• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI SISWA KELAS VII DAN KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL KONSELORNYA TAHUN AJARAN 20072008 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI SISWA KELAS VII DAN KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TENTANG KOMPETENSI PROFESIONAL KONSELORNYA TAHUN AJARAN 20072008 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseli"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh:

UNINGTYAS G.T.K

NIM : 021114062

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagiamana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Februari 2009

Penulis

(5)

v

“Tuhan akan membuat s

egala sesuatu indah pada waktunya”

(Pengkotbah 3: 11)

“Cobaan adalah cara terbaik yang diberikan

Oleh Tuhan agar kita mencapai kehidupan yang lebih baik,

Sehingga kita tahan uji untuk menjadi baik dan tangguh

Sekalipun dalam kondisi terburuk”

(No Name)

Tuhan tahu, tapi menunggu”

(Leo Tolstoy)

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

My beloved mother and

(6)

vi

TAHUN AJARAN 2007/2008

Uningtyas Guno Tali Kusumawati

Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahui gambaran persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2

Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi profesional konselornya.

Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VII dan VII SMP Stella

Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 334 siswa. Sampel

penelitian berjumlah 105 siswa (30% dari populasi). Pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik penarikan sampel berkelompok secara acak (

cluster

random sampling

).

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

“kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce tentang

kompetensi profesional konselornya” dengan52 item dan empat alternative

jawaban yaitu; sangat setuju; setuju; tidak setuju; dan sangat tidak setuju.

Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Taraf reliabilitas uji coba kuesioner

signifikan pada taraf signifikansi 5% (r

tt

=0,92>0,30).

Teknik pengolahan data

dalam penelitian ini adalah kategorisasi jenjang (Azwar, 1999: 108) yang terdiri

dari kategori sangat buruk, buruk, sedang, baik, dan sangat baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) 64 siswa (60,95%) memiliki

persepsi yang sangat baik, 40 siswa (38,10%) memiliki persepsi yang baik, 1

siswa (0,95%) memiliki persepsi sedang, dan tidak ada siswa yang memiliki

persepsi buruk dan sangat buruk (0%). (2) Dari enam aspek kompetensi

profesional konselor yang dipersepsikan oleh siswa yang tergolong kategori

sangat kompeten yaitu: menguasai konsep perilaku dan perkembangan individu

mencapai 88,18%, menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan

konseling mencapai 85,47%, mengenal secara mendalam siswa yang dilayani

mencapai 83,57%, menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling

mencapai 83,49%, menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan mencapai 81,98% dan yang tergolong dalam kategori kompeten

yaitu menguasai konsep dan praksis asesmen mencapai 79,52%.

(7)

vii

IN THE ACADEMIC YEAR OF 2007/2008

Uningtyas Guno Tali Kusumawati

Sanata Darma University

2009

This research was a descriptive research which aimed to figure out the

description of the perceptions of the second and the third grade students of Stella

Duce 2 Yogyakarta Junior High School On Counselor’s Professional Competence

in the Academic Year of 2007/2008.

The research participants were 334 of the second and the third grade

students of Stella Duce 2 Yogyakarta Junior High. Research samples were 105

students (30% of population). A sampling technique was cluster random in which

groups were randomly selected.

Research instrument applied in this research was questionnaires of the

students on counselor’s professional competence consisting of 52 items with four

alternative answers, which were strongly agree, agree, disagree, and strongly

disagree. The validity applied was content validity. The test of reliability showed

that r

tt

=0,92>0,30 with 5% significance degree. The technique of analysis in this

research was category consisting of very bad, bad, average, good, and very good

category (Azwar, 1999: 108).

(8)

viii

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama: Uningtyas Guno Tali Kusumawati

Nomor Mahasiswa: 021114062

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Persepsi siswa kelas VII

dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional

konselornya tahun ajaran 2007/2008” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk

pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta ijin dari

saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal 25 Februari 2009

Yang menyatakan

(9)

ix

Mu kepada peneliti selama penulisan skripsi ini. Berkat kasih dan kemurahan-Mu,

peneliti dapat menulis skiripsi ini sampai selesai. Penulisan skripsi ini merupakan

sebuah perjuangan peneliti sebagai akademisi.

Skirpsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling. Peneliti menyadari

bahwa skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan, dukungan dan perhatian

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1.

Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing yang

telah memberi dukungan, saran, motivasi, bimbingan, dan dorongan yang berguna

bagi peneliti hingga tersusun skripsi ini.

2.

Panitia Penguji skripsi yang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

mempertanggungjawabkan dan mempertahankan skripsi ini.

3.

Bapak Dr. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(10)

x

6.

Alm Simbah Martinah Sukiman, banyak pelajaran hidup yang telah aku dapat

darimu, maturnuwun sanget mbah.

7.

Mas Dite dan mbak Put, terimakasih untuk doa, semangat, serta sumbangan

materiilnya.

8.

Bapak Pranyoto, terimakasih untuk semua pengalaman hidup yang engkau

berikan dan pernah kita alami bersama dalam keluarga.

No matter what happened,

no matter what you do, you still my father till now.

9.

Teman-teman dan sahabat di BK, Ina “Inoel” (temen kulinerku, yang

memperkenalkan Jogja padaku, selalu bersedia membantuku), Nena, Esti, Sari,

Nadia, Ririz, Yala, Yunar, Petrus, Bangun, Bebe, Nana, Sisil, Siska, Br Edi, Sr

Frederika, Sr Vero, Sr Noren, Fr Paul, Br Teguh, teman-teman yang selalu

memberikan keceriaan (Idha, Uthe, Mega, Ima, Arya), dan teman-teman satu

bimbingan (Tuti, Paula, Mbak Octa, Hayu, Arie 03, Sonya) terimakasih untuk

persahabatan yang hangat, menyenangkan, apa adanya, dan tanpa syarat.

(11)

xi

12.

Mudika Carolus Magelang. Kalian selalu ribut “uwis rampung durung? Kapan?”

penulis semakin tertantang untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk

persahabatan dan persaudaraan kita selama ini.

13.

Mudika FX Sapen, PS FX Sapen, terimakasih untuk keceriaan, canda tawa, dan

semangat yang penulis dapatkan selama beberapa waktu. Di sini penulis dapat

semakin bertumbuh dan mempergunakan talenta yang diberikan oleh Tuhan.

14.

Semua pihak yang telah membatu peneliti dengan berbagai cara, yang tidak bisa

disebutkan namanya satu-persatu dalam skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini, jauh dari sempurna karena itu penulis sangat

berterima kasih dan menghargai setiap kritik dan saran terhadap karya ini. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...

v

ABSTRAK ...

vi

ABSTRACT

...

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

...

viii

KATA PENGANTAR ...

ix

DAFTAR ISI ...

xii

DAFTAR TABEL ...

xv

DAFTAR LAMPIRAN...

xvi

BAB I PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Rumusan Masalah ...

7

C.

Tujuan Penelitian ...

8

D.

Manfaat Penelitian ...

8

E.

Definisi Operasional ...

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...

11

A.

Persepsi ...

11

(13)

xiii

2.

Tugas Konselor Sekolah ...

18

3.

Karakteristik Konselor ...

21

C.

Kompetensi Konselor ...

23

1.

Pengertian Kompetensi Konselor ...

23

2.

Kompetensi Profesional Konselor ...

24

D.

Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Konselornya

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

32

A.

Jenis Penelitian ...

32

B.

Populasi dan Sampel ...

32

C.

Instrumen Penelitian ...

35

1.

Jenis Alat Ukur ...

35

2.

Format Pernyataan ...

35

3.

Penentuan Skor ...

36

4.

Kisi-kisi Kuesioner ...

37

5.

Uji Coba Instrumen Penelitian ...

38

D.

Pertanggungjawaban Instrumen Penelitian ...

40

1.

Validitas Instrumen Penelitian ...

40

2.

Uji Daya Beda ...

41

3.

Reliabilitas Instrumen Penelitian ...

43

(14)

xiv

BAB V PENUTUP ...

56

A.

Ringkasan ...

56

B.

Kesimpulan ...

58

C.

Saran ...

58

DAFTAR PUSTAKA ...

61

(15)

xv

Tabel 2 : Sampel penelitian ...

35

Tabel 3 : Kisi-kisi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional

konselornya tahun ajaran 2007/2008 sebelum uji coba ...

37

Tabel 4 : Jumlah responden uji coba kuesioner ...

39

Tabel 5 : Distribusi item kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional

konselornya tahun ajaran 2007/2008 setelah uji coba ...

42

Tabel 6 : Kualifikasi koefisien korelasi ...

43

Tabel 7 : Distribusi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional

konselornya tahun ajaran 2007/2008 ...

45

Tabel 8 : Kategorisasi persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP

Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional

konselornya tahun ajaran 2007/2008 ...

47

Tabel 9 : Persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2

Yogyakarta tentang kompetensiprofesional konselornya

tahun ajaran 2007/2008 ...

48

Tabel 10 : Persentase skor berdasarkan aspek kompetensi profesional

(16)

xvi

Lampiran 2 Tabulasi uji coba penelitian ...

69

Lampiran 3 Hasil uji reliabilitas kuesioner ...

75

Lampiran 4 Kuesioner penelitian ...

87

Lampiran 5 Tabulasi skor penelitian ...

91

Lampiran 6 Kategorisasi persepsi siswa ...

97

Lampiran 7 Presentase skor berdasarkan aspek-aspek kompetensi

profesional konselor ...

100

(17)

1

Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat di segala bidang

kehidupan, menuntut adanya berbagai perubahan. Dunia pendidikan pun tidak

luput dari berbagai tuntutan. Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai

peranan yang besar dalam membantu siswa belajar mengenai berbagai aspek

kehidupan. Pendidikan di sekolah dilaksanakan melalui penyelenggaraan

pengajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Sejumlah sekolah mulai

menempatkan pelayanan bimbingan dan konseling sebagai bagian penting

dalam program sekolah. Para pendidik mulai menyadari pentingnya pelayanan

bimbingan dan konseling di sebuah sekolah.

Mappiare (1984) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses

pemberian bantuan yang dilakukan secara sistematis-metodis dari seseorang

yang memiliki kompetensi memadai dalam menerapkan pendekatan, metode

dan teknik layanan kepada individu agar lebih memahami diri, menerima diri

dan mampu memecahkan persoalan-persoalan secara lebih memadai sesuai

dengan tingkat perkembangan dirinya.

Dewasa ini Bimbingan dan Konseling pun juga mengalami

(18)

Satuan Pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006, peranan Bimbingan dan

Konseling menjadi semakin penting. Dalam KTSP, komponen pengembangan

diri dapat memberikan peluang bagi Bimbingan dan Konseling dalam rangka

pembuktian kinerja. Bimbingan dan Konseling mendapat jam pertemuan yang

terjadwal seperti mata pelajaran yang lain, dengan demikian konselor dapat

menjalankan fungsi BK. Dalam panduan KTSP (2006) diuraikan bahwa

pngembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh

guru. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor

sebagai program dan layanan yang dilaksanakan melalui bimbingan dan

konseling. Pengembangan diri bertujuan untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat, dan minat peserta didik yang

disesuaikan dengan kondisi sekolah.

Dengan adanya jam pertemuan terjadwal bagi Bimbingan dan

Konseling dalam KTSP, diharapkan layanan Bimbingan dan Konseling dapat

dilaksanakan dengan optimal. Konselor mendapat kesempatan mendampingi

belajar siswa, sehingga siswa dapat mencapai standar kelulusan yang

ditetapkan oleh sekolah. Dengan adanya standar kelulusan dalam penentuan

kelulusan peserta didik, maka staf pendidik dituntut profesional dalam

menjalankan tugasnya. Konselor sebagai salah satu staf pendidik juga dituntut

bekerja secara profesional.

Konselor sekolah ialah tenaga profesional, baik pria maupun wanita

yang mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang Bimbingan dan

Konseling, yang memiliki ijazah sarjana dari FIP-IKIP, jurusan/program studi

(19)

(Sukardi, 1984). Surya (2004) mengemukakan bahwa konselor harus

mempunyai kompetensi karena klien datang pada konselor untuk belajar dan

mengembangkan kompetensi klien yang dibutuhkan untuk mencapai hidup

yang lebih efektif dan bahagia. ABKIN (2005) menguraikan bahwa

kompetensi pribadi adalah kemampuan konselor sekolah dalam menyadari

keunikannya sendiri, kelemahan dan kelebihannya sehingga dapat dijadikan

panutan bagi siswa. Kompetensi sosial adalah kemampuan konselor sekolah

dalam berinteraksi dengan orang lain sedangkan kompetensi profesional

adalah kemampuan konselor sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan

kepandaian khususnya dalam melaksanakan layanan Bimbingan dan

Konseling.

Para ahli sebelum tahun 2000 juga telah membicarakan mengenai

kompetensi. Belkin (Winkel, 1997: 198-199) mengatakan ada 3 kualitas

kepribadian yang hampir sama dengan kompetensi pribadi dan kompetensi

sosial yang hendaknya dimiliki oleh konselor sekolah yaitu; mengenal diri

sendiri yang ditandai dengan merasa aman dengan diri sendiri, percaya

dengan orang lain, memiliki keteguhan hati; memahami orang lain yang

ditandai dengan keterbukaan hati, kemampuan berempati: mampu

berkomunikasi dengan orang lain yang ditandai dengan bertindak sejati, bebas

dari mengusai orang lain, mampu mendengarkan dengan baik, mampu

menghargai orang lain.

Menurut Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia atau ABKIN

(2005: 12) seorang konselor harus berkompeten dalam hal: penguasaan

(20)

penguasaan konsep prilaku dan perkembangan individu, penguasaan konsep

dan praksis asesmen, penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan

konseling, pengelolaan program bimbingan dan konseling, penguasaan konsep

dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling. Dalam Undang-Undang

Guru dan Dosen tahun 2006, pasal 10 dinyatakan bahwa “kompetensi guru

meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,

dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konselor perlu memiliki

kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang

mendukung tercapainya tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. Layanan

bimbingan dan konseling memiliki beberapa tujuan. Menurut Yusuf (2005)

tujuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa dapat: (1)

mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki dengan optimal;

(2) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat serta

lingkungan kerjanya; (3) merencanakan kegiatan penyelesaian studi,

perkembangan karir serta kehidupannya di masa datang; (4) mengatasi

hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian

dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Dengan adanya tuntutan akan kompetensi konselor saat ini, diharapkan

konselor dapat memperbaiki citra yang semula dianggap sebagai polisi

sekolah menjadi citra yang lebih baik, seperti konselor adalah sahabat semua

siswa.

Namun kegiatan Bimbingan dan Konseling di lapangan masih

(21)

guru yang mengajar bidang studi dikelas atau guru yang hanya mengurusi

siswa-siswa bermasalah. Adanya pandangan negatif ini menyebabkan siswa

enggan datang kepada guru pembimbing. Prayitno mengemukakan (1987: 12)

bahwa masih terdapat kesalahpahaman peran bimbingan dan konseling; guru

pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah. Bimbingan dan konseling

diperuntukan bagi siswa yang bermasalah saja. Bimbingan dan konseling

menggunakan cara yang sama untuk memecahkan semua masalah. Bimbingan

dan konseling adalah pemberian nasehat.

Sejalan dengan adanya anggapan yang keliru tersebut, dapat dilihat

dari kenyataan di lapangan, bahwa guru pembimbing di sekolah-sekolah saat

ini belum semuanya berasal dari lulusan jurusan Bimbingan dan Konseling

atau Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Banyak sekolah yang menugaskan

guru-guru bidang studi tertentu yang dianggap memiliki ketertarikan terhadap

layanan bimbingan dan konseling ataupun menunjuk guru-guru tertentu dilihat

dari kepribadiannya tanpa melihat latar belakang pendidikannya sebagai guru

pembimbing. Widajati (2004) mengatakan pada kurikulum 1994, adanya alih

fungsi guru mata pelajaran bahasa asing dan kesenian untuk menjadi guru

pembimbing dengan mengikuti pelatihan, seminar.

Dari uraian diatas tampak adanya perbedaan antara guru pembimbing

dan konselor. Guru pembimbing banyak yang tidak dibekali ilmu bimbingan

dan konseling karena berasal dari disiplin ilmu yang berbeda-beda dan guru

pembimbing merangkap sebagai tenaga pengajar. Sedangkan konselor adalah

tenaga profesional yang menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling

(22)

konselor memiliki keahlian dalam bimbingan kelompok dan konseling,

konselor merupakan tenaga kependidikan yang tidak merangkap sebagai

tenaga pengajar.

Dalam penelitian ini penulis akan memfokuskan pada salah satu

kompetensi saja yaitu kompetensi profesional. Kompetensi profesional

berkaitan dengan ketrampilan konselor dalam menyelenggarakan layanan

bimbingan kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal

konseli, dan penguasaan terhadap teori dan prosedur bimbingan dan konseling.

Dengan demikian penelitian ini akan memfokuskan pada kinerja konselor

yang benar-benar dapat diamati oleh siswa. Penelitian ini hendak menggali

mengenai persepsi siswa terhadap kompetensi profesional konselor, yaitu

kemampuan atau ketrampilan konselor sekolah dalam mempergunakan

pengetahuan dan kepandaian khususnya dalam menyelenggarakan layanan

bimbingan kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal

konseli (ABKIN, 2005). Ada penelitian yang hampir serupa dengan topik ini

yang berjudul Persepsi Siswa Kelas I dan II SMA N 2 Klaten Tahun Ajaran

2003/2004 Mengenai Kompetensi Guru Pembimbing, yang dilakukan oleh

Agung Wibowo (2004). Meskipun topik ini sudah pernah diteliti, tapi penulis

tertarik untuk melakukan penelitian pada tingkat SMP karena penelitian yang

sebelumnya dilakukan pada tingkat SMA.

Selain itu dari hasil diskusi penulis dengan teman-teman praktikan

selama melaksanakan PPL di SMP tahun 2005 dan PPL SMA tahun 2006,

penulis mendapatkan informasi bahwa ada beberapa guru mata pelajaran yang

(23)

dan konseling, akibatnya ada siswa yang; kurang mengenal guru

pembimbingnya, menganggap guru BK sebagai polisi sekolah, tidak

mengetahui fungsi BK dengan demikian program BK dalam sekolah tersebut

tidak berjalan (Kusumawati, 2006). Persepsi yang baik terhadap bimbingan

dan konseling akan mempengaruhi sikap siswa terhadap pelayanan program

bimbingan dan konseling sehingga akan menimbulkan kesadaran siswa. Bila

persepsi siswa terhadap BK keliru maka akan menimbulkan sikap yang kurang

baik terhadap BK, sehingga siswa tidak memiliki kesadaran terhadap BK.

Penulis merasa prihatin dengan adanya anggapan bahwa profesi

konselor dapat dilakukan oleh siapa saja. Melalui penelitian ini penulis ingin

melihat gambaran pada sekolah yang guru pembimbingnya tidak memiliki

latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling yang telah dipaparkan di

atas akan terbukti pada sekolah yang memiliki konselor dengan latar belakang

pendidikan BK. Dengan mengetahui pendapat-pendapat siswa tentang

kompetensi profesional konselornya. Penulis berharap hasil penelitian ini

dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor dan

mempersiapkan calon-calon konselor yang kompeten.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu

masalah, yaitu:

Bagaimanakah persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella

Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi profesional

(24)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

Untuk mengetahui gambaran persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi

profesional konselornya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

pengembangan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling,

khususnya mengenai kompetensi profesional konselor.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan data dan informasi yang baru

bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengangkat topik yang

berhubungan dengan kompetensi konselor.

2. Manfaat Praktis

a. Pendidikan Konselor

Hasil penelitian ini digunakan untuk mempersiapkan calon-calon

konselor agar kelak dapat bekerja secara profesional.

b. Sekolah

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam

(25)

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja

konselor yang profesional.

c. Peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti sebagai calon konselor

untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara

profesional.

E. Definisi Operasional

1. Persepsi

Persepsi adalah suatu tanggapan, hasil interpretasi, cara pandang,

pendapat, atau komentar siswa tentang kompetensi profesional

konselornya.

2. Konselor sekolah

Konselor sekolah adalah tenaga kependidikan yang profesional, baik pria

maupun wanita yang tidak merangkap sebagai pengajar. Konselor

memiliki pendidikan program strata satu, Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan atau Bimbingan dan Konseling.

3. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan atau ketrampilan konselor

sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan kepandaian khususnya

dalam menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok dan pemberian

konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli. Kemampuan ini meliputi:

penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu, penguasaan

(26)

mendalam siswa yang dilayani, penguasaan teori dan prosedur bimbingan

dan konseling, penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang

(27)

11

Dalam bab ini akan diuraian tentang persepsi, konselor sekolah,

kompetensi konselor, dan persepsi siswa SMP terhadap kompetensi profesional

konselornya.

A. Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Sebagian besar tingkah laku manusia ditentukan oleh persepsinya

terhadap obyek. Proses persepsi terjadi karena adanya rangsang dari luar

diri individu. Rangsang itu diterima melalui alat indera, kemudian

ditafsirkan, sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Adanya rangsang

dari luar individu mengakibatkan suatu proses dalam diri individu, dan

pada akhirnya individu akan memberikan tanggapan (Kartini Kartono,

1984: 57).

Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui alat

indera sampai rangsang itu disadari dan dimengerti, sehingga

memunculkan interpretasi terhadap rangsang tersebut (Irwanto, dkk, 2002:

71). Persepsi merupakan suatu tanggapan terhadap suatu objek, peristiwa

atau pengalaman tertentu yang dapat diterima dan dimengerti oleh

penerima rangsang atau stimulus sehingga menghasilkan pengetahuan

(28)

reseptor sehingga organisme menjadi aktif (Walgito, 2004). Stimulus

dapat berasal dari dalam dan dari luar individu, tetapi kebanyakan berasal

dari luar individu.

Crow and crow (Indarti, 1999: 11) mengemukakan bahwa:

perception is the processes of organizing and interpreting sensory data according to the results of previous experiences is called perception. Perception represents the mental identification or recognition of people, things, conditions or situational that are in the present range of one or more sensory stimulation.

Dari apa yang dikemukakan oleh Crow and crow (1999) persepsi

merupakan proses mengorganisasikan dan mengintepretasikan data hasil

dari pengalaman yang baru saja terjadi. Persepsi berhubungan dengan

identifikasi mental atau rekognisi dari orang-orang, benda-benda, kondisi

atau situasi yang berada dalam rentangan dari satu atau lebih stimulus

sensori.

Desiderato (Rakhmat, 2005: 51) juga berpendapat bahwa persepsi

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan

yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan.

Persepsi bukan ditentukan oleh benda yang memberikan rangsang,

melainkan oleh karakteristik orang yang memberikan tanggapan itu

(Rahmat, 2005: 69). Persepsi juga diartikan sebagai pandangan,

pengamatan atau tanggapan individu terhadap benda, kejadian, tingkah

laku manusia atau hal-hal yang ditemuinya sehari-hari (Mulyono, 1978:

(29)

memandang sesuatu, pandangan atau keyakinan terhadap sesuatu (Covey,

2001: 31).

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi

merupakan suatu tanggapan, cara pandang siswa terhadap sesuatu baik itu

orang, benda, kejadian, tingkah laku atau hal-hal yang ditemui dalam

hidupnya pada saat berinteraksi dengan konselornya melalui pelayanan

bimbingan dan konseling.

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Persepsi

Persepsi bersifat subyektif; artinya bahwa ada perbedaan tanggapan

terhadap obyek yang sama oleh individu yang satu dengan yang lainnya.

Persepsi individu terhadap dunia nyata merupakan olahan semua informasi

yang diterima oleh indera-indera yang dipengaruhi oleh kondisi psikologis

dan pengalaman kita (Irwanto, 2002). Mahmud (1988: 41) menjelaskan

bahwa persepsi tergantung pada stimulus dan latar belakang dari stimulus

tersebut, seperti; pengalaman sensori masa lalu, perasaan, prasangka,

keinginan individual, sikap dan tujuan.

Persepsi diawali dengan proses penginderaan, selanjutnya akan

memunculkan aktivitas kognitif yang bersifat psikologis. Faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap persepsi yaitu: (a) perhatian yang selektif; (b)

ciri-ciri rangsang; (c) nilai-nilai dan kebutuhan individu; (d) pengalaman

terdahulu; (e) objek yang dipersepsi; (f) alat indera, syaraf, dan pusat

susunan syaraf. Keenam faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut

(30)

a. Perhatian yang selektif

Setiap saat individu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi

dengan lingkungan mempengaruhi individu untuk menerima rangsang

dari dunia sekitar. Rangsang atau stimulus yang diterima individu

sangatlah beragam. Hal ini mendorong individu hanya memusatkan

perhatian pada rangsang-rangsang tertentu. Perhatian sebagai langkah

persiapan dalam persepsi merupakan pemusatan atau konsentrasi dari

seluruh aktivitas individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek

(Walgito, 2003: 98). Individu menerima banyak sekali rangsang dari

lingkungannya setiap saat. Meskipun demikian ia tidak harus

menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu memusatkan

perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian objek atau

gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamat

(Irwanto, 2002: 96-97).

Perhatian juga mempengaruhi persepsi. Ada begitu banyak

rangsang atau stimuli di sekitar manusia dan ia tidak dapat menerima

semua stimuli itu. Hal ini berarti manusia perlu selektif dalam menerima

stimuli. Perhatian akan mengarahkan manusia memusatkan diri hanya

pada sebagian stimuli yang mungkin dapat diterima pada suatu waktu.

Dengan kata lain, persepsi manusia mengenai sesuatu tidak pada semua

bagian melainkan hanya sebagian saja sesuai dengan pusat perhatiannya.

Di dalam diri konselor ada begitu banyak hal yang dapat diterima oleh

(31)

hanya terpusat pada beberapa hal saja. Melalui perhatian inilah siswa

membuat persepsinya mengenai konselornya.

b. Ciri-ciri rangsang

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh ciri-ciri

yang dimilikinya. Berdasarkan gerakan, individu lebih menaruh

perhatian kepada rangsang yang bergerak daripada yang diam.

Berdasarkan ukuran, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang

yang besar daripada rangsang yang kecil. Berdasarkan intensitas,

individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kuat daripada

yang lemah. Berdasarkan kontrasitas, individu lebih menaruh perhatian

kepada rangsang yang kontras dengan latar belakang daripada rangsang

yang biasa (Irwanto, 2002: 97). Rangsang dengan warna yang kontras

akan lebih menarik perhatian dan akan lebih mudah diterima oleh

individu. Misalnya; warna pakaian yang dipakai oleh konselor. Konselor

yang mengenakan pakaian berwarna lembut atau cerah akan lebih

menarik perhatian siswa.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh sejauh

mana rangsang itu bernilai tinggi dan sesuai dengan kebutuhannya.

Individu akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang bernilai

baginya lebih dari pada rangsang yang kurang bernilai. Setiap individu

memiliki prioritas nilai. Prioritas nilai bagi setiap individu berbeda-beda.

(32)

nilai. Individu juga akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang

sesuai dengan kebutuhannya daripada rangsang yang kurang sesuai

dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, perhatian individu terhadap

rangsang bersifat subyektif, berbeda antara individu yang satu dari yang

lainnya (Irwanto, 2002: 97).

d. Pengalaman terdahulu

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh

pengalaman akan rangsangan yang dimiliki individu sebelumnya.

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana

individu mempersepsi dunianya (Irwanto, 2002: 97). Perhatian individu

ditentukan juga oleh pengetahuan individu sebagai hasil pengalaman

terdahulu. Pengetahuan hasil pengalaman terdahulu dapat berupa

pengetahuan bersifat kognitif (mengetahui sesuatu berguna/bermanfaat

atau tidak berguna/tidak bermanfaat) dan pengetahuan yang bersifat

afektif (merasa puas/tidak puas terhadap sesuatu). Pengetahuan yang

bersifat kognitif dan afektif menjadi dasar untuk bertindak/melakukan

sesuatu.

e. Objek yang dipersepsi

Stimulus ditangkap melalui alat indera atau reseptor. Stimulus

dapat berasal dari luar dan dapat berasal dari dalam diri individu yang

mempersepsi, dan langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja

sebagai reseptor (Walgito, 2003: 89). Objek yang dipersepsi dapat

(33)

berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Misalnya,

konselor yang baik, perhatian, ramah akan banyak di dekati oleh para

siswa. Konselor yang galak, suka marah-marah akan di jauhi oleh para

siswa. Seorang siswa yang pandai menyanyi akan menjadi perhatian

teman-temannya dibandingkan dengan siswa yang biasa-biasa saja.

Contoh lain seorang siswa dimarahi oleh seorang konselor tanpa suatu

alasan yang jelas, maka siswa itu akan berpandangan bahwa konselor itu

pemarah, galak dan sebagainya.

B. Konselor Sekolah

1. Definisi konselor sekolah

Konselor sekolah adalah seorang tenaga profesional yang

memperoleh pendidikan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling di

perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan

bimbingan (Winkel, 1997: 184). Menurut Prayitno (1987: 99) konselor

sekolah adalah anggota staf sekolah yang bekerja secara profesional

dengan kepala sekolah, guru dan staf sekolah lainnya serta orang tua untuk

memungkinkan perkembangan siswa secara total.

Konselor sekolah ialah tenaga profesional, baik pria maupun

wanita yang mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang bimbingan

dan konseling, yang memiliki ijazah sarjana dari FIP IKIP,

jurusan/program studi Bimbingan dan Konseling atau jurusan Psikologi

(34)

Partowisastro (1985: 53) berpendapat bahwa konselor sekolah

sebagai orang yang bekerja dalam lingkungan sekolah, yang menerima

tanggungjawab untuk menolong semua siswa dalam sekolah itu dan

perhatian utamanya terarah pada perkembangan, kebutuhan-kebutuhan

dan problem-problem dari anak sekolah.

2. Tugas Konselor Sekolah

Prayitno (1987) mengemukakan bahwa tugas pokok konselor

sekolah adalah menyusun program konseling, menyajikan program

pelayanan konseling, mengevaluasi hasil dan proses pelayanan konseling,

menganalisis hasil evaluasi konseling, serta melaksanakan kegiatan tindak

lanjut pelayanan konseling terhadap peserta didik yang menjadi

tanggungjawabnya. Program pelayanan bimbingan ini berisi tentang

kegiatan-kegiatan bimbingan yang akan diberikan kepada siswa dan sesuai

dengan kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah.

Prayitno (1994: 254-311) menguraikan jenis layanan bimbingan

dan konseling, yaitu :

a. Layanan orientasi: layanan bimbingan yang dilakukan untuk

memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan

yang baru dimasukinya.

b. Layanan informasi: layanan bimbingan yang bertujuan memberikan

pemahaman kepada siswa atau individu mengenai berbagai hal yang

diperlukan untuk menjalani suatu tugas, kegiatan, menentukan suatu

(35)

c. Layanan penempatan dan penyaluran: layanan bimbingan yang

bertujuan untuk membantu siswa dalam menyalurkan potensi, bakat,

minat, serta hobi, sehingga siswa dapat mengembangkan dirinya.

d. Layanan bimbingan belajar: layanan bimbingan yang bertujuan untuk

membantu siswa dalam pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah

belajar dan memberikan bantuan pengentasan masalah belajar.

e. Layanan konseling perorangan: layanan bimbingan yang berhubungan

langsung melalui tatap muka antara konselor dan konseli. Dalam

hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya,

sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.

b. Layanan bimbingan dan konseling kelompok: layanan bimbingan yang

memungkinkan siswa untuk berinteraksi antar anggota kelompok dan

mendapat kesempatan untuk membahasan dan mengentakan

permasalahan yang dialami melalui dinamika kelompok.

Yusuf (2005: 20-21) mengemukakan beberapa jenis layanan

bimbingan dan konseling, yaitu :

a. Layanan pengumpulan data tentang siswa dan lingkungannya.

Layanan ini merupakan usaha untuk mengetahui diri individu atau

siswa seluas-luasnya, beserta latar belakan lingkungannya. Hal ini

meliputi aspek-aspek fisik, akademis, kecerdasan, minat, cita-cita,

(36)

b. Konseling.

Layanan ini memfasilitasi siswa untuk memperoleh bantuan pribadi

secara pribadi, baik secara face to face maupun melalui media (telepon

atau internet) dalam memperoleh pemahaman dan kemampuan untuk

mengembangkan kematangan dirinya, dan menanggulangi masalah

dan kesulitan yang dihadapinya, baik menyangkut aspek pribadi,

sosial, belajar, maupun karir.

c. Penyajian informasi dan penempatan.

Penyajian informasi adalah layanan yang menyajikan informasi

mengenai aspek kehidupan yang diperlukan individu, seperti

menyangkut karakteristik dan tugas perkembangan, sekolah-sekolah

lanjutan, dunia kerja, penyesuaian diri, dsb. Sedangkan layanan

penempatan adalah layanan untuk mengarahkan diri siswa sesuai

dengan kemampuan, minat, dan bakatnya. Penempatan ini meliputi

penempatan pendidikan, yaitu memilih jurusan dan kelanjutan sekolah;

penempatan jabatan.

d. Penilaian dan penelitian

Layanan penilaian dilaksanakan untuk mengetahui program bimbingan

apa saja yang telah dilaksanakan dan dapat dicapai. Selain itu juga

dilakukan penilaian terhadap hasil pelayanan kepada siswa untuk

(37)

bimbingan dan terhadap siswa, dapat dipergunakan sebagai bahan

penelitian, seperti menelaah tentang kebutuhan siswa.

3. Karakteristik Konselor

Belkin (Winkel, 1997: 198-199) mengungkapkan bahwa konselor

sekolah hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Konselor sekolah mampu mengenali diri sendiri. Hal ini ditandai

dengan: merasa aman dengan diri sendiri, percaya dengan orang lain,

memiliki keteguhan hati.

b. Konselor sekolah mampu memahami orang lain. Hal ini ditandai

dengan: keterbukaan hati dan pikiran , kemampuan berempati.

c. Konselor sekolah mampu berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini

ditandai dengan: bertindak sejati dan ikhlas, bebas dari kecenderungan

menguasai orang lain, mampu mendengarkan dengan baik, mampu

menghargai orang, dan mampu mengungkapkan perasaan serta pikiran

secara memadai dalam kata-kata.

Prayitno (Sukardi, 1984: 30-32) mengemukakan bahwa konselor

sekolah hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Konselor sekolah harus berperangai wajar dan dapat dicontoh.

b. Konselor sekolah harus memiliki emosi yang stabil, tenang, dan

memberikan kesejukan batin demi terwujudnya suasana siswa yang

baik.

(38)

d. Penampilan konselor sekolah hendaknya menampakkan

integrasi/keterpaduan kepribadiannya yaitu; dewasa, matang dan

emosinya stabil.

e. Konselor sekolah hendaknya berbobot sebagai orang yang layak

dimintai bantuan.

f. Konselor sekolah hendaknya mampu mawas terhadap diri sendiri,

mawas terhadap lingkungan dan mawas terhadap orang yang

dibimbingnya. Dengan demikian menjadi orang yang aktif dan

bijaksana.

g. Konselor sekolah perlu bersikap berani, yaitu berani memasuki usaha

bimbingan dengan menampilkan pribadi tanpa topeng tertentu, berani

mengisi usaha bimbingan dengan teknik tertentu dengan segala resiko.

h. Konselor sekolah perlu memiliki inteligensi yang cukup tinggi

sehingga mampu berpikir dan mengelola suasana untuk mengubah

tingkah laku konseli.

i. Inteligensi yang tinggi memungkinkan konselor sekolah untuk menalar

dengan lebih baik.

j. Konselor sekolah yang dapat menalar dengan baik akan memunculkan

(39)

C. Kompetensi Konselor

1. Pengertian Kompetensi Konselor

Kompetensi konselor adalah berbagai kemampuan yang harus

dikuasai oleh konselor dan mampu diterapkan oleh konselor apabila ia

hendak melaksanakan pekerjaan profesionalnya dalam bimbingan dan

konseling dengan baik (Prayitno, 1987: 129). Samana (1994: 53)

mengemukakan bahwa seorang yang dinyatakan kompeten dibidang

tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja yang

bersangkutan, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi konselor adalah

kemampuan konselor dalam bidang bimbingan dan konseling yang

digunakan dalam pekerjaan profesionalnya.

Yusuf (2005: 38) berpendapat bahwa kompetensi konselor adalah

kualitas yang dimiliki seorang konselor, yaitu kualitas fisik, intelektual,

emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang dipergunakan untuk

mengajarkan kompetensi-kompetensi kepada klien dalam melaksanakan

bimbingan dan konseling

Seorang konselor perlu memiliki beberapa kompetensi, sebagai

berikut (ABKIN, 2005) :

a. Kompetensi pribadi

Kompetensi pribadi adalah kemampuan kemampuan konselor sekolah

dalam menyadari keunikannya sendiri, kelemahan dan kelebihannya

(40)

b. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan konselor sekolah dalam

berinteraksi dengan orang lain. Dalam arti, konselor sebagai bagian

dari masyarakat dapat bergaul secara efektif dengan siswa, sesama

pendidik, orang tua atau wali siswa, dan masyarakat sekitar.

c. Kompetensi profesional

Kompetensi profesional adalah kemampuan atau ketrampilan konselor

sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan kepandaian

khususnyadalam menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok dan

pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli.

2. Kompetensi Profesional Konselor

Kompetensi profesional konselor adalah kemampuan atau

ketrampilan konselor sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan

kepandaian khususnya dalam menyelenggarakan layanan bimbingan

kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli.

Kemampuan ini meliputi beberapa aspek, yaitu: penguasaan konsep

perilaku dan perkembangan individu, penguasaan konsep dan praksis

asesmen, penguasaan teori dan prosedur bimbingan dan konseling,

penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling,

mengenal secara mendalam siswa yang dilayani, penyelenggaraan layanan

bimbingan dan konseling yang memandirikan.

(41)

ABKIN (2005) menguraikan kompetensi profesional konselor,

yaitu :

1. Menguasai konsep prilaku dan perkembangan individu.

a. Konselor memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan

kelompok.

b. Konselor memahami konsep kepribadian.

c. Konselor memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan

individu.

d. Konselor mampu memfasilitasi perkembangan individu.

2. Penguasaan konsep dan praksis asesmen.

a. Konselor memahami hakikat dan makna asesmen.

b. Konselor mampu memilih strategi dan teknik asessment yang tepat

c. Konselor mampu mengadministrasikan asessmen dan menafsirkan

hasilnya.

d. Konselor memanfaatkan hasil asessmen untuk kepentingan

bimbingan dan konseling.

e. Konselor mampu mengembangkan instrumen asessmen.

3. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling.

a. Konselor memahami konsep dasar, landasan, azas, fungsi, tujuan,

dan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.

b. Konselor memahami bidang-bidang garapan bimbingan dan

(42)

c. Konselor menguasai pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik

bimbingan dan konseling.

d. Konselor mampu menggunakan dan mengembangkan media

bimbingan dan konseling.

4. Pengelolaan program bimbingan dan konseling.

a. Konselor memiliki pengetahuan dan ketrampilan perencanaan

program bimbingan dan konseling.

b. Konselor mampu mengorganisasikan dan mengimplementasikan

program bimbingan dan konseling.

c. Konselor mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling.

d. Konselor mampu mendesain perbaikan dan pengembangan

program bimbingan dan konseling.

5. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.

a. Konselor mampu memahami berbagai jenis dan metode riset.

b. Konselor mampu merancang riset bimbingan dan konseling.

c. Konselor melaksanakan riset bimbingan dan konseling.

d. Konselor mampu memanfaatkan hasil riset dalam bimbingan dan

konseling.

Kartadinata (2007) berpendapat bahwa kompetensi profesional

konselor adalah :

a. Mengenal secara mendalam konseli yang dilayani.

Sosok kepribadian serta dunia konseli perlu didalami oleh konselor

(43)

inteligensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan

kemampuan numerikal-matematik yang lazim disebut sebagai IQ yang

mengedepankan kemampuan berpikir analitik, melainkan seharusnya

melebar pada kemampuan yang lain.

b. Menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling.

Konselor menguasai secara akademik teori, teknik dan prosedur

bimbingan dan konseling. Diharapkan konselor mampu mengemas

teori, teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan bimbingan dan

konseling menyenangkan dan memandirikan.

c. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan.

Untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan, seorang konselor harus mampu :

1) Merancang kegiatan bimbingan dan konseling. Konselor

memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemandirian memilih

dan mengambil keputusan (pendidikan, karir, pribadi, sosial).

2) Mengimplementasikan kegiatan bimbingan dan konseling.

3) Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling serta

melakukan penyesuaian-penyesuaian selama proses bimbingan dan

konseling dalam rangka memandirikan konseli.

d. Menyelenggarakan profesionalitas secara berkelanjutan.

Sebagai konselor yang mengutamakan kepentingan konseli dalam

(44)

menggunakan setiap peluang untuk belajar dalam rangka

meningkatkan profesionalitas. Upaya peningkatan diri ini dapat

dilakukan sebagai bagian dari keseharian pelaksanaan tugasnya dengan

merekam dan merefleksikan kinerjanya dalam mengelola layanan

bimbingan dan konseling. Hal ini juga dapat dilakukan dengan

mengakses berbagai sumber infomasi, seperti internet, interaksi teman

sejawat, mengikuti pelatihan serta pendidikan lanjut.

Dari uraian ABKIN (2005) dan Kartadinata (2007), penulis

menyimpulkan aspek-aspek kompetensi professional konselor, yaitu :

1. Menguasai konsep prilaku dan perkembangan individu.

Penguasaan konsep prilaku dan perkembangan individu yang baik

akan memungkinkan konselor untuk mengerti, mengetahui, dapat

memahami tingkah laku manusia. Konselor yang telah di bekali ilmu

mengenai perkembangan individu, pemahaman individu diharapkan

dapat memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan individu.

Masa perkembangan mempunyai ciri-ciri yang khas, setiap individu

mempunyai tugas-tugas perkembangan, perkembangan individu dapat

diramalkan. Dengan demikian konselor dapat menjalankan peranannya

dalam melancarkan proses perkembangan siswa dan mengantarkannya

mencapai perkembangan yang optimal.

2. Penguasaan konsep dan praksis asesmen.

Asesmen dilakukan melalui tes dan non tes. Konselor bekerjasama

(45)

minat siswa. Konselor juga mengumpulkan data siswa dengan

menyebarkan angket, misalnya angket data diri siswa.

3. Menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling.

Mengetahui dan menggunakan teori konseling secara tepat. Konselor

menggunakan beberapa teori dalam proses konseling seperti: IA, DI,

Behavior, RET, dan TF. Menggunakan teknik konseling secara tepat,

misalnya: penerimaan, dukungan, pemberian informasi, pemberian

alternatif, pemberian nasehat. Konselor mengetahui prosedur dalam

konseling yang dibagi dalam beberapa fase, yaitu pembukaan,

penjelasan masalah, penggalian latar belakang masalah, penyelesaian

masalah, dan penutup.

4. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.

Konselor mampu mengadopsi hasil sebuah riset yang disesuaikan

dengan keadaan siswa. Konselor mampu memberikan informasi baru

sebuah riset dari berbagai sumber seperti internet, koran, majalah, dan

buku-buku.

5. Mengenal secara mendalam konseli yang dilayani.

Konselor perlu mengenal dan memahami konseli yang dilayaninya,

agar konselor dapat merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan

dialami oleh konseli. Sehingga konselor dan konseli dapat bekerja

sama dalam proses konseling yang memudahkan konselor menangkap

(46)

memberikan suatu pengalaman bagi konselor dalam memahami

perasaan seseorang yang unik dan berbeda dengan yang lainnya.

6. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan.

Konselor mampu merancang kegiatan bimbingan dan konseling yang

tidak menyebabkan siswa tergantung oleh konselor, melainkan

menjadi individu-individu yang mandiri seperti mengenal, menerima

diri sendiri dan lingkungannya. Konselor memberikan

alternatif-alternatif pilihan dalam menyelesaikan suatu masalah dan siswa sendiri

yang memutuskannya. Konselor tidak memaksa siswa dalam cara

berpikir, bertindak, dan tidak bersikap selalu ingin tahu terhadap

permasalahan siswa.

D. Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Konselornya

Persepsi merupakan suatu hasil intepretasi yang berasal dalam diri

siswa terhadap suatu obyek. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului

penginderaan terhadap stimulus. Stimulus yang diterima akan diorganisasikan

sebagai sesuatu yang berarti. Pendapat siswa tentang kompetensi profesional

konselornya, berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya.

Pengalaman yang diperoleh siswa selama berinteraksi dengan konselor akan

mempengaruhi pendapat siswa. Siswa yang memiliki pengalaman menarik dan

terbantu dengan kehadiran konselor dalam mengembangkan dirinya,

cenderung akan membentuk penilaian yang positif. Sedangkan siswa yang

(47)

dimarahi, cenderung akan membentuk penilaian yang negatif. Sehingga

pendapat-pendapat siswa tersebut merupakan pengalaman siswa itu sendiri

terhadap kompetensi profesional konselornya.

Persepsi siswa terhadap kompetensi profesional konselor juga

dipengaruhi oleh pemahaman siswa mengenai makna bimbingan dan

konseling, manfaat bimbingan dan konseling, tugas-tugas konselor dan

pengalaman yang siswa dapatkan selama berinteraksi dengan konselor.

Kuantitas dan kualitas pertemuan siswa dengan konselor sekolah pada saat

bimbingan bimbingan kelompok dan pribadi juga berpengaruh terhadap

persepsi siswa. Dengan demikian akan muncul konsep yang positif atau

negatif tentang kompetensi professional konselor dalam diri siswa.

Anggraeni (1999) mengungkapkan pendapatnya yang senada dengan

kompetensi profesional konselor, bahwa kompetensi profesional berkaitan

dengan ketrampilan konselor dalam menyelenggarakan layanan bimbingan

kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli, dan

penguasaan terhadap teori dan prosedur bimbingan dan konseling. Dengan

demikian siswa yang berinteraksi dengan konselor akan memiliki persepsi

(48)

32

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan

metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen

pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Metode yang

digunakan adalah metode survei. Furchan (1982: 415) menyatakan bahwa

penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status

gejala pada saat penelitian dilakukan. Sejalan dengan pendapat di atas,

Arikunto (2000: 310) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang menggambarkan/melukiskan “apa adanya” tentang sesuatu

variabel, gejala atau keadaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

tentang kompetensi profesional konselornya.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Furchan (1982: 189) mengungkapkan bahwa populasi adalah semua

anggota sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan

secara jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII

(49)

keseluruhan siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2007/2008 berjumlah 334 siswa, yang terbagi dalam 9 kelas,

dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1 Jumlah Siswa

SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

No Kelas Jumlah

VII Anggrek 37

VII Tulip 38

VII Teratai 38

VII Melati 40

1

Kelas VII

VII Mawar 39

192

VIII Mahoni 35

VIII Tanjung 36

VIII Kemundu 36 2

Kelas VIII

VIII Nagasari 35

142

Jumlah Seluruh Siswa 334

2. Sampel

Furchan (1982: 198) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif

dianjurkan mengambil sampel dari 10% atau 20% dari populasi. Dengan

mempertimbangkan waktu dan biaya, maka jumlah sampel dalam

penelitian ini 30% dari populasi (105 orang). Jadi sampel dalam penelitian

ini sudah memenuhi standard sampel dalam penelitian deskriptif, sehingga

mampu mewakilikeseluruhan populasi. Alasan siswa kelas VII, dan VIII

dipilih sebagai sampel penelitian, karena mereka telah mendapatkan

pelayanan bimbingan dan konseling baik secara klasikal maupun

(50)

yang digunakan adalah penarikan sampel berkelompok secara acak

(cluster random sampling).

Pengambilan sampel berkelompok secara acak adalah teknik

pengambilan sample dengan melakukan pengacakan (randomisasi)

terhadap sekelompok individu yang secara alami berada bersama-sama di

suatu tempat, bukan terhadap subyek secara individual. Sepanjang

individu-individu itu mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya

dengan variable penelitian maka individu-individu tersebut merupakan

suatu kelompok/cluster (Furchan, 1982).

Pengambilan sampel berkelompok secara acak ini dilakukan dengan

undian, yaitu mengundi nama-nama kelompok dalam populasi. Cara ini

diawali dengan menulis nama-nama kelas yang ada pada tingkat sama

pada sebuah kertas gulung, kemudian ditempatkan dalam sebuah kotak

dan diambil satu gulungan tanpa memilih. Langkah-langkah pengambilan

sampel penelitian adalah sebagai berikut: kelas VII diambil dua kelas, dan

kelas VIII diambil dua kelas sebagai sampel. Hasilnya adalah yang

menjadi sampel penelitian kelas VII Anggrek, kelas VII Mawar, kelas VII

Nagasari, dan kelas VIII Tanjung. Namun pada prakteknya, sampel yang

didapatkan tidak semua dapat digunakan. Satu kelas tidak dapat dipakai

sebagai sampel penelitian dikarenakan waktu yang sudah tidak

memungkinkan, karena siswa kelas VII dan VII akan melaksanakan

Ulangan Kenaikan Kelas, kelas tersebut adalah kelas VII Mawar. Hal ini

(51)

syarat dari 20% jumlah populasi. Kelas-kelas yang menjadi penelitian

adalah:

Table 2 Sampel Penelitian

Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

No Sampel Waktu Jumlah

1 VII Anggrek 6 Juni 2008 37 2 VIII Nagasari 6 Juni 2008 33 3 VIII Tanjung 7 Juni 2008 35

Jumlah 105

C. Instrumen Penelitian

1. Jenis Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner

Persepsi Siswa Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

Tentang Kompetensi Profesional Konselornya yang disusun oleh peneliti.

Kuesioner ini bentuknya tertutup dan terdiri dari empat alternatif jawaban.

Alasan peneliti membuat empat alternatif jawaban adalah agar pilihan

subyek menjadi lebih tegas dan pasti, jawaban tidak ada yang berada

diwilayah abu-abu. Tersedianya jawaban di tengah juga menimbulkan

kecenderungan jawaban netral (central tendency effect) terutama bagi

mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya.

2. Format Pernyataan

Kuesioner penelitian ini bersifat tertutup. Artinya, subyek menjawab

pernyataan-pernyataan dengan memilih alternatif jawaban yang telah

disediakan dan memberikan tanda check ( ). kuesioner ini dibuat anonim

(52)

terbuka dan jujur menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai apa yang

dialami dan dirasakan. Kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian

pertama memuat petunjuk pengisian kuesioner dan identitas subjek.

Bagian kedua memuat pernyataan-pernyataan tentang persepsi siswa kelas

VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi

profesional konselornya yang terdiri dari 88 item.

Item-item tersebut dibagi dua, yaitu item positif (favorable) dan item

negatif (unfavorable). Pernyataan positif artinya pernyataan yang

memihak pada objek ukur atau yang mengindikasikan tingginya atribut

yang diukur. Sedangkan pernyataan negatif artinya pernyataan yang tidak

memihak pada objek ukur atau yang mengindikasikan rendahnya atribut

yang diukur (Azwar, 2005: 47). Jumlah pernyataan positif dan jumlah

pernyataan negatif dibuat seimbang. Dalam hal ini, peneliti mengacu pada

Skala Likert, yang mensyaratkan pernyataan positif dan pernyataan negatif

harus seimbang.

3. Penentuan Skor

Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan

adalah sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable) terhadap aspek

kompetensi professional konselor, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi

skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat

(53)

b. Untuk pernyataan yang bersifat negative (unfavorable) terhadap aspek

kompetensi professional konselor, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)

diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Setuju (S) diberi skor 2,

Sangat Setuju (SS) diberi skor 1.

4. Kisi-kisi Kuesioner

Kisi-kisi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP

Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional konselornya

tahun ajaran 2007/2008 adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Siswa Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tentang Kompetensi Profesional Konselornya

Sebelum Uji Coba

No Aspek Kompetensi Profesional

Konselor

Indikator Item Positif (favorable) Item Negatif (unfavorable) Jumlah Mengetahui tugas perkembangan siswa.

1, 7, 17, 32, 71

5, 33, 50, 51, 70

10 1 Menguasai konsep

perilaku dan perkembangan individu.

Memahami tingkah laku siswa.

3, 4, 18 2, 34, 52 4

Menggunakan konsep dan prosedur dalam mengumpulkan data siswa.

4 52 2

2 Menguasai konsep dan praksis asesmen.

Bekerjasama dengan lembaga tes kepribadian.

35, 53 19, 72 4

Mengetahui dan Menggunakan teori konseling secara tepat.

6, 54, 73 20, 36, 74 6 3 Menguasai teori

dan prosedur bimbingan dan konseling.

Menggunakan teknik konseling secara tepat.

21, 37, 38, 56, 75

8, 55, 76, 77, 88

(54)

Mengetahui prosedur dalam konseling.

9, 78, 79 22, 39, 57 6

Menjalankan bimbingan kelompok

23, 40, 80, 85

10, 58, 82, 87

8

Menjalankan konseling pribadi.

11, 59, 81 24, 41, 86 6

4 Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.

Mampu mengadopsi hasil sebuah riset sesuai keadaan siswa.

25, 42 12, 60 4

Menjalin relasi yang akrab dengan siswa.

61, 62 26, 43 4

5 Mengenal secara mendalam siswa yang dilayani.

Empati 13, 44, 83 27, 63, 64 6 Memiliki

wawasan yang luas.

28, 65 45, 66 4

Memberikan kebebasan kepada siswa dalam

mengambil keputusan.

14, 46, 84 29, 66, 68 6

Terampil memilih

informasi yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

30, 67 15, 47 4

6 Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang

memandirikan.

Terampil menyajikan informasi secara menarik.

16, 49 31, 48 4

Total 44 44 88

5. Uji Coba Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen digunakan untuk penelitian, maka kuesioner diuji

(55)

yang memiliki kualitas yang baik yang dapat digunakan, sedangkan item

yang kualitasnya tidak baik harus digugurkan/direvisi terlebih dahulu.

Sebelum instrumen diujicobakan maka terlebih dahulu harus memenuhi

tuntutan validitas isi.

Uji coba instrumen penelitian di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta

dilaksanakan tanggal 28 Mei 2008 dan 30 Mei 2008. Uji coba dilakukan

kepada siswa kelas VII dan kelas VIII sebanyak 68 siswa, dengan rincian

sebagai berikut:

Tabel 4

Jumlah Responden Uji Coba Kuesioner

No Kelas Waktu Pelaksanaan Jumlah

1. VII Tulip 28 Mei 2008 34

2. VIII Mahoni 30 Mei 2008 34

Total 68

Hal yang diteliti dari data uji coba adalah daya beda item dan

reliabilitas. Uji daya beda dilakukan melalui teknik korelasi item total.

Kriteria penentuan item yang lolos didasarkan pada korelasi item-item

dengan batasan ix 0,30. Item yang lolos uji daya beda selanjutnya

disusun menjadi skala final. Langkah selanjutnya adalah menguji

(56)

D. Pertanggungjawaban Instrumen Penelitian

1. Validitas Instrumen Penelitian

Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermat suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen

pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat

tersebut menjalankan fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2007: 5).

Validitas terbagi atas tiga macam, yaitu: validitas isi, validitas

konstruksi atau konsep, dan validitas kriteria. Dalam penelitian ini,

validitas yang digunakan adalah validitas isi. Yang dimaksud validitas isi

adalah validitas yang mencerminkan seluruh isi yang akan diukur

(Furchan, 1982: 183). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi

atau dinilai lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau

lewat professional judgment (penilaian profesional), (Azwar, 2007: 45).

Dalam pelaksanaannya validitas kuesioner ini dipertimbangkan oleh dosen

pembimbing skripsi yang dipandang memiliki keahlian dalam bidang

bimbingan dan konseling.

Setelah mendapat penilaian profesional (profesional judgment)

berdasarkan keputusan akal (common sense), yaitu melihat apakah

item-item sudah benar-benar memuat aspek-aspek kompetensi profesional

konselor yang telah disusun oleh peneliti untuk mengetahui persepsi siswa,

(57)

2. Uji Daya Beda

Daya beda item adalah sejauh mana item tersebut mampu

membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan

tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2005: 59). Pengujian daya

beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi

skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan

menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) yang dikenal dengan

parameter daya beda item. Untuk komputasi koefisien korelasi item-total

digunakan korelasi Product Moment dari Pearson.

Gambar

Tabel 1 Jumlah Siswa
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasinya digunakan alat yang memakai prinsip pantulan dari cermin, dimana perubahan posisi cermin yang sangat kecil ( akibat perpanjangan batang) menyebabkan

Program Studi Peserta wajib mengisi form kesediaan untuk mengakui semua kredit yang telah ditempuh oleh peserta Program Transfer Kredit Direktorat Pembelajaran

Pengakhiran kepailitan dapat terjadi karena pencabutan (Pasal 18 ayat (1) UUK dan PKPU), perdamaian yang berkekuatan hukum, atau karena telah

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Biro Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015 adalah

Manfaat lain yang juga sangat penting dari penerbitan obligasi daerah, pemerintah pusat memiliki peluang menekan pos transfer dana yang jumlahnya setiap tahun meningkat

Apabila dalam Pasal 2 ayat (4) undang-undang a quo haruslah ditafsirkan sebagai berikut, “Dirjen Pajak tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses pengukuhan PKP

Hasil pada sel A17 untuk menghitung nilai rata-rata dari sekumpulan data pada array B2:B16 dengan data yang berisi teks juga ikut dihitung da dianggap bernilai 0 (nol)

Pada dasarnya, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank