• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Produk Murabahah

1. Pengertian Produk Murabahah

Secara bahasa, kata murabahah berasal dari bahasa arab dengan akar kata ribh yang artinya “keuntungan”. Sedangkan secara istilah, menurut Lukman Hakim, murabahah merupakan akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri atas harga pokok barang dan tingkat keuntungan tertentu atas barang, dimana harga jual tersebut disetujui oleh pembeli.24 Dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No. 04/DSN-MUI/IV/2000, murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

Murabahah merupakan salah satu produk perbankan syariah, baik kegiatan usaha yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak penjual dan pihak pembeli. Dalam kontrak murabahah, penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahnya. Kontrak murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan, yang biasa disebut murabahah kepada

24.Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Erlangga, 2012), hal. 116-117

pemesan pembelian. Dalam istilah Imam Syafi’i dalam kitab Al-Um, dikenal dengan Al-„Amir bi asy-syira.25

Secara umum, nasabah pada perbankan syariah mengajukan permohonan pembelian suatu barang. Di mana barang tersebut akan dilunasi oleh pihak bank syariah kepada penjual, sementara nasabah bank syariah melunasi pembiayaan tersebut kepada bank syariah dengan menambah jumlah margin kepada pihak bank sesuai sesuai dengan kesepakatan yang terdapat pada perjanjian murabahah yang telah disepakati sebelumnya antara nasabah dengan bank syariah.

Setelah itu pihak nasabah dapat melunasi pembiayaan tersebut, baik dengan cara tunai maupun dengan cara angsuran.

Pembiayaan dengan akad murabahah dapat berupa pembiayaan dengan akad tunggal (sederhana/basithah), kemudian murabahah dengan gabungan waad atau pakai akad lain (kompleks/murakkabah) yang dapat berupa murabahah didahului dengan wa‟ad atau wakalah atau murabahah didahului dengan wa‟ad atau wakalah dalam bentuk paket (jizaf)

Murabahah berbeda dengan jual beli biasa (musawamah) dimana dalam jual beli musawamah terdapat proses tawar menawar antar penjual dan pembeli untuk menentukan harga jual, dimana penjual juga tidak menyebutkan harga beli dan keuntungan yang

25.Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.

41

diinginkan. Beda dengan murabahah, harga beli dan keuntungan yang diinginkan harus dijelaskan kepada pembeli.26

Penerapan pembiayaan murabahah di perbankan syariah adalah bahwa nasabah mengajukan pembiayaan dengan sistem murabahah kepada bank syariah/Islam untuk membelikan barang-barang (produktif atau konsumtif) yang diketahui sifat-sifatnya, di mana nasabah dan bank mengetahui barang yang dibutuhkan nasabah.

Kemudian dibuat suatu akad atau perjanjian antara bank dan nasabah mengenai kesanggupan pihak bank untuk membeli barang yang dikehendaki dan kesanggupan nasabah untuk membeli barang tersebut. Akad ini bukanlah akad jual beli, melainkan akad untuk mengadakan jual beli.

Perlu selalu diingat bahwa bentuk pembiayaan ini bukan merupakan bentuk pembiayaan utama yang sesuai dengan syariah.

namun, dalam sistem ekonomi saat ibi, terdapat kesulitan-kesulitan dalam penerapan mudharabah dan musyarakah untuk pembiayaan beberapa sektor. Oleh karena itu beberap ulama kontemporer telah membolehkan penggunaan murabahah sebagai bentuk pembiayaan alternatif sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Dua hal utama yang harus diperhatikan adalah yang pertama pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghindari dari “bunga” dan bukan merupakan instrumen ideal ini

26.Osmad Muthaher, Akuntansi Perbankan Syari‟ah, (Yogyakarta: Raja Grafindo, 2012), hal. 57

hanya digunakan sebagai langkah transisi yang diambil dalam proses Islamisasi ekonomi, dan penggunaannya hanya sebatas pada kasus-kasus dimana mudharabah dan musyarakah tidak/ belum dapat diterapkan. Kemudian murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bunga” dengan “keuntungan”, namun sebagai bentuk pembiayaan yang diperbolehkan oleh ulama Syariah dengan syarat-syarat tertentu. Apabila syarat-syarat-syarat-syarat ini tidak dipenuhi, maka murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut Syariah

Murabahah, sebagaimana yang digunakan dalam perbankan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya yang terkait, dan kesepakatan atas mark up (laba).

Bank syariah mengadopsi murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada nasabah guna pembelian barang meskipun si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Teknis perbankan dalam penerapan transaksi murabahah, yaitu:

a. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen (pabrik/toko) ditambah keuntungan (mark up). Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.

b. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan.

c. Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera kepada nasabah, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tangguh.27

Bentuk pembiayaan murabahah memiliki beberapa ciri atau elemen dasar, dan yang paling utama adalah bahwa barang dagangan harus tetap dalam tanggungan bank selama transaksi antara bank dan nasabah tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (H.R.

Ibnu Majah)

Hadits riwayat Ibnu Majah tersebut merupakan salah satu dalil yang menjelaskan tentang kebolehan melakukan murabahah yang dilakukan secara jatuh tempo. Banyak ulama yang menjadikan hadits ini sebagai patokan untuk melakukan jual beli dengan sistem murabahah. Ulama mengatakan bahwa arti tumbuh dan menjadi lebih baik terdapat pada perniagaan. Dengan penjelasan ini, bahwa nasabah diberi jangka waktu untuk

27.Akhmad Mujahidin, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016), hal. 57-58

Dokumen terkait