• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : URAIAN TEORITIS

C. Prestasi Kerja

1. Pengertian Prestasi kerja

Kelangsungan hidup suatu perusahaan tergantung pada prestasi karyawannya dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu, karyawan merupakan unsur perusahaan yang terpenting yang harus mendapat perhatian. Pencapaian tujuan perusahaan menjadi kurang efektif apabila banyak karyawan yang tidak berprestasi dan hal ini akan menimbulkan pemborosan bagi perusahaan. Oleh karena itu, prestasi karyawan harus benar-benar diperhatikan. Pengertian Prestasi Kerja menurut beberapa ahli :

Menurut Bernandin dan Russell dalam Gomes (2003:27) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah ...the record of out comes produced on specified job

function or activities during a specified time period (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu). Prestasi kerja karyawan sangat penting, baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi perusahaan. Prestasi kerja yang tinggi akan memberikan rewards

yang lebih baik bagi karyawan baik itu mencakup kenaikan jabatan atau gaji serta meningkatkan produktivitas karyawan.

Menurut Mangkunegara (2007:67) bahwa Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selanjutnya Rivai (2005:548) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Setiap perusahaan selalu mengharapkan memperoleh karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu di setiap perusahaan selalu dilakukan penilaian prestasi kerja karyawan untuk mengetahui kinerja karyawan- karyawannya selama periode waktu tertentu, apakah terjadi peningkatan prestasi kerja atau bahkan terjadi sebaliknya. Jika dari hasil penilaian tersebut diperoleh data bahwa terjadi penurunan prestasi kerja karyawan, manajemen perlu mencari tahu sebabnya dapat mencari solusinya.

Prestasi/kinerja karyawan yang baik akan memberikan keunggulan bersaing bagi suatu perusahaan. Prestasi/kinerja karyawan akan mempengaruhi

kualitas produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Mangkuprawira (2002:67), penilaian kinerja karyawan memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen sumber daya manusia sebagai berikut:

1. Perbaikan kinerja

Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja. 2. Penyesuaian kompensasi

Penilaian kinerja membantu pengambilan keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus.

3. Keputusan penempatan

Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif lainnya misalnya dalam bentuk penghargaan. 4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan

Kinerja mengindikasikan sebuah kebutuhan dan melakukan pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri. 5. Perencanaan dan pengembangan karir

Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan.

6. Defisiensi proses penepatan staf

Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM

7. Ketidakakuratan informasi

Kinerja buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM atau hal lain dari sistem manajemen personal. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan menyewa karyawan, pelatihan dan keputusan konseling.

8.Kesalahan rancang pekerjaan

Kinerja buruk mungkin sebagai sebuah gejala dari rancang pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian dapat didiagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Kesempatan kerja sama

Penilaian kinerja yang akurat yang secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminatif.

10. Tantangan-tantangan eksternal

Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, finansial, kesehatan atau masalah-masalah lainnya. Jika masalah-masalah tersebut tidak diatasi melalui penilaian, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuannya.

11. Umpan balik pada SDM

Kinerja yang baik dan buruk di seluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM diterapkan.

Tujuan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan prestasi organisasi melalui peningkatan prestasi sumber daya manusia organisasi. Menurut Sunyoto dalam Mangkunegara (2007:67), secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan prestasi.

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu dirubah.

Sedangkan Nawawi (2001:252), membagi 6 (enam) tujuan penilaian prestasi kerja, yaitu:

1. Mengambil keputusan tentang pekerjaan karyawan.

2. Memberikan umpan balik antara karyawan dengan manajer.

3. Menghasilkan informasi untuk menentukan kriteria validitas test.

5. Membangun komunikasi antara atasan dan bawahan, dan 6. Menjadi dasar bagi penetapan kurikulum program pelatihan.

Menurut Gomes (2003:28), tujuan penilaian prestasi kerja dibedakan atas 2 macam yaitu: (1) untuk merewads performansi sebelumnya (to reward past performance) dan (2) untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang (to motivate future performance improvement). Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian performansi itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi dan penempatan-penempatan pada tugas tertentu.

3. Faktor-faktor Penilaian Prestasi Kerja

Bagi sebuah organisasi, hasil yang dicapai dalam pekerjaan adalah suatu hal yang mutlak yang harus dicapai dalam tingkat yang tinggi. Karyawan- karyawan sebagai sumber daya penting perusahaan perlu diarahkan untuk memperoleh prestasi kerja yang tinggi atas kerja yang mereka lakukan.

Faktor-faktor yang dinilai dalam penilaian prestasi kerja berdasarkan formulir penilain karyawan adalah:

1. Kualitas kerja (mengacu pada akurasi dan marjin kesalahan) 2. Kuantitas kerja (mengacu pada jumlah produksi atau hasil)

3. Ketepatan waktu (mengacu pada penyelesaian tugas dalam waktu yang diperkenankan)

4. Kehadiran dan ketepatan waktu (mengacu pada ketaatan pada jadwal kerja sebagaimana ditugaskan)

5. Tanggungjawab ( mengacu pada penyelesaian tugas dan proyek)

6. Kerjasama dengan yang lain (mengacu pada kerjasama dan komunikasi dengan penyelia dan rekan kerja).

Mangkunegara (2000:67) melengkapi faktor-faktor penilaian prestasi kerja di atas sebagai berikut:

Faktor-faktor penilaian prestasi kerja terdiri dari:

1. Kualitas kerja: ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan 2. Kuantitas kerja: output, penyelesaian kerja dengan ekstra,

3. Keandalan: mengikuti instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan 4. Sikap: sikap terhadap perusahaan/pimpinan, pegawai lain, pekerjaan,

dan sikap kerja sama.

Mangkuprawira (2002:68) menjelaskan:

Penilaian prestasi kerja, syarat dengan evaluasi subjektif atas kinerja individual dengan skala terendah sampai tertinggi, dengan unsure yang dinilai adalah dari segi kehandalan, inisiatif, output keseluruhan, sikap, kerjasama, kualitas kerja. Untuk mengevaluasi dengan lebih objektif, maka dapat dilakukan penilaian diri (self appraisal) yang mengukur keterlibatan karyawan dalam proses perbaikan kinerjanya.

Seluruh faktor-faktor prestasi kerja di atas adalah segala hal yang dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya prestasi seorang karyawan. Seorang karyawan dikatakan berprestasi jika ia mampu mencapai segala hal yang terdapat di dalam faktor-faktor prestasi kerja yang ada.

Terdapat kurang lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian performansi yang efektif menurut Gomes (2003), yakni:

1. Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif. 2. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi.

3. Kriteria performansi dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu.

Menurut Gomes (2003:28) ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif yang meliputi:

1. Relevancy, 2. Reliability, 3. Discrimination.

Relevansi menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan- tujuan performansi. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran performansi yang lebih relevan dibandingkan penampilan seseorang. Reliabilitas menunjukkan tingkat di mana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten. Diskriminasi mengukur tingkat di mana suatu kriteria performansi bisa memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam performansi.

Jika nilai cenderung menunjukkan semuanya baik atau jelek, berarti ukuran performansi tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan performansi diantara masing-masing pekerja. Jika kriteria performansi memiliki kualifikasi- kualifikasi penting itu maka pekerja mungkin akan cenderung lebih menjadi menerima terhadap penilaian performansi. Sebaliknya jika perkerja dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria yang tidak jelas dan tidak dispesifikasikan, maka para

pekerja akan bersikap menentang bahkan merasa dirinya terancam. Pendekatan penilaian kinerja hendaknya mengidentifikasi standar kinerja yang terkait, mengukur kriteria dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan.

Jika standar kinerja atau perhitungan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan atau hasil yang bias, merenggangkan manajer dengan karyawannya dan memperkecil kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dan perilaku SDM tidak mungkin terjadi dan departemen tidak akan memiliki catatan akurat dalam sistem informasi SDM-nya. Dengan demikian keputusan-keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.

Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Mangkuprawira 2002:67).

Menurut Suprianto (2002:7) prestasi kerja adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.

Berdasarkan hasil tinjauan pustaka dapat dikemukakan bahwa penilaian prestasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manager sumber daya manusia (SDM) yang lain, seperti perencanaan SDM, penarikan dan seleksi, pengembangan SDM, perencanaan dan pengembangan karier, program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemecatan.

Walaupun diakui bahwa penilaian prestasi banyak manfaatnya, namun masih banyak pimpinan yang tidak bersedia melakukanya. Adapun yang menyebabkannya antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pihak penilai tidak merasa memiliki.

Perasaan ini muncul karena mereka tidak dilibatkan dalam menentukan sistem penilaian, tidak dilatih untuk dapat menggunakan sistem yang ada, dan usulan mereka terhadap sistem yang ada tidak diperhitungkan.

2. Pimpinan enggan untuk memberikan nilai yang buruk kepada karyawan mereka, khususnya kepada orang yang mereka sukai secara pribadi.

3. Jika hasil penilainnya buruk, pihak karyawan tidak mau menerimanya. Penilaian yang buruk cenderung menimbulkan reaksi untuk bertahan atau bermusuhan daripada untuk mendorong meningkatkan kinerja karyawan. 4. Pimpinan maupun bawahan menyadari bahwa penilaian yang buruk

mempengaruhi karier seseorang.

5. Dalam kenyataannya proses penilaian prestasi tidak dimanfaatkan untuk menentukan kebijaksaan dalam pemberian penghargaan.

4. Metode Penilaian Prestasi Kerja

Penilaian prestasi dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Cara mana yang dipilih tergantung kegunaannya. Jika hasilnya akan digunakan untuk keperluan seleksi, promosi, pelatihan dan penggajian berdasarkan hasil prestasi (merit rating), maka metode yang cocok digunakan adalah metode rating scale, sedangkan untuk membantu karyawan berkembang digunakan metode

collaborative, seperti manajemen berdasarkan objektif (MBO). Metode-metode yang dapat dipilih terdiri atas hal-hal berikut:

1. Rating Scales (Skala Rating)

Dengan menggunakan metode ini hasil penilaian kinerja karyawan dicatat dalam suatu skala. Skala itu dibagi dalam tujuh atau lima kategori dan karena konsep yang akan dinilai bersifat kualitatif, maka kategori yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dari sangat memuaskan sampai dengan sangat tidak memuaskan. Cara ini banyak digunakan karena sangat sederhana dan dapat digunakan untuk menilai lebih banyak orang dalam waktu yang relatif singkat.

Faktor yang dinilai dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok, yaitu yang berkaitan dengan pekerjaan dan yang berkaitan dengan karateristik pekerja. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan terdiri atas kuantitas pekerjaaan, apakah standar kuantitas yang telah ditetapkan dapat dicapai. Sedangkan yang berkaitan dengan karateristik pekerja mencakup kemampuan untuk bertanggungjawab, inisiatif, kemampuan beradaptasi, dan kerjasama.

Setiap faktor itu dijelaskan dengan cermat untuk menghindari kesalahpahaman dari pihak penilai maupun dari pihak yang dinilai. Dalam formulir penilaian juga dicantumkan kemungkinan untuk memberikan sanggahan terhadap hasil penilaian. Mereka yang tercantum dalam melakukan penilain terdiri dari atasan langsung dan atasan dari atasan langsung, dari yang dinilai.

2. Critical Incidents (Insiden-Insiden Kritis)

Dengan metode ini, penilai melakukan penilaian pada saaat-saat kritis saja, yaitu waktu dimana perilaku karyawan dapat membuat bagiannya sangat berhasil atau bahkan sebaliknya. Pada hakikatnya metode penelitian ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus digabungkan dengan metode yang lain.

3. Essay

Dengan menggunakan metode ini penilai menulis cerita ringkas yang menggambarkan prestasi kerja karyawan. Metode ini cenderung menggambarkan prestasi kerja karyawan yang luar biasa ketimbang kinerjanya setiap hari. Penilaian ini sangat mengandalkan kemampuan menulis penilai. Setelah kinerja ditinjau ulang, evaluasi yang positif bisa menjadi negatif apabila penilai tidak dapat menuliskannya dengan baik.

4. Work Standards (Standar Kerja)

Metode ini membandingkan kinerja karyawannya dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Standar mencerminkan hasil yangg normal dari rata-rata pekerja dalam usaha yang normal.

5. Ranking

Dengan metode ini penilai sekedar menempatkan semua karyawan yang dinilai ke dalam urut-urutan ranking. Penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik daripada siapa dan kemudian menempatkan karyawan dalam urutan yang terbaik sampai yang terburuk. Kesulitan dihadapi apabila terdapat dua orang atau lebih yang memiliki prestasi yang hampir tidak dapat dibedakan.

6. Forced Distribusion (Distribusi Yang Dipaksakan)

Dalam metode ini diasumsikan bahwa karyawannya dapat dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu dari kategori yang paling baik (10%), kemudian yang baik (20%), yang cukupan (40%), yang buruk 20%, dan sisanya (10%). Kelemahan dari metode ini adalah apabila hampir semua karyawan dalam bagiannya mempunyai kinerja yang sangat memuaskan, maka akan sangat sulit membaginya ke dalam lima kategori, begitu pula jika yang terjadi kebalikannya.

7. Forced-choice and Weigthted Checklist Performance Report (Pemilihan yang Dipaksakan dan Laporan Pemeriksaan Kinerja Tertimbang).

Laporan ini memerlukan penilai untuk memilih karyawan mana yang dapat mewakili kelompoknya. Faktor yang dinilai adalah perilaku karyawan, dan penilai memberikan nilai positif atau negatif. Namun, penilai tidak perduli dengan bobot penilaiannya.

Sebagaimana halnya dengan metode forced distribution, dalam metode ini sulit untuk mengetahui faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk dalam kategori sangat berprestasi. Begitu pula sebaliknya, faktor apa yang mengakibatkan mereka masuk ke dalam kategori yang sangat tidak berprestasi.

8. Behaviorally Anchored Scales

Merupakan metode penilaian berdasarkan catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja.

9. Metode Pendekatan Management By Objectives (MBO)

Dalam pendekatan ini, setiap karyawan dan penyelia secara bersama- sama menentukan sasaran organisasi, tujuan individu dan saran-saran untuk meningkatkan produktivitas organisasi.

5. Prinsip-Prinsip Penilaian Prestasi

Sebagaimana halnya dengan perlakuan lainnya yang diterima karyawan dari perusahaan atau yang diberlakukan perusahaan terhadap karyawannya atau bahkan calon karyawannya rekrutmen, dan (seleksi) maka penilaian prestasi akan memuaskan pihak yang dinilai apabila terasa adil. Keadilan ditempat kerja termasuk di dalam penilaian prestasi ada dua macam, yaitu keadilan distributive dan keadilan prosedural.

Keadilan ditributive dalam penelitian prestasi dirasakan apabila nilai yang diperoleh terasa wajar penilaian didasarkan kepada prestasi kerja dan hasil penilaian digunakan di dalam menentukan kebijaksanaan kenaikan gaji atau promosi, atau adanya kewajaran dalam penilain prestasi kerja, karyawan mau menerima nilai yang mereka peroleh, karyawan mau menerima cara manajer memberikan nilai, dan ada kesesuaian antara nilai yang diperoleh dengan prestasi kerja dalam masa penilaian.

Sedangkan keadilan prosedural dapat dirasakan apabila:

1. Pihak yang dinilai berpartisipasi dalam menentukan kriteria penilaian dan kriteria-kriteria itu digunakan untuk melakukan evaluasi,

3. Hasil penilaian dapat dipertanyakan,

4. Penilai memahami dengan baik kinerja dari yang dinilai, 5. Faktor-faktor yang dinilai digunakan secara konsisten.

Karyawan yang dinilai akan mau menerima hasil penilaian maupun cara yang digunakan untuk melakukan penilaian apabila:

1. Mereka dilibatkan dalam menentukan kriteria penilaian,

2. Ada penjelasan tentang adanya rencana dan tujuan melakukan penilaian, 3. Mereka dinilai berdasarkan faktor-faktor yang relevan dengan pekerjaan

mereka.

Apabila prinsip-prinsip sebagaimana diungkapkan oleh para peneliti di atas digunakan dalam penilaian prestasi, maka mereka akan merasa puas terhadap cara dan hasil penilaian prestasi. Lebih lanjut, karena hasil dari penilaian prestasi itu digunakan antara lain untuk menentukan kenaikan gaji dan promosi, maka mereka juga akan merasa puas dengan gaji dan kebijaksaan promosi yang berlaku.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Menurut Mangkunegara (2007:67) ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yaitu:

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan potensial(IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan

lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the right job).

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan yang menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri karyawan untuk mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

Dokumen terkait