• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM JIKA TERJADI WANPRESTAS

A. Pengertian Prestasi dan Wanprestasi Dalam Perjanjian

Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya hambatan‐ hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan‐hambatan tersebut dapat terjadi berupa

wanprestasi dan keadaan memaksa.95 Sebelum membahas tentang wanprestasi,

terlebih dahulu harus diketahui arti dari prestasi. Prestasi adalah segala sesuatu yang menjadi hak kreditur dan merupakan kewajiban bagi debitur. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi dapat berupa: member sesuatu; berbuat sesuatu; dan tidak berbuat sesuatu.

Prestasi dari perikatan harus memenuhi syarat:

a. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar ketertiban, kesusilaan, dan Undang-undang.

b. Harus tertentu atau dapat ditentukan.

c. Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan manusia.96

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu,

95J. Satrio,Hukum PerikatanPerikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hlm. 83. 96Handri Raharjo,Op.Cit, hlm. 79.

pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.97

Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yaitu berupa :

(1) Memberikan sesuatu; (2) Berbuat sesuatu; (3) Tidak berbuat sesuatu.

Sementara itu, yang dimaksud dengan wanprestasi (defaultataunon fulfiment

ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract) adalah tidak

dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi (tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan.98

Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian99. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi.100

97Munir Fuady,Op.Cit, hlm 87. 98

Ibid.

99Abdul Kadir Muhamad,Op.Cit,hlm 20. 100J. Satrio,Op.Cit,hlm 122.

Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berarti pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Misalnya seorang debitur disebutkan dalam keadaan wanprestasi maka dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut yang sepatutnya.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan, apabila101:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat.

d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan

wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu ditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata yang menyebutkan :

“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan melawan hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karena adanya suatu unsur kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibatnya umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan- perhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-

alasan force majeure, yang umumnya membebaskan pihak yang tidak memenuhi

prestasi (untuk sementara atau untuk selama-lamanya).

Disamping itu, apabila seseorang telah tidak melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak, maka pada umumnya (dengan beberapa pengecualian) tidak dengan sendirinya dia telah melakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau dalam undang-undang, maka wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur (ingebrehstelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur.102

Stelsel dengan akta lalai ini adalah khas dari negara-negara yang tunduk kepada Civil Law seperti Prancis, Jerman, Belanda dan karenanya juga Indonesia.

Sementara di negara-negara yang berlaku sistem Common Law, seperti Inggris dan

Amerika Serikat, pada prinsipnya tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini. Dalam praktek akta lalai ini sering disebut dengan:103

– Somasi (Indonesia) –Sommatie(Belanda) –Sommation(Inggris) –Notice of default(Inggris) –Mahnung(Jerman dan Swiss) –Einmahnung(Austria)

Mise en demeure(Prancis)

Namun demikian, bahkan di negara-negara yang tunduk kepada Civil Law sendiri, akta lalai tidak diperlukan dalam hal-hal tertentu, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut:

(1) Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu; (2) Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi; (3) Debitur keliru memenuhi prestasi;

(4) Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum (misalnya Pasal 1626 KUH Perdata);

(5) Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan wanprestasi.

Tidak dipenuhinya kesalahan debitur itu dapat terjadi karena dua hal, yaitu: a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian, b. Karena keadaan memaksa (force majour), di luar kemampuan debitur.

Pasal 1238 KUH Perdata mengatakan bahwa debitur lalai, dan oleh KUH Perdata telah jelas ditetapkan, sejak kapan debitur dalam keadaan lalai, yaitu dengan tiga jenis teguran atau peringatan :

1. Surat Perintah

Surat perintah atau surat peringatan resmi dari hakim atau juru sita pengadilan biasanya berbentuk penetapan atau beschiking. Berdasarkan surat perintah tersebut juru sita memberi surat teguran secara lisan kepada debitur kapan selambat‐lambatnya ia harus berprestasi. Ini biasanya disebut dengan exploit juru sita.

2. Akta sejenis

Akta sejenis ini merupakan peringatan secara tertulis, maksudnya dapat berupa akta di bawah tangan atau dengan akta notaris.

3. Tersimpul dari perjanjiannya sendiri

Maksudnya sejak membuat perjanjian para pihak sudah menentukan saat kapan terjadinya wanprestasi.

Pernyataan lalai sebenarnya merupakan suatu peringatan dari kreditur agar debitur berprestasi, selambat‐lambatnya pada suatu saat tertentu.104 Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, pihak kreditur dapat menuntut pihak debitur yang lalai dengan memilih beberapa kemungkinan tuntutan sebagai berikut :

a. Pemenuhan perjanjian;

b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi; c. Ganti rugi saja;

d. Pembatalan perjanjian;

e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Sedangkan bagi seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan sebagai alat untuk membela diri, yaitu105:

1) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai; 2) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa;

3) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

Dokumen terkait