• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

F. Pengertian Price Earning Ratio (PER)

PER menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Darmaji, 2001:139). Sedangkan menurut Ang

28 (1997:24) PER merupakan perbandingan antara harga pasar suatu saham dengan Earning Per Share (EPS) dari saham yang bersangkutan. PER merupakan hubungan antara pasar saham dengan EPS saat ini yang digunakan secara luas oleh investor sebagai panduan umum untuk mengukur nilai saham.

Berdasarkan pendapat diatas pengertian PER yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rasio yang membandingkan antara harga saham per lembar saham biasa yang beredar dengan laba per lembar saham.

Kegunaan PER adalah untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja perusahaan yang dicerminkan oleh EPSnya. PER menunjukkan hubungan antara pasar saham biasa dengan EPS. Makin besar PER suatu saham maka harga saham tersebut akan semakin mahal terhadap pendapatan bersih per sahamnya. Jika dikatakan saham mempunyai PER 10X, berarti harga pasar saham tersebut 10X lipat terhadap EPS nya (pendapatan bersih per saham). Angka rasio ini biasanya digunakan investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning power) dimasa yang akan datang.

Kesediaan investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan tinggi biasanya mempunyai PER yang tinggi pula, dan hal ini menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan laba di masa mendatang. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung mempunyai PER yang rendah pula. PER tidak punya makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah (abnormal) atau menderita rugi. Dalam

29 keadaan ini PER perusahaan akan begitu tinggi (abnormal) atau bahkan negatif. Semakin rendah harga PER sebuah saham maka semakin baik atau murah harganya untuk diinvestasikan. PER menjadi rendah nilainya bisa karena harga saham cenderung semakin turun atau karena meningkatnya laba bersih perusahaan. Jadi semakin kecil nilai PER maka semakin murah saham tersebut untuk dibeli dan semakin baik pula kinerja per lembar saham dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Semakin baik kinerja per lembar saham akan mempengaruhi banyak investor untuk membeli saham tersebut. Penafsiran terhadap rasio ini juga dipengaruhi oleh persepsi pemodal terhadap kualitas perusahaan dan trend pendapatannya, risiko relatif, penggunaan metode akuntansi alternatif , dan faktor-faktor lain.

Semakin tinggi PER semakin nampak rendah nilai EPS apabila dibandingkan dengan harga sahamnya (Husnan, 2001:300). Kalau suatu saham mempunyai PER sebesar 20x, berarti apabila saham tersebut memberikan EPS sebesar Rp 1.000,- saham tersebut dapat terjual dengan harga Rp 20.000,-. Hal itu berarti bahwa jika nilai PER naik maka harga saham mengalami kenaikan dan Return saham juga mengalami kenaikan. Begitupun sebaliknya jika nilai PER mengalami penurunan maka harga sahamnya dan return sahamnya mengalami penurunan.

Rumus PER

Harga Saham PER= Earning Per Share (EPS)

30 G. Return On Assets (ROA)

Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktivitas yang digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.

Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROA (Return On Asset) adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba.

Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada (Ang, 1997). Return On Asset (ROA) atau yang sering disebut juga Return On Investment (ROI) diperoleh dengan cara membandingkan net income after tax (NIAT) terhadap average total asset. Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Net Income After Tax (NIAT)

ROA = Average Total Asset

31 NIAT merupakan pendapatan bersih sesudah pajak. Average Total asset

merupakan rata-rata total assets awal tahun dan akhir tahun. Semakin besar ROA atau ROI menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat pengembalian yang semakin besar (Ang, 1997 : 18.33).

1. Manfaat Return On Asset (ROA)

Menurut Munawir (2001 : 91-92) adalah :

a. Jika perusahaan telah menjalankan praktek akuntansi dengan baik maka dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan.

b. Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi.

c. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan.

Menurut Halim dan Supomo (2001: 151) adalah :

a. Perhatian manajemen dititik beratkan pada maksimalisasi laba atas modal yang diinvestasikan.

b. ROA dapat dipergunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang dilakukan oleh setiap divisinya dan pemanfaatan akuntansi divisinya. Selanjutnya dengan ROA akan menyajikan perbandingan berbagai macam prestasi antar divisi secara obyektif. ROA akan

32 mendorong divisi untuk menggunakan dalam memperoleh aktiva yang diperkirakan dapat meningkatkan ROA tersebut.

c. Analisa ROA dapat juga digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produksi yang dihasilkan oleh perusahaan.

2) Keunggulan ROA (Return On Asset)

Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut:

a. ROA merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.

b. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. c. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit

organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha.

3) Kelemahan Return On Asset (ROA) Menurut Munawir (2001 : 94) adalah :

a. ROA sebagai pengukur divisi sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap.

b. ROA mengandung distorsi yang cukup besar terutama dalam kondisi inflasi. ROA akan cenderung tinggi akibat dan penyesuaian (kenaikan) harga jual, sementara itu beberapa komponen biaya masih dinilai dengan harga distorsi.

Menurut Halim dan Supomo (2001 : 157) adalah:

a. ROA lebih menitikberatkan pada maksimasi pada rasio laba dibandingkan jumlah absolut laba.

33 b. Manajer divisi enggan menambah investasi yang menghasilkan ROA

rendah dalam jangka panjang.

c. Manajer divisi mungkin mengambil investasi yang menguntungkan divisinya dalam jangka pendek tetapi dalam jangka panjang bertentangan dengan keputusan perusahaan.

d. Kurang mendorong divisi untuk menambah investasi, jika ROA yang diharapkan untuk divisi itu terlalu tinggi.

Dokumen terkait