinya cara orang

memandang sesuatu, pandangan atau keyakinan terhadap sesuatu (Covey, 2001: 31).

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu tanggapan, cara pandang siswa terhadap sesuatu baik itu orang, benda, kejadian, tingkah laku atau hal-hal yang ditemui dalam hidupnya pada saat berinteraksi dengan konselornya melalui pelayanan bimbingan dan konseling.

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Persepsi

Persepsi bersifat subyektif; artinya bahwa ada perbedaan tanggapan terhadap obyek yang sama oleh individu yang satu dengan yang lainnya. Persepsi individu terhadap dunia nyata merupakan olahan semua informasi yang diterima oleh indera-indera yang dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan pengalaman kita (Irwanto, 2002). Mahmud (1988: 41) menjelaskan bahwa persepsi tergantung pada stimulus dan latar belakang dari stimulus tersebut, seperti; pengalaman sensori masa lalu, perasaan, prasangka, keinginan individual, sikap dan tujuan.

Persepsi diawali dengan proses penginderaan, selanjutnya akan memunculkan aktivitas kognitif yang bersifat psikologis. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi yaitu: (a) perhatian yang selektif; (b) ciri-ciri rangsang; (c) nilai-nilai dan kebutuhan individu; (d) pengalaman terdahulu; (e) objek yang dipersepsi; (f) alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf. Keenam faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut (Irwanto, 2002; Soemanto 1988; Walgito, 2003):

a. Perhatian yang selektif

Setiap saat individu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi dengan lingkungan mempengaruhi individu untuk menerima rangsang dari dunia sekitar. Rangsang atau stimulus yang diterima individu sangatlah beragam. Hal ini mendorong individu hanya memusatkan perhatian pada rangsang-rangsang tertentu. Perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek (Walgito, 2003: 98). Individu menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya setiap saat. Meskipun demikian ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu memusatkan perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian objek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamat (Irwanto, 2002: 96-97).

Perhatian juga mempengaruhi persepsi. Ada begitu banyak rangsang atau stimuli di sekitar manusia dan ia tidak dapat menerima semua stimuli itu. Hal ini berarti manusia perlu selektif dalam menerima stimuli. Perhatian akan mengarahkan manusia memusatkan diri hanya pada sebagian stimuli yang mungkin dapat diterima pada suatu waktu. Dengan kata lain, persepsi manusia mengenai sesuatu tidak pada semua bagian melainkan hanya sebagian saja sesuai dengan pusat perhatiannya. Di dalam diri konselor ada begitu banyak hal yang dapat diterima oleh siswa, tetapi tidak semuanya dapat diterima oleh siswa. Perhatian siswa

hanya terpusat pada beberapa hal saja. Melalui perhatian inilah siswa membuat persepsinya mengenai konselornya.

b. Ciri-ciri rangsang

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh ciri-ciri yang dimilikinya. Berdasarkan gerakan, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang bergerak daripada yang diam. Berdasarkan ukuran, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang besar daripada rangsang yang kecil. Berdasarkan intensitas, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kuat daripada yang lemah. Berdasarkan kontrasitas, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kontras dengan latar belakang daripada rangsang yang biasa (Irwanto, 2002: 97). Rangsang dengan warna yang kontras akan lebih menarik perhatian dan akan lebih mudah diterima oleh individu. Misalnya; warna pakaian yang dipakai oleh konselor. Konselor yang mengenakan pakaian berwarna lembut atau cerah akan lebih menarik perhatian siswa.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh sejauh mana rangsang itu bernilai tinggi dan sesuai dengan kebutuhannya. Individu akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang bernilai baginya lebih dari pada rangsang yang kurang bernilai. Setiap individu memiliki prioritas nilai. Prioritas nilai bagi setiap individu berbeda-beda. Karena itu persepsi individu dapat berbeda-beda sesuai dengan prioritas

nilai. Individu juga akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang sesuai dengan kebutuhannya daripada rangsang yang kurang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, perhatian individu terhadap rangsang bersifat subyektif, berbeda antara individu yang satu dari yang lainnya (Irwanto, 2002: 97).

d. Pengalaman terdahulu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh pengalaman akan rangsangan yang dimiliki individu sebelumnya. Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana individu mempersepsi dunianya (Irwanto, 2002: 97). Perhatian individu ditentukan juga oleh pengetahuan individu sebagai hasil pengalaman terdahulu. Pengetahuan hasil pengalaman terdahulu dapat berupa pengetahuan bersifat kognitif (mengetahui sesuatu berguna/bermanfaat atau tidak berguna/tidak bermanfaat) dan pengetahuan yang bersifat afektif (merasa puas/tidak puas terhadap sesuatu). Pengetahuan yang bersifat kognitif dan afektif menjadi dasar untuk bertindak/melakukan sesuatu.

e. Objek yang dipersepsi

Stimulus ditangkap melalui alat indera atau reseptor. Stimulus dapat berasal dari luar dan dapat berasal dari dalam diri individu yang mempersepsi, dan langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor (Walgito, 2003: 89). Objek yang dipersepsi dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat objek biasanya sangat

berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Misalnya, konselor yang baik, perhatian, ramah akan banyak di dekati oleh para siswa. Konselor yang galak, suka marah-marah akan di jauhi oleh para siswa. Seorang siswa yang pandai menyanyi akan menjadi perhatian teman-temannya dibandingkan dengan siswa yang biasa-biasa saja. Contoh lain seorang siswa dimarahi oleh seorang konselor tanpa suatu alasan yang jelas, maka siswa itu akan berpandangan bahwa konselor itu pemarah, galak dan sebagainya.

B. Konselor Sekolah

1. Definisi konselor sekolah

Konselor sekolah adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh pendidikan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling di perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan bimbingan (Winkel, 1997: 184). Menurut Prayitno (1987: 99) konselor sekolah adalah anggota staf sekolah yang bekerja secara profesional dengan kepala sekolah, guru dan staf sekolah lainnya serta orang tua untuk memungkinkan perkembangan siswa secara total.

Konselor sekolah ialah tenaga profesional, baik pria maupun wanita yang mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling, yang memiliki ijazah sarjana dari FIP IKIP, jurusan/program studi Bimbingan dan Konseling atau jurusan Psikologi Pendidikan dan Konseling (Sukardi, 1984).

Partowisastro (1985: 53) berpendapat bahwa konselor sekolah sebagai orang yang bekerja dalam lingkungan sekolah, yang menerima tanggungjawab untuk menolong semua siswa dalam sekolah itu dan perhatian utamanya terarah pada perkembangan, kebutuhan-kebutuhan dan problem-problem dari anak sekolah.

Dokumen terkait