SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh:
UNINGTYAS G.T.K
NIM : 021114062
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagiamana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Februari 2009
Penulis
v
“Tuhan akan membuat s
egala sesuatu indah pada waktunya”
(Pengkotbah 3: 11)
“Cobaan adalah cara terbaik yang diberikan
Oleh Tuhan agar kita mencapai kehidupan yang lebih baik,
Sehingga kita tahan uji untuk menjadi baik dan tangguh
Sekalipun dalam kondisi terburuk”
(No Name)
“
Tuhan tahu, tapi menunggu”
(Leo Tolstoy)
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
My beloved mother and
vi
TAHUN AJARAN 2007/2008
Uningtyas Guno Tali Kusumawati
Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2
Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi profesional konselornya.
Populasi penelitian ini adalah siswa-siswa kelas VII dan VII SMP Stella
Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 yang berjumlah 334 siswa. Sampel
penelitian berjumlah 105 siswa (30% dari populasi). Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik penarikan sampel berkelompok secara acak (
cluster
random sampling
).
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
“kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce tentang
kompetensi profesional konselornya” dengan52 item dan empat alternative
jawaban yaitu; sangat setuju; setuju; tidak setuju; dan sangat tidak setuju.
Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Taraf reliabilitas uji coba kuesioner
signifikan pada taraf signifikansi 5% (r
tt=0,92>0,30).
Teknik pengolahan data
dalam penelitian ini adalah kategorisasi jenjang (Azwar, 1999: 108) yang terdiri
dari kategori sangat buruk, buruk, sedang, baik, dan sangat baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) 64 siswa (60,95%) memiliki
persepsi yang sangat baik, 40 siswa (38,10%) memiliki persepsi yang baik, 1
siswa (0,95%) memiliki persepsi sedang, dan tidak ada siswa yang memiliki
persepsi buruk dan sangat buruk (0%). (2) Dari enam aspek kompetensi
profesional konselor yang dipersepsikan oleh siswa yang tergolong kategori
sangat kompeten yaitu: menguasai konsep perilaku dan perkembangan individu
mencapai 88,18%, menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan
konseling mencapai 85,47%, mengenal secara mendalam siswa yang dilayani
mencapai 83,57%, menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling
mencapai 83,49%, menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan mencapai 81,98% dan yang tergolong dalam kategori kompeten
yaitu menguasai konsep dan praksis asesmen mencapai 79,52%.
vii
IN THE ACADEMIC YEAR OF 2007/2008
Uningtyas Guno Tali Kusumawati
Sanata Darma University
2009
This research was a descriptive research which aimed to figure out the
description of the perceptions of the second and the third grade students of Stella
Duce 2 Yogyakarta Junior High School On Counselor’s Professional Competence
in the Academic Year of 2007/2008.
The research participants were 334 of the second and the third grade
students of Stella Duce 2 Yogyakarta Junior High. Research samples were 105
students (30% of population). A sampling technique was cluster random in which
groups were randomly selected.
Research instrument applied in this research was questionnaires of the
students on counselor’s professional competence consisting of 52 items with four
alternative answers, which were strongly agree, agree, disagree, and strongly
disagree. The validity applied was content validity. The test of reliability showed
that r
tt=0,92>0,30 with 5% significance degree. The technique of analysis in this
research was category consisting of very bad, bad, average, good, and very good
category (Azwar, 1999: 108).
viii
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama: Uningtyas Guno Tali Kusumawati
Nomor Mahasiswa: 021114062
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul “Persepsi siswa kelas VII
dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional
konselornya tahun ajaran 2007/2008” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal 25 Februari 2009
Yang menyatakan
ix
Mu kepada peneliti selama penulisan skripsi ini. Berkat kasih dan kemurahan-Mu,
peneliti dapat menulis skiripsi ini sampai selesai. Penulisan skripsi ini merupakan
sebuah perjuangan peneliti sebagai akademisi.
Skirpsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling. Peneliti menyadari
bahwa skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan, dukungan dan perhatian
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing yang
telah memberi dukungan, saran, motivasi, bimbingan, dan dorongan yang berguna
bagi peneliti hingga tersusun skripsi ini.
2.
Panitia Penguji skripsi yang memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
mempertanggungjawabkan dan mempertahankan skripsi ini.
3.
Bapak Dr. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta.
x
6.
Alm Simbah Martinah Sukiman, banyak pelajaran hidup yang telah aku dapat
darimu, maturnuwun sanget mbah.
7.
Mas Dite dan mbak Put, terimakasih untuk doa, semangat, serta sumbangan
materiilnya.
8.
Bapak Pranyoto, terimakasih untuk semua pengalaman hidup yang engkau
berikan dan pernah kita alami bersama dalam keluarga.
No matter what happened,
no matter what you do, you still my father till now.
9.
Teman-teman dan sahabat di BK, Ina “Inoel” (temen kulinerku, yang
memperkenalkan Jogja padaku, selalu bersedia membantuku), Nena, Esti, Sari,
Nadia, Ririz, Yala, Yunar, Petrus, Bangun, Bebe, Nana, Sisil, Siska, Br Edi, Sr
Frederika, Sr Vero, Sr Noren, Fr Paul, Br Teguh, teman-teman yang selalu
memberikan keceriaan (Idha, Uthe, Mega, Ima, Arya), dan teman-teman satu
bimbingan (Tuti, Paula, Mbak Octa, Hayu, Arie 03, Sonya) terimakasih untuk
persahabatan yang hangat, menyenangkan, apa adanya, dan tanpa syarat.
xi
12.
Mudika Carolus Magelang. Kalian selalu ribut “uwis rampung durung? Kapan?”
penulis semakin tertantang untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk
persahabatan dan persaudaraan kita selama ini.
13.
Mudika FX Sapen, PS FX Sapen, terimakasih untuk keceriaan, canda tawa, dan
semangat yang penulis dapatkan selama beberapa waktu. Di sini penulis dapat
semakin bertumbuh dan mempergunakan talenta yang diberikan oleh Tuhan.
14.
Semua pihak yang telah membatu peneliti dengan berbagai cara, yang tidak bisa
disebutkan namanya satu-persatu dalam skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini, jauh dari sempurna karena itu penulis sangat
berterima kasih dan menghargai setiap kritik dan saran terhadap karya ini. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
xii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...
v
ABSTRAK ...
vi
ABSTRACT
...
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
...
viii
KATA PENGANTAR ...
ix
DAFTAR ISI ...
xii
DAFTAR TABEL ...
xv
DAFTAR LAMPIRAN...
xvi
BAB I PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang Masalah ...
1
B.
Rumusan Masalah ...
7
C.
Tujuan Penelitian ...
8
D.
Manfaat Penelitian ...
8
E.
Definisi Operasional ...
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...
11
A.
Persepsi ...
11
xiii
2.
Tugas Konselor Sekolah ...
18
3.
Karakteristik Konselor ...
21
C.
Kompetensi Konselor ...
23
1.
Pengertian Kompetensi Konselor ...
23
2.
Kompetensi Profesional Konselor ...
24
D.
Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Konselornya
30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...
32
A.
Jenis Penelitian ...
32
B.
Populasi dan Sampel ...
32
C.
Instrumen Penelitian ...
35
1.
Jenis Alat Ukur ...
35
2.
Format Pernyataan ...
35
3.
Penentuan Skor ...
36
4.
Kisi-kisi Kuesioner ...
37
5.
Uji Coba Instrumen Penelitian ...
38
D.
Pertanggungjawaban Instrumen Penelitian ...
40
1.
Validitas Instrumen Penelitian ...
40
2.
Uji Daya Beda ...
41
3.
Reliabilitas Instrumen Penelitian ...
43
xiv
BAB V PENUTUP ...
56
A.
Ringkasan ...
56
B.
Kesimpulan ...
58
C.
Saran ...
58
DAFTAR PUSTAKA ...
61
xv
Tabel 2 : Sampel penelitian ...
35
Tabel 3 : Kisi-kisi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional
konselornya tahun ajaran 2007/2008 sebelum uji coba ...
37
Tabel 4 : Jumlah responden uji coba kuesioner ...
39
Tabel 5 : Distribusi item kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional
konselornya tahun ajaran 2007/2008 setelah uji coba ...
42
Tabel 6 : Kualifikasi koefisien korelasi ...
43
Tabel 7 : Distribusi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional
konselornya tahun ajaran 2007/2008 ...
45
Tabel 8 : Kategorisasi persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP
Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional
konselornya tahun ajaran 2007/2008 ...
47
Tabel 9 : Persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2
Yogyakarta tentang kompetensiprofesional konselornya
tahun ajaran 2007/2008 ...
48
Tabel 10 : Persentase skor berdasarkan aspek kompetensi profesional
xvi
Lampiran 2 Tabulasi uji coba penelitian ...
69
Lampiran 3 Hasil uji reliabilitas kuesioner ...
75
Lampiran 4 Kuesioner penelitian ...
87
Lampiran 5 Tabulasi skor penelitian ...
91
Lampiran 6 Kategorisasi persepsi siswa ...
97
Lampiran 7 Presentase skor berdasarkan aspek-aspek kompetensi
profesional konselor ...
100
1
Dalam bab ini dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat di segala bidang
kehidupan, menuntut adanya berbagai perubahan. Dunia pendidikan pun tidak
luput dari berbagai tuntutan. Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai
peranan yang besar dalam membantu siswa belajar mengenai berbagai aspek
kehidupan. Pendidikan di sekolah dilaksanakan melalui penyelenggaraan
pengajaran, pelatihan, dan pembimbingan. Sejumlah sekolah mulai
menempatkan pelayanan bimbingan dan konseling sebagai bagian penting
dalam program sekolah. Para pendidik mulai menyadari pentingnya pelayanan
bimbingan dan konseling di sebuah sekolah.
Mappiare (1984) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan secara sistematis-metodis dari seseorang
yang memiliki kompetensi memadai dalam menerapkan pendekatan, metode
dan teknik layanan kepada individu agar lebih memahami diri, menerima diri
dan mampu memecahkan persoalan-persoalan secara lebih memadai sesuai
dengan tingkat perkembangan dirinya.
Dewasa ini Bimbingan dan Konseling pun juga mengalami
Satuan Pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006, peranan Bimbingan dan
Konseling menjadi semakin penting. Dalam KTSP, komponen pengembangan
diri dapat memberikan peluang bagi Bimbingan dan Konseling dalam rangka
pembuktian kinerja. Bimbingan dan Konseling mendapat jam pertemuan yang
terjadwal seperti mata pelajaran yang lain, dengan demikian konselor dapat
menjalankan fungsi BK. Dalam panduan KTSP (2006) diuraikan bahwa
pngembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh
guru. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi atau dibimbing oleh konselor
sebagai program dan layanan yang dilaksanakan melalui bimbingan dan
konseling. Pengembangan diri bertujuan untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat, dan minat peserta didik yang
disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Dengan adanya jam pertemuan terjadwal bagi Bimbingan dan
Konseling dalam KTSP, diharapkan layanan Bimbingan dan Konseling dapat
dilaksanakan dengan optimal. Konselor mendapat kesempatan mendampingi
belajar siswa, sehingga siswa dapat mencapai standar kelulusan yang
ditetapkan oleh sekolah. Dengan adanya standar kelulusan dalam penentuan
kelulusan peserta didik, maka staf pendidik dituntut profesional dalam
menjalankan tugasnya. Konselor sebagai salah satu staf pendidik juga dituntut
bekerja secara profesional.
Konselor sekolah ialah tenaga profesional, baik pria maupun wanita
yang mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang Bimbingan dan
Konseling, yang memiliki ijazah sarjana dari FIP-IKIP, jurusan/program studi
(Sukardi, 1984). Surya (2004) mengemukakan bahwa konselor harus
mempunyai kompetensi karena klien datang pada konselor untuk belajar dan
mengembangkan kompetensi klien yang dibutuhkan untuk mencapai hidup
yang lebih efektif dan bahagia. ABKIN (2005) menguraikan bahwa
kompetensi pribadi adalah kemampuan konselor sekolah dalam menyadari
keunikannya sendiri, kelemahan dan kelebihannya sehingga dapat dijadikan
panutan bagi siswa. Kompetensi sosial adalah kemampuan konselor sekolah
dalam berinteraksi dengan orang lain sedangkan kompetensi profesional
adalah kemampuan konselor sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan
kepandaian khususnya dalam melaksanakan layanan Bimbingan dan
Konseling.
Para ahli sebelum tahun 2000 juga telah membicarakan mengenai
kompetensi. Belkin (Winkel, 1997: 198-199) mengatakan ada 3 kualitas
kepribadian yang hampir sama dengan kompetensi pribadi dan kompetensi
sosial yang hendaknya dimiliki oleh konselor sekolah yaitu; mengenal diri
sendiri yang ditandai dengan merasa aman dengan diri sendiri, percaya
dengan orang lain, memiliki keteguhan hati; memahami orang lain yang
ditandai dengan keterbukaan hati, kemampuan berempati: mampu
berkomunikasi dengan orang lain yang ditandai dengan bertindak sejati, bebas
dari mengusai orang lain, mampu mendengarkan dengan baik, mampu
menghargai orang lain.
Menurut Asosiasi Bimbingan Dan Konseling Indonesia atau ABKIN
(2005: 12) seorang konselor harus berkompeten dalam hal: penguasaan
penguasaan konsep prilaku dan perkembangan individu, penguasaan konsep
dan praksis asesmen, penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan
konseling, pengelolaan program bimbingan dan konseling, penguasaan konsep
dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling. Dalam Undang-Undang
Guru dan Dosen tahun 2006, pasal 10 dinyatakan bahwa “kompetensi guru
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konselor perlu memiliki
kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
mendukung tercapainya tujuan pelayanan bimbingan dan konseling. Layanan
bimbingan dan konseling memiliki beberapa tujuan. Menurut Yusuf (2005)
tujuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa dapat: (1)
mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki dengan optimal;
(2) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat serta
lingkungan kerjanya; (3) merencanakan kegiatan penyelesaian studi,
perkembangan karir serta kehidupannya di masa datang; (4) mengatasi
hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Dengan adanya tuntutan akan kompetensi konselor saat ini, diharapkan
konselor dapat memperbaiki citra yang semula dianggap sebagai polisi
sekolah menjadi citra yang lebih baik, seperti konselor adalah sahabat semua
siswa.
Namun kegiatan Bimbingan dan Konseling di lapangan masih
guru yang mengajar bidang studi dikelas atau guru yang hanya mengurusi
siswa-siswa bermasalah. Adanya pandangan negatif ini menyebabkan siswa
enggan datang kepada guru pembimbing. Prayitno mengemukakan (1987: 12)
bahwa masih terdapat kesalahpahaman peran bimbingan dan konseling; guru
pembimbing dianggap sebagai polisi sekolah. Bimbingan dan konseling
diperuntukan bagi siswa yang bermasalah saja. Bimbingan dan konseling
menggunakan cara yang sama untuk memecahkan semua masalah. Bimbingan
dan konseling adalah pemberian nasehat.
Sejalan dengan adanya anggapan yang keliru tersebut, dapat dilihat
dari kenyataan di lapangan, bahwa guru pembimbing di sekolah-sekolah saat
ini belum semuanya berasal dari lulusan jurusan Bimbingan dan Konseling
atau Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Banyak sekolah yang menugaskan
guru-guru bidang studi tertentu yang dianggap memiliki ketertarikan terhadap
layanan bimbingan dan konseling ataupun menunjuk guru-guru tertentu dilihat
dari kepribadiannya tanpa melihat latar belakang pendidikannya sebagai guru
pembimbing. Widajati (2004) mengatakan pada kurikulum 1994, adanya alih
fungsi guru mata pelajaran bahasa asing dan kesenian untuk menjadi guru
pembimbing dengan mengikuti pelatihan, seminar.
Dari uraian diatas tampak adanya perbedaan antara guru pembimbing
dan konselor. Guru pembimbing banyak yang tidak dibekali ilmu bimbingan
dan konseling karena berasal dari disiplin ilmu yang berbeda-beda dan guru
pembimbing merangkap sebagai tenaga pengajar. Sedangkan konselor adalah
tenaga profesional yang menyelenggarakan layanan Bimbingan dan Konseling
konselor memiliki keahlian dalam bimbingan kelompok dan konseling,
konselor merupakan tenaga kependidikan yang tidak merangkap sebagai
tenaga pengajar.
Dalam penelitian ini penulis akan memfokuskan pada salah satu
kompetensi saja yaitu kompetensi profesional. Kompetensi profesional
berkaitan dengan ketrampilan konselor dalam menyelenggarakan layanan
bimbingan kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal
konseli, dan penguasaan terhadap teori dan prosedur bimbingan dan konseling.
Dengan demikian penelitian ini akan memfokuskan pada kinerja konselor
yang benar-benar dapat diamati oleh siswa. Penelitian ini hendak menggali
mengenai persepsi siswa terhadap kompetensi profesional konselor, yaitu
kemampuan atau ketrampilan konselor sekolah dalam mempergunakan
pengetahuan dan kepandaian khususnya dalam menyelenggarakan layanan
bimbingan kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal
konseli (ABKIN, 2005). Ada penelitian yang hampir serupa dengan topik ini
yang berjudul Persepsi Siswa Kelas I dan II SMA N 2 Klaten Tahun Ajaran
2003/2004 Mengenai Kompetensi Guru Pembimbing, yang dilakukan oleh
Agung Wibowo (2004). Meskipun topik ini sudah pernah diteliti, tapi penulis
tertarik untuk melakukan penelitian pada tingkat SMP karena penelitian yang
sebelumnya dilakukan pada tingkat SMA.
Selain itu dari hasil diskusi penulis dengan teman-teman praktikan
selama melaksanakan PPL di SMP tahun 2005 dan PPL SMA tahun 2006,
penulis mendapatkan informasi bahwa ada beberapa guru mata pelajaran yang
dan konseling, akibatnya ada siswa yang; kurang mengenal guru
pembimbingnya, menganggap guru BK sebagai polisi sekolah, tidak
mengetahui fungsi BK dengan demikian program BK dalam sekolah tersebut
tidak berjalan (Kusumawati, 2006). Persepsi yang baik terhadap bimbingan
dan konseling akan mempengaruhi sikap siswa terhadap pelayanan program
bimbingan dan konseling sehingga akan menimbulkan kesadaran siswa. Bila
persepsi siswa terhadap BK keliru maka akan menimbulkan sikap yang kurang
baik terhadap BK, sehingga siswa tidak memiliki kesadaran terhadap BK.
Penulis merasa prihatin dengan adanya anggapan bahwa profesi
konselor dapat dilakukan oleh siapa saja. Melalui penelitian ini penulis ingin
melihat gambaran pada sekolah yang guru pembimbingnya tidak memiliki
latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling yang telah dipaparkan di
atas akan terbukti pada sekolah yang memiliki konselor dengan latar belakang
pendidikan BK. Dengan mengetahui pendapat-pendapat siswa tentang
kompetensi profesional konselornya. Penulis berharap hasil penelitian ini
dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi profesional konselor dan
mempersiapkan calon-calon konselor yang kompeten.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu
masalah, yaitu:
Bagaimanakah persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella
Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi profesional
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui gambaran persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII
SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 tentang kompetensi
profesional konselornya.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
pengembangan pengetahuan dalam bidang bimbingan dan konseling,
khususnya mengenai kompetensi profesional konselor.
b. Hasil penelitian ini dapat memberikan data dan informasi yang baru
bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengangkat topik yang
berhubungan dengan kompetensi konselor.
2. Manfaat Praktis
a. Pendidikan Konselor
Hasil penelitian ini digunakan untuk mempersiapkan calon-calon
konselor agar kelak dapat bekerja secara profesional.
b. Sekolah
1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja
konselor yang profesional.
c. Peneliti
Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti sebagai calon konselor
untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara
profesional.
E. Definisi Operasional
1. Persepsi
Persepsi adalah suatu tanggapan, hasil interpretasi, cara pandang,
pendapat, atau komentar siswa tentang kompetensi profesional
konselornya.
2. Konselor sekolah
Konselor sekolah adalah tenaga kependidikan yang profesional, baik pria
maupun wanita yang tidak merangkap sebagai pengajar. Konselor
memiliki pendidikan program strata satu, Psikologi Pendidikan dan
Bimbingan atau Bimbingan dan Konseling.
3. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan atau ketrampilan konselor
sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan kepandaian khususnya
dalam menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok dan pemberian
konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli. Kemampuan ini meliputi:
penguasaan konsep perilaku dan perkembangan individu, penguasaan
mendalam siswa yang dilayani, penguasaan teori dan prosedur bimbingan
dan konseling, penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang
11
Dalam bab ini akan diuraian tentang persepsi, konselor sekolah,
kompetensi konselor, dan persepsi siswa SMP terhadap kompetensi profesional
konselornya.
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Sebagian besar tingkah laku manusia ditentukan oleh persepsinya
terhadap obyek. Proses persepsi terjadi karena adanya rangsang dari luar
diri individu. Rangsang itu diterima melalui alat indera, kemudian
ditafsirkan, sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Adanya rangsang
dari luar individu mengakibatkan suatu proses dalam diri individu, dan
pada akhirnya individu akan memberikan tanggapan (Kartini Kartono,
1984: 57).
Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui alat
indera sampai rangsang itu disadari dan dimengerti, sehingga
memunculkan interpretasi terhadap rangsang tersebut (Irwanto, dkk, 2002:
71). Persepsi merupakan suatu tanggapan terhadap suatu objek, peristiwa
atau pengalaman tertentu yang dapat diterima dan dimengerti oleh
penerima rangsang atau stimulus sehingga menghasilkan pengetahuan
reseptor sehingga organisme menjadi aktif (Walgito, 2004). Stimulus
dapat berasal dari dalam dan dari luar individu, tetapi kebanyakan berasal
dari luar individu.
Crow and crow (Indarti, 1999: 11) mengemukakan bahwa:
perception is the processes of organizing and interpreting sensory data according to the results of previous experiences is called perception. Perception represents the mental identification or recognition of people, things, conditions or situational that are in the present range of one or more sensory stimulation.
Dari apa yang dikemukakan oleh Crow and crow (1999) persepsi
merupakan proses mengorganisasikan dan mengintepretasikan data hasil
dari pengalaman yang baru saja terjadi. Persepsi berhubungan dengan
identifikasi mental atau rekognisi dari orang-orang, benda-benda, kondisi
atau situasi yang berada dalam rentangan dari satu atau lebih stimulus
sensori.
Desiderato (Rakhmat, 2005: 51) juga berpendapat bahwa persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan.
Persepsi bukan ditentukan oleh benda yang memberikan rangsang,
melainkan oleh karakteristik orang yang memberikan tanggapan itu
(Rahmat, 2005: 69). Persepsi juga diartikan sebagai pandangan,
pengamatan atau tanggapan individu terhadap benda, kejadian, tingkah
laku manusia atau hal-hal yang ditemuinya sehari-hari (Mulyono, 1978:
memandang sesuatu, pandangan atau keyakinan terhadap sesuatu (Covey,
2001: 31).
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu tanggapan, cara pandang siswa terhadap sesuatu baik itu
orang, benda, kejadian, tingkah laku atau hal-hal yang ditemui dalam
hidupnya pada saat berinteraksi dengan konselornya melalui pelayanan
bimbingan dan konseling.
2. Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Persepsi
Persepsi bersifat subyektif; artinya bahwa ada perbedaan tanggapan
terhadap obyek yang sama oleh individu yang satu dengan yang lainnya.
Persepsi individu terhadap dunia nyata merupakan olahan semua informasi
yang diterima oleh indera-indera yang dipengaruhi oleh kondisi psikologis
dan pengalaman kita (Irwanto, 2002). Mahmud (1988: 41) menjelaskan
bahwa persepsi tergantung pada stimulus dan latar belakang dari stimulus
tersebut, seperti; pengalaman sensori masa lalu, perasaan, prasangka,
keinginan individual, sikap dan tujuan.
Persepsi diawali dengan proses penginderaan, selanjutnya akan
memunculkan aktivitas kognitif yang bersifat psikologis. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap persepsi yaitu: (a) perhatian yang selektif; (b)
ciri-ciri rangsang; (c) nilai-nilai dan kebutuhan individu; (d) pengalaman
terdahulu; (e) objek yang dipersepsi; (f) alat indera, syaraf, dan pusat
susunan syaraf. Keenam faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut
a. Perhatian yang selektif
Setiap saat individu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi
dengan lingkungan mempengaruhi individu untuk menerima rangsang
dari dunia sekitar. Rangsang atau stimulus yang diterima individu
sangatlah beragam. Hal ini mendorong individu hanya memusatkan
perhatian pada rangsang-rangsang tertentu. Perhatian sebagai langkah
persiapan dalam persepsi merupakan pemusatan atau konsentrasi dari
seluruh aktivitas individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek
(Walgito, 2003: 98). Individu menerima banyak sekali rangsang dari
lingkungannya setiap saat. Meskipun demikian ia tidak harus
menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu memusatkan
perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian objek atau
gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamat
(Irwanto, 2002: 96-97).
Perhatian juga mempengaruhi persepsi. Ada begitu banyak
rangsang atau stimuli di sekitar manusia dan ia tidak dapat menerima
semua stimuli itu. Hal ini berarti manusia perlu selektif dalam menerima
stimuli. Perhatian akan mengarahkan manusia memusatkan diri hanya
pada sebagian stimuli yang mungkin dapat diterima pada suatu waktu.
Dengan kata lain, persepsi manusia mengenai sesuatu tidak pada semua
bagian melainkan hanya sebagian saja sesuai dengan pusat perhatiannya.
Di dalam diri konselor ada begitu banyak hal yang dapat diterima oleh
hanya terpusat pada beberapa hal saja. Melalui perhatian inilah siswa
membuat persepsinya mengenai konselornya.
b. Ciri-ciri rangsang
Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh ciri-ciri
yang dimilikinya. Berdasarkan gerakan, individu lebih menaruh
perhatian kepada rangsang yang bergerak daripada yang diam.
Berdasarkan ukuran, individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang
yang besar daripada rangsang yang kecil. Berdasarkan intensitas,
individu lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang kuat daripada
yang lemah. Berdasarkan kontrasitas, individu lebih menaruh perhatian
kepada rangsang yang kontras dengan latar belakang daripada rangsang
yang biasa (Irwanto, 2002: 97). Rangsang dengan warna yang kontras
akan lebih menarik perhatian dan akan lebih mudah diterima oleh
individu. Misalnya; warna pakaian yang dipakai oleh konselor. Konselor
yang mengenakan pakaian berwarna lembut atau cerah akan lebih
menarik perhatian siswa.
c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu
Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh sejauh
mana rangsang itu bernilai tinggi dan sesuai dengan kebutuhannya.
Individu akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang bernilai
baginya lebih dari pada rangsang yang kurang bernilai. Setiap individu
memiliki prioritas nilai. Prioritas nilai bagi setiap individu berbeda-beda.
nilai. Individu juga akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang
sesuai dengan kebutuhannya daripada rangsang yang kurang sesuai
dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, perhatian individu terhadap
rangsang bersifat subyektif, berbeda antara individu yang satu dari yang
lainnya (Irwanto, 2002: 97).
d. Pengalaman terdahulu
Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh
pengalaman akan rangsangan yang dimiliki individu sebelumnya.
Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana
individu mempersepsi dunianya (Irwanto, 2002: 97). Perhatian individu
ditentukan juga oleh pengetahuan individu sebagai hasil pengalaman
terdahulu. Pengetahuan hasil pengalaman terdahulu dapat berupa
pengetahuan bersifat kognitif (mengetahui sesuatu berguna/bermanfaat
atau tidak berguna/tidak bermanfaat) dan pengetahuan yang bersifat
afektif (merasa puas/tidak puas terhadap sesuatu). Pengetahuan yang
bersifat kognitif dan afektif menjadi dasar untuk bertindak/melakukan
sesuatu.
e. Objek yang dipersepsi
Stimulus ditangkap melalui alat indera atau reseptor. Stimulus
dapat berasal dari luar dan dapat berasal dari dalam diri individu yang
mempersepsi, dan langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja
sebagai reseptor (Walgito, 2003: 89). Objek yang dipersepsi dapat
berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Misalnya,
konselor yang baik, perhatian, ramah akan banyak di dekati oleh para
siswa. Konselor yang galak, suka marah-marah akan di jauhi oleh para
siswa. Seorang siswa yang pandai menyanyi akan menjadi perhatian
teman-temannya dibandingkan dengan siswa yang biasa-biasa saja.
Contoh lain seorang siswa dimarahi oleh seorang konselor tanpa suatu
alasan yang jelas, maka siswa itu akan berpandangan bahwa konselor itu
pemarah, galak dan sebagainya.
B. Konselor Sekolah
1. Definisi konselor sekolah
Konselor sekolah adalah seorang tenaga profesional yang
memperoleh pendidikan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling di
perguruan tinggi dan mencurahkan seluruh waktunya pada pelayanan
bimbingan (Winkel, 1997: 184). Menurut Prayitno (1987: 99) konselor
sekolah adalah anggota staf sekolah yang bekerja secara profesional
dengan kepala sekolah, guru dan staf sekolah lainnya serta orang tua untuk
memungkinkan perkembangan siswa secara total.
Konselor sekolah ialah tenaga profesional, baik pria maupun
wanita yang mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang bimbingan
dan konseling, yang memiliki ijazah sarjana dari FIP IKIP,
jurusan/program studi Bimbingan dan Konseling atau jurusan Psikologi
Partowisastro (1985: 53) berpendapat bahwa konselor sekolah
sebagai orang yang bekerja dalam lingkungan sekolah, yang menerima
tanggungjawab untuk menolong semua siswa dalam sekolah itu dan
perhatian utamanya terarah pada perkembangan, kebutuhan-kebutuhan
dan problem-problem dari anak sekolah.
2. Tugas Konselor Sekolah
Prayitno (1987) mengemukakan bahwa tugas pokok konselor
sekolah adalah menyusun program konseling, menyajikan program
pelayanan konseling, mengevaluasi hasil dan proses pelayanan konseling,
menganalisis hasil evaluasi konseling, serta melaksanakan kegiatan tindak
lanjut pelayanan konseling terhadap peserta didik yang menjadi
tanggungjawabnya. Program pelayanan bimbingan ini berisi tentang
kegiatan-kegiatan bimbingan yang akan diberikan kepada siswa dan sesuai
dengan kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah.
Prayitno (1994: 254-311) menguraikan jenis layanan bimbingan
dan konseling, yaitu :
a. Layanan orientasi: layanan bimbingan yang dilakukan untuk
memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan
yang baru dimasukinya.
b. Layanan informasi: layanan bimbingan yang bertujuan memberikan
pemahaman kepada siswa atau individu mengenai berbagai hal yang
diperlukan untuk menjalani suatu tugas, kegiatan, menentukan suatu
c. Layanan penempatan dan penyaluran: layanan bimbingan yang
bertujuan untuk membantu siswa dalam menyalurkan potensi, bakat,
minat, serta hobi, sehingga siswa dapat mengembangkan dirinya.
d. Layanan bimbingan belajar: layanan bimbingan yang bertujuan untuk
membantu siswa dalam pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah
belajar dan memberikan bantuan pengentasan masalah belajar.
e. Layanan konseling perorangan: layanan bimbingan yang berhubungan
langsung melalui tatap muka antara konselor dan konseli. Dalam
hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya,
sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.
b. Layanan bimbingan dan konseling kelompok: layanan bimbingan yang
memungkinkan siswa untuk berinteraksi antar anggota kelompok dan
mendapat kesempatan untuk membahasan dan mengentakan
permasalahan yang dialami melalui dinamika kelompok.
Yusuf (2005: 20-21) mengemukakan beberapa jenis layanan
bimbingan dan konseling, yaitu :
a. Layanan pengumpulan data tentang siswa dan lingkungannya.
Layanan ini merupakan usaha untuk mengetahui diri individu atau
siswa seluas-luasnya, beserta latar belakan lingkungannya. Hal ini
meliputi aspek-aspek fisik, akademis, kecerdasan, minat, cita-cita,
b. Konseling.
Layanan ini memfasilitasi siswa untuk memperoleh bantuan pribadi
secara pribadi, baik secara face to face maupun melalui media (telepon
atau internet) dalam memperoleh pemahaman dan kemampuan untuk
mengembangkan kematangan dirinya, dan menanggulangi masalah
dan kesulitan yang dihadapinya, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karir.
c. Penyajian informasi dan penempatan.
Penyajian informasi adalah layanan yang menyajikan informasi
mengenai aspek kehidupan yang diperlukan individu, seperti
menyangkut karakteristik dan tugas perkembangan, sekolah-sekolah
lanjutan, dunia kerja, penyesuaian diri, dsb. Sedangkan layanan
penempatan adalah layanan untuk mengarahkan diri siswa sesuai
dengan kemampuan, minat, dan bakatnya. Penempatan ini meliputi
penempatan pendidikan, yaitu memilih jurusan dan kelanjutan sekolah;
penempatan jabatan.
d. Penilaian dan penelitian
Layanan penilaian dilaksanakan untuk mengetahui program bimbingan
apa saja yang telah dilaksanakan dan dapat dicapai. Selain itu juga
dilakukan penilaian terhadap hasil pelayanan kepada siswa untuk
bimbingan dan terhadap siswa, dapat dipergunakan sebagai bahan
penelitian, seperti menelaah tentang kebutuhan siswa.
3. Karakteristik Konselor
Belkin (Winkel, 1997: 198-199) mengungkapkan bahwa konselor
sekolah hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Konselor sekolah mampu mengenali diri sendiri. Hal ini ditandai
dengan: merasa aman dengan diri sendiri, percaya dengan orang lain,
memiliki keteguhan hati.
b. Konselor sekolah mampu memahami orang lain. Hal ini ditandai
dengan: keterbukaan hati dan pikiran , kemampuan berempati.
c. Konselor sekolah mampu berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini
ditandai dengan: bertindak sejati dan ikhlas, bebas dari kecenderungan
menguasai orang lain, mampu mendengarkan dengan baik, mampu
menghargai orang, dan mampu mengungkapkan perasaan serta pikiran
secara memadai dalam kata-kata.
Prayitno (Sukardi, 1984: 30-32) mengemukakan bahwa konselor
sekolah hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Konselor sekolah harus berperangai wajar dan dapat dicontoh.
b. Konselor sekolah harus memiliki emosi yang stabil, tenang, dan
memberikan kesejukan batin demi terwujudnya suasana siswa yang
baik.
d. Penampilan konselor sekolah hendaknya menampakkan
integrasi/keterpaduan kepribadiannya yaitu; dewasa, matang dan
emosinya stabil.
e. Konselor sekolah hendaknya berbobot sebagai orang yang layak
dimintai bantuan.
f. Konselor sekolah hendaknya mampu mawas terhadap diri sendiri,
mawas terhadap lingkungan dan mawas terhadap orang yang
dibimbingnya. Dengan demikian menjadi orang yang aktif dan
bijaksana.
g. Konselor sekolah perlu bersikap berani, yaitu berani memasuki usaha
bimbingan dengan menampilkan pribadi tanpa topeng tertentu, berani
mengisi usaha bimbingan dengan teknik tertentu dengan segala resiko.
h. Konselor sekolah perlu memiliki inteligensi yang cukup tinggi
sehingga mampu berpikir dan mengelola suasana untuk mengubah
tingkah laku konseli.
i. Inteligensi yang tinggi memungkinkan konselor sekolah untuk menalar
dengan lebih baik.
j. Konselor sekolah yang dapat menalar dengan baik akan memunculkan
C. Kompetensi Konselor
1. Pengertian Kompetensi Konselor
Kompetensi konselor adalah berbagai kemampuan yang harus
dikuasai oleh konselor dan mampu diterapkan oleh konselor apabila ia
hendak melaksanakan pekerjaan profesionalnya dalam bimbingan dan
konseling dengan baik (Prayitno, 1987: 129). Samana (1994: 53)
mengemukakan bahwa seorang yang dinyatakan kompeten dibidang
tertentu adalah seseorang yang menguasai kecakapan kerja yang
bersangkutan, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi konselor adalah
kemampuan konselor dalam bidang bimbingan dan konseling yang
digunakan dalam pekerjaan profesionalnya.
Yusuf (2005: 38) berpendapat bahwa kompetensi konselor adalah
kualitas yang dimiliki seorang konselor, yaitu kualitas fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang dipergunakan untuk
mengajarkan kompetensi-kompetensi kepada klien dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling
Seorang konselor perlu memiliki beberapa kompetensi, sebagai
berikut (ABKIN, 2005) :
a. Kompetensi pribadi
Kompetensi pribadi adalah kemampuan kemampuan konselor sekolah
dalam menyadari keunikannya sendiri, kelemahan dan kelebihannya
b. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan konselor sekolah dalam
berinteraksi dengan orang lain. Dalam arti, konselor sebagai bagian
dari masyarakat dapat bergaul secara efektif dengan siswa, sesama
pendidik, orang tua atau wali siswa, dan masyarakat sekitar.
c. Kompetensi profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan atau ketrampilan konselor
sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan kepandaian
khususnyadalam menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok dan
pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli.
2. Kompetensi Profesional Konselor
Kompetensi profesional konselor adalah kemampuan atau
ketrampilan konselor sekolah dalam mempergunakan pengetahuan dan
kepandaian khususnya dalam menyelenggarakan layanan bimbingan
kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli.
Kemampuan ini meliputi beberapa aspek, yaitu: penguasaan konsep
perilaku dan perkembangan individu, penguasaan konsep dan praksis
asesmen, penguasaan teori dan prosedur bimbingan dan konseling,
penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling,
mengenal secara mendalam siswa yang dilayani, penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling yang memandirikan.
ABKIN (2005) menguraikan kompetensi profesional konselor,
yaitu :
1. Menguasai konsep prilaku dan perkembangan individu.
a. Konselor memahami kaidah-kaidah perilaku individu dan
kelompok.
b. Konselor memahami konsep kepribadian.
c. Konselor memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan
individu.
d. Konselor mampu memfasilitasi perkembangan individu.
2. Penguasaan konsep dan praksis asesmen.
a. Konselor memahami hakikat dan makna asesmen.
b. Konselor mampu memilih strategi dan teknik asessment yang tepat
c. Konselor mampu mengadministrasikan asessmen dan menafsirkan
hasilnya.
d. Konselor memanfaatkan hasil asessmen untuk kepentingan
bimbingan dan konseling.
e. Konselor mampu mengembangkan instrumen asessmen.
3. Penguasaan konsep dan praksis bimbingan dan konseling.
a. Konselor memahami konsep dasar, landasan, azas, fungsi, tujuan,
dan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
b. Konselor memahami bidang-bidang garapan bimbingan dan
c. Konselor menguasai pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik
bimbingan dan konseling.
d. Konselor mampu menggunakan dan mengembangkan media
bimbingan dan konseling.
4. Pengelolaan program bimbingan dan konseling.
a. Konselor memiliki pengetahuan dan ketrampilan perencanaan
program bimbingan dan konseling.
b. Konselor mampu mengorganisasikan dan mengimplementasikan
program bimbingan dan konseling.
c. Konselor mampu mengevaluasi program bimbingan dan konseling.
d. Konselor mampu mendesain perbaikan dan pengembangan
program bimbingan dan konseling.
5. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
a. Konselor mampu memahami berbagai jenis dan metode riset.
b. Konselor mampu merancang riset bimbingan dan konseling.
c. Konselor melaksanakan riset bimbingan dan konseling.
d. Konselor mampu memanfaatkan hasil riset dalam bimbingan dan
konseling.
Kartadinata (2007) berpendapat bahwa kompetensi profesional
konselor adalah :
a. Mengenal secara mendalam konseli yang dilayani.
Sosok kepribadian serta dunia konseli perlu didalami oleh konselor
inteligensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan dan
kemampuan numerikal-matematik yang lazim disebut sebagai IQ yang
mengedepankan kemampuan berpikir analitik, melainkan seharusnya
melebar pada kemampuan yang lain.
b. Menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling.
Konselor menguasai secara akademik teori, teknik dan prosedur
bimbingan dan konseling. Diharapkan konselor mampu mengemas
teori, teknik dan prosedur dalam penyelenggaraan bimbingan dan
konseling menyenangkan dan memandirikan.
c. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
Untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, seorang konselor harus mampu :
1) Merancang kegiatan bimbingan dan konseling. Konselor
memfasilitasi siswa dalam mengembangkan kemandirian memilih
dan mengambil keputusan (pendidikan, karir, pribadi, sosial).
2) Mengimplementasikan kegiatan bimbingan dan konseling.
3) Menilai proses dan hasil kegiatan bimbingan dan konseling serta
melakukan penyesuaian-penyesuaian selama proses bimbingan dan
konseling dalam rangka memandirikan konseli.
d. Menyelenggarakan profesionalitas secara berkelanjutan.
Sebagai konselor yang mengutamakan kepentingan konseli dalam
menggunakan setiap peluang untuk belajar dalam rangka
meningkatkan profesionalitas. Upaya peningkatan diri ini dapat
dilakukan sebagai bagian dari keseharian pelaksanaan tugasnya dengan
merekam dan merefleksikan kinerjanya dalam mengelola layanan
bimbingan dan konseling. Hal ini juga dapat dilakukan dengan
mengakses berbagai sumber infomasi, seperti internet, interaksi teman
sejawat, mengikuti pelatihan serta pendidikan lanjut.
Dari uraian ABKIN (2005) dan Kartadinata (2007), penulis
menyimpulkan aspek-aspek kompetensi professional konselor, yaitu :
1. Menguasai konsep prilaku dan perkembangan individu.
Penguasaan konsep prilaku dan perkembangan individu yang baik
akan memungkinkan konselor untuk mengerti, mengetahui, dapat
memahami tingkah laku manusia. Konselor yang telah di bekali ilmu
mengenai perkembangan individu, pemahaman individu diharapkan
dapat memahami konsep dan prinsip-prinsip perkembangan individu.
Masa perkembangan mempunyai ciri-ciri yang khas, setiap individu
mempunyai tugas-tugas perkembangan, perkembangan individu dapat
diramalkan. Dengan demikian konselor dapat menjalankan peranannya
dalam melancarkan proses perkembangan siswa dan mengantarkannya
mencapai perkembangan yang optimal.
2. Penguasaan konsep dan praksis asesmen.
Asesmen dilakukan melalui tes dan non tes. Konselor bekerjasama
minat siswa. Konselor juga mengumpulkan data siswa dengan
menyebarkan angket, misalnya angket data diri siswa.
3. Menguasai teori dan prosedur bimbingan dan konseling.
Mengetahui dan menggunakan teori konseling secara tepat. Konselor
menggunakan beberapa teori dalam proses konseling seperti: IA, DI,
Behavior, RET, dan TF. Menggunakan teknik konseling secara tepat,
misalnya: penerimaan, dukungan, pemberian informasi, pemberian
alternatif, pemberian nasehat. Konselor mengetahui prosedur dalam
konseling yang dibagi dalam beberapa fase, yaitu pembukaan,
penjelasan masalah, penggalian latar belakang masalah, penyelesaian
masalah, dan penutup.
4. Penguasaan konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
Konselor mampu mengadopsi hasil sebuah riset yang disesuaikan
dengan keadaan siswa. Konselor mampu memberikan informasi baru
sebuah riset dari berbagai sumber seperti internet, koran, majalah, dan
buku-buku.
5. Mengenal secara mendalam konseli yang dilayani.
Konselor perlu mengenal dan memahami konseli yang dilayaninya,
agar konselor dapat merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan
dialami oleh konseli. Sehingga konselor dan konseli dapat bekerja
sama dalam proses konseling yang memudahkan konselor menangkap
memberikan suatu pengalaman bagi konselor dalam memahami
perasaan seseorang yang unik dan berbeda dengan yang lainnya.
6. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
Konselor mampu merancang kegiatan bimbingan dan konseling yang
tidak menyebabkan siswa tergantung oleh konselor, melainkan
menjadi individu-individu yang mandiri seperti mengenal, menerima
diri sendiri dan lingkungannya. Konselor memberikan
alternatif-alternatif pilihan dalam menyelesaikan suatu masalah dan siswa sendiri
yang memutuskannya. Konselor tidak memaksa siswa dalam cara
berpikir, bertindak, dan tidak bersikap selalu ingin tahu terhadap
permasalahan siswa.
D. Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Konselornya
Persepsi merupakan suatu hasil intepretasi yang berasal dalam diri
siswa terhadap suatu obyek. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului
penginderaan terhadap stimulus. Stimulus yang diterima akan diorganisasikan
sebagai sesuatu yang berarti. Pendapat siswa tentang kompetensi profesional
konselornya, berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya.
Pengalaman yang diperoleh siswa selama berinteraksi dengan konselor akan
mempengaruhi pendapat siswa. Siswa yang memiliki pengalaman menarik dan
terbantu dengan kehadiran konselor dalam mengembangkan dirinya,
cenderung akan membentuk penilaian yang positif. Sedangkan siswa yang
dimarahi, cenderung akan membentuk penilaian yang negatif. Sehingga
pendapat-pendapat siswa tersebut merupakan pengalaman siswa itu sendiri
terhadap kompetensi profesional konselornya.
Persepsi siswa terhadap kompetensi profesional konselor juga
dipengaruhi oleh pemahaman siswa mengenai makna bimbingan dan
konseling, manfaat bimbingan dan konseling, tugas-tugas konselor dan
pengalaman yang siswa dapatkan selama berinteraksi dengan konselor.
Kuantitas dan kualitas pertemuan siswa dengan konselor sekolah pada saat
bimbingan bimbingan kelompok dan pribadi juga berpengaruh terhadap
persepsi siswa. Dengan demikian akan muncul konsep yang positif atau
negatif tentang kompetensi professional konselor dalam diri siswa.
Anggraeni (1999) mengungkapkan pendapatnya yang senada dengan
kompetensi profesional konselor, bahwa kompetensi profesional berkaitan
dengan ketrampilan konselor dalam menyelenggarakan layanan bimbingan
kelompok dan pemberian konseling, ketrampilan dalam mengenal konseli, dan
penguasaan terhadap teori dan prosedur bimbingan dan konseling. Dengan
demikian siswa yang berinteraksi dengan konselor akan memiliki persepsi
32
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan
metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen
pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Metode yang
digunakan adalah metode survei. Furchan (1982: 415) menyatakan bahwa
penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status
gejala pada saat penelitian dilakukan. Sejalan dengan pendapat di atas,
Arikunto (2000: 310) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang menggambarkan/melukiskan “apa adanya” tentang sesuatu
variabel, gejala atau keadaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
tentang kompetensi profesional konselornya.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Furchan (1982: 189) mengungkapkan bahwa populasi adalah semua
anggota sekelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan
secara jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII
keseluruhan siswa kelas VII dan VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2007/2008 berjumlah 334 siswa, yang terbagi dalam 9 kelas,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1 Jumlah Siswa
SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
No Kelas Jumlah
VII Anggrek 37
VII Tulip 38
VII Teratai 38
VII Melati 40
1
Kelas VII
VII Mawar 39
192
VIII Mahoni 35
VIII Tanjung 36
VIII Kemundu 36 2
Kelas VIII
VIII Nagasari 35
142
Jumlah Seluruh Siswa 334
2. Sampel
Furchan (1982: 198) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif
dianjurkan mengambil sampel dari 10% atau 20% dari populasi. Dengan
mempertimbangkan waktu dan biaya, maka jumlah sampel dalam
penelitian ini 30% dari populasi (105 orang). Jadi sampel dalam penelitian
ini sudah memenuhi standard sampel dalam penelitian deskriptif, sehingga
mampu mewakilikeseluruhan populasi. Alasan siswa kelas VII, dan VIII
dipilih sebagai sampel penelitian, karena mereka telah mendapatkan
pelayanan bimbingan dan konseling baik secara klasikal maupun
yang digunakan adalah penarikan sampel berkelompok secara acak
(cluster random sampling).
Pengambilan sampel berkelompok secara acak adalah teknik
pengambilan sample dengan melakukan pengacakan (randomisasi)
terhadap sekelompok individu yang secara alami berada bersama-sama di
suatu tempat, bukan terhadap subyek secara individual. Sepanjang
individu-individu itu mempunyai persamaan ciri yang ada hubungannya
dengan variable penelitian maka individu-individu tersebut merupakan
suatu kelompok/cluster (Furchan, 1982).
Pengambilan sampel berkelompok secara acak ini dilakukan dengan
undian, yaitu mengundi nama-nama kelompok dalam populasi. Cara ini
diawali dengan menulis nama-nama kelas yang ada pada tingkat sama
pada sebuah kertas gulung, kemudian ditempatkan dalam sebuah kotak
dan diambil satu gulungan tanpa memilih. Langkah-langkah pengambilan
sampel penelitian adalah sebagai berikut: kelas VII diambil dua kelas, dan
kelas VIII diambil dua kelas sebagai sampel. Hasilnya adalah yang
menjadi sampel penelitian kelas VII Anggrek, kelas VII Mawar, kelas VII
Nagasari, dan kelas VIII Tanjung. Namun pada prakteknya, sampel yang
didapatkan tidak semua dapat digunakan. Satu kelas tidak dapat dipakai
sebagai sampel penelitian dikarenakan waktu yang sudah tidak
memungkinkan, karena siswa kelas VII dan VII akan melaksanakan
Ulangan Kenaikan Kelas, kelas tersebut adalah kelas VII Mawar. Hal ini
syarat dari 20% jumlah populasi. Kelas-kelas yang menjadi penelitian
adalah:
Table 2 Sampel Penelitian
Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
No Sampel Waktu Jumlah
1 VII Anggrek 6 Juni 2008 37 2 VIII Nagasari 6 Juni 2008 33 3 VIII Tanjung 7 Juni 2008 35
Jumlah 105
C. Instrumen Penelitian
1. Jenis Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner
Persepsi Siswa Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
Tentang Kompetensi Profesional Konselornya yang disusun oleh peneliti.
Kuesioner ini bentuknya tertutup dan terdiri dari empat alternatif jawaban.
Alasan peneliti membuat empat alternatif jawaban adalah agar pilihan
subyek menjadi lebih tegas dan pasti, jawaban tidak ada yang berada
diwilayah abu-abu. Tersedianya jawaban di tengah juga menimbulkan
kecenderungan jawaban netral (central tendency effect) terutama bagi
mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya.
2. Format Pernyataan
Kuesioner penelitian ini bersifat tertutup. Artinya, subyek menjawab
pernyataan-pernyataan dengan memilih alternatif jawaban yang telah
disediakan dan memberikan tanda check ( ). kuesioner ini dibuat anonim
terbuka dan jujur menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai apa yang
dialami dan dirasakan. Kuesioner tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama memuat petunjuk pengisian kuesioner dan identitas subjek.
Bagian kedua memuat pernyataan-pernyataan tentang persepsi siswa kelas
VII dan kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi
profesional konselornya yang terdiri dari 88 item.
Item-item tersebut dibagi dua, yaitu item positif (favorable) dan item
negatif (unfavorable). Pernyataan positif artinya pernyataan yang
memihak pada objek ukur atau yang mengindikasikan tingginya atribut
yang diukur. Sedangkan pernyataan negatif artinya pernyataan yang tidak
memihak pada objek ukur atau yang mengindikasikan rendahnya atribut
yang diukur (Azwar, 2005: 47). Jumlah pernyataan positif dan jumlah
pernyataan negatif dibuat seimbang. Dalam hal ini, peneliti mengacu pada
Skala Likert, yang mensyaratkan pernyataan positif dan pernyataan negatif
harus seimbang.
3. Penentuan Skor
Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan
adalah sebagai berikut:
a. Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable) terhadap aspek
kompetensi professional konselor, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi
skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat
b. Untuk pernyataan yang bersifat negative (unfavorable) terhadap aspek
kompetensi professional konselor, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS)
diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Setuju (S) diberi skor 2,
Sangat Setuju (SS) diberi skor 1.
4. Kisi-kisi Kuesioner
Kisi-kisi kuesioner persepsi siswa kelas VII dan kelas VIII SMP
Stella Duce 2 Yogyakarta tentang kompetensi profesional konselornya
tahun ajaran 2007/2008 adalah sebagai berikut:
Tabel 3
Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Siswa Kelas VII dan Kelas VIII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta Tentang Kompetensi Profesional Konselornya
Sebelum Uji Coba
No Aspek Kompetensi Profesional
Konselor
Indikator Item Positif (favorable) Item Negatif (unfavorable) Jumlah Mengetahui tugas perkembangan siswa.
1, 7, 17, 32, 71
5, 33, 50, 51, 70
10 1 Menguasai konsep
perilaku dan perkembangan individu.
Memahami tingkah laku siswa.
3, 4, 18 2, 34, 52 4
Menggunakan konsep dan prosedur dalam mengumpulkan data siswa.
4 52 2
2 Menguasai konsep dan praksis asesmen.
Bekerjasama dengan lembaga tes kepribadian.
35, 53 19, 72 4
Mengetahui dan Menggunakan teori konseling secara tepat.
6, 54, 73 20, 36, 74 6 3 Menguasai teori
dan prosedur bimbingan dan konseling.
Menggunakan teknik konseling secara tepat.
21, 37, 38, 56, 75
8, 55, 76, 77, 88
Mengetahui prosedur dalam konseling.
9, 78, 79 22, 39, 57 6
Menjalankan bimbingan kelompok
23, 40, 80, 85
10, 58, 82, 87
8
Menjalankan konseling pribadi.
11, 59, 81 24, 41, 86 6
4 Menguasai konsep dan praksis riset dalam bimbingan dan konseling.
Mampu mengadopsi hasil sebuah riset sesuai keadaan siswa.
25, 42 12, 60 4
Menjalin relasi yang akrab dengan siswa.
61, 62 26, 43 4
5 Mengenal secara mendalam siswa yang dilayani.
Empati 13, 44, 83 27, 63, 64 6 Memiliki
wawasan yang luas.
28, 65 45, 66 4
Memberikan kebebasan kepada siswa dalam
mengambil keputusan.
14, 46, 84 29, 66, 68 6
Terampil memilih
informasi yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
30, 67 15, 47 4
6 Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan.
Terampil menyajikan informasi secara menarik.
16, 49 31, 48 4
Total 44 44 88
5. Uji Coba Instrumen Penelitian
Sebelum instrumen digunakan untuk penelitian, maka kuesioner diuji
yang memiliki kualitas yang baik yang dapat digunakan, sedangkan item
yang kualitasnya tidak baik harus digugurkan/direvisi terlebih dahulu.
Sebelum instrumen diujicobakan maka terlebih dahulu harus memenuhi
tuntutan validitas isi.
Uji coba instrumen penelitian di SMP Stella Duce 2 Yogyakarta
dilaksanakan tanggal 28 Mei 2008 dan 30 Mei 2008. Uji coba dilakukan
kepada siswa kelas VII dan kelas VIII sebanyak 68 siswa, dengan rincian
sebagai berikut:
Tabel 4
Jumlah Responden Uji Coba Kuesioner
No Kelas Waktu Pelaksanaan Jumlah
1. VII Tulip 28 Mei 2008 34
2. VIII Mahoni 30 Mei 2008 34
Total 68
Hal yang diteliti dari data uji coba adalah daya beda item dan
reliabilitas. Uji daya beda dilakukan melalui teknik korelasi item total.
Kriteria penentuan item yang lolos didasarkan pada korelasi item-item
dengan batasan ix 0,30. Item yang lolos uji daya beda selanjutnya
disusun menjadi skala final. Langkah selanjutnya adalah menguji
D. Pertanggungjawaban Instrumen Penelitian
1. Validitas Instrumen Penelitian
Validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermat suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen
pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat
tersebut menjalankan fungsi ukurnya, yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2007: 5).
Validitas terbagi atas tiga macam, yaitu: validitas isi, validitas
konstruksi atau konsep, dan validitas kriteria. Dalam penelitian ini,
validitas yang digunakan adalah validitas isi. Yang dimaksud validitas isi
adalah validitas yang mencerminkan seluruh isi yang akan diukur
(Furchan, 1982: 183). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi
atau dinilai lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau
lewat professional judgment (penilaian profesional), (Azwar, 2007: 45).
Dalam pelaksanaannya validitas kuesioner ini dipertimbangkan oleh dosen
pembimbing skripsi yang dipandang memiliki keahlian dalam bidang
bimbingan dan konseling.
Setelah mendapat penilaian profesional (profesional judgment)
berdasarkan keputusan akal (common sense), yaitu melihat apakah
item-item sudah benar-benar memuat aspek-aspek kompetensi profesional
konselor yang telah disusun oleh peneliti untuk mengetahui persepsi siswa,
2. Uji Daya Beda
Daya beda item adalah sejauh mana item tersebut mampu
membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan
tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2005: 59). Pengujian daya
beda item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi
skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan
menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix) yang dikenal dengan
parameter daya beda item. Untuk komputasi koefisien korelasi item-total
digunakan korelasi Product Moment dari Pearson.